KEPERAWATAN BENCANA
…………………………………………………………………………………………………..
OLEH:
(1714201148)
T.A 2019/2020
1
LAPORAN PENDAHULUAN
Bencana diartikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam
dan/ atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis
(BNPB, 2008).Bencana alam adalah suatu peristiwa atau serangkaian peristiwa yang dapat
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda, dan dampak psikologis. Oleh karena itu, perlunya kesiapsiagaan perawat terlebih
khusus pada aspek psikologis disamping dari aspek fisik
Bencana alam atau musibah yang menimpa di suatu negara dapat saja datang secara
tiba-tiba, sehingga masyarakat yang berada di lokasi musibah bencana, tidak sempat
melakukan antisipasi pencegahan terhadap musibah tersebut. Secara geografis wilayah
Indonesia terletak di dalam jalur lingkaran bencana gempa (ring offire), dimana jalur
sepanjang 1.200 km dari Sabang sampai Papua merupakan batas-batas tiga lempengan besar
dunia yaitu; lempengan Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik akan berpotensi memicu
berbagai kejadian bencana alam yang besar. Indonesia juga berada pada tiga sistem
pegunungan (Alpine Sunda, Circum Pasifik dan Circum Australia). Indonesia memiliki lebih
500 gunung berapi di antaranya 128 statusnya masih aktif, dan merupakan negara kepulauan
karena 2/3 dari luas Indonesia adalah laut, memiliki hampir 5.000 sungai besar dan kecil dan
30% diantaranya melintasi wilayah padat penduduk (Paidi, 2012).
2
B. Tahapan Bencana
Disaster atau bencana dibagi beberapa tahap yaitu : tahap pra-disaster,tahap serangan
atau saat terjadi bencana (impact), tahap emergensi dan tahap rekonstruksi. Dari keempat
tahap ini, tahap pra disaster memegang peranyang sangat strategis.
1. Tahap Pra-Disaster
Tahap ini dikenal juga sebagai tahap pra bencana, durasi waktunyamulai saat
sebelum terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact.Tahap ini dipandang oleh
para ahli sebagai tahap yang sangat strategis karena pada tahap pra bencana ini
masyarakat perlu dilatih tanggap terhadap bencana yang akan dijumpai nya kelak.
Latihan yang diberikan kepada petugas dan masyarakat akan sangat berdampak kepada
jumlah besarnya korban saat bencana menyerang (impact), peringatan dini dikenalkan
kepada masyarakat pada tahap pra bencana.
2. Tahap Serangan atau Terjadinya Bencana (Impact phase)
Pada tahap serangan atau terjadinya bencana (Impact phase)merupakan fase
terjadinya klimaks bencana. Inilah saat-saat dimana,manusia sekuat tenaga mencoba ntuk
bertahan hidup. Waktunya bias terjadi beberapa detik sampai beberapa minggu atau
bahkan bulan. Tahap serangan dimulai saat bencana menyerang sampai serang berhenti.
3. Tahap Emergensi
Tahap emergensi dimulai sejak berakhirnya serangan bencana yang
pertama.Tahap emergensi bisa terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan. Pada
tahap emergensi, hari-hari minggu pertama yang menolong korban bencana adalah
masyarakat awam atau awam khusus yaitu masyarakat dari lokasi dan sekitar tempat
bencana.Karakteristik korban pada tahap emergensi minggu pertama adalah :korban
dengan masalah Airway dan Breathing (jalan nafas dan pernafasan), yang sudah ditolong
dan berlanjut ke masalah lain, korban dengan luka sayat, tusuk, terhantam benda tumpul,
patah tulang ekstremitas dan tulang belakang, trauma kepala, luka bakar bila ledakan bom
atau gunung api atau ledakan pabrik kimia atau nuklir atau gas. Pada minggu kedua dan
selanjutnya, karakteristik korban mulai berbeda karena terkait dengan kekurangan makan,
sanitasi lingkungan dan air bersih, atau personal higiene. Masalah kesehatan dapat berupa
sakit lambung (maag), diare, kulit, malaria atau penyakit akibat gigitan serangga
3
4. Tahap rekonstruksi
Pada tahap ini mulai dibangun tempat tinggal, sarana umum seperti sekolah,
sarana ibadah, jalan, pasar atau tempat pertemuan warga.Pada tahap rekonstruksi ini yang
dibangun tidak saja kebutuhan fisik tetapi yang lebih utama yang perlu kita bangun
kembali adalah budaya.Kita perlu melakukan rekonstruksi budaya, melakukan reorientasi
nilai-nilai dan norma-norma hidup yang lebih baik yang lebih beradab.Dengan
melakukan rekonstruksi budaya kepada masyarakat korban bencana, kita berharap
kehidupan mereka lebih baik bila dibanding sebelum terjadi bencana.Situasi ini
seharusnya bisa dijadikan momentum oleh pemerintah untuk membangun kembali
Indonesia yang lebih baik, lebih beradab, lebihsantun, lebih cerdas hidupnya lebih
memiliki daya saing di dunia internasional.
C. Manajemen Bencana
Konsep manajemen bencana saat ini telah mengalami pergeseran paradigma dari
pendekatan konvensional menuju pendekatan holistik(menyeluruh). Pada pendekatan
konvensial bencana itu suatu peristiwa ataukejadian yang tidak terelakkan dan korban harus
segeramendapatkan pertolongan, sehingga manajemen bencana lebih fokus padahal yang
bersifat bantuan (relief) dan tanggap darurat(emergency response). Selanjutnya paradigma
manajemen bencana berkembang ke arah pendekatan pengelolaan risiko yang lebih fokus
pada upaya-upaya pencegahan danmitigasi, baik yang bersifat struktural maupun non-
struktural di daerah-daerahyang rawan terhadap bencana, dan upaya membangun kesiap-
siagaan.
Sebagai salah satu tindak lanjut dalam menghadapi perubahan paradigma manajemen
bencana tersebut, pada bulan Januari tahun 2005 di Kobe-Jepang.Diselengkarakan
Konferensi Pengurangan Bencana Dunia (World Conferenceon Disaster Reduction) yang
menghasilkan beberapa substansi dasar dalammengurangi kerugian akibat bencana, baik
4
kerugian jiwa, sosial, ekonomi danlingkungan. Substansi dasar tersebut yang selanjutnya
merupakan lima prioritas kegiatan untuk tahun 2005‐2015 yaitu:
5
Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
b. Situasi Terdapat Potensi Bencana
Pada situasi ini perlu adanya kegiatan-kegiatan:
Kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatanyang dilakukan
untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui
langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Peringatan Dini. Peringatan dini adalah serangkaiankegiatan pemberian
peringatan sesegera mungkin kepadamasyarakat tentang kemungkinan
terjadinya bencana padasuatu tempat oleh lembaga yang berwenang
Mitigasi Bencana. Mitigasi adalah serangkaian upaya untukmengurangi
risiko bencana, baik melalui pembangunanfisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuanmenghadapi ancaman bencana.
6
pada suatu daerah melalui upaya pencarian dan penyelamatan korban, pertolongan
darurat, dan/atau evakuasi korban.
d. Pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi bantuan penyediaan kebutuhanair bersih
dan sanitasi, pangan, sandang, pelayanan kesehatan, pelayanan psikososial; dan
penampungan dan tempat hunian.
e. Perlindungan terhadap kelompok rentan, dilakukan denganmemberikan prioritas
kepada kelompok rentan berupa penyelamatan,evakuasi, pengamanan, pelayanan
kesehatan, dan psikososial.Kelompok rentan yang dimaksud terdiri atas bayi,
balita, anak-anak,ibu yang sedang mengandung atau menyusui;, penyandang
cacat, danorang lanjut usia.
f. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
Tahap tindakan dalam tanggap daruratdibagi menjadi dua fase yaitu fase akut dan
fase sub akut. Fase akut, 48 jam pertama sejak bencanaterjadi disebut fase penyelamatan
dan pertolongan medis daruratsedangkan fase sub akut terjadi sejak 2-3 minggu.
3. Pasca Bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencanameliputi:
a. Rehabilitasi. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semuaaspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yangmemadai pada wilayah pascabencana
dengan sasaran utama untuknormalisasi atau berjalannya secara wajar semua
aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
b. Rekonstruksi. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan
sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengansasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban,dan bangkitnya
peran serta masyarakat dalam segala aspekkehidupan bermasyarakat pada wilayah
pascabencana.
7
1. Cepat dan tepat. Yang dimaksud dengan “prinsip cepat dan tepat” adalah bahwa dalam
penanggulangan bencana harus dilaksanakansecara cepat dan tepat sesuai dengan
tuntutan keadaan.
