Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN PALIATIF PADA PASIEN TERMINAL DENGAN MASALAH

GANGGUAN PERNAFASAN

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah keperawatan menjelang ajal dan paliatif

Disusun oleh :

Kelompok 2

ADINDA MUTIA

DEVIRA NURKHOLIS

DIANA RAHMAWATI

MIA HARDIANTI (701170014)

RIFA PUTRI UTAMI (701170026)

REZA BUNGA

SRI AGUSTINA

PRODI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESHATAN

UNIVERSITAS BALE BANDUNG

2019
LEMBAR

PENILAIAN TUGAS

MAKALAH TELAH DIPERIKSA

di Bandung tanggal : ……………

dengan Nilai Angka :……………

Dosen Mata Kuliah,

Tri Nugroho Wismadi, S.kp. MPH


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas Mata kuliah Keperawatan menjelang ajal dan paliatif yang
berjudul ” Asuhan paliatif pada pasien terminal dengan masalah gangguan pernafasan”
Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada dosen Mata Kuliah
Keperawatan menjelang ajal dan paliatif yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Keberhasilan kami dalam menyelesaikan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
dan masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu, kami mengharapkan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Bandung, 24 November 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Oksigen (O2) tidak bisa jauh-jauh dalam kehidupan manusia. Apabila lebih dari 4
menit seseorang tidak mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang
tidak dapat diperbaiki dan pasien akan meninggal dunia. Dalam tubuh manusia oksigen
memiliki peranan yang sangat penting, hampir semua proses dalam tubuh manusia
membutuhkan oksigen secara fungsional. Jika ketersediaan oksigen sedikit atau tidak ada
sama sekali dalam tubuh, maka tubuh akan mengalami gangguan dan bahkan bisa
menyebabkan kematian, karena oksigen salah satunya dibutuhkan dalam proses
pernafasan. Oleh karena itu, kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan yang sangat vital
bagi tubuh.
Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak bisa terlepas dari adanya sistem pernafasan.
Bila terdapat gangguan pada fungsional sistem pernafasan, maka pemenuhan kebutuhan
oksigen juga akan mengalami gangguan. Gangguan sistem pernafasan ini bisa disebabkan
karena adanya peradangan maupun sumbatan pada saluran pernafasan. Jika saluran
pernafasan terganggu, maka oksigen yang didistribusikan darah akan menurun.
Perawat adalah tenaga kesehatan yang paling banyak berinteraksi dengan pasien
daripada tenaga kesehatan yang lain, sehingga perawat harus mengetahui gangguan yang
ada pada kesehatan pasien. Gangguan tersebut dapat dipaparkan seorang perawat dalam
beberapa diagnose keperawatan yang digunakan untuk membuat asuhan keperawatan pada
klien selama di rumah sakit. Oleh karena itu perawat harus bisa membuat asuhan
keperawatan paliatif pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah asuhan paliatif pada pasien terminal dengan masalah gangguan pernafasan
?

1.3 Tuuan
Menjelaskan asuhan paliatif pada pasien terminal dengan masalah gangguan pernafasan.

1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu memahami asuhan paliatif pada pasien terminal dengan masalah
gangguan pernafasan.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM PERNAFASAN

A. DEFINISI
Pernafasan adalah proses pertukaran gas yang berasal dari mahkluk hidup
dengan gas yang ada di lingkungannya.

Gangguan pernafasan adalah kondisi yang berpotensi mengancam jiwa


dimana paru-paru tidak dapat menyediakan cukup oksigen ke tubuh seseorang

B. MASALAH PERNAFASAN PADA PASIEN PALIATIF

1. Obstruksi jalan nafas

2. Kurang volume paru

3. Gangguan pertukaran gas

4. Nyeri

5. Masalah neuromuskuler

6. Masalah jantung

C. PENGKAJIAN MASALAH PERNAFASAN PADA PASIEN PALIATIF

1. Riwayat Kesehatan :

Pengkajian berfokus pada manifestasi klinik keluhan utama kejadian yang


membuat kondisi sekarang.

a. Riwayat Keluhan Utama yang muncul

1) Batuk

2) Peningkatan produksi sputum

3) Dispnea

4) Hemoptisis

5) Chest pain
b. Riwayat Kesehatan masa lalu

1) Riwayat merokok.

