Anda di halaman 1dari 26

BABI

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang masih memiliki angka kejadian
luar biasa (KLB) penyakit menular dan keracunan yang cukup tinggi. Kondisi
ini menyebabkan perlunya peningkatan sistem kewaspadaan dini dan respon
terhadap KLB tersebut dengan langkah-langkah yang terprogram dan akurat,
sehingga proses penanggulangannya menjadi lebih cepat dan akurat pula.
Untuk dapat mewujudkan respon KLB yang cepat, diperlukan bekal
pengetahuan dan keterampilan yang cukup dari para petugas yang diterjunkan
ke lapangan. Kenyataan tersebut mendorong kebutuhan para petugas di
lapangan untuk memiliki pedoman penyelidikan dan penanggulangan KLB
yang terstruktur, sehingga memudahkan kinerja para petugas mengambil
langkah-langkah dalam rangka melakukan respon KLB.
Indonesia memiliki sejarah yang panjang dalam penelitian dan
teknik yang tepat dalam pengendalian malaria1. Tahun 2012, 74.5%
kabupaten/kota di Indonesia termuak dalam daerah endemis malaria dan 45%
penduduknya memiliki resiko tertular malaria2. Propinsi Kepualaun Bangka
Belitung (BABEL) merupakan salah satu propinsi di Indonesia dan menurut
data Kementrian Kesehatan, BABEL merupakan salah satu daerah endemis
malaria sedang dengan angka Annual parasite Insiden (API) tahun 2012
sebesar 1.70 per 1000 penduduk per tahun2,3. Kabupaten Bangka merupakan
salah satu kabupaten di Propinsi BABEL yang juga fokus pada pengendalian
malaria. Berdasarkan laporan tahuan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka,
API berada dalam kisaran 9.31 (2008)- 1.70 per 1000 penduduk per tahun

1
(2012). Akan tetapi angka API ini masih diatas target emiliminasi malaria yang
ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan (API< 1 per 1000 penduduk per tahun).
Dewasa ini kejadian wabah penyakit sudah merupakan masalah
global, sehingga mendapat perhatian utama dalam penetapan kebijakan
kesehatan masyarakat. Letusan penyakit akibat pangan (foodborne disease)
dan kejadian wabah penyakit lainnya terjadi tidak hanya di berbagai negara
berkembang dimana kondisi sanitasi dan higiene umumnya buruk, tetapi juga
di negara-negara maju. Oleh karena itu disiplin ilmu epidemiologi berupaya
menganalisis sifat dan penyebaran berbagai masalah kesehatan dalam suatu
penduduk tertentu serta mempelajari sebab timbulnya masalah dan gangguan
kesehatan tersebut untuk tujuan pencegahan maupun penanggulangannya.
Peristiwa bertambahnya penderita atau kematian yang disebabkan
oleh suatu penyakit di wilayah tertentu, kadang-kadang dapat merupakan
kejadian yang mengejutkan dan membuat panik masyarakat di wilayah itu.
Secara umum kejadian ini kita sebut sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB),
sedangkan yang dimaksud dengan penyakit adalah semua penyakit menular
yang dapat menimbulkan KLB, penyakit yang disebabkan oleh keracunan
makanan dan keracunan lainnya. Penderita atau yang beresiko penyakit dapat
menimbulkan KLB dapat diketahui jika dilakukan pengamatan yang
merupakan semua kegiatan yang dilakukan secara teratur, teliti dan terus-
menerus, meliputi pengumpulan, pengolahan, analisa/interpretasi, penyajian
data dan pelaporan. Apabila hasil pengamatan menunjukkan adanya tersangka
KLB, maka perlu dilakukan penyelidikan epidemiologis yaitu semua kegiatan
yang dilakukan untuk mengenal sifat-sifat penyebab dan faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi terjadinya dan penyebarluasan KLB tersebut di samping
tindakan penanggulangan seperlunya. Hasil penyelidikan epidemiologis