2. Prioritas.Yang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah bahwa apabila terjadi
bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada
kegiatan penyelamatan jiwa manusia.
3. Koordinasi dan keterpaduan. Yang dimaksud dengan “prinsipkoordinasi” adalah bahwa
penanggulangan bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung.
Yang dimaksud dengan “prinsip keterpaduan” adalah bahwa penanggulangan bencana
dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan padakerja sama yang baik
dan saling mendukung.
4. Berdaya guna dan berhasil guna. Yang dimaksud dengan “prinsip berdaya guna” adalah
bahwa dalam mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu,
tenaga, dan biaya yang berlebihan. Yang dimaksud dengan “prinsip berhasil guna” adalah
bahwa kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil guna,khususnya dalam
mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidakmembuang waktu, tenaga, dan biaya yang
berlebihan.
5. Transparansi dan akuntabilitas. Yang dimaksud dengan “prinsiptransparansi” adalah
bahwa penanggulangan bencana dilakukan secaraterbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan. Yang dimaksud dengan “prinsip akuntabilitas” adalah bahwa
penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan
secara etikdan hukum.
6. Kemitraan
7. Pemberdayaan
8. Nondiskriminatif. Yang dimaksud dengan “prinsip nondiskriminasi” adalah bahwa
negara dalam penanggulangan bencana tidakmemberikan perlakuan yang berbeda
terhadap jenis kelamin, suku,agama, ras, dan aliran politik apa pun.
9. Nonproletisi. Yang dimaksud dengan ”nonproletisi” adalah bahwa dilarang menyebarkan
agama atau keyakinan pada saat keadaandarurat bencana, terutama melalui pemberian
bantuan dan pelayanandarurat bencana.
8
F. Asas-asas Dalam Penanggulangan Bencana
9
mencerminkan kelestarian lingkungan untuk generasi sekarang dan untuk generasi yang
akan datang demikepentingan bangsa dan negara.
8. Ilmu pengetahuan dan teknologi. Yang dimaksud dengan “asas ilmu pengetahuan dan
teknologi” adalah bahwa dalam penanggulangan bencana harus memanfaatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi secaraoptimal sehingga mempermudah dan mempercepat
proses penanggulangan bencana, baik pada tahap pencegahan, pada saatterjadi bencana,
maupun pada tahap pascabencana
10
Metode yang digunakan bisa secara Mettag (triage Tagging System) atau sistem triage
penuntun lapangan Star(Simple Triage and Rapid Transportasi)
1. Prioritas 1 – Merah
Merupakan prioritas utama, diberikan kepada para penderita yangkritis keadaannya
seperti gangguan jalan napas, gangguan pernapasan, perdarahan berat atau perdarahan
tidak terkontrol, penurunan status mental.
2. Prioritas 2 – Kuning
Merupakan prioritas berikutnya diberikan kepada para penderitayang mengalami keadaan
seperti luka bakar tanpa gangguan salurannapas atau kerusakan alat gerak, patah tulang
tertutup yang tidakdapat berjalan, cedera punggung
3. Prioritas 3 – Hijau
Merupakan kelompok yang paling akhir prioritasnya, dikenal jugasebagai ‘Walking
Wounded” atau orang cedera yang dapat berjalansendiri.
4. Prioritas 0 – Hitam
Diberikan kepada mereka yang meninggal atau mengalami cedera yang mematikan.
1. Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dantidak mungkin
diresusitasi.
2. Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukantindakan dan transport
segera (gagal nafas, cedera torako-abdominal,cedera kepala atau maksilo-fasial berat,
shok atau perdarahan berat,luka bakar berat).
11
3. Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien dengan cedera yang dipastikantidak akan mengalami
ancaman jiwa dalam waktu dekat (cederaabdomen tanpa shok, cedera dada tanpa
gangguan respirasi, frakturamayor tanpa shok, cedera kepala atau tulang belakang leher,
sertaluka bakar ringan).
4. Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidakmembutuhkan stabilisasi
segera (cedera jaringan lunak, fraktura dandislokasi ekstremitas, cedera maksilo-fasial
tanpa gangguan jalannafas serta gawat darurat psikologis)
12
DAFTAR PUSTAKA
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 145/MENKES/SK/I/2007 Tentang Pedomana Penanggulangan Bencana Bidang
Kesehatan.
Presiden Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007
Tentang Penanggulangan Bencana.
13
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN BENCANA
…………………………………………………………………………………………………..
OLEH:
(1714201148)
T.A 2019/2020
14
PTSD
A. PENGERTIAN
setelah mengalami atau menyaksikan suatu peristiwa traumatik (Nutt, 2009). Peristiwa
yang menimbulkan trauma termasuk fisik atau pelecehan seksual atau penganiayaan,
cedera, kekerasan di jalanan, kecelakaan lalulintas, trauma perang, luka bakar yang parah,
dan bencana alam lainnya (Nutt, 2009). Peristiwa ini dianggap traumatik karena dialami
oleh anak-anak dan remaja yang dirasakan kemampuannya untuk mengatasinya. Selama
peristiwa traumatik ada rekrutmen dari adaptif, stress mediating sistem syaraf (misalnya
hypothalamic adrenal pituitary dan sistem syaraf simpatik) yang pada gilirannya
Gangguan Stres Pasca Traumatik (PTSD) ini unik diantara gangguan yang sejenisnya
pada masa kanak-kanak dan remaja. Peristiwa yang menimbulkan trauma termasuk fisik
atau pelecehan seksual atau penganiayaan, cedera, kekerasan dijalan raya, trauma perang,
Menurut Levers (2012) menyatakan bahwa PTSD ditandai oleh tiga set gejala inti,
yaitu reexperiencing, penghindaran, dan hyperarousal, yang bertahan selama lebih dari 1
bulan. Selama perawatan psikologis, atau dalam kinerja aktivitas sehari-hari, gejala inti
mengekspresikan emosi perasaan, keyakinan, dan reaksi yang tidak bisa dilakukan secara
signifikan. Selain itu PTSD ditandai dengan sekelompok gejala yang mencakup pikiran
yang terus menerus terganggu, penghindaran, dan hyperarousal. Tanda-tanda ini dapat
ditunjukan melalui perilaku seperti impulsif, agresi, atau bahkan depresi (American
15
Psychiatric Association [APA], 2000; Davis, Inggris, Ambrose, & Petty, 2001dalam
Levers, 2012).
Klasifikasi umum jenis trauma sikologis atau fisik yang dapat menginduksi PTSD
bencana alam, atau terorisme), serangan kekerasan (kekerasan, perkosaan, atau baterai),
dan eksposur(obyek yang rentan terhadap resiko).Traumatis dan distres jangka pendek
B. FAKTOR PENYEBAB
Menurut Schiraldi (1999) ada tiga faktor utama yang menjadi penyebab terjadinya GSPT,
yaitu :
diantaranya :
c. Penyiksaan
f. Pelecehan pemujaan
g. Terorisme
16
i. Menyaksikan pembunuhan
j. Ancaman, penyiksaan
n. Bunuh diri atau bentuk lain dari kematian mendadak; ancaman kematian, dan
a. Industrial
b. Kebakaran
d. Bencana nuklir
a. Angin rebut
b. Angin topan
c. Tornado
d. Banjir
e. Gempa bumi
g. Tsunami.
