Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

DIAGNOSA : TRAUMA KEPALA

LAPORAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Keperawatan Gawat darurat

Oleh :

Eka Santika (701170007)

Mia Hardianti (701170019)

Roy Yuliato Putra (701170027)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BALE BANDUNG

2020
LEMBAR PENILAIAN TUGAS

LAPORAN INI TELAH DIPERIKSA

di Bandung tanggal : ………………………….

dengan Nilai Angka : ………………………….

Dosen Mata Kuliah,

Ganjar Safari, S.Kep.Ners., M.M


NIP. 0402066501
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah S.W.T, karena


berkahNya dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan
dengan diagnosa trauma kepala
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas keperawatan gawat darurat,
Penyusun menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu
segala kritik dan saran membangun dari para pembaca sangat diharapkan oleh penyusun
untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.

Bandung, 14 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi ...........................................................................................................1
B. Anatomi Fisiologi............................................................................................1
C. Klasifikasi........................................................................................................4
D. Fatofisiologi.....................................................................................................6
E. Manifestasi.......................................................................................................7
F. Pemeriksaan fisik penunjang..........................................................................8
G. Penatalaksanaan...............................................................................................9
H. Komplikasi.......................................................................................................9
I. Konsep pengkajian keperawatan...................................................................11
J. Evaluasi keperawatan....................................................................................14
BAB II LAPORAN KASUS
A. Asuhan keperawatan teori ............................................................................16
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ......................................................................................................24
B. Saran ............................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi
Trauma kepala merupakan kejadian cedera akibat trauma pada otak, yang
menimbulkan perubahan fisik, intelektual, emosional, social maupun vokasional
[ CITATION Jen12 \l 1033 ].
Adapun menurut Brain Injury Assosiation of America (2009), cedera kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif,
tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi
atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik.
Trauma Capitis berat merupakan cidera kepala yang mengakibatkan penurunan
kesadaran dengan skor GCS 3 sampai 8, mengalami amnesia > 24 jam (Haddad, 2012
dalam [ CITATION Har12 \l 1033 ]).

B. Anatomi Fisiologi
Rata-rata otak manusia dewasa terdiri dari 2% berat badan tubuh, dengan
kisaran 1,2-1,4 kg. Otak merupakan organ yang sangat vital, dan sangat penting untuk
kehidupan dan fungsi tubuh kita. Oleh karena itu, otak
mengkonsumsi jumlah besar dari volume darah yang beredar. Seperenam dari semua
keluaran jantung melewati otak dalam satu waktu, dan sekitar
seperlima dari seluruh oksigen tubuh digunakan oleh otak ketika sedang beristirahat.
Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak yang dibentuk oleh
mesensefalon, pons, dan medulla oblongata. Bila kalvaria dan dura mater disingkirkan,
di bawah lapisan arachnoid mater kranialis dan pia mater kranialis terlihat gyrus,
sulkus, dan fisura korteks serebri. Sulkus dan fisura korteks serebri membagi
hemisfer serebri menjadi daerah lebih kecil yang disebut lobus [ CITATION Moo07 \l
1033 ].

1
Gambar 2.1 Bagian-Bagian Otak Sumber: Centers for Disease Control and
Prevention (CDC), 2004. Dalam Yuvinitasari, 2016)

Seperti terlihat pada gambar di atas, otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:

1. Serebrum (Otak Besar)


Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer. Hemisfer
kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer kiri berfungsi
untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kanan. Masing-masing hemisfer terdiri dari
empat lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang
menyerupai parit disebut sulkus. Keempat lobus tersebut masing-masing adalah lobus
frontal, lobus parietal, lobus oksipital dan lobus temporal
a. Lobus parietal merupakan lobus yang berada di bagian tengah serebrum. Lobus
parietal bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian belakang oleh garis
yang ditarik dari sulkus parieto-oksipital ke ujung posterior sulkus lateralis (Sylvian).
Daerah ini berfungsi untuk menerima impuls dari serabut saraf sensorik thalamus
yang berkaitan dengan segala bentuk sensasi dan mengenali segala jenis rangsangan
somatik.
b. Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada di bagian paling depan dari
serebrum. Lobus ini mencakup semua korteks anterior sulkus sentral dari Rolando.
Pada daerah ini terdapat area motorik untuk mengontrol gerakan otot-otot, gerakan
bola mata; area broca sebagai pusat bicara; dan area prefrontal (area asosiasi) yang
mengontrol aktivitas intelektual
c. Lobus temporal berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus oksipital oleh
garis yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung atas sulkus lateral. Lobus