2
mengarahkan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam upaya
penanggulangan KLB. Upaya penanggulangan ini meliputi pencegahan
penyebaran KLB, termasuk pengawasan usaha pencegahan tersebut dan
pemberantasan penyakitnya. Upaya penanggulangan KLB yang direncanakan
dengan cermat dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait secara
terkoordinasi dapat menghentikan atau membatasi penyebarluasan KLB
sehingga tidak berkembang menjadi suatu wabah (Efendy Ferry, 2009)

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana defenisi kejadian luar biasa ( KLB)
2. Bagaiamana karakteristik kejadian luar biasa ( KLB )
3. Faktor apa saja Yang Mempengaruhi Timbulnya Kejadian Luar Biasa
(KLB)?
4. Penyakit-Penyakit apa yang Berpotensi Wabah/KLB ?
5. Bagaimana Penggolongan KLB Berdasarkan Sumber?
6. Bagaimana Penanggulangan KLB ?
7. Bagaiaman penyelidikan KLB ?
8. Bagaimana penyusunan laporan KLB?
9. Bagaimana identifikasi KLB pada pekerja tambang timah tradisional di
Kabupaten Bangka?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi KLB ?
2. Untuk mengetahui karakteristik KLB ?
3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi timbulnya KLB ?
4. Untuk mengetahui penyakit-penyakit berpotensi KLB ?

3
5. Untuk mengetahui penggolongan KLB berdasarkan sumber?
6. Untuk mengetahui penanggulangan KLB ?
7. Untuk mengetahui penyelidikan KLB ?
8. Untuk mengetahui penyusunan laporan KLB ?
9. Untuk mengetahui identifikasi KLB pada pekerja tambang timah
tradisional di Kabupaten Bangka

4
BAB II

TINTAUAN PUSTAKA

A. Definisi kejadian luar biasa (KLB)

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah salah satu status yang diterapkan
di Indonesia untuk mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah
penyakit.

Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan


RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai
timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna
secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.

Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang wabah


penyakit menular serta Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989,
maka penyakit DBD harus dilaporkan segera dalam waktu kurang dari 24 jam.
Undang-undang No. 4 tahun 1984 juga menyebutkan bahwa wabah adalah
kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat, yang jumlah
penderita nyameningkat secara nyata melebihi dari keadaan yang lazim pada
waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Dalam rangka
mengantisipasi wabah secarad ini, dikembangkan istilah kejadian luar biasa
(KLB) sebagai pemantauan lebih dini terhadap kejadian wabah. Tetapi
kelemahan dari system ini adalah penentuan penyakit didasarkan atas hasil
pemeriksaan klinik laboratorium sehingga seringkali KLB terlambat
diantisipasi (Sidemen A., 2003).

5
Badan Litbangkes berkerjasama dengan Namru telah
mengembangkan suatu system surveilans dengan menggunakan teknologi
informasi (computerize) yang disebut dengan Early Warning Outbreak
Recognition System (EWORS). EWORS adalah suatu system jaringan
informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan
berita adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia
kepusat EWORS secara cepat (BadanLitbangkes, Depkes RI). Melalui system
ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat, sehingga
tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Dalam
masalah DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan
data kasus DBD dari segi jumlah, gejala/karakteristik penyakit, tempat/lokasi,
dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit DATI II di Indonesia (Sidemen
A., 2003).

Kejadian Luar Biasa (KLB) yaitu munculnya penyakit di luar


kebiasaan (base line condition) yang terjadi dalam waktu relatif singkat serta
memerlukan upaya penanggulangan secepat mungkin, karena dikhawatirkan
akan meluas, baik dari segi jumlah kasus maupun wilayah yang terkena
persebaran penyakit tersebut. Kejadian luar biasa juga disebut sebagai
peningkatan kejadian kasus penyakit yang lebih banyak daripada eksternal
normal di suatu area atau kelompok tertentu, selama suatu periode tertentu.
Informasi tentang potensi KLB biasanya datang dari sumber-sumber
masyarakat, yaitu laporan pasien (kasus indeks), keluarga pasien, kader
kesehatan, atau warga masyarakat. Tetapi informasi tentang potensi KLB bisa
juga berasal dari petugas kesehatan, hasil analisis atau surveilans, laporan
kematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (Tamher.
2004).