2) Pengobatan saat ini dan masal lalu.

3) Alergi.

4) Tempat tinggal.

c. Riwayat penyakit keluarga


Pengkajian riwayat penyakit keluarga dalam gangguan sistem pernafasan
meupakan hal yang mendukung keluhan penderita, perlu dicari riwayat keluarga
yang dapat memberikan predisposisi keluhan seperti adanya riwayat sesak nafas,
batuk dalam jangka waktu yang lama, dan batuk darah dari generasi terdahulu.
d. Riwayat pekerjaan dan gaya hidup
Perawat juga harus menanyakan situasi tempat kerja dan lingkungannya. Kebiasaan
sosial, kebiasaan dalam pola hidup misalnya minum alcohol, atau obat tertentu.
1. Pengkajian fisik (Head to toe)
a. Inspeksi
Prosedur inspeksi yang harus dilakukan oleh perawat adalah sebagai berikut (Irman
Somantri, 2007):
1) Pemeriksaan dada dimulai dari dada posterior dan pasien harus dalam keadaan
duduk.
2) Data diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang lainnya.
3) Tindakan dilakukan dari atas sampai bawah
4) Inspeksi dada posterior terhadap warna kulit dan kondisinya (skar, lesi, dan
massa) dan gangguan tulang belakang (kifosis, scoliosis, dan lordosis)
5) Catat jumlah, irama, kedalaman pernafasan, dan kesimetrisan pergerakan dada.
6) Observasi tipe pernafasan seperti: pernafasan hidung, diafragma serta
pernafasan menggunakan otot bantu pernafasan.
7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi dan ekspirasi.
Normalnya adalah 1:2.
8) Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter AP dengan lateral. Rationya
berkisar 1: 2 sampai 5: 7, tergantung kondisi cairan tubuh pasien.
9) Kelainan bentuk dada, yang meliputi Barrel chest, Funnel Chest, Pigeon Chest,
Kyposkoliosis.
10) Observasi kesimetrisan pergerakan dada.
11) Observasi retraksi abnormal ruang intercostal selama inspirasi, yang dapat
mengindikasikan adanya obstruksi jalan nafas.
b. Palpasi

Palpasi dimulai dengan memeriksa telapak tangan, jari, leher, dada dan abdomen.
Jari tabuh atau clubbing of finger bisa didapatkan pada pasien dengan kanker paru,
abses paru, empisema dan bronkiektasis. Tekanan vena jugularis (JVP) diperlukan
untuk mengetahui tekanan pada atrium kanan. Pemeriksaan leher bertujuan untuk
menentukan apakah trachea tetap di tengah ataukah bergeser ke samping, apakah
ada penonjolan nodus limfe. Pemeriksaan palpasi dada akan memberikan informasi
tentang penonjolan di dinding dada, nyeri tekan, gerakan pernafasan yang simetris,
derajat ekspansi dada, dan untuk menentukan taktil vocal fremitus. Pemeriksaan
gerak dada dilakukan dengan cara meletakkan kedua telapak tangan secara simetris
pada punggung. Kedua ibu jari diletakkan di samping linea vertebralis, lalu pasien
diminta inspirasi dalam. Jika gerakan dada tidak simetris, jarak ibu jari kanan dan
kiri akan berbeda. (Darmanto, 2009)
c. Perkusi
Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmonary, organ yang ada
disekitarnya, dan pengembangan (ekskursi) diafragma. Jenis suara perkusi ada dua
jenis, yaitu normal dan abnormal. (Muttaqin Arif, ____)
1) Suara Normal
Resonan (Sonor): dihasilkan pada jaringan paru normal umumnya bergaung
dan bernada rendah.
Dullness : dihasilkan di atas bagian jantung atau paru-paru
Tympany: dihasilkan di atas perut yang berisi udara umumnya bersifat musical
2) Suara Abnormal
Hiperresonan : bergaung lebih rendah dan timbul pada bagian paru yang
abnormal berisi udara
Flatness : nadanya lebih tinggi dari dullness dan dapat didengar pada perkusi
daerah paha, dimana seluruh areanya berisi jaringan.
d. Auskultasi
Auskultasi merupakan pengkajian yang sangat bermakna mencakup mendengarkan
suara napas normal dan suara napas tambahan (abnormal). Suara napas normal
dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan napas dari laring ke alveoli dan
bersifat bersih.
1) Suara normal
Bronkial : suaranya terdengar keras, nyaring, dan hembusannya lembut. Fase
ekspirasinya lebih lama daripada inspirasi dan tidak ada jeda di antara
keduanya.
Bronkovesikular : gabungan suara napas bronkial dan vesicular. Suaranya
terdengar nyaring dan intensitasnnya sedang. Inspirasi dan ekspirasi sama
panjangnya.
Vesikular : terdengar lembut, halus, dan seperti angina sepoi-sepoi. Inspirasi
lebih panjang dari ekaspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.
2) Suara abnormal
Wheezing : terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter suara
nyaring, musical, suara terus menerus.
Ronchi : Terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, suaranya terdengar
pelan, nyaring, dan suara mengorok terus-menerus. Berhubungan dengan
produksi sputum.
Pleural friction rub : terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara
kasar, berciut, dan suara seperti gesekan akibat dari inflamasi daerah pleura.
Pasien akan mengalami nyeri saat bernafas.
Crackles dibagi menjadi dua yaitu Crackles halus dan kasar.
- Fokus pengkajian masalah dyspnea pasien paliatif meliputi :

