GANGGUAN PERNAFASAN
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah keperawatan menjelang ajal dan paliatif
Disusun oleh :
Kelompok 2
ADINDA MUTIA
DEVIRA NURKHOLIS
DIANA RAHMAWATI
REZA BUNGA
SRI AGUSTINA
2019
LEMBAR
PENILAIAN TUGAS
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas Mata kuliah Keperawatan menjelang ajal dan paliatif yang
berjudul ” Asuhan paliatif pada pasien terminal dengan masalah gangguan pernafasan”
Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada dosen Mata Kuliah
Keperawatan menjelang ajal dan paliatif yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Keberhasilan kami dalam menyelesaikan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
dan masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu, kami mengharapkan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tuuan
Menjelaskan asuhan paliatif pada pasien terminal dengan masalah gangguan pernafasan.
1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu memahami asuhan paliatif pada pasien terminal dengan masalah
gangguan pernafasan.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM PERNAFASAN
A. DEFINISI
Pernafasan adalah proses pertukaran gas yang berasal dari mahkluk hidup
dengan gas yang ada di lingkungannya.
4. Nyeri
5. Masalah neuromuskuler
6. Masalah jantung
1. Riwayat Kesehatan :
1) Batuk
3) Dispnea
4) Hemoptisis
5) Chest pain
b. Riwayat Kesehatan masa lalu
1) Riwayat merokok.
3) Alergi.
4) Tempat tinggal.
Palpasi dimulai dengan memeriksa telapak tangan, jari, leher, dada dan abdomen.
Jari tabuh atau clubbing of finger bisa didapatkan pada pasien dengan kanker paru,
abses paru, empisema dan bronkiektasis. Tekanan vena jugularis (JVP) diperlukan
untuk mengetahui tekanan pada atrium kanan. Pemeriksaan leher bertujuan untuk
menentukan apakah trachea tetap di tengah ataukah bergeser ke samping, apakah
ada penonjolan nodus limfe. Pemeriksaan palpasi dada akan memberikan informasi
tentang penonjolan di dinding dada, nyeri tekan, gerakan pernafasan yang simetris,
derajat ekspansi dada, dan untuk menentukan taktil vocal fremitus. Pemeriksaan
gerak dada dilakukan dengan cara meletakkan kedua telapak tangan secara simetris
pada punggung. Kedua ibu jari diletakkan di samping linea vertebralis, lalu pasien
diminta inspirasi dalam. Jika gerakan dada tidak simetris, jarak ibu jari kanan dan
kiri akan berbeda. (Darmanto, 2009)
c. Perkusi
Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmonary, organ yang ada
disekitarnya, dan pengembangan (ekskursi) diafragma. Jenis suara perkusi ada dua
jenis, yaitu normal dan abnormal. (Muttaqin Arif, ____)
1) Suara Normal
Resonan (Sonor): dihasilkan pada jaringan paru normal umumnya bergaung
dan bernada rendah.
Dullness : dihasilkan di atas bagian jantung atau paru-paru
Tympany: dihasilkan di atas perut yang berisi udara umumnya bersifat musical
2) Suara Abnormal
Hiperresonan : bergaung lebih rendah dan timbul pada bagian paru yang
abnormal berisi udara
Flatness : nadanya lebih tinggi dari dullness dan dapat didengar pada perkusi
daerah paha, dimana seluruh areanya berisi jaringan.
d. Auskultasi
Auskultasi merupakan pengkajian yang sangat bermakna mencakup mendengarkan
suara napas normal dan suara napas tambahan (abnormal). Suara napas normal
dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan napas dari laring ke alveoli dan
bersifat bersih.
1) Suara normal
Bronkial : suaranya terdengar keras, nyaring, dan hembusannya lembut. Fase
ekspirasinya lebih lama daripada inspirasi dan tidak ada jeda di antara
keduanya.
Bronkovesikular : gabungan suara napas bronkial dan vesicular. Suaranya
terdengar nyaring dan intensitasnnya sedang. Inspirasi dan ekspirasi sama
panjangnya.
Vesikular : terdengar lembut, halus, dan seperti angina sepoi-sepoi. Inspirasi
lebih panjang dari ekaspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.
2) Suara abnormal
Wheezing : terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter suara
nyaring, musical, suara terus menerus.