6
Penyakit menular yang potensial menimbulkan wabah di Indonesia
dicantumkan Permenkes 560/MENKES/PER/VIII/1989 tentang Penyakit
potensial wabah:

1. Kholera
2. Pertusis
3. Pes
4. Rabies
5. Demam Kuning
6. Malaria
7. Demam Bolak-balik
8. Influenza
9. Tifus Bercak wabah
10. Hepatitis
11. DBD
12. Tifus perut
13. Campak
14. Meningitis
15. Polio
16. Ensefalitis
17. Difteri
18. Antraks

Pengertian kejadian luar biasa (KLB) adalah timbulnya atau


meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam
kurun waktu dan daerah tertentu. Batasan KLB meliputi arti yang luas, yang
dapat diuraikan sebagai berikut :

7
1. Meliputi semua kejadian penyakit, dapat suatu penyakit infeksi akut
kronis ataupun penyakit non infeksi.
2. Tidak ada batasan yang dapat dipakai secara umum untuk menentukan
jumlah penderita yang dapat dikatakan sebagai KLB. Hal ini selain
karena jumlah kasus sangat tergantung dari jenis dan agen
penyebabnya, juga karena keadaan penyakit akan bervariasi menurut
tempat (tempat tinggal, pekerjaan) dan waktu (yang berhubungan
dengan keadaan iklim) dan pengalaman keadaan penyakit tersebut
sebelumnya.
3. Tidak ada batasan yang spesifik mengenai luas daerah yang dapat
dipakai untuk menentukan KLB, apakah dusun desa, kecamatan,
kabupaten atau meluas satu propinsi dan Negara. Luasnya daerah sangat
tergantung dari cara penularan penyakit tersebut.
4. Waktu yang digunakan untuk menentukan KLB juga bervariasi. KLB
dapat terjadi dalam beberapa jam, beberapa hari atau minggu atau
beberapa bulan maupun tahun.

Dari pengertian – pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa KLB


atau wabah adalah terjadinya peningkatan jumlah masalah kesehatan di
masyarakat (terutama penyakit) yang menimpa pada kelompok masyarakat
tertentu, di daerah tertentu, dan dalam periode waktu tertentu. 7 (tujuh) Kriteria
Kejadian Luar Biasa (KLB) Menurut Permenkes 1501 Tahun 2010 adalah :

1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada


atau tidak dikenal pada suatu daerah.

8
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun
waktu dalam jam,hari atau minggu berturut-turut menurut jenis
penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan
dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu
menurut jenis penyakitnya.
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan
kenaikan duakali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata
jumlah per bulan dalam tahun sebelumnya.
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-
rata jumlah kejadian kesakitan perbulan pada tahun sebelumnya.
6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1
(satu)kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh
persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu
penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu
periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu
periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

B. Karakteristik Penyakit Yang Berpotensi KLB


1. Penyakit yang terindikasi mengalami peningkatan kasus secara cepat.
2. Merupakan penyakit menular dan termasuk juga kejadian keracunan.
3. Mempunyai masa inkubasi yang cepat.
4. Terjadi di daerah dengan padat hunian.

9
C. Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Kejadian Luar Biasa (KLB)
1. Herd Immunity Yang Rendah

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya KLB/Wabah


adalah Herd Immunity. Secara umum dapat dikatakan bahwa herd
immunity ialah kekebalan yang dimiliki oleh sebagian penduduk yang dapat
menghalangi penyebaran. Hal ini dapat disamakan dengan tingkat kekebalan
individu yaitu makin tinggi tingkat kekebalan seseorang, makin sulit terkena
penyakit tersebut. Demikian pula dengan herd immunity, makin banyak
proporsi penduduk yang kebal berarti makin tinggi tingkat herd immunity-nya
hingga penyebaran penyakit menjadi semakin sulit.

