Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KLB

LANGKAH DALAM INVESTIGASI PENYELIDIKAN KLB

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 5
Kharisma Diva 211000303
Ilmi Lubis 211000321
Lamsari Angella 211000324
Saskia Berutu 211000330
Patika Indah 211000350
Trifesa Manalu 211000355
Rahmah Annisa 211000359
Alvera Teresia 211000364
Hosana Ginting 211000378
Thasya Angelina 211000386

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara yang masih memiliki angka kejadian luar biasa (KLB) penyakit
menular dan keracunan yang cukup tinggi. Kondisi ini menyebabkan perlunya peningkatan
sistem kewaspadaan dini dan respon terhadap KLB tersebut dengan langkah-langkah yang
terprogram dan akurat, sehingga proses penanggulangannya menjadi lebih cepat dan akurat pula.
Untuk dapat mewujudkan respon KLB yang cepat, diperlukan bekal pengetahuan dan
keterampilan yang cukup dari para petugas yang diterjunkan ke lapangan. Kenyataan tersebut
mendorong kebutuhan para petugas di lapangan untuk memiliki pedoman penyelidikan dan
penanggulangan KLB yang terstruktur, sehingga memudahkan kinerja para petugas mengambil
langkah-langkah dalam rangka melakukan respon KLB.
Dewasa ini kejadian wabah penyakit sudah merupakan masalah global, sehingga mendapat
perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat. Letusan penyakit akibat
pangan (foodborne disease) dan kejadian wabah penyakit lainnya terjadi tidak hanya di berbagai
negara berkembang dimana kondisi sanitasi dan higiene umumnya buruk, tetapi juga di negara-
negara maju. Oleh karena itu disiplin ilmu epidemiologi berupaya menganalisis sifat dan
penyebaran berbagai masalah kesehatan dalam suatu penduduk tertentu serta mempelajari sebab
timbulnya masalah dan gangguan kesehatan tersebut untuk tujuan pencegahan maupun
penanggulangannya.
Peristiwa bertambahnya penderita atau kematian yang disebabkan oleh suatu penyakit di wilayah
tertentu, kadang-kadang dapat merupakan kejadian yang mengejutkan dan membuat panik
masyarakat di wilayah itu. Secara umum kejadian ini kita sebut sebagai Kejadian Luar Biasa
(KLB), sedangkan yang dimaksud dengan penyakit adalah semua penyakit menular yang dapat
menimbulkan KLB, penyakit yang disebabkan oleh keracunan makanan dan keracunan lainnya.
Penderita atau yang beresiko penyakit dapat menimbulkan KLB dapat diketahui jika dilakukan
pengamatan yang merupakan semua kegiatan yang dilakukan secara teratur, teliti dan terus-
menerus, meliputi pengumpulan, pengolahan, analisa/interpretasi, penyajian data dan pelaporan.
Apabila hasil pengamatan menunjukkan adanya tersangka KLB, maka perlu dilakukan
penyelidikan epidemiologis yaitu semua kegiatan yang dilakukan untuk mengenal sifat-sifat
penyebab dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya dan penyebarluasan KLB
tersebut di samping tindakan penanggulangan seperlunya. Hasil penyelidikan epidemiologis
mengarahkan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam upaya penanggulangan KLB. Upaya
penanggulangan ini meliputi pencegahan penyebaran KLB, termasuk pengawasan usaha
pencegahan tersebut dan pemberantasan penyakitnya. Upaya penanggulangan KLB yang
direncanakan dengan cermat dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait secara
terkoordinasi dapat menghentikan atau membatasi penyebarluasan KLB sehingga tidak
berkembang menjadi suatu wabah (Efendy Ferry, 2009).
B. TUJUAN
Tujuan dari makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui definisi Kejadian Luar Biasa (KLB).
2. Untuk mengetahui kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB).
3. Untuk mengetahui penyakit-penyakit yang berpotensi menjadi Kejadian Luar Biasa
(KLB).
4. Untuk mengetahui klasifikasi Kejadian Luar Biasa (KLB).
5. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya Kejadian Luar Biasa
(KLB).
6. Untuk mengetahui langkah-langkah penyelidikan Kejadian Luar Biasa (KLB).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1501/MENKES/PER/X/2010,
Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian
yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan
merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
Selain itu, Mentri Kesehatan RI (2010) membatasi pengertian wabah sebagai berikut: “Kejadian
berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat
secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan malapetaka”.
Istilah wabah dan KLB memiliki persamaan, yaitu peningkatan kasus yang melebihi situasi yang
lazim atau normal, namun wabah memiliki konotasi keadaan yang sudah kritis, gawat atau
berbahaya, melibatkan populasi yang banyak pada wilayah yang lebih luas.