1.Sensation

2.Timing

3.Perception

4.Distress

5.Response

6. Reporting

D. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL,SPIRITUAL
1) Pengkajian psikososial meliputi kajian tentang aspek kebiasaan hidup
pasien yang secara signifikan berpengaruh terhadap fungsi respirasi.
Beberapa kondisi respiratori timbual akibat stress,penyakit pernafasan
kronis dapat menyebabkan perubahan dalam peran keluarga dan
hubungan dengan orang lain,isolasi sosial,masalah keinginan,pekerjaan
atau ketidakmampua. Dengan mendiskusikan mekanisme
pengobatan,perawat dapat mengkaji reaksi pasien terhadap masalah
stress psikososial dan mencari jalan keluarnya.

2) Pengkajian spritual meliputi bagaimana perawat memberikan kepuasan


batin dalam hubunganya dengan tuhan atau agama yg dianutnya
terutama ketika klien dalam keadaan sakit.

E. TOOLS ATAU INSTRUMENT


Berbagai alat ukur yang tervalidasi dapat digunakan untuk menilai dyspnea baik secara
kuantitatif maupun kualitatif pada pasien Paliatif. Instrumen yang digunakan dapat
berupa skala ordinal dengan menggunakan acuan sige – item, seperti Visual Analog
Scale (VAS), Numerical rating Scale (NRS) dimana angka 0 menunjukan tidak
mengalami dyspnea sedangkan angka 10 menunjukan dipnea yang sangat berat atau
sangat buruk ( kamal, Maguire, Wheeler, Currow dan Abernety, 2011 ). Modified borg
scale digunakan untuk menilai intensitas dyspnea sedangkan untuk menilai status
fungsional terkait dyspnea dapat digunakan the medical research council Dyspnea
scale dan Baseline Dyspena index (BDI), selain menggunakan skala ordinal, skala
pengukuran dyspnea ada juga yang menggunakan skala kategorik seperti The Memorial
Symptom Assesment Scale dan Edmonton Symptom Assesment Scale (ESAS). Tanaka
dan kawan-kawan mengembangkan instrument pengukuran dyspnea terkhusus pada
pasien kanker yang dikenal dengan nama The Cancer Dyspnea Scale. Dimana
instrument tersebut terdiri dari 12 item pertanyaan yang mencakup berbagai dimensi
terkait dyspnea seperti usaha untuk beradaptasi dengan dyspnea, kecemasan dan rasa
tidak nyaman. Sehingga instrument tersebut juga disebut sebagai multidimentional
dyspnea scale dan instrument ini sering digunakan untuk penelitian guna
mengidentifikasi penyebab dyspnea dan menilai adanya perubahan pada kriteria hasil
dari proses pengobatan. ( Kamal, Maguire, wheeler, Currow dan Abernethy, 2011 ).