Kemampuan mengadakan perlingangan atau tingginya herd


immunity untuk menghindari terjadi epidemi bervariasi untuk tiap penyakit
tergantung pada:

a. Proporsi penduduk yang kebal,


b. Kemampuan penyebaran penyakit oleh kasus atau karier, dan
c. Kebiasaan hidup penduduk.

Pengetahuan tentang herd immunity bermanfaat untuk mengetahui


bahwa menghindarkan terjadinya epidemi tidak perlu semua penduduk yang
rentan tidak dapat dipastikan, tetapi tergantung dari jenis penyakitnya,
misalnya variola dibutuhkan 90%-95% penduduk kebal.

2. Patogenesitas
Kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada pejamu
sehingga timbul sakit.

10
3. Lingkungan Yang Buruk
Seluruh kondisi yang terdapat di sekitar organisme tetapi
mempengaruhi kehidupan ataupun perkembangan organisme tersebut.

D. Penyakit-Penyakit Berpotensi Wabah/KLB

1. Penyakit karantina/penyakit wabah penting: Kholera, Pes, Yellow


Fever.
2. Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu
cepat/mempunyai mortalitas tinggi & penyakit yang masuk program
eradikasi/eliminasi dan memerlukan tindakan segera :
DHF,Campak,Rabies, Tetanus neonatorum, Diare, Pertusis,
Poliomyelitis.
3. Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting :
Malaria, Frambosia, Influenza, Anthrax, Hepatitis, Typhus abdominalis,
Meningitis, Keracunan, Encephalitis, Tetanus.
4. Tidak berpotensi wabah dan atau KLB, tetapi Penyakit-penyakit
menular yang masuk program : Kecacingan, Kusta, Tuberkulosa,
Syphilis, Gonorrhoe, Filariasis, dll.

E. Penggolongan KLB Berdasarkan Sumber

1. Sumber dari manusia : jalan nafas, tenggorokan, tinja, tangan, urine, dan
muntahan. Seperti : Salmonella, Shigela, Staphylococus, Streptoccocus,
Protozoa, Virus Hepatitis.

11
2. Sumber dari kegiatan manusia : penyemprotan (penyemprotan
pestisida), pencemaran lingkungan,penangkapan ikan dengan racun,
toxin biologis dan kimia.
3. Sumber dari binatang : binatang piaraan, ikan dan binatang pengerat.
4. Sumber dari serangga : lalat (pada makanan) dan kecoa. Misalnya :
Salmonella, Staphylococus, Streptoccocus.
5. Sumber dari udara, air, makanan atau minuman (keracunan). Dari udara,
misalnya Staphylococus, Streptoccocus, Virus, Pencemaran Udara.
Pada air, misalnya Vibrio cholerae, Salmonella. Sedangkan pada
makanan, misalnya keracunan singkong, jamur, makan dalam kaleng

F. Penanggulangan KLB

Penanggulangan KLB adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk


menangani penderita, mencegah perluasan KLB, mencegah timbulnya
penderita atau kematian baru pada suatu KLB yang sedang terjadi.

Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan


Dini (SKD-KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan
penanggulangan KLB secara dini dengan melakukan kegiatan untuk
mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan yang
sistematis dan terus-menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada yang
cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat.
Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-
penyakit yang berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-
KLB. Data-data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data

12
untuk penyusunan rumusan kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi (Dinkes
Kota Surabaya, 2002). Upaya penanggulangan KLB yaitu :

1. Penyelidikan epidemilogis.
2. Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk
tindakan karantina.
3. Pencegahan dan pengendalian.
4. Pemusnahan penyebab penyakit.
5. Penanganan jenazah akibat wabah.
6. Penyuluhan kepada masyarakat.
7. Upaya penanggulangan lainnya.