B. KRITERIA KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1501/MENKES/PER/X/2010,
suatu derah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai
berikut:
1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
pada suatu daerah.
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam,
hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya.
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua
kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per bulan dalam tahun
sebelumnya.
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan
perbulan pada tahun sebelumnya.
6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu
tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan
angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam
kurun waktu yang sama.
C. PENYAKIT-PENYAKIT YANG BERPOTENSI MENJADI KEJADIAN LUAR BIASA
(KLB)
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010, penyakit menular tertentu yang menimbulkan wabah adalah:
1. Kholera
2. Pes
3. Demam berdarah
4. Campak
5. Polio
6. Difteri
7. Pertusis
8. Rabies
9. Malaria
10. Avian Influenza H5N1
11. Antraks
12. Leptospirosis
13. Hepatitis
14. Influenza H1N1
15. Meningitis
16. Yellow Fever
17. Chikungunya
Penyakit-penyakit berpotensi Wabah/KLB:
1. Penyakit karantina/penyakit wabah penting: kholera, pes, yellow fever.
2. Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat/ mempunyai memerlukan
tindakan segera: DHF, campak, rabies, tetanus neonatorum, diare, pertusis, poliomyelitis.
3. Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting: malaria,
frambosia, influenza, anthrax, hepatitis, typhus abdominalis, meningitis, keracunan,
encephalitis, tetanus.
4. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi wabah dan atau KLB, tetapi masuk
program: kecacingan, kusta, tuberkulosa, syphilis, gonorrhoe, filariasis, dan lain-lain.

D. KLASIFIKASI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


Menurut Bustan (2002), Klasifikasi Kejadian Luar Biasa dibagi berdasarkan penyebab dan
sumbernya, yakni sebagai berikut:
1. Berdasarkan Penyebab
a. Toxin
Entero toxin, misal yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus, Vibrio, Kholera,
Eschorichia, Shigella
Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum,
Clostridium perfringens
Endotoxin
b. Infeksi
1) Virus
2) Bakteri
3) Protozoa
4) Cacing
c. Toxin Biologis
1) Racun jamur
2) Alfatoxin
3) Plankton
4) Racun ikan
5) Racun tumbuh-tumbuhan
d. Toxin Kimia
1) Zat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), logam-logam lain cyanida, nitrit,
pestisida.
2) Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN, dan sebagainya.

2. Berdasarkan sumber
a. Sumber dari manusia
Misalnya: jalan napas, tangan, tinja, air seni, muntahan seperti: Salmonella, Shigella, hepatitis.
b. Bersumber dari kegiatan manusia
Misalnya: toxin dari pembuatan tempe bongkrek, penyemprotan pencemaran lingkungan.
c. Bersumber dari binatang
Misalnya: binatang peliharaan, rabies dan binatang mengerat.
d. Bersumber pada serangga (lalat, kecoak)
Misalnya: Salmonella, Staphylococcus, Streptococcus
e. Bersumber dari udara
Misalnya: Staphylococcus, Streptococcus virus
f. Bersumber dari permukaan benda-benda atau alat-alat
Misalnya: Salmonella
g. Bersumber dari makanan dan minuman
Misalnya: keracunan singkong, jamur, makanan dalam kaleng.

E. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA KEJADIAN LUAR BIASA


(KLB)
Menurut Notoatmojo (2003), faktor yang mempengaruhi timbulnya Kejadian Luar Biasa adalah:
1. Herd Immunity yang rendah
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya KLB/ wabah adalah herd immunity.
Secara umum dapat dikatakan bahwa herd immunity ialah kekebalan yang dimiliki oleh sebagian
penduduk yang dapat menghalangi penyebaran. Hal ini dapat disamakan dengan tingkat
kekebalan individu. Makin tinggi tingkat kekebalan seseorang, makin sulit terkena penyakit
tersebut.
2. Patogenesitas
Patogenesitas merupakan kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada pejamu
sehingga timbul sakit.
3. Lingkungan Yang Buruk
Seluruh kondisi yang terdapat di sekitar organism, tetapi mempengaruhi kehidupan ataupun
perkembangan organisme tersebut.