17
Bagi sebagian orang pengalaman dramatis, tragis, mengenaskan, memilukan, pedih,
mendalam, cemas, takut, tidak percaya dengan apa yang dialaminya, binggung tidak
tahu apa yang harus dilakukan, kehilangan jati diri, dan sebagainya. Kehidupannya
menjadi sangat kritis, tidak nyaman dan rentan terhadap munculnya berbagai bentuk
C. DAMPAK PTSD
tidak ditangani, GSPT akan bertambah parah dan memberikan dampak munculnya
gangguan aspek fisik,emosi, mental, perilaku, spiritual. Symptom yang muncul pada
aspek fisik di antaranyaadalah kelelahan, suhu badan meninggi, menggigil, badan lesu,
mual-mual, pening,, sesak napas, danpanic. Aspek emosidi antaranya iritasi, hilangnya
baik. Aspek perilakudi antaranya adalah sulit tidur, kehilangan selera makan, makan
mampu berbicara, tidak bergerak, gelisah, terlalu banyak gerak, mudah marah, ingin
18
berlebihan, mengurung diri, menyalahkan orang lain. Aspek spiritualdi antaranya
adalah putus asa, hilang harapan, menyalahkan Tuhan, berhenti ibadah, tidak
Pernyataan di atas senada dengan yang diungkapkan oleh Sara (2005) bahwa
behavior (perilaku), dan social. Gejala gangguan fisik memiliki ciri pusing, gangguan
pencernaan, sesak napas, tidak bisa tidur, kehilangan selera makan, impotensi, dan
dibayangi ingatan yang tak diinginkan, tidak focus dan tidak konsentrasi, tidak mampu
ketakutan, menarik diri, tidak menaruh minat pada lingkungan, dan tidak mau diajak
perilaku, ditandai menurunnya aktivitas fisik, seperti gerakan tubuh yang minimal.
sosial, yakni memisahkan diri dari lingkungan, menyepi, agresif, prasangka, konflik
D. MODEL INTERVENSI
19
intervensi yang eklektik, baik intervensi medis, psikologis, sosial, dan bila dipandang
tingkat kekritisan, luasnya cakupan dan dalamnya masalah yang dihadapi oleh individu
yang mengalami GSPT, Fairbank (2004, dalam Rusmana, dkk., 2007) mengusulkan
model intervensi yang komprhensif dan mendalam, yang meliputi empat tahap, yakni
tahap Societal, Community, Family, dan Individual. Cakupan intervensi pada tahap
societalberupa kebijakan umum dan keamanan umum; Cakupan intervensi pada tahap
penolong diri sendiri dan kesehatan mental. Sedangkan pada tahap individu cakupan
Sedangkan menurut Baron, Jensen dan De Jong (2000) meliputi sembilan tahapan
intervensi, yakni:
1. intervensi survival,
2. intervensi politik;
7. konseling;
8. psikoterapi; dan
20
9. treatmen psikiatrik. Dalam kaitana dengan konseling menekankan pentingnya
atau model intervensi yang eklektik. Khusus dalam kaitan dengan konseling, intervensi
psikososial yang dihadapi penderita GSTP sebagai klien, serta melalui penggunaan
metode atau teknik yang bervariasi. Secara umum, dalam konseling traumatik atau
konseling krisis telah menawarkan berbagai metode intervensi yang dianggap tepat yang
Beberapa metode yang secara umum dikenal dan diparktekkan di lapangan dalam
sistematis, cognitive therapy, group support therapy, dan expressive therapy, play
debriefingadalah proses membuka atau menata ulang fakta, pikiran, dan perasaan para
korban sehingga dapat memahami dan menerimanya sebagai kenyataan yang harus
21
Dalam kaitan dengan coping stress, Pitaloka (2005) menjelaskan bahwa dalam
coping stres. Sedangkan agar dalam coping stressdapat lebih efektif, hendaknya
memasukkan agama dan spiritual atau religi, mengingat keduanya dapat memainkan
Dengan mengutip pendapat Spika, Staver, dan Kirkpatrick (1985) dijelaskan lebih
3. membangun self esteem.Adapun dua sumber coping yang biasa dilakukan adalah
prayer dan faith in God (berdoa dan berserah diri pada Tuhan).
langkah dasar yang harus diikuti dalam menolong seseorang yang sedang menghadapi
krisis, namun harus peka dan luwes dalam penerapannya. Langkah-langkah tersebut,
meliputi :
dan ketegangan serta untuk memberikan dukungan emosi. Serta dalam mengatasi
22
2. Mengambil tindakan, yaitu dengan menggerakkan agar segera berperilaku yang
kembali seimbang
7. Membangun harga diri, dengan memberi harapan-harapan positif kepada klien dan
8. Menanamkan rasa percaya diri, yaitu dengan mencegah rasa ketergantunagn klien
kepada konselor.
pentingnya konseling yang berbasis budaya bagi para individu yang mengalami GSPT.
23
DAFTAR PUSTAKA
Fahrudin, Andi. 2005. Dampak Psikososial Pasca Bencana : Makalah tidak diterbitkan,
Hasanuddin. 2004. Gangguan Jiwa Setelah Bencana Tsunami, Harian Media Indonesia, Senin,
10 Januari 2005.
Pitaloka, Ardaningtyas. 2005. Teror Management Theory : Religi dan Spiritualitas sebagai
Rusmana, Nandang, dkk. . 2007. Konseling Pasca Trauma Melalui Terapi Permainan
24
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN BENCANA
INITIAL ASSESSMENT
…………………………………………………………………………………………………..
OLEH:
(1714201148)
T.A 2019/2020
25
INITIAL ASSESMENT
A. PENGERTIAN
Initial Assessment adalah langkah2 yang dipakai untuk menilai hal2 yang mengancam
nyawa pasien pada kasus trauma serta bagaimana untuk menanganinya dengan benar &
cepat.
B. TUJUAN
Tujuannya mencegah semakin parahnya penyakit dan menghindari kematian korban
dengan penilaian yang cepat dan tindakan yang tepat.
C. INITIAL ASSESMENT
Pengelolaan penderita yang terluka parah memerlikan penilaian yang cepat dan
pengelolaan yang tepat guna menghindari kematian. Pada penderita trauma, waktu sangat
penting, karena itu diperlukan adanya suatu cara yang mudah dilaksanakan. Proses ini
dikenal sebagai Initial assesment (penilaian awal) dan meliputi :
1. Persiapan
Persiapan penderita sebaiknya berlangsung dalam 2 fase yang
berbeda.Fase pertama adalah fase pra-rumah sakit (prehospital), dimana seluruh
penanganan penderita sebaiknya berlangsung dalam koordinasi dengan dokter si
rumah sakit (hospital) dimana dilakukan persiapan untuk menerima penderita,
sehingga dapat dilakukan resusitasi dalam waktu cepat.
a. Fase Pra-Rumah Sakit
Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dengan petugas
lapangan akan menguntungkan penderita. Sebaiknya rumah sakit sudah
diberitahukan sebelum penderita mulaidiangkut dari tempat
kejadian.Pemberitahuan ini memungkinkan rumah sakit mempersiapkan Tim
Trauma sehingga sudah siap saat penderita sampai di rumah sakit.Pada fase
pra-rumah sakit titik berat diberikan pada penjagaan airway, kontrol
perdarahan dan syok, imobilisasi penderita dan segera ke rumah sakit terdekat
yang fasilitas cocok dan sebaiknya ke suatu pusat trauma yang diakui.
Waktu di tempat kejadian (scene time) yang lama harus dihindari.Yang
juga penting adalah mengumpulkan keterangan yang nanti dibutuhkan di
26
rumah sakit seperti waktu kejadian, sebab kejadian dan riwayat
penderita.Mekanisme kejadian dapat menerangkan jenis dan berat perlukaan.
b. Fase Rumah Sakit
Harus dilakukan perencanaan sebelum penderita tiba.Sebaiknya ada
ruangan/daerah khusus resusitasi. Untuk pasien trauma, perlengkapan airway
(laringoskop, endotrakeal tube,dsb) sudah dipersiapkan, dicoba, dan
diletakkan di tempat yang mudah terjangkau. Cairan kristaloid (misalnya RL)
yang sudah dihangatkan disiapkan dan diletakkan pada tempat yang mudah
dicapai.Perlengkapan monitoring yang diperlukan sudah dipersiapkan.Suatu
sistem pemanggilan tenaga medik tambahan sudah harus ada, demikian juga
tenaga laboratorium dan radiologi. Juga dipersiapkan formulir rujukan ke
pusat trauma, serta proses rujukannya.
2. Triase
Triase adalah cara pemilahan penderita beedasarkan kebutuhan terapi dan
sumber daya yang tersedia. Terapi berdasarkan pada prioritas ABC (Airway
dengan kontrol vertebra servikal), Breathing dan Circulation dengan kontrol
perdarahan. Triase juga berlaku untuk pemilahan penderita di lapangan dan rumah
sakit yang akan di rujuk. Merupakan tanggung jawab bagi tenaga pra-rumah sakit
untuk mengirim ke rumah sakit yang sesuai. Triage adalah pengelompokan
korban/pasien berdasarkan berat ringannya trauma atau penyakit serta kecepatan
penanganan atau pemindahan. Tujuan triage adalah Dapat menangani
korban/pasien dengan cepat, cermat dan tepat sesuai dengan sumber daya yang
ada.
Dua jenis keadaan triase dapat terjadi :
a. Multiple Casualties
Musibah masal dengan jumlah penderita dan beratnya perlukaan tidak
melampaui kemampuan rumah sakit. Dalam keadaan ini penderita dalam
masalah yang mengancam jiwa dan multitrauma akan dilayani trlebih dahulu.
