Bencana
Bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga
menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia maupun dari segi materi,
ekonomi, atau lingkungan dan melampaui batas kemampuan masyarakat yang bersangkutan
B. Manajemen Bencana
Menurut UU No. 24 Tahun 2007, Manajemen bencana adalah suatu proses dinamis,
dengan observasi dan analisis bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan
didesain untuk mengendalikan situasi bencana dan darurat untuk mempersiapkan kerangka
untuk membantu oang yang renta bencana untuk menghindari atau mengatasi dampak
bencana tersebut.
atau penetapan tujuan bersama dan nilai bersama (common value) untuk mendorong pihak-
pihak yang terlibat (partisipan) untuk menyusun rencana dan menghadapi baik bencana
dan
3. Mencapai pemulihan yang cepat dan efektif. Dengan demikian, siklus manajemen
mencegah kerugian karena bencana, bagaimana reaksi dilakukan selama dan segera
a. Fase Mitigasi: upaya memperkecil dampak negative bencana. Contoh: zonasi dan
c. Fase respon: upaya memperkecil kerusakan yang disebabkan oleh bencana. Contoh:
Keempat fase manajemen bencana tersebut tidak harus selalu ada, atau tidak secara
terpisah, atau tidak harus dilaksanakan dengan urutan seperrti tersebut diatas. Fase-fase
sering saling overlap dan lama berlangsungnya setiap fase tergantung pada kehebatan
atau besarnya kerusakan yang disebabkan oleh bencana itu. Dengan demikian, berkaitan
dengan penetuan tindakan di dalam setiap fase itu, kita perlu memahami karakteristik dari
fungsi pertama dan utama dalam manajemen bencana dan seringkali disebut
mekanisme manajemen bencana alamiah, ini terdiri dari keluarga, organisasi sosial
Yaitu organisasi yang sengaja dibentuk untuk tujuan manajemen bencana, contoh
Siklus manajemen bencana terbagi menjadi 3 tahapan atau fase, 3 tahap atau fase
Dalam fase pra bencana ini mencakup kegiatan, mitigasi, kesiapsagaan dan peringatan
dini.
a. Pencegahan (Prevention)
Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana jika mungkin dengan
c. Kesiapsiagaan (Preparedness)
bancana melalui pengorganisasian dan langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
tempat oleh lembaga yang berwenang atau upaya untuk memberikan tanda peringatan
Tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada
saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan . Ini
prasarana. Berikut beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap tanggap darurat,
diantaranya yaitu:
a. Pemulihan (Recovery)
b. Rehabilitasi (rehabilitation)
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat hingga tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan
sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
c. Rekonstruksi (reconstruction)
yang terencana dengan baik, konsisten dan berkelanjutan untuk membangun kembali
secara permanen semua prasarana, sarana dan sistem kelembagaan baik tingkat
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban dan
bangkitnya peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan
Bencana dapat disebabkan oleh kejadian alam (natural disaster) maupun oleh ulah
manusia (man-made dis aster). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan bencana antaralain :
1. Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia (man-madehazards)
(environmental degradation).
Bencana terdiri dari berbagai bentuk. UU No. 24 tahun 2007 mengelompokan bencana ke
1. Bencana alam
adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
2. Bencana non-alam
adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non-alam
yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
3. Bencana sosial
adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antar
a. Natural hazard. Ini adalah hazard karena proses alam yang manusia tidak atau sedikit
mengembangkan kebijakan yang sesuai, seperti tata ruang dan wilayah, prasyarat
bangunan, dan sebagainya. Natural hazard terdiri dari beragam bentuk seperti dapat
b. Human made hazard. Ini adalah hazard sebagai akibat aktivitas manusia yang
berbahaya, dan kegagalan infrastruktur. Bentuk dari hazard ini adalah polusi air dan
sehingga merusak sumber daya lingkungan dan keragaman hayati dan berakibat lebih
e. Conflict adalah hazard karena perilaku kelompok manusia pada kelompok yang lain
sehingga menimbulkan kekerasan dan kerusakan pada komunitas yang lebih luas.
