A. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasillitas yang bersifat
musyawawarah, guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat, agar
mampu mengidentifikasi masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki,
merencanakan dan melakuakan penyelesaan dengan memanfaatkan potensi
masyarakat setempat. Pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai suatu proses yang
membangun manusia atau masyarakat melalui pengemabangan kemampuan
masyarakat, perubahan perilaku masyarakat dan pengoraganisasian masyarakat.
(Adventina, 2021).
B. Kesiapsiagaan menghadapi bencana
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No 24 Tahun 2007 kesiapsiagaan
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna
(Pemerintah Republik Indonesia, 2007).
Kesiapsiagaan menghadapi bencana dapat disebut sebagai semua tindakan yang
dilakukan untuk mempersiapkan diri sebelumnya, yang bertujuan untuk mengurangi
dampak dari kemungkinan bencana (Osti and Miyake, 2011). Latihan mempunyai
peran penting dalam meningkatkan uapaya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.
Ada tiga tahapan yaitu:
1) Bertahap
Berati kesiapsiagaan menghadapi bencana dilakukan dari tahapa awal analisis
kebutuhan, perencanaa, persiapan, dan pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi.
2) Berjenjang
Berati latihan dilakukan dari tingkat kompleksitas paling dasar, yakni sosialisasi,
hingga kompleks paling tinggi, yakni latihan terpadu / gladi lapangan. Semua
latihan kesiapsiagaan dimaksudkan untuk meningkatakn kapasitas pemangku
kepentingan, mulai dari meningkatkan pengetahuan, hingga sikap dan
keterampilan dalam menjalankan fungis dan tanggung jawab ssat situasi darurat.
3) Berkelanjutan
Berati latihan dilakukan secara terus menerus dan teratur. Kegiatan latihan
kesiapsiagaan dapat dilakukan secara rutin, trutama di Kota/Kabupaten dengan
risiko bencana yang tinggi, dan dilakukan minimal 1 tahun sekali.
1) Tahapan prevention
Masayarakat menyusun rencana terhadap adanya potensi bencana
2) Tahapan preparedness
Kesiapaan individu dan keluarga meliputi pelatihan first aid, mempersiapkan
emergency preparedness kit (tas siaga bencana), mendirikan tempat pertemuan
yang telah ditentukan yang hauh dari rumah, dan membuat rencana komunikasi
dalam keluarga.
3) Tahap respons
Tahap tanggap bencana dimulai segera setelah kejadian bencana terjadi. Rencana
kesiapsiagaan masyarakat tnag telah dikembangkan dimulai. Jika bencana terjadi,
orang-orang harus tetap tenang dan bersabar, mengikuti nasihat dari pejabat
darurat setempat, dan mendengarkan berita dan instruksi dari radio atau televisi.
Jika ada yang terluka, seseorang harus mematikan peralatan yang rusak,
mengamankan hewan peliharaan, menghubungi keluarga lain, dan memeriksa
tatangga, terutama orang tua atau oarang cacat.
C. Perencanaan penanggulangan bencana
1. Defenisi
Menurut Merriam-Webster Dictionary, bencana berarti sesuatu yang terjadi secara
tiba-tiba dan menimbulkan banyak penderitaan atau kerugian bagi orang banyak:
sesuatu yang mempunyai akibat atau berakibat yang sangat buruk. Hal ini sejalan
dengan Asian Disaster Preparedness Center (ADPC) yang mendefinisikan
bencana sebagai gangguan serius terhadap fungsi masyarakat; menyebabkan
kerugian kepada manusia, harta benda atau lingkungan yang luas, serta melebihi
kemampuan sumber daya masyarakat yang terkena dampak untuk mengatasi
sendiri masalahnya (Ali et al., 2019). Sedangkan Undang-Undang RI nomor 24
tahun 2007. bencana mendefinisikan sebagai kejadian atau rangkaian kejadian
yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan mata pencaharian akibat faktor
alam dan/atau faktor non alam dan faktor manusia schingga menimbulkan korban
jiwa, dampak psikologis, kerusakan lingkungan dan kerugian harta benda.
2. Tahapan bencana
Tahapan Bencana Secara umum tahapan bencana disebut sebagai "disaster
continuum" atau siklus manajemen bencana. Tahapan ini digambarkan dengan
tiga fase utama: sebelum bencana (pre impact), selama bencana (impact) dan
setelah bencana (post impact) dengan suatu garis waktu bencana. Tindakan yang
dilakukan selama ketiga fase ini akan memengaruhi tingkat kesakitan, cedera dan
kematian yang terjadi. Siklus dari program manajemen bencana meliputi
kesiapsiagaan (preparedness), mitigasi, tanggap darurat (response), pemulihan
(recovery) dan evaluasi (Veenema, 2019).
a. Kesiapsiagaan (preparedness)
mengacu pada upaya perencanaan proaktif yang dirancang untuk menyusun
respons sebelum terjadi bencana. Perencanaan bencana mencakup evaluasi
potensi kerentanan (penilaian risiko) dan kecenderungan terjadinya bencana.