Indikator keberhasilan penanggulangan KLB :

1. Menurunnya frekuensi KLB.


2. Menurunnya jumlah kasus pada setiap KLB.
3. Menurunnya jumlah kematian pada setiap KLB.
4. Memendeknya periode KLB.
5. Menyempitnya penyebarluasan wilayah KLB.

G. Prosedur Penanggulangan KLB/Wabah.

1. Masa pra KLB

Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah


dengan melaksanakan Sistem Kewaspadaan Dini secara cermat, selain itu
melakukakukan langkah-langkah lainnya :

13
a. Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD, tenaga dan
logistic
b. Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas.
c. Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat
d. Memperbaiki kerja laboratorium
e. Meningkatkan kerjasama dengan instansi lain

Tim Gerak Cepat (TGC) : Sekelompok tenaga kesehatan yang


bertugas menyelesaikan pengamatan dan penanggulangan wabah di lapangan
sesuai dengan data penderita puskesmas atau data penyelidikan epideomologis.

2. Pengendalian KLB

Tindakan pengendalian KLB meliputi pencegahan terjadinya KLB


pada populasi, tempat dan waktu yang berisiko (Bres, 1986). Dengan demikian
untuk pengendalian KLB selain diketahuinya etiologi, sumber dan cara
penularan penyakit masih diperlukan informasi lain. Informasi tersebut
meliputi :

a. Keadaan penyebab KLB


b. Kecenderungan jangka panjang penyakit
c. Daerah yang berisiko untuk terjadi KLB (tempat)
d. Populasi yang berisiko (orang, keadaan imunitas)

14
H. Penyidikan KLB

Penyidikan KLB (Kejadian Luar Biasa) meliputi :

1. Dilaksanakan pada saat pertama kali mendapatkan informasi adanya


KLB atau dugaan KLB.
2. Penyelidikan perkembangan KLB atau penyelidikan KLB lanjutan.
3. Penyelidikan KLB untuk mendapatkan data epidemiologi KLB atau
penelitian lainnya yang dilaksanakan sesudah KLB berakhir.

Tujuan umum Penyidikan KLB yaitu mencegah meluasnya kejadian


(penanggulangan) dan mencegah terulangnya KLB dimasa yang akan datang
(pengendalian). Sedangkan tujuan khusus Penyidikan KLB yaitu diagnosis
kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit, memastikan
bahwa keadaan tersebut merupakan KLB, mengidentifikasi sumber dan cara
penularan, mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB, dan
mengidentifikasi populasi yang rentan atau daerah yang beresiko akan terjadi
KLB.

Langkah-langkah Penyidikan KLB :

1. Persiapan penelitian lapangan.


2. Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB.
3. Memastikan diagnosis Etiologis.
4. Mengidentifikasi dan menghitung kasus atau paparan.
5. Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat.
6. Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika
diperlukan).

15
7. Mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran.
8. Mengidentifikasi keadaan penyebab KLB.
9. Merencanakan penelitian lain yang sistematis.
10. Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan.
11. Menetapkan sistem penemuan kasus baru atau kasus dengan komplikan.
12. Melaporkan hasil penyidikan kepada instansi kesehatan setempat dan
kepala sistim pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.

I. Penyusunan laporan KLB

Hasil penyelidikan epidemiologi hendaknya dilaporkan kepada


pihak yang berwenang baik secara lisan maupun secara tertulis.Laporan secara
lisan kepada instansi kesehatan setempat berguna agar tindakan
penanggulangan dan pengendalian KLB yang disarankan dapat
dilaksanakan.Laporan tertulis diperlukan diperlukan agar pengalaman dan hasil
penyelidikan epidemiologi dapat dipergunakan untuk merancang dan
menerapkan teknik-teknik sistim surveilans yang lebih baik atau dipergunakan
untuk memperbaiki program kesehatan serta dapat dipergunakan untuk
penanggulangan atau pengendalian KL

16
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini adalah study epidemiology dengan menggunakan data


sekunder yang berasal dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka, dimana data
yang digunakan adalah semua kasus malaria pada pekerja tambang timah
tradisional di Kabupaten Bangka yang dilaporkan pada tahun 2011-2012.
Selain itu, juga di kumpulkan data Kejadian Luar Biasa (KLB) dan jenis
vektor dan lokasi perindukan pada tahun yang sama yang selanjutnya akan
disajikan dalam bentuk peta menggunakan Sistem Informasi geografis (GIS).