yaitu 53,3 persen dari total kejadian bencana di Indonesia. Dari totalbencana
hidrometeorologi, yang paling sering terjadi adalah banjir (34,1 persen daritotal kejadian
bencana di Indonesia) diikuti oleh tanah longsor (16 persen). Meskipunfrekuensi kejadian
bencana geologi (gempa bumi, tsunami dan letusan gunung berapi)hanya 6,4 persen, bencana
ini telah menimbulkan kerusakan dan korban jiwa yangbesar, terutama akibat gempa bumi
yang diikuti tsunami di Provinsi NAD dan Sumuttanggal 26 Desember 2004 dan gempa bumi
besar yang melanda Pulau Nias, Sumut pada tanggal 28 Maret 2005.
C. Dampak Bencana
no.21 th.2008 bencana dapat mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
Dampak psikologis bencana secara umum pada masyarakat adalah kehilangan (loss),
separation, stress, dan trauma yang mempengaruhi cara coping dan behavioral outcome. Ada
seseorang/kelompok dalam lingkup bencana, dimana bencana tidak saja berdampak pada 1
1. Definisi Stress
berbahaya . Stress dapat timbul jika keinginan tidak terpenuhi. Lazarus (1976)
mengungkapkan stres bisa terjadi pada individu terdapat tuntutan yang melampaui
sumber daya yang dimiliki oleh individu untuk menyesuaikan diri. Hal ini berarti kondisi
stres terjadi bila terdapat ketidakseimbangan atau kesenjangan antara tuntutan dan
kemampuan. Sumber sress dapat berupa sesuatu yang kecil seperti yang biasa dialami
atau dapat juga sesuatu yang besar seperti perceraian, pengalaman bencana dll. Lazarus
(1976) mengunkapkan stress tidak hanya tergantung pada kondisi eksternal tapi juga
tergantung pada kerawanan konstitusional dari iindividu yang bersangkutan dan pada
Stress akibat bencana tidak hanya dialami oleh individu yang mengalami bencana
secara langsung , melainkan juga mereka yang berada di luar daerah bencana, khususnya
a. Mengalami kembali
benaknya
b. Mimpi buruk
c. Pembangkitan
sebuah peristiwa
2) kaku
3. Koping stress
Dalam menghadapi stress tentu dibutuhkan koping, strategi, atau cara yang digunakan
untuk berdamai dengan stresor (dalam Auerbach & Gramling, 1998). Koping harus
segera dilakukan agar stress yang dialami tidak berkepanjangan tanpa penyelesaian.
Folkman (dalam Resick, 2001) mengartikan koping sebagai perubahan pemikiran dan
perilaku yang digunkaan oleh seseorang dalam menghadapi tekanan dari luar maupun
dalam yang disebabkan oleh transaksi antara seseorang dengan lingkungannya yang
dinilai sebagai stresor. Koping ini nantinya akan terdiri dari upaya-upaya yang dilakukan
Sheridan dan Radmacher (1992) telah mengklarifikasikan koping ke dalam dua jenis
adalah suatu penanganan stres dengan cara mengurangi atau memecahkan masalah yang
menjadi sumber stres. Moos dan Billings (dalam Goldberger & Brezwitz, 1982)
memberikan contoh problem-focused coping yaitu mencari info atau saran , berbicara
dengan pasangan atau kerabat lainnya mengenai permasalahan yang dihadapi, atau dapat
berupa permintaan jenis pertolongan yang spesifik seperti meminjam uang. Sedangkan
diakibatkan oleh stressor, bisa dengan cara melihat sisi positif dari satu hal, mencari
hikmah dibalik kejadian atau bahkan tak jarang digunakan pengingkaran untuk
menenangkan hati. Penghindaran dan pengingkaran adalah cara yang umum digunakan
dalam emotion-focused coping. Penghindaran mengacu pada pemindahan diri dari situasi
yang menekan sedangkan pengingkaran meliputi melarikan diri dari stressor atau dapat
Cara individu untuk menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh
sumber daya individu yang meliputi kesehatan fisik / energi, keyakinan, keterampilan
menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting seperti keyakinan akan nasib yang
ekstrim seperti bencana sebagai kondisi yang abnormal yang mengakibatkan respon
berhubungan dengan cara orang berpikir, berperilaku dan berinteraksi dalam lingkungan
(Guttman, 2000). Bencana yang tak terduga, terjadi tiba-tiba, dan kerusakan yang luas
dipahami sebagai traumatis dan terkait dengan resiko tinggi gangguan psychological
(Bolin, 1989; Thoits, 1983). Yang paling sering terjadi adalah kondisi kehidupan yang
terganggu yang memerlukan periode panjang dalam pemulihan (Yates, 1992). Ada
studi menunjukkan bahwa gejala stres pasca trauma dan tingkat PTSD meningkat pada
kejadian bencana (Staab et al., 1999). Misalnya, orang yang menderita trauma akan
Tergantung pada beratnya dampak bencana , tingkat PTSD telah ditemukan bervariasi
dari sekitar 5 persen menjadi 22 persen (Green & Lindy, 1994) .Dalam beberapa tahun
terakhir, meningkat kesadaran akan dampak psikologis peristiwa bencana, post trauma
intervention telah menerima cukup perhatian. Model yang paling banyak digunakan
(Mitchell, 1983; Mitchell & Everly, 1996). Brifing digunakan sebagai intervensi
untuk berbagi pengalaman mereka dalam lingkungan dan mendukung akan mengurangi
morbiditas kronis dengan memfasilitasi coping responses lebih adaptif (Raphael &
Wilson, 2000). Hal ini tidak berarti bahwa bencana tidak memiliki dampak psikososial
yang signifikan. Hampir selalu menghasilkan aditif dan stressor interaktif yang dapat
berkontribusi untuk gejala bahaya gangguan psychological yang muncul dalam beberapa
minggu atau bulan setelah bencana. Namun, penting di sini untuk mengenal bahwa
tekanan psikologis lebih sering mencerminkan kesulitan dan sulitnya selama pemulihan
masyarakat adalah semua pengalaman yang mungkin dapat terjadi setelah bencana dan
benar-benar mungkin lebih signifikan, dari waktu ke waktu, dari paparan agen bencana
sendiri "(Flynn, 1999: 111). Penelitian telah menunjukkan bahwa ketegangan yang terkait
dengan memulihkan perumahan dan pola hidup berdampak pada kesejahteraan psikologis
akut dan berpotensi menimbulkan peristiwa trauma penelitian Parker dari Darwin siklon
menunjukkan tingkat awal disfungsi antara korban terkait dengan 'stres kematian' takut
minggu dikaitkan dengan kehilangan seperti stres karena ditinggal dan harta benda yang
hilang dan gangguan dukungan komunitas atau dukungan keluarga. Demikian pula, Lima
et al. (1997) menemukan bahwa tingkat distress tujuh bulan setelah Armero gunung
dengan kondisi hidup, dan perasaan tidak mempunyai apa-apa secara memadai
disediakan atau difasilitasi oleh pemerintah sehingga tidak berdambak terjadinya stress
pasca bencana.
Di antara yang paling rentan terhadap dampak terjadinya bencana alam adalah
kelompok dengan ekonomi rendah dan daerah pinggiran . Pengalaman AS, daerah yang
miskin secara ekonomi atau daerah yang kurang prioritas untuk bencana cenderung
kehilangan lebih banyak selama proses pemulihan dan rekonstruksi pasca bencana (Dash
et al, 1997;. Phillips , 1993). Rumah tangga dengan berpenghasilan rendah umumnya
resiko tinggi terjadinya kehilangan yang lebih besar . Dalam hal bencana, rumah tangga
ini tidak hanya menimbulkan kerugian secara proporsional lebih tinggi, termasuk
kerusakan perumahan, tetapi lambatnya proses pemulihan atau lambatnya dalam proses
memperbaiki rumah (Bolin, 1993). Hal ini cenderung terjadi karena pendapatan yang
lebih rendah, tabungan lebih sedikit, pengangguran yang lebih besar, dan kurang asuransi.