Penggunaan protokol di pra-rumah sakit dan pengarahan oleh tenaga medis
pada petugas paramedik akan memperbaiki pelayanan sudah mulai saat awal.
27
Penilaian akan pelayanan yang telah diberikan secara multidisiplin mutlak
diperlukan.
b. Mass casualties
Musibah masal dengan jumlah penderita dan beratnya luka melampaui
kemampuan rumah sakit. Dalam keadaan ini yang akan dilayani terlebih
dahulu adalah penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar serta
membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga paling sedikit.
Macam-macam korban :
a. Korban masal : lebih dari 1 orang harus ditolong lebih dari 1 penolong, bukan
Bencana.
b. Korban bencana : korban lebih besar dari korban masal
Prinsip-prinsip triage :
“Time Saving is Life Saving (respon time diusahakan sependek mungkin), The
Right Patient, to The Right Place at The Right Time serta melakukan yang terbaik
untuk jumlah terbanyak” dengan seleksi korban berdasarkan :
Tingkat prioritas :
a. Prioritas I (prioritas tertinggi) warna merah untuk berat dan biru untuk sangat
berat. Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah
segera, mempunyai kesempatan hidup yang besar.Penanganan dan
pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan
sirkulasi.Contohnya sumbatan jalan nafas, tension pneumothorak, syok
28
hemoragik, luka terpotong pada tangan dan kaki, combutio (luka bakar)
tingkat II dan III > 25%.
b. Prioritas II (medium) warna kuning. Potensial mengancam nyawa atau
fungsi vital bila tidak segera ditangani dalam jangka waktu singkat.
Penanganan dan pemindahan bersifat jangan terlambat. Contoh: patah tulang
besar, combutio (luka bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma
thorak/abdomen, laserasi luas, trauma bola mata.
c. Prioritas III(rendah) warna hijau. Perlu penanganan seperti pelayanan biasa,
tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. Contoh luka
superficial, luka-luka ringan
d. Prioritas 0 warna Hitam. Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat
parah. Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti jantung kritis, trauma kepala
kritis.
29
o Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan
alat yang rigid
o Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal
o Pasang airway definitif sesuai indikasi
o Fiksasi leher
o Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada
setiap penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan
kesadaran atau perlukaan diatas klavikula.
Evaluasi
b. Breathing
dan Ventilasi-Oksigenasi
Penilaian
o Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan
kontrol servikal in-line immobilisasi
o Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
o Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali
kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks
simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-
tanda cedera lainnya.
o Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
o Auskultasi thoraks bilateral
Pengelolaan
o Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-
12 liter/menit)
o Ventilasi dengan Bag Valve Mask
o Menghilangkan tension pneumothorax
o Menutup open pneumothorax
o Memasang pulse oxymeter
Evaluasi
c. Circulation dengan kontrol perdarahan
30
Penilaian
o Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
o Mengetahui sumber perdarahan internal
o Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus
paradoksus. Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar
merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera.
o Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
o Periksa tekanan darah
Pengelolaan
o Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
o Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah
serta konsultasi pada ahli bedah.
o Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil
sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes
kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-
match serta Analisis Gas Darah (BGA).
o Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan
cepat.
o Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada
pasien-pasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa.
o Cegah hipotermia
Evaluasi
d. Disability
Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS
Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-
tanda lateralisasi
Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.
e. Exposure/Environment
Buka pakaian penderita
31
Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang
cukup hangat.
4. Resusitasi
Re-evaluasi ABCDE
Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa
dan 20 mL/kg pada anak dengan tetesan cepat
Evaluasi resusitasi cairan
o Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal
o Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin
) serta awasi tanda-tanda syok
Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian
cairan awal.
o Respon cepat
Pemberian cairan diperlambat sampai
kecepatan maintenance
Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau
pemberian darah
Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan
Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif
mungkin masih diperlukan
o Respon Sementara
Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan
pemberian darah
Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan
operatif
Konsultasikan pada ahli bedah
o Tanpa respon
Konsultasikan pada ahli bedah
Perlu tindakan operatif sangat segera
Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti
tamponade jantung atau kontusio miokard
32
Pemasangan CVP dapat membedakan keduanya
5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi
a. Pasang EKG
Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole
harus dicurigai adanya hipoksia dan hipoperfusi
Hipotermia dapat menampakkan gambaran disritmia
b. Pasang kateter uretra
Kecurigaan adanya ruptur uretra merupakan kontra indikasi
pemasangan kateter urine
Bila terdapat kesulitan pemasangan kateter karena striktur uretra
atau BPH, jangan dilakukan manipulasi atau instrumentasi, segera
konsultasikan pada bagian bedah
Ambil sampel urine untuk pemeriksaan urine rutine
Produksi urine merupakan indikator yang peka untuk menilai
perfusi ginjal dan hemodinamik penderita
Output urine normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa,
1 ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi
c. Pasang kateter lambung
Bila terdapat kecurigaan fraktur basis kranii atau trauma
maksilofacial yang merupakan kontraindikasi pemasangan
nasogastric tube, gunakan orogastric tube.
Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter lambung,
karena bahaya aspirasi bila pasien muntah.
d. Monitoring hasil resusitasi dan laboratorium
Monitoring didasarkan atas penemuan klinis; nadi, laju nafas,
tekanan darah, Analisis Gas Darah (BGA), suhu tubuh dan output
urine dan pemeriksaan laboratorium darah.
e. Pemeriksaan foto rotgen dan atau FAST
Segera lakukan foto thoraks, pelvis dan servikal lateral,
menggunakan mesin x-ray portabel dan atau FAST bila terdapat
kecurigaan trauma abdomen.
33
Pemeriksaan foto rotgen harus selektif dan jangan sampai
menghambat proses resusitasi. Bila belum memungkinkan, dapat
dilakukan pada saat secondary survey.
Pada wanita hamil, foto rotgen yang mutlak diperlukan, tetap harus
dilakukan.
6. Secondary survey, pemeriksaan head to toe dan anamnesis
a. Anamnesis
Anamnesis yang harus diingat :
A : Alergi
M : Mekanisme dan sebab trauma
M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini)
P : Past illness
L : Last meal (makan minum terakhir)
E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian
perlukaan
b. Pemeriksaan fisik
7. Tambahan terhadap secondary survey
a. Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa keadaan penderita
dengan teliti dan pastikan hemodinamik stabil
b. Selalu siapkan perlengkapan resusitasi di dekat penderita karena
pemeriksaan tambahan biasanya dilakukan di ruangan lain
c. Pemeriksaan tambahan yang biasanya diperlukan :
CT scan kepala, abdomen
USG abdomen, transoesofagus
Foto ekstremitas
Foto vertebra tambahan
Urografi dengan kontras
8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan
a. Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan melaporkan
setiap perubahan pada kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi.
34
b. Monitoring tanda-tanda vital dan jumlah urin
c. Pemakaian analgetik yang tepat diperbolehkan
9. Penanganan definitive
TRANSFER KE PUSAT RUJUKAN YANG LEBIH BAIK
a. Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena
keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih
memungkinkan untuk dirujuk.
b. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan dan kebutuhan penderita
selama perjalanan serta komunikasikan dengan dokter pada pusat rujukan
yang dituju.
35
Daftar pustaka
Tim Pengajar BTCLS.2018. Modul Basic Trauma Cardiac Life Support. Jakarta: Gadar
Medik Indonesia.
https://kampus-kedokteran.blogspot.com/2011/10/initial-assessment.html
36
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN BENCANA
…………………………………………………………………………………………………..
OLEH:
(1714201148)
DOSEN PEMBIMBING:
37
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERINTIS PADANG
T.A 2019/2020
PEMBIDAIAN
A. PENGERTIAN
Pembidaian adalah tindakan memfixasi/imobilisasi bagian tubuh yang mengalami cedera, dengan
menggunakan benda yang bersifat kaku maupun fleksibel sebagai fixator/imobilisator.
Tipe-tipe bidai:
1. Bidai Rigid adalah bidai yang terbuat dari kayu, plastik, alumunium atau bahan lainyang
keras.
2. Bidai Soft adalah bidai dari bantal, selimut, handuk atau pembalut ataubahan yang lunak
lainnya.
3. Bidai Traksi
Digunakan untuk imobilisasi ujung tulang yang patah dari fraktur femur sehingga dapat
terhindari kerusakan yang lebih lanjut. Traksi merupakan aplikasi dari kekuatan yang
cukup untuk menstabilkan patah tulang yang patah, traksi bukanlah meregangkan atau
menggerakkan tulang yang patah sampai ujung-ujung tulang yang patah menyatu.