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Kabupaten Bangka, Propinsi


Kepulauan Bangka Belitung

17
A. HASIL
1. Kasus Malaria

Distribusi kasus malaria diantara buruh tambang berdasarkan kasus


klinis dan kasus konfirmasi laboratorium di jabarkan sebagai berikut, dimana
angka kasus klinis mengalami peningkatan dari 1029 menjadi 1114 kasus,
sementara itu angka kasus konfirmasi laboraturium mengalami sedikit
penurunan dari 409 (2011) menjadi 405 kasus (2012). Lebih lanjut lagi, pada
gambar 2 juga menyajikan distribusi kasus berdasarkan kelompok umur. Dari
total 814 kasus malaria konfirmasi lab selama 2 tahun, ada 703 kasus (89.7%)
adalah pada kelompok usia >15 tahun, 7.2% pada kelompok umur 5-14 tahun
dan selebihnya 3.1% pada kelompok usia <5 tahun. Dalam hal kasus
berdasarkan jenis kelamin, jenis kelamin laki-laki lebih dominan (85.0%).

Lebih lanjut lagi, kami coba membandingkan kasus malaria


berdasarkan status kependudukan. Pada gambar 2 terlihat bahwa, puncak kasus
malaria pada buruh tambang di bulan May dan Oktober 2011, dan may 2012,
serta angka kasus positif malaria sama selama 2 tahun pengamatan. Lebih
menarik lagi, angka kasus malaria jika dilihat berdasarkan jenis plasmodium
dimana bervariasi diantara pekerja tambang (gambar 2). Plasmodium
falciparum adalah paling dominan diantara pekerja tambang diabndingkan
dengan Plasmodium vivax. Selain itu, pada gambar 2 terlihat bahwa
penyebaran kasus malaria baik pada pekerja tambang lebih banyak terdapat di
daerah/desa yang berlokasi di pantai.

18
Gambar 2. Karakteristik demografi, jenis Plasmodium dan lokasi geografi
kasus malaria pada Pekerja Tambang Tradisional di Kabupaten Bangka,
Propinsi BABEL, Indonesia, 2011-2012

19
2. Kejadian Luar Biasa

Dari tahun 2011 sampai 2012, hanya ada satu laporan Kejadian
Luar Biasa (KLB). Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Bangka, lokasi KLB yaitu di desa Bintet dan Bukit Ketok Kecamatan Belinyu.
Kasus KLB pertama kali teridentifikasi diantara buruh/pekerja tambang timah
tradisional yang mana lokasi tempat tinggal dan tempat kerja dekat (<500
meter) dengan tempat perindukan nyamuk (Lagoon) dan lubang bekas galian
tambang tradisional (kolong). Selanjutnya, survei entomologi yang dilakukan
pada tanggal 19-22 july 2011 menunjukkan hasil dari 124 nyamuk anopheles
dewasa, 2 jenis anopheles teridentifikasi yaitu A.Sundaicus and A.Barbirostris.
selain itu, selama KLB berlangsung tambang positive malaria (Dinas
Kesehatan Kabupaten Bangka, 2011). Tempat Perindukan and Jenis
Anopheles Transmisi malariA memerlukan keberadaan vektor malaria.
Berdasarkan survei rutin entomologi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Bangka, ditemukan 12 nyamuk anopheles di Kabupaten Bangka.
Vektor nyamuk ini menyebar diseluruh wilayah Kabupatn Bangka, bergantung
kepada kondisi geograpis tiap wilayah. Untuk daerah pantai, jenis anopheles
utama adalah An.Sundaicus.