The Respiratory Distress Observation Scale ( RDOS ) merupakan

instrument yang valid dan reliabel untuk mengukur dan menilai tanda-tanda yang

konsisten ditemukan pada saat dyspnea terjadi, intensitas dan respon terhadap
pengobatan terutama yang tidak mampu melaporkan sendiri mengenai kondisi
dyspnea yang dialaminya ( Pantilat, Anderson, Gonzales dan Widera, 2015).

The RDOS adalah instrumen yang menggunakan skala ordinal pada 8 variabel
yang digunakan untuk menilai derajat dyspnea. Setiap variabel dinlai dari skor 0
sampai 2, lalu seluruh skor dari total untuk menentukan derajat dyspnea. Semakin
tinggi skor dari hasil pengukuran mengindetifikasi makin tinggi pula intensitas
distress pernafasan yang dialami pasien. The RDOS dapat diaplikasikan pada semua
kasus pasien yang memiliki resiko terjadinya distress pernafasan yang mana pasien
tersebut tidak mampu melaporkan kondisi dyspneanya secara akurat termasuk pasien
yang sedang mendapatkan intervensi ventilasi mekanik baik secara

Invasive maupun non invasive. Instrument RDOS sering digunakan di fasilitas


kesehatan Terutama Rumah Sakit. Beberapa tanda – tanda fisik yang sering
diobservasi Pada instrument RDOS yang mana tanda-tanda tersebut
mengidentifikasikan adanya distress pernafasan seperti takikardia, takipnoe,
restlessness, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, pola pernafasan pradoks,
adanya suara seperti mendengkur pada akhir ekspirasi, dan ekspresi wajah yang
menunjukan adanya kecemasan berikut ini gambaran variabel yang diobservasi
pada RDOS yaitu :
Variabel Skor Total

0 1 2

Denyut nadi per menit < 90 x/mnt 90 – 109 x/mnt ≥ 110 x/mnt

Frekuensi pernafasan per ≤ 18 x/mnt 19 – 30 x/mnt 30 x / mnt


Menit

Restlessness, pergerakan Tidak Kadang-kadang Melakukan


yang tidak bermakna melakukan pergerakan
atau tujuan pergerakan yang yang lebih
Minim sering
Pola pernafasan Tidak - Tampak ada
paradoks; perut bergerak pergerakan
kedalam saat inspirasi perut

Penggunaan otot - otot Tidak Sedikit Nampak


bantu pernapasan ; terangkat jelas
klavikula tertarik ke atas terangkat
saat inspirasi, suara
seperti mendengkur
diakhir ekspirasi

Suara seperti Tidak - Iya


mendengkur diakhir
Ekspirasi

Cuping hidung Tidak - Iya

Ekspresi ketakutan atau Tidak - Iya


Cemas

Petunjuk penggunaan instrument RDOS yaitu :


1. RDOS tidak dapat digunakan pada pasien yang mampu melaporkan kondisi
dyspneanya.

2. RDOS merupakan instrument pengkajian untuk pasien dewasa

3. RDOS tidak dapat digunakan bila pasien mengalami paralisis atau pasien yang
mendapatkan obat agen penghambat neuromuscular.

4. Hitung frekuensi denyut nadi dan pernafasan dalam satu menit, bila perlu lakukan
secara auskultasi.
5. Suara mendengkur kemungkinan dapat pula didengar melalui auskultasi pada pasien
yang dilakukan intubasi.