F. LANGKAH-LANGKAH PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


Penyelidikan KLB mempunyai tujuan utama yaitu mencegah meluasnya (penanggulangan) dan
terulangnya KLB di masa yang akan datang (pengendalian).
Langkah-langkah yang harus dilalui pada penyelidikan KLB, sebagai berikut:
1. Mempersiapkan penelitian lapangan
2. Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB
3. Memastikan diagnosa etiologis
4. Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan
5. Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat
6. Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan)
7. Mengidentifikasi sumber penularan dan keadaan penyebab KLB
8. Merencanakan penelitian lain yang sistematis
9. Menetapkan saran cara pengendalian dan penanggulangan
10. Melaporkan hasil penyelidikan kepada instansi kesehatan setempat dan kepada sistim
pelayanan kesehatan yang lebih tinggi
(CDC, 1979; Barker, 1979; Greg, 1985; Mausner and Kramer, 1985; Kelsey et al., 1986;
Goodman et al., 1990 dalam Maulani, 2010)

Pada pelaksanaan penyelidikan KLB, langkah-langkah tersebut tidak harus dikerjakan secara
berurutan, kadang-kadang beberapa langkah dapat dikerjakan secara serentak. Pemastian
diagnosa dan penetapan KLB merupakan langkah awal yang harus dikerjakan (Mausner and
Kramer, 1985; Vaughan and Marrow, 1989 dalam Maulani, 2010).

1. Persiapan Penelitian Lapangan


Persiapan lapangan sebaiknya dikerjakan secepat mungkin, dalam 24 jam pertama sesudah
adanya informasi. Kelsey., (1986), Greg (1985) dan Bres (1986) dalam Maulani (2010)
mengatakan bahwa persiapan penelitian lapangan meliputi:
a. Pemantapan (konfirmasi) informasi.
b. Pembuatan rencana kerja
c. Pertemuan dengan pejabat setempat.

2. Pemastian Diagnosis Penyakit


Cara diagnosis penyakit pada KLB dapat dilakukan dengan mencocokan gejala/tanda penyakit
yang terjadi pada individu, kemudian disusun distribusi frekuensi gejala klinisnya.

3. Penetapan KLB
Penetapan KLB dilakukan dengan membandingkan insidensi penyakit yang tengah berjalan
dengan insidensi penyakit dalam keadaan biasa (endemik) pada populasi yang dianggap berisiko,
pada tempat dan waktu tertentu. Adanya KLB juga ditetapkan apabila memenuhi salah satu dari
kriteria KLB. Pada penyakit yang endemis, maka cara menentukan KLB bisa menyusun dengan
grafik pola maksimum-minimum 5 tahunan atau 3 tahunan.

4. Identifikasi kasus atau paparan


Identifikasi kasus penting dilakukan untuk membuat perhitungan kasus dengan teliti. Hasil
perhitungan kasus ini digunakan selanjutnya untuk mendeskripsikan KLB. Dasar yang dipakai
pada identifikasi kasus adalah hasil pemastian diagnosis penyakit.
Identifikasi paparan perlu dilakukan sebagai arahan untuk indentifikasi sumber penularan. Pada
tahap ini cara penentuan paparan dapat dilakukan dengan mempelajari teori cara penularan
penyakit tersebut. Ini penting dilakukan terutama pada penyakit yang cara penularannya tidak
jelas (bervariasi). Pada KLB keracunan makanan identifikasi paparan ini secara awal perlu
dilakukan untuk penanggulangan sementara dengan segera (CDC, 1979 dalam Maulani, 2010).

5. Deskripsi KLB
a. Deskripsi Kasus Berdasarkan Waktu.
Penggambaran kasus berdasarkan waktu pada periode wabah (lamanya KLB berlangsung)
digambarkan dalam suatu kurva epidemik. Kurva epidemik adalah suatu grafik yang
menggambarkan frekuensi kasus berdasarkan saat mulai sakit (onset of illness) selama periode
wabah. Penggunaan kurva epidemik untuk menentukan cara penularan penyakit. Salah satu cara
untuk menentukan cara penularan penyakit pada suatu KLB yaitu dengan melihat tipe kurva
epidemik, sebagai berikut:
1) Kurva epidemik dengan tipe point common source (penularan berasal dari satu sumber).
Tipe kurva ini terjadi pada KLB dengan kasus-kasus yang terpapar dalam waktu yang sama dan
singkat. Biasanya ditemui pada penyakit-penyakit yang ditularkan melalui air dan makanan
(misalnya: kolera, typoid).
2) Kurva epidemik dengan tipe propagated. Tipe kurva ini terjadi pada KLB dengan cara
penularan kontak dari orang ke orang. Terlihat adanya beberapa puncak. Jarak antara puncak
sistematis, kurang lebih sebesar masa inkubasi rata rata penyakit tersebut.
3) Tipe kurva epidemik campuran antara common source dan propagated. Tipe kurva ini
terjadi pda KLB yang pada awalnya kasus-kasus memperoleh paparan suatu sumber secara
bersama, kemudian terjadi karena penyebaran dari orang ke orang (kasus sekunder).