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian, insiden malaria juga terjadi diantara


buruh tambang tradisinoal yang umumnya bekerja di lokasi pertambangan di
daerah pantai. Pada penelitian ini, kami hanya menggunakan data 2 tahun
(2011-2012) karena keterbatasan data yang tersedia. Selama periode
pengamatan, angka kasus malaria diantara buruh/pekerja tambang terlihat tidak
memiliki pola yang menetap dan selalu terdapat kasus setiap bulannya.

20
Aktivitas mobilisasi atau pada populasi yang tidak menetap
menciptakan masalah dalam usaha mengontrol malaria: bagaimana memonitor,
mengobati, dan melaksanakan program perlindungan terhadap malaria secara
berkesinambungan. Pergerakan penduduk akan menciptakan faktro risiko
untuk terinfeksi malaria dan penyakit infeksi lainnya yang tidak bisa dikontrol.
Sangat disayangkan, kami tidak dapat menghitung incidence rate malaria pada
pekera tambang karena ketidaklengkapan data pekerja tambang yang bekerja di
Kabupaten Bangka.

Umumnya, mereka berasal dari propinsi terdekat/tentangga dan


sebagian besar dari mereka berasal dari daerah bukan endemis malaria seperti
Pulau Jawa. Faktanya, sebagian besar pekerja yang tidak terdaftar bekerja di
pertambangan tradisional. Mereka bermukim di kamp pertambangan dengan
kondisi lingkungan yang buruk. Tidak hanya lingkungan tempat tinggal
dengan infrastruktur yang buruk tetapi juga kurangnya akses kesehatan
dikarekan tidak memiliki asuransi kesehatan setempat. Ditambah lagi, mereka
datang ke Kabupaten Bangka dengan alasan ekonomi, dan bekerja hanya
sementara waktu. Selain itu, mereka juga memiliki tingkat pengetahuan dan
pemahaman tentang malaria yang rendah, sehingga mereka menjadi kelompok
yang berisiko tinggi untuk tertular malaria karena tidaktauan tentang
perlindungan diri terhadap malaria, lokasi pemukiman dekat dengan tempat
perindukan nyamuk, imunitas rendah (acquire natural imunity) and sulitnya
mendapatkan akses kesehatan. Ditambah lagi, para pekerja tambang ini bisa
menjadi pembawa plasmodium malaria di dalam tubuhnya dan menyebarkan
malaria ketika mereka kembali ke daerah asalnya serta berpotensi
menyebarkan resistan terhadap obat anti malaria karena rendahnya akses
kesehatan dan pengetahuan tentang malaria. Point terpenting adalah kondisi

21
pada studi ini sama dengan beberapa hasil penelitian terdahulu di berbagai
negara. Lebih luas, studi ini memberikan ilustrasi penyebaran malaria di
Kabupaten Bangka diantara pekerja tambang.

Umumnya, insiden malaria tinggi didaerah pantai dibandingkan


dengan dataran rendah yang mana hasil studi ini konsisten dengan studi
lainnya13. Faktanya, identifikasi hotspots transmisi malaria adalah salah satu
alat untuk mengontrol malaria dengan dua alasan penting. Pertama, hotspots
akan memberikan gambaran yang jelas dan tepat dimana lokasi penyebaran
malaria. Kedua, hotspots memegang peranan penting sebagai katalisator pada
area transmisi yang stabil. Ditambah lagi, An.sundaicus adalah salah satu jenis
Anopheles yang terkenal yang memegang peranan penting dalam penyebaran
malaria di mana sering ditemukan didaerah pantai. Mereka berkembangbiak
didaerah lagoon, rawa-rawa dan air payau15,16. Studi lainnya di Monsoon
Asia telah menemukan bahwa An.sundaicus dapat bertahan hidup sepanjang
tahun, dimana puncak kepadatan populasinya di awal musim hujan dikarekan
rendahnya tingkat salinitas pada air tempat larva hidup17. Selanjutnya, pada
studi ini juga mempertimbangkan bahwa lebih banyak pemukiman penduduk
dekat dengan tempat berkembang biak nyamuk yang disebabkan penggunaan
dan pembangunan lahan lebih dekat diaerah pantai untuk pertanian dan
perkebunan, pertambangan dan pelebaran jalan. Hal ini akan meningkatkan
faktor risko penyebaran malaria diantara penduduk. Penelitian di Monsoon
Asia juga menemukan bahwa lebih banyak pemukiman yang dekat dengan
habitat dari larva anopheles terlihat dengan banyak terdapat kolam atau
genangan air maka penyebaran malaria juga akan tinggi sepanjang tahun, dan
juga ditambah peningkatan jumlah populasi penduduk yang cepat didaerah
tersebut