Tidak seperti rumah tangga kelas atas dan menengah ke atas atas yang dapat keuntungan
relokasi atau biaya konstruksi rumah, individu dengan pendapatan rendah mengalami
waktu yang lebih lama untuk pemulihan rumah (Comerio, 1998). Pengamatan serupa
telah dibuat untuk kelompok rentan lainnya. Sebagai contoh, orang tua memiliki
proporsional lebih banyak kehilangan dari orang yang lebih muda, tetapi mungkin
memiliki sumber daya sosial dan economi lebih sedikit dan lebih enggan untuk meminta
bantuan formal (Butcher & Dunn, 1989). Perempuan juga mengalami tingkat yang lebih
tinggi dari bahaya, tapi ini dikaitkan dengan pendidikan rendah, sumber daya pendapatan
yang terbatas, dan masalah kesehatan yang sudah ada (Shore et al. 1996). Brown dan
Harris (1993: 73) berpendapat bahwa perempuan kelas pekerja menjadi sangat rentan
terhadap tekanan psikologis setelah krisis. Hal ini berhubungan dengan kualitas
emotional relationships mereka, jumlah anak-anak di rumah dan apakah wanita itu
Pengalaman yang mengungsi dan kehilangan cara hidup untuk bencana dapat
traumatis bagi mereka yang juga harus berurusan dengan hilangnya keluarga dan teman-
teman. Tingkat kerusakan dapat menangkap orang-orang tidak siap dan meninggalkan
mereka pada kerugian tentang bagaimana untuk menangani dengan itu. Tanda-tanda dan
gejala trauma dapat terus lama setelah bencana berakhir, ketika korban telah dimukimkan
kembali ke tempat yang lebih aman. Secara garis besar, ada tiga tanda-tanda umum yang
berkonsentrasi, karena mereka terganggu oleh pikiran berulang atau gambar dari
peristiwa traumatik. Mereka mungkin merasa dan bertindak gelisah atau tertekan bila
mereka berbicara tentang peristiwa masa lalu seolah-olah itu masih terjadi di masa
sekarang, seolah-olah mereka melihatnya dari dekat dan tepat di depan mata mereka.
Pada anak-anak, reexperiencing mungkin datang dalam bentuk mimpi buruk persisten
yang tidak dapat dijelaskan dan hari mengompol setelah acara telah terjadi, atau
terus-menerus, keluhan fisik yang tidak dapat dijelaskan (seperti sakit perut, pusing,
dan sakit kepala yang tidak dapat dikaitkan dengan penyebab fisik).
untuk menutup bahkan pengingat paling terpencil insiden traumatis. Mereka mungkin
kembali perasaan tertekan tentang acara tersebut. Mereka mungkin berusaha keras
untuk menghindari berbicara tentang insiden itu, atau bahkan berpikir tentang hal itu.
Banyak menjadi ditarik secara sosial. Secara fisik, mereka mungkin mulai merasa
mati rasa atas sebagian atau seluruh tubuh mereka setiap kali kenangan dari peristiwa
traumatis muncul kembali. Beberapa bahkan mungkin tidak mampu mengingat apa
yang terjadi, atau mereka mungkin lupa bahwa mereka pergi melalui pengalaman
sama sekali.
c. Menjadi menerus cemas dan / atau mudah gelisah. Kondisi ini, juga dikenal sebagai
hyper-arousal, menghasilkan orang yang mudah terkejut dan sering merespon dengan
cara yang berlebihan (misalnya, tiba-tiba melarikan diri saat mendengar sesuatu yang
tidak bisa tidur atau tetap tertidur. Mereka mungkin lebih mudah marah dibandingkan
perubahan suasana hati biasa dan tampilan atau misbehaviors yang tidak khas. Anak-
anak mungkin melekat pada orang tua mereka, menolak untuk pergi ke sekolah, dan
7. Assesment
pasca bencana. Untuk itu diperlukan informasi yang akurat tentang kondisi kesehatan
mental masyarakat yang terkena bencana beserta faktor yang mempengaruhi gangguan
a. Rapid Assesment
dasar korban bencana, mulai dari pemenuhan kebutuhan fisiologis, aman nyaman,
d. Initial assessment
e. Secondary assessment
Provokatif, mengancam
Tidak tepat dalam berpakaian (misalnya, celana pendek di musim dingin)
Tingkat kesadaran
Tingkat gangguan
Sturred, gagap
Peningkatan, Ioud
Penurunan, lembut
Ditekan
Apakah suasana hati pasien ditandai dengan salah satu dari berikut?