B. TUJUAN PEMBIDAIAN:
1. mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri;
2. mencegah gerakan patah tulang yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak
sekitarnya seperti: pembuluh darah, otot, saraf dan lainnya.
C. INDIKASI PEMBIDAIAN
Kecurigaan adanya fraktur bisa dimunculkan jika pada salah satu bagian tubuh ditemukan :
38
2. Ekstremitas yang cedera lebih pendek dari yang sehat, atau mengalami angulasi abnormal
3. Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas yang cedera
4. Posisi ekstremitas yang abnormal
5. Memar
6. Bengkak
7. Perubahan bentuk
8. Nyeri gerak aktif dan pasif
9. Nyeri sumbu
10. Pasien merasakan sensasi seperti jeruji ketika menggerakkan ekstremitas yang
mengalami cedera (Krepitasi)
11. Fungsiolesa
12. Perdarahan bisa ada atau tidak
13. Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada distal lokasi cedera
14. Kram ototdi sekitar lokasi cedera
Catatan: Jika mengalami keraguan apakah terjadi fraktur atau tidak, maka perlakukanlah pasien
seperti orang yang mengalami fraktur.
Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran napas, pernapasan dan sirkulasi
penderita sudah distabilisasi. Jika terdapat gangguan sirkulasi dan atau gangguan persyarafan
yang berat pada distal daerah fraktur, jika ada resiko memperlambat sampainya penderita ke
rumah sakit, sebaiknya pembidaian tidak perlu dilakukan.
E. PRINSIP PEMBIDAIAN :
1. Lakukan pembidaian pada bagian badan yang mengalamai cedera
2. Lakukan juga pembidaian pada kecurigaan patah tulang, jadi tidak perlu harus dipastikan
dulu ada atau tidaknya patah tulang
3. Melewati minimal 2 sendi yang berbatasan.
F. HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN SAAT PEMBIDAIAN:
1. Bebaskan area pembidaian dari benda-benda (baju, cincin, jam, gelang dll)
39
2. Periksalah denyut nadi distal dan fungsi saraf sebelum dan sesudah pembidaian dan
perhatikan warna kulit ditalnya.
3. Pembidaian minimal meliputi 2 sendi (proksimal dan distal daerah fraktur). Sendi yang
masuk dalam pembidaian adalah sendi di bawah dan di atas patah tulang. Sebagai contoh,
jika tungkai bawah mengalami fraktur, maka bidai harus bisa mengimobilisasi
pergelangan kaki maupun lutut.
4. Luruskan posisi korban dan posisi anggota gerak yang mengalami fraktur maupun
dislokasi secara perlahan dan berhati-hati dan jangan sampai memaksakangerakan. Jika
terjadi kesulitan dalam meluruskan, maka pembidaian dilakukan apa adanya. Pada trauma
sekitar sendi, pembidaian harus mencakup tulang di bagian proksimal dan distal.
5. Fraktur pada tulang panjang pada tungkai dan lengan, dapat terbantu dengan traksi atau
tarikan ringan ketika pembidaian. Jika saat dilakukan tarikan terdapat tahanan yang kuat,
krepitasi, atau pasien merasakan peningkatan rasa nyeri, jangan mencoba untuk
melakukan traksi. Jika anda telah berhasil melakukan traksi, jangan melepaskan tarikan
sebelum ekstremitas yang mengalami fraktur telah terfiksasi dengan baik, karena kedua
ujung tulang yang terpisah dapat menyebabkan tambahan kerusakan jaringan dan
beresiko untuk mencederai saraf atau pembuluh darah.
6. Beri bantalan empuk dan penopang pada anggota gerak yang dibidai terutama pada
daerah tubuh yang keras/peka(lutut,siku,ketiak,dll), yang sekaligus untuk mengisi sela
antara ekstremitas dengan bidai.
7. Ikatlah bidai di atas dan bawah luka/fraktur. Jangan mengikat tepat di bagian yang
luka/fraktur. Sebaiknya dilakukan sebanyak 4 ikatan pada bidai, yakni pada beberapa titik
yang berada pada posisi :
a. superior dari sendi proximal dari lokasi fraktur,
b. diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan pertama,
c. inferior dari sendi distal dari lokasi fraktur ,
d. diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan ketiga (point c)
8. Pastikan bahwa bidai telah rapat, namun jangan terlalu ketat sehingga mengganggu
sirkulasi pada ekstremitas yang dibidai.
9. Pastikan bahwa pemasangan bidai telah mampu mencegah pergerakan atau peregangan
pada bagian yang cedera.Pastikan bahwa ujung bidai tidak menekan ketiak atau pantat.
40
10. Jika mungkin naikkan anggota gerak tersebut setelah dibidai;
11. Harus selalu diingat bahwa improvisasi seringkali diperlukan dalam tindakan
pembidaian. Sebagai contoh, jika tidak ditemukan bahan yang sesuai untuk membidai,
cedera pada tungkai bawah seringkali dapat dilindungi dengan merekatkan tungkai yang
cedera pada tungkai yang tidak terluka. Demikian pula bisa diterapkan pada fraktur jari,
dengan merekatkan pada jari disebelahnya sebagai perlindungan sementara.
G. ALAT DAN BAHAN
1. Bidai
2. Sendok es krim/ belahan bambu yang kecil
3. Kassa gulung
4. Kapas
5. Plester lakban
6. Elastic perban
7. Mitela/ kain
H. PROSEDUR
1. Mempersiapkan penderitaa.
a. Ingat prosedur BLS: D R A B C.
b. Tenangkan penderita. Jelaskanlah bahwa anda akan memberikan pertolongan kepada
penderita.
c. Cari tanda adanya fraktur atau dislokasi(ingat 14 tanda kecurigaan fraktur di atas).
d. Menjelaskan secara singkat dan jelas kepada penderita tentang prosedur tindakan
yang akandilakukan.
e. Minimalkan gerakan daerah luka. Jangan menggerakkan atau memindahkan korban
sampai daerah yang patah tulang distabilkan kecuali jika keadaan mendesakdan
berbahaya.
f. Robek/ guntinglah bagian pakaian di sekitar area fraktur. Jika diperlukan, kainnya
dapat dimanfaatkan untuk proses pembidaian.
g. Jika pada bagian ekstremitas yang cedera mengalami edema, maka jelaskan pada
penderitabahwa sebaiknya perhiasan yang dipakai pada lokasi itu dilepaskan.
h. Jika luka terbuka maka tangani dulu luka dan perdarahannya. Bersihkan luka dengan
cairan antiseptik dan tekan perdarahan dengan kasa steril(Pressure bandage). Jika
41
luka tersebut mendekati lokasi fraktur, maka anggappatah tulang terbuka. Balutlah
luka terbuka atau fragmen tulang yang menyembul dengan bahan yang se-steril
mungkin.Pada fraktur terbuka, kecepatan penanganan merupakan hal yang esensial.
Jangan pernah menyentuh tulang yang tampak keluar, jangan pernah pula mencoba
untuk membersihkannya. Manipulasi terhadap fraktur terbuka tanpa sterilitas hanya
akan menambah masalah.
- Periksalah sirkulasi distal dari lokasi frakturi.Periksa nadi di daerah distal dari
fraktur, normal, melemah, ataukah bahkan mungkin menghilang?
- Periksa kecepatan pengisian kapiler. Tekanlah kuku jari pada ekstremitas yang
cedera dan ekstremitas kontralateral secara bersamaan. Lepaskan tekanan secara
bersamaan. Periksalah apakah pengembalian warna kemerahan terjadi bersamaan
ataukah terjadi keterlambatan pada ekstremitas yang mengalami fraktur.
- Jika terdapat gangguan pulsasi atau sensasi raba boleh dilakukan tindakan
meluruskan ekstremitas yang mengalami deformitas. Proses pelurusan ini harus
hati-hati agar tidak makin memperberat cedera.
- Jika ditemukan gangguan sirkulasi, maka penderita harus langsung dibawa ke
rumah sakit secepatnya.
2. Persiapan alat
a. Gunakan alat bidai standar yang telah dipersiapkan, namun juga bisa dibuat sendiri
dari berbagai bahan sederhana, misalnya ranting pohon, papan kayu.
b. Panjang bidai harus melebihi panjang tulang dan sendi yang akan dibidai.Ukur pada
bagian tubuh yang sehat.
c. Jika menggunakan bidai yang terbuat dari benda keras (kayu,dll) sebaiknya
dibungkus/dibalut terlebih dahulu dengan bahan yang lebih lembut (kain, kassa, dll).