Peringatan (juga dikenal sebagai "prakiraan" yang mengacu pada peristiwa
pemantauan untuk mencari indikator dengan memprediksi lokasi, waktu, dan
besarnya bencana di masa depan.
b. Mitigasi
Mitigasi meliputi tindakan yang diambil untuk mengurangi efek bahaya
dengan mencoba membatasi dampak suatu bencana terhadap kesehatan
manusia, fungsi masyarakat, infrastruktur dan kondisi ekonomi. Mitigasi
dianggap sebagai tindakan pencegahan untuk mengurangi dampak jika terjadi
bencana. Pencegahan mencakup berbagai kegiatan, seperti upaya untuk
mencegah terjadi bencana, atau tindakan apa pun yang diambil untuk
mencegah penyakit lebih lanjut, kecacatan, atau kematian. Mitigasi
membutuhkan pemikiran ke depan, perencanaan, dan implementasi tindakan
sebelum insiden bencana terjadi.
c. Tanggap darurat (response)
merupakan implementasi sebenamya dari perencanaan bencana yang
penyelenggaraan kegiatan digunakan untuk menangani peristiwa tersebut.
Secara umum, manajemen tanggap darurat telah diatur kegiatannya pada
berbagai sektor, seperti pemadam kebakaran, kepolisian, bagian bahan
berbahaya (hazmat), dan pelayanan gawat danurat. Tanggap darurat berfokus
terutama pada bantuan darurat: menyelamatkan nyawa, memberikan
pertolongan pertama, meminimalkan dan memulihkan sistem atau jalur yang
nusak seperti komunikasi dan transportasi, memberikan perawatan dan
kebutuhan hidup dasar bagi para korban (berupa makanan, air, dan tempat
tinggal). Rencana tanggap darurat berhasil jika jelas dan spesifik. mudah
dipahami, dipraktekkan secara rutin, dan diperbanui sesuai kebutuhan.
Kegiatan tanggap darurat terus dievaluasi dan disesuaikan dengan situasi yang
berubah.
d. Pemulihan (recovery)
berfokus pada menstabilkan dan mengembalikan komunitas (atau organisasi)
ke situasi normal (status sebelum terjadi bencana). Kegiatan dapat berupa
membangun kembali bangunan yang nusak dan memperbaiki infrastruktur,
hingga merelokasi penduduk dan melakukan intervensi keschatan mental
terhadap trauma bencana. Rehabilitasi dan rekonstruksi melibatkan berbagai
kegiatan untuk memperbaiki dampak jangka panjang bencana terhadap
masyarakat dan membangun kembali semua fasilitas atau sarana yang ada
pada wilayah pasca-bencana.
e. Evaluasi
Evaluasi adalah fase perencanaan dan tanggap darurat bencana yang paling
tidak mendapat perhatian. Setelah bencana, perlu dilakukan evaluasi untuk
menentukan tindakan yang berhasil, tindakan yang tidak berhasil, masalah,
isu, dan tantangan spesifik yang perlu diidentifikasi. Perencanaan manajemen
bencana perlu didasarkan pada bukti empiris yang berasal dari bencana
sebelumnya.
3. Prinsip Penanggulangan Bencana
Perencanaan penanggulangan bencana adalah tanggung jawab dan kemampuan
negara untuk mengelola semua jenis keadaan darurat dan bencana dengan
mengkoordinasikan tindakan berbagai lembaga (Tiefenbacher, 2013). Undang-
Undang RI nomor 24 tahun 2007 mendefinisikan manajemen bencana merupakan
segala upaya atau kegiatan yang dilaksanakan untuk pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, tanggap darurat serta pemulihan yang berhubungan dengan
bencana dan dilakukan pada saat sebelum, selama dan setelah bencana.
Perencanaan penanggulangan bencana yang efektif diharapkan dapat mengatasi
masalah potensial yang ditimbulkan oleh bencana, mulai dari insiden korban
massal akibat tabrakan kendaraan bemotor, kerusakan akibat banjir atau gempa
bumi hingga korban jiwa akibat konflik bersenjata atau aksi terorisme.
Perencanaan penanggulangan bencana memiliki cakupan yang luas dan
melibatkan kerjasama lintas sektoral, pengkajian risiko bencana, manajemen dan
pemulihan bencana. Perhatian publik seringkali terfokus pada korban jiwa namun
perlu mempertimbangkan faktor lain ketika menyusun dan mengembangkan
perencanaan penanggulangan bencana.
Masalah atau tantangan yang perlu diperhatikan dalam perencanaan
penanggulangan bencana sebagai berikut (Veenema, 2019):
1) Antisipasi masalah komunikasi
2) Atasi masalah operasional yang berhubungan dengan triase, transportasi dan
evakuasi
3) Akomodasi pengelolaan pada lokasi bencana yang mencakup keamanan dan
distribusi sumber daya
4) Terapkan sistem peringatan dini dan tingkatkan efektivitas sistem pengiriman
pesan bencana
5) Tingkatkan koordinasi upaya pencarian dan penyelamatan korban bencana
6) Lakukan triase yang efektif (prioritas pada perawatan dan transportasi korban)
7) Terapkan perlakuan yang sama dan adil terhadap distribusi pasien ke rumah
sakit
8) Lakukan identifikasi dan pelacakan korban
9) Atasi kerusakan infrastruktur pelayanan kesehatan
10) Kelola relawan, donasi dan sumber daya yang lain dengan baik
11) Cepat tanggap terhadap respon yang mengganggu perencanaan
12) Hadapi penolakan terhadap kegiatan perencanaan
D. Siklus Penanggulangan Bencana
Siklus penanggulangan bencana dibagi menjadi 3 periode, yaitu:
1) Prabencana
pencegahan lebih difokuskan, kesiapsiagaan level medium. 2.
2) Bencana
Pada saat kejadian/krisis, tanggap darurat menjadi kegiatan terpenting.
3) Pascabencana
Pemulihan dan rekonstruksi menjadi proses terpenting setelah bencana.
Hutapea, Adventina Delima. Dkk. (2021). Keperawatan Bencana. Jakarta: Yayasan Kita
Menulis