Ronchi : Terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, suaranya terdengar
pelan, nyaring, dan suara mengorok terus-menerus. Berhubungan dengan
produksi sputum.
Pleural friction rub : terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara
kasar, berciut, dan suara seperti gesekan akibat dari inflamasi daerah pleura.
Pasien akan mengalami nyeri saat bernafas.
Crackles dibagi menjadi dua yaitu Crackles halus dan kasar.
- Fokus pengkajian masalah dyspnea pasien paliatif meliputi :
1.Sensation
2.Timing
3.Perception
4.Distress
5.Response
6. Reporting
D. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL,SPIRITUAL
1) Pengkajian psikososial meliputi kajian tentang aspek kebiasaan hidup
pasien yang secara signifikan berpengaruh terhadap fungsi respirasi.
Beberapa kondisi respiratori timbual akibat stress,penyakit pernafasan
kronis dapat menyebabkan perubahan dalam peran keluarga dan
hubungan dengan orang lain,isolasi sosial,masalah keinginan,pekerjaan
atau ketidakmampua. Dengan mendiskusikan mekanisme
pengobatan,perawat dapat mengkaji reaksi pasien terhadap masalah
stress psikososial dan mencari jalan keluarnya.
instrument yang valid dan reliabel untuk mengukur dan menilai tanda-tanda yang
konsisten ditemukan pada saat dyspnea terjadi, intensitas dan respon terhadap
pengobatan terutama yang tidak mampu melaporkan sendiri mengenai kondisi
dyspnea yang dialaminya ( Pantilat, Anderson, Gonzales dan Widera, 2015).
The RDOS adalah instrumen yang menggunakan skala ordinal pada 8 variabel
yang digunakan untuk menilai derajat dyspnea. Setiap variabel dinlai dari skor 0
sampai 2, lalu seluruh skor dari total untuk menentukan derajat dyspnea. Semakin
tinggi skor dari hasil pengukuran mengindetifikasi makin tinggi pula intensitas
distress pernafasan yang dialami pasien. The RDOS dapat diaplikasikan pada semua
kasus pasien yang memiliki resiko terjadinya distress pernafasan yang mana pasien
tersebut tidak mampu melaporkan kondisi dyspneanya secara akurat termasuk pasien
yang sedang mendapatkan intervensi ventilasi mekanik baik secara
0 1 2
Denyut nadi per menit < 90 x/mnt 90 – 109 x/mnt ≥ 110 x/mnt
3. RDOS tidak dapat digunakan bila pasien mengalami paralisis atau pasien yang
mendapatkan obat agen penghambat neuromuscular.
4. Hitung frekuensi denyut nadi dan pernafasan dalam satu menit, bila perlu lakukan
secara auskultasi.
5. Suara mendengkur kemungkinan dapat pula didengar melalui auskultasi pada pasien
yang dilakukan intubasi.
Dyspnea serupa dengan nyeri, dimana hanya dapat dirasakan oleh pasien. Pengkajian
yang adekuat haruslah berdasarkan pada laporan pasien terhadap kondisi dyspnea yang
dialaminya, selama pengkajian perawat harus memberikan kesempatan yang cukup pada
pasien untuk menceritakan tentang perasaanya terkait dyspnea yang dialaminya . hal tersebut
selain untuk menggali informasi lebih detail juga perlu diperhatikan saat pasien menceritakan
kondisi dispneanya, karena beberpa pasien justru merasakan kondisi pernafasan semakin
memburuk disaat menyampaikan dyspnea yang dirasakan. Beberapa penyebab dyspnea yang
diidentifikasi antara lain sebagai berikut ;
Respiratory/pernafasan
Fibrosis
Cardiac/jantung
Anemia
Kakeksia
Dibawah ini ada beberapa instrument lain yang dapat digunakan untuk mengukur atau
mengkaji status keparahan dyspnea pasien dengan masalah gangguan pernafasan, yaitu :
Skala ini telah digunakan sejak tahun 1956, mampu memprediksi resiko kematian
beberapa penyakit namun tidak sensitive terhadap perubahan kecil antar individu.