b. Deskripsi kasus berdasarkan tempat


Tujuan menyusun distribusi kasus berdasarkan tempat adalah untuk mendapatkan petunjuk
populasi yang rentan kaitannya dengan tempat (tempat tinggal, tempat pekerjaan). Hasil analisis
ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber penularan. Agar tujuan tercapai, maka kasus
dapat dikelompokan menurut daerah variabel geografi (tempat tinggal, blok sensus), tempat
pekerjaan, tempat (lingkungan) pembuangan limbah, tempat rekreasi, sekolah, kesamaan
hubungan (kesamaan distribusi air, makanan), kemungkinan kontak dari orang ke orang atau
melalui vektor (CDC, 1979; Friedman, 1980 dalam Maulani, 2010).

c. Deskripsi kasus berdasarkan orang


Teknik ini digunakan untuk membantu merumuskan hipotesis sumber penularan atau etiologi
penyakit.
Orang dideskripsikan menurut variabel umur, jenis kelamin, ras, status kekebalan, status
perkawinan, tingkah laku, atau kebudayaan setempat. Pada tahap dini kadang hubungan kasus
dengan variabel orang ini tampak jelas. Keadaan ini memungkinkan memusatkan perhatian pada
satu atau beberapa variabel di atas. Analisis kasus berdasarkan umur harus selalu dikerjakan,
karena dari age spscific rate dengan frekuensi dan beratnya penyakit. Analisis ini akan berguna
untuk membantu pengujian hipotesis mengenai penyebab penyakit atau sebagai kunci yang
digunakan untuk menentukan sumber penyakit (MacMahon and Pugh, 1970; Mausner and
Kramer, 1985; Kelsey et al., 1986 dalam Maulani, 2010).

6. Penanggulangan sementara
Kadang-kadang cara penanggulangan sementara sudah dapat dilakukan atau diperlukan, sebelum
semua tahap penyelidikan dilampaui. Cara penanggulangan ini dapat lebih spesifik atau berubah
sesudah semua langkah penyelidikan KLB dilaksanakan.
Menurut Goodman et al. (1990) dalam Maulani (2010), kecepatan keputusan cara
penanggulangan sangat tergantung dari diketahuinya etiologi penyakit, sumber dan cara
penularannya, sebagai berikut:
a. Jika etiologi telah diketahui, sumber dan cara penularannya dapat dipastikan maka
penanggulangan dapat dilakukan tanpa penyelidikan yang luas.
Sebagai contoh adanya kasus Hepatitis A di rumah sakit, segera dapat dilakukan
penanggulangannya yaitu memberikan imunisasi pada penderita yang diduga kontak, sehingga
penyelidikan hanya dilakukan untuk mencari orang yang kontak dengan penderita (MMWR,
1985 dalam Maulani, 2010).
b. Jika etiologi diketahui tetapi sumber dan cara penularan belum dapat dipastikan, maka
belum dapat dilakukan penanggulangan. Masih diperlukan penyelidikan yang lebih luas untuk
mencari sumber dan cara penularannya.
Sebagai contoh: KLB Salmonella Muenchen tahun 1971. Pada penyelidikan telah diketahui
etiologinya (Salmonella). Walaupun demikian cara penanggulangan tidap segera ditetapkan
sebelum hasil penyelidikan mengenai sumber dan cara penularan ditemukan. Cara
penanggulangan baru dapat ditetapkan sesudah diketahui sumber penularan dengan suatu
penelitian kasus pembanding (Taylor et al., 1982 dalam Maulani, 2010).
c. Jika etiologi belum diketahui tetapi sumber dan cara penularan sudah diketahui maka
penanggulangan segera dapat dilakukan, walaupun masih memerlukan penyelidikan yang luas
tentang etiologinya.
Sebagai contoh: suatu KLB Organophosphate pada tahun 1986. Diketahui bahwa sumber
penularan adalah roti, sehingga cara penanggulangan segera dapat dilakukan dengan
mengamankan roti tersebut. Penyelidikan KLB masih diperlukan untuk mengetahui etiologinya
yaitu dengan pemeriksaan laboratorium, yang ditemukan parathion sebagai penyebabnya (Etzel
et al., 1987 dalam Maulani, 2010).
d. Jika etiologi dan sumber atau cara penularan belum diketahui, maka penanggulangan
tidak dapat dilakukan. Dalam keadaan ini cara penanggulangan baru dapat dilakukan sesudah
penyelidikan.
Sebagai contoh: Pada KLB Legionare pada tahun 1976, cara penanggulangan baru dapat
dikerjakan sesudah suatu penyelidikan yang luas mengenai etiologi dan cara penularan penyakit
tersebut (Frase et al., 1977 dalam Maulani, 2010).