Tertekan
Euphoric
Manic
labil
Cemas
Membenci
Penurunan Intelectual
Berpikir teratur
Flight of ideas
Pelonggaran asosiasi
Pemikiran tangensial
Blocking
Delusi
Disorientasi
Halusinasi
(wawasan)
Jangan berdebat dengan pasien atau mencoba untuk berbicara dari bagaimana
perasaan mereka
mengontrol diri sendiri dan melakukan kontak dengan dunia luar secara realita.
Perhatian yang paling utama pada pelayanan emergensi tidak spesifik pada
penyebab atau penampilan luar tetapi lebih pada evaluasi tingkat disfungsi dan
hilangnya secara luas kontak dengan realita. Treatmen melibatkan terapi yang
segera untuk mengurangi distres akut dan membantu pasien menciptakan kembali
sebuah pikiran dalam mengontrol diri sendiri. Untuk mencapai keadaan ini, dapat
Beberapa hal yang dapat dilakukan pada pasien pasien yang mengalami
sebagai perseorangan
i) Bersikap jujur
perasaan pasien
8. Intervensi PTSD
Terdapat 2 penyebab utama yang memicu PTSD yaitu dari aspek biologis dan
psikososial. Ditinjau dari aspek biologis, PTSD terjadi karena terdapat gangguan di otak,
tersebut bila dilahat secara anatomi terdapat hipokampus dan amigdala yang terjadi
gangguan (Schiraldi, 2009). Selain itu pada penderita PTSD juga mengalami derajat
hormon stress yang tidak normal. Penelitian menunjukkan bahwa individu dengan PTSD
memiliki hormn kortisol yang rendah jika dibandingan dengan pasien yang normal dan
hormn epinefrin dan norepinefrin dalam jumlah yang lebih dari rata-rata. Ketiga hormon
tersebut berperan penting dalam menciptakan respon “flight or fight terhadap situasi stres
(PTSD support service, 2009). Penyebab yang kedua dar sspek psikosial yaitu
pengalaman hidup yang dialami oleh seserang sepanjang hidupnya juga merupakan salah
satu penyebab terjadinya PTSD. Pengalaman hidup ini mencangkup pengalaman yang
dialami dari masa kecil samapi dengan dewasa. Selain pengalaman hidup yang dialami,
jumlah dan tingkat keparahan peristiwa traumatik yang dialami oleh individu tersebut
juga memberikan pengaruh (Mayo Clinic, 2009). Smith dan Segal (2005) menyebutkan
peristiwa traumatik yang dapat mengarah kepada munculnya PTSD termasuk perang,
Ada 3 kelompok tanda dan gejala PTSD berdasarkan APA (2000), yaitu :
Merasakan kembali kejadian traumatis dalam berbgai cara dan hal ini terjadi terus
menerus dan menetap. Menurut yehuda (2002), bahwa tanda dan gejala pada kelompoj
ini merupakan perwujudan dari kenangan tentang insiden yang tidak diinginkan,
muncul dalam bentuk bayangan atau imajinasi yang mengganggu, mimpi buruk dan
kembali (flasback).
traumatik tersebut.
5) Terjadi respok fisikal, seperti jantung berdetang kencang atau berkeringat ketika
Tanda dan gejala PTSD menurut kelompk ini meliputi penurunan respon individu
secara umum dan perilaku menghindar yang menetap terhadap segala hal yang
mengingatkan klien terhadap trauma. Tanda dan gejala pada kelompok ini adalah:
berharap untuk dapat kembali mengalami hidup dengan normal, emnikah, dan
memiliki akris
fisilgis tubuh, yang akan timbul pada saat tubuh sedang istirahat. Hal ini terjadi sebagai
akibat dari reaksi yang berlebihan terhadapt stresor baik secara langsung atau tidak
yang merupakan lanjutan atau sisa-sisa dari trauma yang dirasakan. Tanda dan gejala
setiap sudut.