Sebelum dipasang lapisi bidai yang telah dibalut dengan kapas.
d. Siapkan elastic perbanuntuk fraktur clavicula.
e. Siapkan plester lakban untuk fraktur costae.
3. Pelaksanaan Pembidaian
a. Fraktur calvicula, lakukan imobilisasi dengan cara:
- Minta pasien meletakkan kedua tangan pada pinggan
- Minta pasien membusungkan dada, tahan
42
- Gunakan perban elastik, lingkarkan membentuk angka 8 (Ransel perban).
b. Fraktur humerus bagian medial
- Kalau ada berikan analgetik/ kompres es
- Gunting mitella jadi 2/ 4 tapi tidak putus
- Rapatkan lengan pada dinding dada, pasang bidai pada sisi luar
- Ikat dan balut dengan mitela/kain
c. Fraktur humerus bagian distal
- Siku sukar dilipat (nyeri), luruskan saja
- Pasang dua buah bidai dari ketiak sampai pergelangan tangan
- Ikat dengan kain 4 tempat. (ingat teori di atas)
d. Fraktur antebrachii
- Pasang dua buah bidai sepanjang siku sampai ujung jari
- Ikat bidai mengelilingi ekstremitas, tapi jangan terlalu keras
- Gantung bidai dengan mitela/kain ke pundak-leher
e. Fraktur digiti
- Pasang bidai dari sendok es krim,bambu, spuit yang dibelah atau gunakan jari
sebelahnya, contoh, bila jari tengan yang fraktur, gunakan jari telunjuk dan jari
manis sebagai pengganti bidai, kemudian ikat dengan plester.
f. Fraktur costae, lakukan imobilisasi dengan cara:
- Bersihkan dinding dada
- Minta penderita menarik napas dan menghembuskan napas sekuatnya.
- Pasang plester stripping pada saat ekspirasi maksimal tersebut.
- Plester dipasang sejajar iga mulai dari iga terbawah.
- Ulangi prosedur sampai plester terpasang
g. Fraktur tulang panggul( os simfisis pubis)
- Rapatkan kedua kaki
- Pasang bantal dibawahlutut dan sisi kiri kanan panggul
- Ikat kedua kaki pada 3 tempat (lihat gambar)
h. Fraktur femur
- Pasang bidai dibagian dalam dan luar paha
- Jika patah paha bagian atas,bidai sisi luar harus sampai pinggang
43
i. Fraktur patella
- Pasang bidai pada bagian bawah
- Pasang bantal lunak dibawah lutut dan pergelangan kaki
j. Fraktur tungkai bawah
- Pasang bidai melewati 2 sendi, luar dan dalam
- Pasang padding
k. Fraktur tulang telapak kaki
- pasang bantalan (kassa/kain)pada telapak kaki
- pasang bidai di telapak kaki, kemudian ikat.
I. KOMPLIKASI PEMBIDAIAN
Jika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan, beberapa hal berikut bisa ditimbulkan oleh
tindakan pembidaian :
1. Cedera pembuluh darah, saraf atau jaringan lain di sekitar fraktur oleh ujung fragmen
fraktur, jika dilakukan upaya meluruskan atau manipulasi lainnya pada bagian tubuh yang
mengalami fraktur saat memasang bidai.
2. Gangguan sirkulasi atau saraf akibat pembidaian yang terlalu ketat
3. Keterlambatan transport penderita ke rumah sakit, jika penderita menunggu terlalu lama
selama proses pembidaian
44
DAFTAR PUSTAKA
Burnside-Mc Glynn. 1995. Adams Diagnosis Fisik. Edisi 17. Jakarta: EGC.
Saputra Oktadoni. Hanriko Rizki. 2016. Buku Panduan Clinical Skill Lab (CSL). Ed. 3.
Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
45
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN BENCANA
TRANSPORTASI
…………………………………………………………………………………………………..
OLEH:
(1714201148)
46
T.A 2019/2020
TRANSPORTASI
1. Pengertian
Transportasi Pasien adalah sarana yang digunakan untuk mengangkut
penderita/korban dari lokasi bencana kesarana kesehatan yang memadai dengan aman
tanpa memperberat keadaan penderita kesarana kesehatan yang memadai.
Seperti contohnya alat transportasi yang digunakan untuk memindahkan korban dari
lokasi bencana ke RS ataudari RS yang satuke RS yang lainnya. Pada setiap
alat transportasi minimal terdiri dari 2 orang paramedik dan 1 pengemudi (bila
memungkinkan ada 1 orang dokter).
1. Tujuan
Untuk memindahkan penderita/korban bencana dengan aman tanpa memperberat
keadaan penderita kesarana kesehatan yang memadai.
2. Jenis-jenis Transportasi
a. Transportasi gawat darurat
Setelah penderita diletakan diatas tandu (atau Long Spine Board bila diduga patah
tulang belakang) penderita dapat diangkut kerumah sakit. Sepanjang perjalanan
dilakukan Survey Primer. Resusitasi jika perlu mekanikan saat mengangkat tubuh
gawat darurat. Tulang yang paling kuat ditubuh manusia adalah tulang
panjang dan yang paling kuat diantaranya adalah tulang paha (femur). Otot-otot yang
beraksi pada tulang tersebut juga paling kuat.
Dengan demikian maka pengangkatan harus dilakukan dengan tenaga terutama
pada paha dan bukan dengan membungkuk angkatlah dengan paha, bukan dengan
punggung.
Panduan dalam mengangkat penderita gawat darurat :
1) Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita
47
2) Nilai beban yang akan di angkat secara bersama dan bila tak mampu jangan di
paksakan
3) Kedua kaki berjarak sebahu kita, satu kaki sedikit didepan kaki sedikit
sebelahnya
4) Berjongkok, jangan membungkuk, saat mengangkat
5) Tangan yang memegang menghadap kedepan
6) Tubuh sedekat mungkin ke beban yang akan di angkat. Bila terpaksa jarak
maksimal tangan dengan tubuh kita adalah 50 cm
7) Jangan memutar tubuh saat mengangkat
b. Transportasi Pasien Kritis :
Definisi: pasien kritis adalah pasien dengan disfungsi atau gagal pada satu atau
lebih system tubuh, tergantung pada penggunaan peralatan monitoring dan terapi.
Transport intra hospital pasien kritis harus mengikuti beberapa aturan, yaitu:
1) Koordinasi sebelum transport
Informasi bahwa area tempat pasien akan dipindahkan telah siap untuk
menerima pasien tersebut serta membuat rencana terapi. Dokter yang
bertugas harus menemani pasien dan komunikasi antar dokter dan perawat
juga harus terjalin mengenai situasi medis pasien. Tuliskan dalam rekam
medis kejadian yang berlamgsung selama transport dan evakuasi kondisi
pasien.
2) Profesional beserta dengan pasien
Profesional (dokter dan perawat) harus menemani pasien dalam kondisi
serius. Salah satu profesional adalah perawat yang bertugas, dengan
pengalaman CPR atau khusus terlatih pada transport pasien kondisi kritis.
Profesioanl kedua dapat dokter atau perawat. Seorang dokter harus
menemani pasien dengan instabilitas fisiologik dan pasien yang
membutuhkan urgent action
3) Peralatan untuk menunjang pasien
Transport monitor
Blood pressure reader
48
Sumber oksigen dengan kapasitas prediksi transport, dengan
tambahan cadanagan 30 menit.
Ventilator portable, dengankemampuanuntukmenentukan
volume/menit, pressure FiO2 of 100% and PEEP with
disconnection alarm and high airway pressure alarm.
Mesin suction dengan kateter suction
Obat dengan resusitasi : adrenaline, lignocaine, atropine, dan
sodium bicarbonat
Cairan intravena dan infus obat dengan syringe atau pompa infus
dengan baterai
Pengobatan tambahan sesuai dengan resep obat pasien tersebut
49
2) Pemindahan klien dari tempat tidur ke kursi
Perawat menjelaskan prosedur terlebih dahulu pada klien sebelum pemindahan.
Kursi ditempatkan dekat dengan tempat tidur dengan punggung kursi sejajar
dengan bagian kepala tempat tidur. Memindahan yang aman adalah prioritas
pertama, ketika memindahkan klien dari tempat tidur kekursi roda perawat harus
menggunakan mekanika tubuh yang tepat.