7. Identifikasi sumber penularan dan keadaan penyebab KLB


a. Identifikasi sumber penularan
Untuk mengetahui sumber dan cara penularan dilakukan dengan membuktikan adanya agent
pada sumber penularan.
b. Identifikasi keadaan penyebab KLB
Secara umum keadaan penyebab KLB adalah adanya perubahan keseimbangan dari agent,
penjamu, dan lingkungan.

8. Perencanaan penelitian lain yang sistematis


Goodman et al (1990) dalam Maulani, 2010 mengatakan bahwa KLB merupakan kejadian yang
alami (natural), oleh karenanya selain untuk mencapai tujuan utamanya penyelidikan
epidemiologi KLB merupakan kesempatan baik untuk melakukan penelitian.
Mengingat hal ini sebaiknya pada penyelidikan epidemiologi KLB selalu dilakukan:
a. Pengkajian terhadap sistem surveilans yang ada, untuk mengetahui kemampuannya yang
ada sebagai alat deteksi dini adanya KLB, kecepatan informasi dan pemenuhan kewajiban
pelaksanaan sistem surveilans.
b. Penelitian faktor risiko kejadian penyakit KLB yang sedang berlangsung.
c. Evaluasi terhadap program kesehatan.

9. Penyusunan Rekomendasi
a. Program Pengendalian
Program pengendalian dilakukan oleh institusi kesehatan dalam upaya menurunkan angka
kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit menular dan penyakit tidak menular.
Tahapan – tahapan program, yaitu:
1) Perencanaan
Dalam tahap perencanaan dilakukan analisis situasi masalah, penetapan masalah prioritas,
inventarisasi alternatif pemecahan masalah, penyusunan dokumen perencanaan. Dokumen
perencaan harus detail terhadap target/tujuan yang ingin dicapai, uraian kegiatan dimana, kapan,
satuan setiap kegiatan, volume, rincian kebutuhan biaya, adanya petugas penanggungjawab
setiap kegiatan, metode pengukuran keberhasilan.
2) Pelaksanaan
Dalam tahap pelaksanaan dilakukan implemantasi dokumen perencanaan, menggerakan dan
mengkoordinasikn seluruh komponen dan semua pihak yang terkait.
3) Pengendalian (Monitoring/Supervisi)
Supervisi dilakukan untuk memastikan seluruh kegiatan benar-benar dilaksanakan sesuai dengan
dokumen perencanaan.
(Pickett dan John, 2009).
b. Penanggulangan KLB
Penanggulanagn dilakukan melalui kegiatan yang secara terpadu oleh pemerintah, pemerintah
daerah dan masyarakat, meliputi:
1) Penyelidikan epidemilogis
Penyelidikan epidemiologi pada Kejadian Luar Biasa adalah untuk mengetahui keadaan
penyebab KLB dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kejadian
tersebut, termasuk aspek sosial dan perilaku sehingga dapat diketahui cara penanggulangan dan
pengendaian yang efektif dan efisien (Anonim, 2004 dalam Wuryanto, 2009).

2) Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina.


Tujuannya adalah:
a) Memberikan pertolongan medis kepada penderita agar sembuh dan mencegah agar
mereka tidak menjadi sumber penularan.
b) Menemukan dan mengobati orang yang tampaknya sehat, tetapi mengandung
penyebab penyakit sehingga secara potensial dapat menularkan penyakit (carrier).

3) Pencegahan dan pengendalian


Merupakan tindakan yang dilakukan untuk memberi perlindungan kepada orang-orang yang
belum sakit, tetapi mempunyai resiko terkena penyakit agar jangan sampai terjangkit penyakit.