6. Perhatikan ekpresi wajah ketakutan pasien

Dyspnea serupa dengan nyeri, dimana hanya dapat dirasakan oleh pasien. Pengkajian
yang adekuat haruslah berdasarkan pada laporan pasien terhadap kondisi dyspnea yang
dialaminya, selama pengkajian perawat harus memberikan kesempatan yang cukup pada
pasien untuk menceritakan tentang perasaanya terkait dyspnea yang dialaminya . hal tersebut
selain untuk menggali informasi lebih detail juga perlu diperhatikan saat pasien menceritakan
kondisi dispneanya, karena beberpa pasien justru merasakan kondisi pernafasan semakin
memburuk disaat menyampaikan dyspnea yang dirasakan. Beberapa penyebab dyspnea yang
diidentifikasi antara lain sebagai berikut ;
Respiratory/pernafasan

Akut Pneumonia, emfisema, penumothoraks

Kronis COPD, Asma

Sepsis ; bronkiektasis, cystic fibrosis

Kanker ; kanker paru, mesothelioma, intrathoracic metastases.

Fibrosis

Kelemahan otot – otot pernafasan akibat kaheksia

Penyakit neuromuscular ; motor neurone disease, muscular


Distopi

Penyakit skeletal ; kelainan dinding atau bentuk dada


Pulmonary Vascular Pulmonanary Thromboembolism, hipertensi pulmonal

Cardiac/jantung

Akut Penyakit jantung coroner

Kronis Heart failure, aritmia seperti atrial fibrilasi

Psikologis Keccemasan, depresi dan hiperventilasi

Anemia

Kakeksia
Dibawah ini ada beberapa instrument lain yang dapat digunakan untuk mengukur atau
mengkaji status keparahan dyspnea pasien dengan masalah gangguan pernafasan, yaitu :

1. Skala sesak Modified Medical Research Council (MMRC)

Skala ini telah digunakan sejak tahun 1956, mampu memprediksi resiko kematian
beberapa penyakit namun tidak sensitive terhadap perubahan kecil antar individu.
Berikut tools untuk pengukuran derajat sesaknya
2. Skala borg yang dimodifikasi ( Modified Borg Dyspnea Scale )

Skala ini berupa garis vertical yang diberi nilai 0 sampai 10 dan tiap nilainya
mempunyai deskripsi verbal untuk membantu penderita mengungkapkan derajat
sesaknya dari ringan sampai berat. Skala ini dapat diterapkan pada penderita penyakit
kardiopulmonal serta untuk parameter statistic. Berikut tools n
3. Visual Analog Scale (VAS)

Digunakan untuk menilai dyspnea selama uji latih. Caranya pasie diminta
memberikan penilaian tentang sesaknya dengan cara menandai garis vertical atau
horizontal yang panjangnya 10 cm sesuai dengan intensitas sesaknya, derajat 0 untuk
tidak sesak sama sekali sampai derajat 10 untuk sesak berat. Skala ini paling sering
digunakan karena pemakaiannya sederhana.

4. Skala sesak ATS

Skala ini menggunakan deskripsi verbal untuk mengukur derajat


dyspnea. Berikut tools pengukurannya.

Derajat 1 Tidak sesak kecuali aktifitas latihan berat

Derajat 2 Sesak saat menaiki tangga secara tergesa gesa atau saat mendaki
bukit kecil

Derajat 3 Berjalan lebih lambat dibandingkan kebanyakan orang

Derajat 4 Harus berhenti untuk bernafas setelah berjalan kira-kira 100


Yard

Derajat 5 Terlalu sesak untuk keluar rumah atau sesak menggunakan atau
melepas pakaian.
F. PENATALAKSANAAN

1. Non farmakologi

1. Menyediakan sirkulasi udara yang baik

2. Suhu udara sejuk yang dapat ditolerir pasien

3. Menjelaskan kepada keluarga bahwa tanda-tanda eksternal


misalnya takipnea tidak selalu mengidentifikasi
ketidaknyamanan pasien

4. Humidifier udara yang dihirup pasien

5. Meminimalisir stress dengan mendorong keluarga untuk


menghindari perselisihan dengan pasien

6. Meminimalisir pergerakan dengan menyediakan toilet disisi


tempat tidur dan menggunakan kursi roda untuk pergerakan
hindari pajanan panas, udara lembab dan suhu ekstrim

7. Drainase postural

8. Terapi komplementer

9. Berikan oksigen dan kipas dikamar pasien

10. Kunjungi pasien


Konsultasi dengan tim paliatif.