Seorang dikatakan menderita PTSD jika memebuhi kriteria berikut ini dalam waktu
Menurut APA (2000) dan Ross (1999) jenis-jenis PTSD terbagi atas tiga, yaitu:
1) PTSD akut
PTSD dikatakan akut tanda dan gejala PTSD berakhir dalam kurun waktu satu
fungsinya. Jadi rentang waktunya adalah 1-3 bulan dan jika dalam waktu lebih
dari satu bulan, individu tersebut masih merasakan tanda dan gejala PTSD dalam
skala berat, itu tandanya dia harus segera menghubungi pelayanan kesehatan
terdekat. 2) PTSD kronik, PTSD kronik timbul jika tanda dan gejalanya
berlangsung lebih dari 3 bulan. Jika sudah terdiagnosa dengan pTSD ada baiknya
segera menghubungi pelayanan kesehatan, karena jika tidak ada treatment yang
dilakukan makan tidak ada perubahan ke arah yang lebih baik. 3) PTSD With
Delayed Onset, walaupun sebenarynya tanda dan gejala PTSD muncul pada saat
setelah trauma, ada kalanya tanda dan gejalanya baru muncul minimal enam bulan
PTSD merupakan salah satu dari gangguan kecemasan, oleh karena itu tindakan untuk
mengatasi PTSD hampir sama dengan cara untuk mengatasi kecemasan, yaitu:
a. Tindakan medis
daignose medis post-traumatic stress disorder (APA, 2000). Jenis pengobatan yang
1) SSRI antidepressant
Ada lima SSRI yang bisa digunakan :Zoloft (sertraline), Paxil (paroxetine),
2) Antidepresan lain yang bisa digunakan jika SSRI antidepresan tidak efektif
Effexor (venlafazine).
3) Antidepresant Trisiklik
(Evavil).
4) Antiansietas
Benzodiazepine adalah obat yang digunakan untuk mengurangi ansietas,
b. Tindakan Keperawatan
Pengkajian untuk klien dengan PTSD meliputi empet aspek yang akan
bereaksi terhadap stress akibat pengalaman traumatis, yaitu (Cook & Fontaine,
2005) :
dalam keadaan yang seperti apa klien mengalami kembali trauma yang
b) Pengkajian afektif (affective assessment), berapa lama waktu dalam satu hari
klien merasakan ketegangan dan perasaan ingin cepat marah, apakah klien
berkaitan dengan trauma, tipe aktivitas yang disukai untuk dilakukan, apa saja
dalam hal konsentrasi, kesulitan dalam hal memori, berapa frekuensi dalam
satu hari tentang pikiran yang berulang yang berkaitan dengan trauma ,
apakah klien bisa mengontrol pikiran-pikiran berulang tersebut , mimpi buruk
klien yang menjauh dari mereka ,pola komunikasi antara klien dengan
keluarga dan teman, apa yang terjadi jika klien kehilangan keluarganya, dan
tersebut.
2) Intervensi keperawatan
umum pada masalah keperawatan PTSD adalah agar individu mampu mengatasi
stresor yang ada dengan semua kemampuan yang dia memiliki. Tindakan yang
bisa dilakukan adalah membantu klien mengurangi melakukan perasaan diri atau
dlam kehidupan, mebantu dalam hal fokus terhadap kebutuhan, membantu dalam
hal fokus terhadap kebutuhan, masalah atau perasaa klien dan orang-orang
c. Terapi Psikososial
Ada beberapa intervensi lanjut yang bisa diterapkan untuk mengatasi masalag
PTSD. Menurut pendapat para ahli, prakti intervensi lanjut untuk mengatsi PTSD
diantaranya: exposure therapy, trauma-fokused cgnitive-behavioral therapy, EMDR