3) Pemindahan pasien ke posisi lateral atau prone ditempat tidur
a. Pindahkan pasien dari ke posisi yang berlawanan
b. Letakkan tangan pasien yang dekat dengan perawat ke dada dan tangan yang
jauh dari perawat, sedikit kedepan badan pasien
c. Letakan kaki pasien yang terjauhdenganperawatmenyilang di atas kaki yang
terdekat
d. Tempatkandiriperawatsedekatmungkindengan pasien
e. Tempatkantanganperawat di bokong dan bantu pasien
f. Tarik badan pasien
g. Beri bantal pada tempat yang diperlukan.
3. Prosedur Transport Pasien
a. Lakukan pemeriksaan menyeluruh
Pastikan bahwa pasien yang sadar bisa bernafas tanpa kesulitan setelah diletakan di
atas usungan. Jika pasien tidak sadar dan menggunakan alat bantu jalan nafas
(airway).
b. Amankan posisi tandu di dalam ambulans
Pastikan selalu bahwa pasien dalam posisi aman selama perjalanan kerumah sakit.
c. Posisikan dan amankan pasien
Selama pemindahan keambulans, pasien harus diamankan dengan kuat keusungan.
d. Pastikan pasien terikatdenganbaikdengantandu. Taliikatkeamanandigunakan
ketika pasien siap untuk dipindahkan keambulans, sesuai kan kekencangan tali
pengikat sehingga dapat menahan pasien dengan aman.
e. Persiapan jika timbul komplikasi pernafasan dan jantung
Jika kondisi pasien cenderung berkembang kearah henti jantung, letakkan spinal
board pendek atau papan RJP di bawah matras sebelum ambulans dijalankan.
50
f. Melonggarkan pakaian yang ketat
g. Periksa perbannya
h. Periksa bidainya
i. Naikkan keluarga atau teman dekat yang harus menemani pasien
j. Naikkan barang-barang pribadi
k. Tenangkan pasien
DAFTAR PUSTAKA
Perry &Potter .2006 . Fundamental Keperawatan Volume II .Indonesia :Penerbit Buku
Kedokteran EGC
John A Boswick, Ir., MD. Perawatan Gawat Darurat : Pene
SuparmiYulia, dkk .2008 . Panduan Praktik Keperawatan . Indonesia : PT Citra Aji Parama
Perry, Petterson, Potter. 2005. Keterampilan Prosedur Dasar. Indonesia. Penerbit Buku
Kedokteran: EGC.
51
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
“KESIAPSIAGAAN DALAM MENGHADAPI BENCANA KEBAKARAN”
DISUSUN OLEH:
DESI ROFIQO KHOIROTUN NISA
1714201128
DOSEN PEMBIMBING:
Ns. MAIDALIZA, M. Kep.
52
PRODI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERINTIS PADANG
T.A 2019/2020
A. LATAR BELAKANG
Bencana merupakan serangkaian kejadian atau peristiwa yang berdampak pada
masalah fisik maupun psikologis dan dapat menyebabkan kerusakan serius sehingga
mengganggu fungsi atau sistem pada komunitas dan sosial tertentu serta menimbulkan
kerugian pada manusia dan lingkungan (Peraturan Pemerintah RI, No.21 Tahun 2008).
Kota Bukittinggi secara geografis merupakan salah satu daerah yang rawan terkena
bencana, karena berada di patahan semangka dan sianok, sehingga menyebabkan banyak
nya terjadi bencana alam dan juga merupakan kota padat penduduk yang tidak menutup
kemungkinan terjadinya bencana non alam seperti kebakaran.
Berdasarkan data dari Dinas Kebakaran Bukittinggi jumlah kebakaran di Bukittinggi
dalam kurun waktu lima tahun terakhir mengalami peningkatan. Selain disebabkan
korsleting listrik, penyebab lain kebakaran adalah kelalaian masyarakat yang menyebabkan
kerugian mencapai milyaran rupiah.
53
Kebakaran yang terjadi di bukittinggi pada tahun 2014 tercatat sebanyak 98 kasus
dengan kerugian mencapai Rp. 4.491.000.000, pada tahun 2015 terjadi 112 kebakaran
dengan kerugian mencapai Rp. 1 milyar lebih, pada tahun 2016 terjadi 120 kasus dengan
kerugian mencapai Rp. 4,5 milyar, pada tahun 2017 terjadi 121 kasus kebakaran dengan
kerugian mencapai Rp. 4 miliyar lebih. Sedangkan pada tahun 2018 angka kejadian
kebakaran di Bukittinggi mengalami penurunan yang cukup drastic yaitu sebanyak 77
kejadian dengan kerugian mencapai Rp 315.677.950. Angka kejadian kebakaran ini tersebar
di setiap daerah di kota Bukittinggi.
Salah satunya adalah di RT 07 RW 02 Gulai Bancah yang dalam kurun waktu dua
tahun, telah mengalami dua kali kasus kebakaran dengan kerugian mencapai kurang lebih 50
– 100 juta per KK yang terkena dampak kebakaran.
B. RENCANA KEGIATAN
1. Masalah keperawatan
- Kesiapan untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana kebakaran
2. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan tentang kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana
kebakaran selama 1 x 30 menit masyarakat dapat memahami tentang kesiapsiagaan
sebelum terjadi bencana
3. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan selama 1x30 menit masyarakat mampu
menjelaskan kembali tentang:
a. Mengetahui apa yang dimaksud dengan definisi dari kebakaran
b. Mengetahui apa penyebab-penyebab kebakaran
c. Mengetahui apa klasifikasi kebakaran
d. Mengetahui apa peralatan pemadam kebakaran
e. Mengetahui tindakan yang harus dilakukan jika terjadi kebakaran
f. Mengetahui kesiapsiagaan saat terjadi kebakaran
g. Mengetahuitips mencegah kebakaran.
4. SASARAN
Masyarakat Keperawatan Gulai Bancah Bukittinggi
54
5. STRATEGI PELAKSANAAN
Hari dan Tanggal Pelaksanaan : Senin, 30 Maret 2020
Waktu : 30 menit
Tempat : Pelataran STIKes Perintis Padang
55
klasifikasi
kebakaran
d. Mengetahui apa
peralatan
pemadam
kebakaran
e. Mengetahui
tindakan yang
harus dilakukan
jika terjadi
kebakaran
f. Mengetahui
kesiapsiagaan
saat terjadi
kebakaran
g. Mengetahui tips
mencegah
kebakaran.
3. Penutup 5 menit Evaluasi: -Menjawab
Menanyakan pertanyaan dari
kepada peseta penyuluhan
tentang materi -Bertanya
yang telah -Mendengar
diberika Kan
Memberikan
kesempatan
kepada peserta
untuk bertanya
Menjawab
pertanyaan
yang diajukan
56
peserta
Terminasi : -Mendengar
Mengucapkan Kan
terimakasih atas -Menjawab
peran serta salam
peserta
Megucapkan
salam dan
terima kasih
57
b. Masyarakat antusias terhada materi penyuluhan
c. Masyarakat mengikuti jalannya penyuluhan sampai selesai
d. Masyarakat dapat mengulang materi yang diberikan d
e. Masyarakat mengajukan pertanyaan dan menjawab dengan benar
f. Masyarakat menjawab pertanyaan dengan benar
3. Evaluasi Hasil
a. 60% peserta aktif mendengarkan materi yang disampaikan
b. 20% peserta mengajukan pertanyaan mengenai materi yang diberikan.
c. Setelah penyuluhan diharapkan sekitar 80% peserta penyuluhan mampu mengerti
dan memahami penyuluhan yang diberikan sesuai dengan tujuan khusus.
58
LAMPIRAN 1
KEBAKARAN
A. Definisi
Kebakaran adalah api yang tidak dikehendaki, boleh jadi api itu kecil tetapi tidak
dikehendaki adalah termasuk kebakaran (Anonym),
Kebakaran adalah situasi dimana bangunan pada suatu tempat seperti
rumah/pemukiman, pabrik, pasar, gedung dan lain-lain dilanda api yang menimbulkan
korban dan/atau kerugian. (UU No. 24 Tahun 2007)
Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan di mana hutan dan lahan
dilanda api, sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan yang menimbulkan
kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan. Kebakaran hutan dan lahan seringkali
menyebabkan bencana asap yang dapat mengganggu aktivitas dan kesehatan masyarakat
sekitar. (UU No.24 Tahun 2007)
B. Penyebab Kebakaran
1) Terdapat bahan mudah terbakar
2) Membuang puntung rokok sembarangan
3) Bahaya listrik
59
Akibat penangganan listrik yang salah dapat menimbulkan panas dan kebakaran,
seperti misalnya :
60
Kebakaran karena sifat kelalaian manusia, seperti : kurangnya pengertian
pengetahuan penanggulangan bahaya kebakaran; kurang hati menggunakan alat
dan bahan yang dapat menimbulkan api; kurangnya kesadaran pribadi atau tidak
disiplin.