22
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah salah satu status yang diterapkan di
Indonesia untuk mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah
penyakit.
2. Penanggulangan KLB adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk
menangani penderita, mencegah perluasan KLB, mencegah timbulnya
penderita atau kematian baru pada suatu KLB yang sedang terjadi.
3. Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan Dini
(SKD-KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya pencegahan dan
penanggulangan KLB secara dini dengan melakukan kegiatan untuk
mengantisipasi KLB.
4. Tujuan umum Penyidikan KLB yaitu mencegah meluasnya kejadian
(penanggulangan) dan mencegah terulangnya KLB dimasa yang akan
datang (pengendalian).
5. Tujuan khusus Penyidikan KLB yaitu diagnosis kasus yang terjadi dan
mengidentifikasi penyebab penyakit, memastikan bahwa keadaan
tersebut merupakan

Meskipun pada studi ini ditemukan beberapa keterbatasan untuk


memberikan gambaran epidemiologi malaria yang lengkap dan akurat diantara
pekerja tambang tradisional, akan tetapi hasil analisa data yang ada
memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pembuat kebijakan untuk
lebih perduli, memahami bahwa pekerja tambang tradisional, daerah pantai

23
sebagai suatu faktor risiko potensial malaria dan akan lebih fokus pada
penetapan strategi untuk perlindungan pekerja tambang tradisional terhadap
penularan malaria di Kabupaten Bangka dengan mempertimbangkan standar
penanggulangan dan pengukuran surveilan malaria malaria untuk daerah
endemis sedang.

24
DAFTAR PUSTAKA

http://derenyy.wordpress.com/2013/09/28/kejadian-luar-biasa/

http://windaamelia.wordpress.com/2010/12/13/kejadian-luar-biasa-klb/

http://fajarasma.wordpress.com/2010/12/16/wabah-kejadian-luar-biasa-klb/

http://dunia-khayalanqyu.blogspot.com/2010/12/kejadian-luar-biasa.html

http://decha-ariani.blogspot.com/2013/07/kejadian-luar-biasa.html

Artikel-Cisral-Shodiana-S2-IKM-Unpad

Asia Pasific Malaria Elimination Network (APMEN). Eliminating malaria in


Indonesia2012. [cited May 27, 2013]. [5pagesp.]. Available from:
http://apmen.squarespace.com/storage/country-briefings/Indonesia.pdf.

Surya, Asik. Elimination In Indonesia;Progress and Prosfect, Annual Bussiness and

Technical Meeting, Asia Pacifik Malaria Elimination Network (APMMEN), 2013.

Kementrian Kesehatan Indonesia. Disease Control Program to reach Target.

Jakarta: Center for Public health Communication, Kemenkes, 2013.

Heggenhougen HK, Hackethal V, Vivek PV. Malaria transmission and control:

Human mobility, refugees and resettlement. In: Spielman A, editor. The


behavioural and social aspects of malaria and its control. Geneva, Switzerland:
UNDP/World Bank/WHO; Special Programme for Research & Training in
Tropical Diseases (TDR) 2003. p. 67-86.

25
Pim M, Lisbeth H. Malaria on the Move: Human Population Movement and

Malaria Transmission. Journal Emerging Infectious Diseases. 2000;6:103-9.

26

Anda mungkin juga menyukai