4) Pemusnahan penyebab penyakit


Pemusnahan penyebab penyakit terutama pemusnahan terhadap bibit penyakit/kuman dan hewan
tumbuh-tumbuhan atau benda yang mengandung bibit penyakit.

5) Penanganan jenazah akibat wabah


Terhadap jenazah akibat penyebab wabah perlu penanganan secara khusus menurut jenis
penyakitnya untuk menghindarkan penularan penyakit pada orang lain.

6) Penyuluhan kepada masyarakat


Penyuluhan kepada masyarakat, yaitu kegiatan komunikasi yang bersifat persuasif edukatif
tentang penyakit yang dapat menimbulkan wabah agar mereka mengerti sifat-sifat penyakit,
sehingga dapat melindungi diri dari penyakit tersebut dan apabila terkena, tidak menularkannya
kepada orang lain. Penyuluhan juga dilakukan agar masyarakat dapat berperan serta aktif dalam
menanggulangi wabah.

7) Upaya penanggulangan lainnya


Upaya penanggulangan lainya adalah tindakan-tindakan khusus masing-masing penyakit yang
dilakukan dalam rangka penanggulangan wabah.
(Menteri Kesehatan RI, 2010)

10. Penyusunan laporan KLB


Hasil penyelidikan epidemiologi hendaknya dilaporkan kepada pihak yang berwenang baik
secara lisan maupun secara tertulis. Laporan secara lisan kepada instansi kesehatan setempat
berguna agar tindakan penanggulangan dan pengendalian KLB yang disarankan dapat
dilaksanakan. Laporan tertulis diperlukan agar pengalaman dan hasil penyelidikan epidemiologi
dapat dipergunakan untuk merancang dan menerapkan teknik-teknik sistim surveilans yang lebih
baik atau dipergunakan untuk memperbaiki program kesehatan serta dapat dipergunakan untuk
penanggulangan atau pengendalian KLB.

BAB III. KESIMPULAN

• Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


1501/MENKES/PER/X/2010, Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya
kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah
dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya
wabah.
• Istilah wabah dan KLB memiliki persamaan yaitu peningkatan kasus yang melebihi
situasi yang lazim atau normal, namun wabah memiliki konotasi keadaan yang sudah kritis,
gawat atau berbahaya, melibatkan populasi yang banyak pada wilayah yang lebih luas.
• Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010, suatu derah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB apabila
memenuhi salah satu dari 7 kriteria KLB.
• Faktor yang mempengaruhi Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah herd immunity yang rendah,
patogenesitas, dan lingkungan yang buruk.
• Langkah-langkah yang harus dilalui pada penyelidikan KLB, adalah: (1) mempersiapkan
penelitian lapangan, (2) menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB, (3) memastikan
diagnosa etiologis, (4) mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan, (5)
mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat; (6) membuat cara
penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan), (7) mengidentifikasi sumber
penularan dan keadaan penyebab KLB, (8) merencanakan penelitian lain yang sistematis, (9)
menetapkan saran cara pengendalian dan penanggulangan, (10) melaporkan hasil penyelidikan
kepada instansi kesehatan setempat dan kepada sistim pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.
• Penanggulanagn dilakukan melalui kegiatan yang secara terpadu oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat, meliputi: (1) penyelidikan epidemilogis, (2) pemeriksaan,
pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina, (3) pencegahan dan
pengendalian, (4) pemusnahan penyebab penyakit, (5) penanganan jenazah akibat wabah, (6)
penyuluhan kepada masyarakat, (7) upaya penanggulangan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Bustan, 2002. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.


Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Effendi, Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika.
Maulani, Novie Sri. 2010. “Kejadian Luar Biasa”, Catatan Kuliah. Program Studi S1 Kesehatan
Masyarakat STIKES HAKLI Semarang.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat
Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan. Jakarta: (tidak diterbitkan).
Notoatmojo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip Prinsip Dasar. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Pickett, George., dan John J Hanlon. 2009. Kesehatan Masyarakat : Administrasi dan Praktik,
Edisi 9. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Reingold , Arthur L. 1998. “Outbreak Investigations—A Perspective”. Emerging Infectious
Diseases.Vol. 4, No. 1 : 21-27.
Timmreck, Thomas C. 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar, Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Wuryanto, M.Arie. “Aspek Sosial Dan Lingkungan Pada Kejadian Luar Biasa (KLB)
Chikungunya (Studi Kasus KLB Chikungunya di Kelurahan Bulusan Kecamatan Tembalang
Kota Semarang)”. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. Vol. 4 No. 1: 68-54.

Anda mungkin juga menyukai