2. Farmakologi
Terapi farmakologi yang diberikan yaitu :

Opioid

o Dyspnea ringan
Hidrokodon , 5 mg tiap 4 jam

Asetaminofen-kodein (325-30 mg), 1 tablet tiap 4 jam

o Dyspnea berat
Morfin 5 mg po; titrasi dosis tiap 4 jam

Oksikodon 5 mg po; titrasi dosis tiap 4 jam

Hidromorfon , 0-2 mg po; titrasi dosis tiap 4 jam

Benzodiazepine, titrasi dosis untuk mengurangi ansietas

Bronkodilator
G. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Ketidakefektifan pola nafas
3. Gangguan pertukaran gas
4. Fungsi pernafasan, resiko ketidakefektifan
5. Disfungsi respon penyapihan ventilator

21
BAB III
PENUTUP

1.1 Simpulan
Sistem pernafasan adalah salah satu sistem yang berperan vital dalam tubuh manusia,
sistem pernafasan berfungsi untuk pertukaran udara yang mengandung oksigen dan
karbondioksida, yang kemudian akan diteruskan oleh sistem kardiovaskular untuk
penyebarannya dalam tubuh. Sebagai salah satu sistem yang sangat banyak perannya dalam
tubuh, sistem pernafasan harus dijaga agar tidak mengalami gangguan. Seorang perawat
yang merupakan tenaga kesehatan yang berinteraksi paling lama dengan pasien harus
mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan.
Oleh karena itu perawat harus memahami semua diagnosa yang berhubungan dengan
gangguan sistem pernafasan.
Proses keperawatan, atau yang dikenal dengan urutan pemberian asuhan keperawatan
terdiri dari proses pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan atau intervensi,
implementasi dan yang terakhir adalah evaluasi. Asuhan keperawatan tidak dapat berjalan
tanpa adanya keluhan atau data-data dari pasien, sehingga sebelum proses pengkajian yang
dilakukan adalah anamnesa (wawancara) kepada klien agar didapatkan data yang bisa
digunakan untuk melakukan pengkajian. Pengkajian sistem pernafasan meliputi
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostic, pemeriksaan fisik sering disebut IPPA
(Ispeksi, Palpasi, Perkusi dan Auskultasi), keempat elemen ini harus dilaksanakan semua
dan dengan sistimatis agar tidak ada yang tertinggal. Pemeriksaan diagnostic yang
dilakukan adalah pemeriksaan morfologi dan fisiologinya, agar diketahui secara jelas
bagian mana yang mengalami gangguan, namun pemeriksaan diagnostic membutuhkan
aktivitas kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain.

1.2 Saran
1. Sebagai seorang perawat diharapkan mampu memahami dan mengetahui masalah yang
berhubungan dengan gangguan sistem pernafasan pada pasien, agar perawat mampu
melakukan asuhan paliatif keperawatan pada klien tersebut.
2. Sebagai salah satu tenaga kesehatan yang sering berinteraksi dengan pasien, perawat
harus mampu memenuhi kebutuhan pasien paliatif, salah satunya adalah kebutuhan
yang berhubungan dengan sistem pernafasan.

22
3. Penyusunan makalah ini belum sempurna, untuk itu diperlukan peninjauan ulang
terhadap isi dari makalah ini.

23
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta: Salemba Medika.

Judith M. Wilkinson dan Nancy R. Ahern.2012.Buku Saku DIAGNOSIS KEPERAWATAN


Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria hasil NOC Edisi 9. Alih Bahasa Ns. Esti
Wahuningsih, S.Kep dan Ns. Dwi Widiarti, S,Kep. Jakarta: EGC.

Muttaqin, Arif._____. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan.


Jakarta: Salemba Medika.

Nanda International. 2009. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi. Jakarta : EGC.

Potter, Patricia A. 2006. Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta :
EGC.

24

Anda mungkin juga menyukai