Kebakaran karena peristiwa alam, terutama berkenaan dengan cuaca, sinar
matahari, letusan gunung berapi, gempa bumi, petir, angin dan topan.
Kebakaran karena penyalaan sendiri, sering terjadi pada gudang bahan kimia di
mana bahan bereaksi dengan udara, air dan juga dengan bahan-bahan lainnya
yang mudah meledak atau terbakar.
Kebakaran karena kesengajaan untuk tujuan tertentu, misalnya sabotase, mencari
keuntungan ganti rugi klaim asuransi, hilangkan jejak kejahatan.
C. Klasifikasi Kebakaran
Berdasarkan Permenaker Nomor : 04/MEN/1980 penggolongan atau pengelompokan
jenis kebakaran yaitu :
Kebakaran kelas (tipe) A, yaitu kebakaran bahan padat kecuali logam, seperti :
kertas, kayu, tekstil, plastik, karet, busa dll. yang sejenis dengan itu.
Kebakaran kelas (tipe) B, yaitu kebakaran bahan cair atau gas yang mudah terbakar,
seperti : bensin, aspal,gemuk, minyak, alkohol, LPG dll. yang sejenis dengan itu.
Kebakaran kelas (tipe) C, yaitu kebakaran listrik yang bertegangan
Kebakaran kelas (tipe) D, yaitu kebakaran bahan logam, seperti : aluminium,
magnesium, kalium, dll. yang sejenis dengan itu
61
D. Peralatan Pemadam Kebakaran
Untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran perlu disediakan peralatan pemadam
kebakaran yang sesuai dan cocok untuk bahan yang mungkin terbakar di tempat yang
bersangkutan.
1. Perlengkapan dan alat pemadam kebakaran sederhana
Air, bahan alam yang melimpah, murah dan tidak ada akibat ikutan (side effect),
sehingga air paling banyak dipakai untuk memadamkan kebakaran. Persedian air
dilakukan dengan cadangan bak-bak air dekat daerah bahaya, alat yang diperlukan
berupa ember atau slang/pipa karet/plastik.
Pasir, bahan yang dapat menutup benda terbakar sehingga udara tidak masuk
sehingga api padam. Caranya dengan menimbunkan pada benda yang terbakar
menggunakan sekop atau ember.
2. APAR adalah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang untuk
memadamkan api pada awal terjadinya kebakaran. Tabung APAR harus diisi ulang
sesuai dengan jenis dan konstruksinya. Jenis APAR meliputi : jenis air (water), busa
(foam), serbuk kering (dry chemical) gas halon dan gas CO2, yang berfungsi untuk
menyelimuti benda terbakar dari oksigen di sekitar bahan terbakar sehingga suplai
oksigen terhenti. Zat keluar dari tabung karena dorongan gas bertekanan.
62
1. Periksa Pintu
Api dapat timbul dari balik pintu yang tertutup tanpa terlihat. Maka, hati –
hatilah dalam melewati pintu untuk menyelamatkan diri. Pastikan untuk memeriksa
setiap pintu sebelum membukanya, caranya dengan menempatkan punggung tangan
Anda pada permukaan pintu dan gagang pintu. Jika Anda merasa panas, jangan buka
pintu. Sebaliknya, temukan rute alternatif untuk melarikan diri, seperti jendela atau
melewati ruangan lainnya. Jika pintu ruangan tak terasa panas, buka pintu secara
perlahan-lahan dan pastikan tidak ada awan tebal asap sepanjang rute Anda melarikan
diri.
2. Beritahu Orang Lain
Segera beritahu orang lain di rumah jika tanda – tanda kebakaran terlihat di
rumah Anda, misalnya ada percikan api yang membersar. Jangan tunggu hingga
alarm pada detektor asap berbunyi. Saat api mulai membesar, usahakan untuk
bergerak keluar dan bukan mencoba untuk lari ke kamar atau ruangan lain dalam
rumah yang dipenuhi asap atau api.
3. Menelepon Pemadam Kebakaran
Jika Anda berhasil melarikan diri keluar rumah, mintalah tolong pada tetangga
Anda untuk menelepon pusat pemadam kebakaran. Nomor pemadam kebakaran
biasanya berbeda di beberapa wilayah di Indonesia. Pastikan Anda melakukan
panggilan darurat ke pemadam kebakaran ini saat Anda sudah berada di luar rumah,
dan bukan di dalam rumah. Untuk itu, penting untuk mengetahui nomer telepon
penting yang bisa dihubungi saat keadaan darurat melanda di rumah, seperti
kebakaran ini.
4. Biarkan hewan peliharaan dan barang-barang berharga tertinggal dan fokuslah untuk
menyelamatkan diri Anda
Jangan pernah menunda melarikan diri dari rumah yang terbakar demi mencari
dan mengambil barang-barang berharga atau hewan peliharaan yang Anda tidak tahu
pasti di mana lokasinya. Hal ini justru akan membahayakan keselamatan jiwa Anda.
Sebaiknya, segera keluar dari rumah tersebut, dan beritahukan pada petugas pemadam
kebakaran bahwa ada hewan peliharaan yang tertinggal dan perlu diselamatkan.
5. Berhenti dan berguling saat pakaian terkena api
63
Jika pakaian Anda terbakar, jangan berusaha berlari. Bila mungkin, lepas
pakaian Anda. Jika tidak mungkin untuk melepaskannya, segera padamkan apai
dengan berguling – guling di lantai untuk memadamkan api.
6. Berjalan merangkak atau merunduk, tidak berdiri
Asap dan panas bisa naik dengan cepat dan memasuki seluruh area dalam kamar.
Oleh karena itu, tetap berjalan dengan rendah dan sedikit merunduk atau bahkan
merangkan di tanah. Hal ini adalah cara paling aman untuk menjauhkan diri
kebakaran di rumah, terutama dari suhu tinggi api serta asap. Tetaplah berjalan
merunduk atau merangkak sampai Anda sukses melarikan diri dari rumah yang
terbakar.
7. Menutup wajah Anda
Menutup wajah dengan baju yang Anda kenakan atau dengan handuk basah
selama terjadi kebakaran rumah perlu dilakukan guna menghalau asap yang pekat
agar tak terhirup hidung. Dengan menutup rongga hidung dengan kain tersebut, hal
ini membantu mencegah asap memasuki paru-paru Anda. Sembari menutup wajah
atau hidup dengan kain, perlahan berjalanlah keluar.
8. Menutup pintu
Setelah Anda berhasil menerobos keluar dari ruangan, tutup pintu di belakang
Anda. Menutup pintu dapat mencegah api menyebar ke ruangan lain.
9. Tetap berada di luar
Setelah Anda berhasil keluar dari rumah, tetaplah menunggu di luar hingga api
benar – benar padam. Bahkan jika Anda meninggalkan hewan peliharaan atau barang-
barang di rumah, jangan pernah mencoba kembali masuk ke rumah. Beritahu petugas
kebakaran jika masih ada hewan peliharaan yang masih di rumah. Cukup beritahu
mereka di mana posisi hewan peliharaan Anda.
10. Berlindung di tempat pengungsian
Paska kebakaran, petugas setempat biasanya akan mempersiapkan tempat
pengungsian yang bisa digunakan untuk tempat tinggal sementara korban kebakaran.
Tetap di sana hingga semua anggota kelarga telah tiba dan dinyatakan kondisinya
dalam keadaan baik.
G. Tips Mencegah Kebakaran
64
Hindari meninggalkan puntung rokok
Jangan merokok sambil tiduran
Tidak membakar sampah di sembarang tempat
Memasang lampu dan lilin tempel di tempat yang aman
Menyalakan obat nyamuk di tempat aman
Bersihkan kompor minyak secara berkala
Tidak mengisi minyak saat kompor menyala
Dilarang menyimpan benda mudah terbakar dengan sumber api
Jangan tinggalkan kompor saat menyala
Periksa instalasi listrok secara berkala
Sambungan steker listrik tidak boleh menumpuk
DAFTAR PUSTAKA
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 145/MENKES/SK/I/2007 Tentang Pedomana Penanggulangan Bencana Bidang
Kesehatan.
Presiden Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007
Tentang Penanggulangan Bencana.
65
Anonym. strategi pencegahan, kawalan dan pekepasan http://www.scribd.com/4994877/Good-
huus-keeping
66