Berikut tools untuk pengukuran derajat sesaknya
2. Skala borg yang dimodifikasi ( Modified Borg Dyspnea Scale )
Skala ini berupa garis vertical yang diberi nilai 0 sampai 10 dan tiap nilainya
mempunyai deskripsi verbal untuk membantu penderita mengungkapkan derajat
sesaknya dari ringan sampai berat. Skala ini dapat diterapkan pada penderita penyakit
kardiopulmonal serta untuk parameter statistic. Berikut tools n
3. Visual Analog Scale (VAS)
Digunakan untuk menilai dyspnea selama uji latih. Caranya pasie diminta
memberikan penilaian tentang sesaknya dengan cara menandai garis vertical atau
horizontal yang panjangnya 10 cm sesuai dengan intensitas sesaknya, derajat 0 untuk
tidak sesak sama sekali sampai derajat 10 untuk sesak berat. Skala ini paling sering
digunakan karena pemakaiannya sederhana.
Derajat 2 Sesak saat menaiki tangga secara tergesa gesa atau saat mendaki
bukit kecil
Derajat 5 Terlalu sesak untuk keluar rumah atau sesak menggunakan atau
melepas pakaian.
F. PENATALAKSANAAN
1. Non farmakologi
7. Drainase postural
8. Terapi komplementer
2. Farmakologi
Terapi farmakologi yang diberikan yaitu :
Opioid
o Dyspnea ringan
Hidrokodon , 5 mg tiap 4 jam
o Dyspnea berat
Morfin 5 mg po; titrasi dosis tiap 4 jam
Bronkodilator
G. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Ketidakefektifan pola nafas
3. Gangguan pertukaran gas
4. Fungsi pernafasan, resiko ketidakefektifan
5. Disfungsi respon penyapihan ventilator
21
BAB III
PENUTUP
1.1 Simpulan
Sistem pernafasan adalah salah satu sistem yang berperan vital dalam tubuh manusia,
sistem pernafasan berfungsi untuk pertukaran udara yang mengandung oksigen dan
karbondioksida, yang kemudian akan diteruskan oleh sistem kardiovaskular untuk
penyebarannya dalam tubuh. Sebagai salah satu sistem yang sangat banyak perannya dalam
tubuh, sistem pernafasan harus dijaga agar tidak mengalami gangguan. Seorang perawat
yang merupakan tenaga kesehatan yang berinteraksi paling lama dengan pasien harus
mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan.
Oleh karena itu perawat harus memahami semua diagnosa yang berhubungan dengan
gangguan sistem pernafasan.
Proses keperawatan, atau yang dikenal dengan urutan pemberian asuhan keperawatan
terdiri dari proses pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan atau intervensi,
implementasi dan yang terakhir adalah evaluasi. Asuhan keperawatan tidak dapat berjalan
tanpa adanya keluhan atau data-data dari pasien, sehingga sebelum proses pengkajian yang
dilakukan adalah anamnesa (wawancara) kepada klien agar didapatkan data yang bisa
digunakan untuk melakukan pengkajian. Pengkajian sistem pernafasan meliputi
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostic, pemeriksaan fisik sering disebut IPPA
(Ispeksi, Palpasi, Perkusi dan Auskultasi), keempat elemen ini harus dilaksanakan semua
dan dengan sistimatis agar tidak ada yang tertinggal. Pemeriksaan diagnostic yang
dilakukan adalah pemeriksaan morfologi dan fisiologinya, agar diketahui secara jelas
bagian mana yang mengalami gangguan, namun pemeriksaan diagnostic membutuhkan
aktivitas kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain.
1.2 Saran
1. Sebagai seorang perawat diharapkan mampu memahami dan mengetahui masalah yang
berhubungan dengan gangguan sistem pernafasan pada pasien, agar perawat mampu
melakukan asuhan paliatif keperawatan pada klien tersebut.
2. Sebagai salah satu tenaga kesehatan yang sering berinteraksi dengan pasien, perawat
harus mampu memenuhi kebutuhan pasien paliatif, salah satunya adalah kebutuhan
yang berhubungan dengan sistem pernafasan.
22
3. Penyusunan makalah ini belum sempurna, untuk itu diperlukan peninjauan ulang
terhadap isi dari makalah ini.
23
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta: Salemba Medika.
Nanda International. 2009. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi. Jakarta : EGC.
Potter, Patricia A. 2006. Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta :
EGC.
24