2
temporal berperan penting dalam kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi
dan bahasa dalam bentuk suara.
d. Lobus oksipital berada di belakang lobus parietal dan lobus temporal. Lobus ini
berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu
melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata
2. Cerebellum (Otak Kecil)
Serebelum atau otak kecil adalah komponen terbesar kedua otak. Serebelum terletak di
bagian bawah belakang kepala, berada dibelakang batang otak dan di bawah lobus
oksipital, dekat dengan ujung leher bagian atas. Serebelum adalah pusat tubuh dalam
mengontrol kualitas gerakan.Serebelum juga mengontrol banyak fungsi otomatis otak,
diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi
otot dan gerakan tubuh. Selain itu, serebelum berfungsi menyimpan dan melaksanakan
serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil,
gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
(Ellis, 2006 dalam Yuvinitasari, 2016).
3. Batang Otak
Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan
memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk mengontrol tekanan
darah, denyut jantung, pernafasan, kesadaran, serta pola makan dan tidur. Bila terdapat
massa pada batang otak maka gejala yang sering timbul berupa muntah, kelemahan otat
wajah baik satu maupun dua sisi, kesulitan menelan, diplopia, dan sakit kepala ketika
bangun.
Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian teratas dari
batang otak yang menghubungkan serebrum dan serebelum. Saraf kranial III dan IV
diasosiasikan dengan otak tengah. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol
respon penglihatan, gerakan mata,pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh
dan pendengaran.
b. Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara midbrain dan medulla
oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior. Saraf Kranial (CN) V
diasosiasikan dengan pons.
c. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang otak yang
akan berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata terletak juga di fossa

3
kranial posterior. CN IX, X, dan XII disosiasikan dengan medulla, sedangkan CN VI
dan VIII berada pada perhubungan dari pons dan medulla.
[ CITATION Moo07 \l 1033 ].

C. Klasifikasi
Trauma kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai dari Glasgow Coma Scale ( GCS ) nya,
yaitu :
1. Ringan
a. GCS = 13 – 15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
a. GCS = 9 – 12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24
jam.
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
a. GCS = 3 – 8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
[ CITATION Nua15 \l 1033 ].

Menurut, [ CITATION Bru01 \l 1033 ] cedera kepala ada 2 macam yaitu:


1. Cedera kepala terbuka
Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya tengkorak atau
luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan oleh massa dan
bentuk dari benturan, kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang tengkorak
menusuk dan masuk kedalam jaringan otak dan melukai durameter saraf otak,
jaringan sel otak akibat benda tajam/tembakan, cedera kepala terbuka
memungkinkan kuman pathogen memiliki abses langsung ke otak.
2. Cedera kepala tertutup
Benturan kranial pada jaringan otak didalam tengkorak ialah goncangan yang
mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat, kemudian

4
serentak berhenti dan bila ada cairan akan tumpah. Cedera kepala tertutup meliputi:
kombusio gagar otak.
Menurut [ CITATION Nua15 \l 1033 ] ada beberapa kondisi cedera kepala yang dapat
terjadi yaitu :
1. Komosio serebri
Tidak ada jaringan otak yang rusak, tetapi haya kehilangan fungsi otak (pingsan < 10
menit) atau amnesia pasca cedera kepala.
2. Kontusio serebri
Adanya kerusakan jaringan otak dan fungsi otak (pingsan > 10 menit) atau terdapat
lesi neurologic yang jelas. Kontusio serebri sering terjadi dan sebagian besar terjadi
dilobus frontal dan lobus temporal, walaupun dapat juga terjadi pada sebagian dari
otak. Kontusio serebri dalam waktu beberapa jam atau hari , dapat berubah menjadi
perdarahan intraserebral yag membutuhkan tindakan operasi.
3. Laserasi serebri
Kerusakan otak yang luas disertai robekan durameter serta fraktur terbuka pada
cranium.
4. Epidural Hematom (EDH)
Hematom antara durameter dan tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah
robeknya arteri meningea media. Ditandai dengan penurunana kesadaran dengan
ketidaksamman neutrologis sisi kri dan kanan (Hemiparese/plegi, pupil anishokor,
reflex patologis satu sisi). Gambaran CT Scan area hiperdens dengan bentuk
biokonvek atau lentikuler diantara 2 sutura. Jika perdarahan > 20 cc atau < 1 cm
midline shift > 5 mm dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan.
5. Subdural Hematom (SDH)
Hematom dibawah lapisan durameter denga sumber perdarahan dapat berasal dari
Bridging Vein , a/v cortical, sinus venous. Subdural hematom adalah terkumpulnya
darah antara durameter dan jaringan otak, dapat terjadi akut atau kronik. Terjadi
akibat pecahnya pembuluh darah vena, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut
dapat terjadi dalam 48 jam-2 hari, 2 minggu atau beberapa bulan. Gejala-gejalanya
adalah nyeri kepala, bingung, mengatuk, berfikir lambat, kejang dan udem pupil, dan
secara klinis ditandai dengan penuruna kesadaran, disertai adanya laserasi yang
paling sering berupa hemiparese/plegi. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan
gambar hiperdens yang berupa bulan sabit (Cresent). Indikasi operasi jika perdaraha
tebalnya >1 cm dan terjadi pergeseran garis tengah > 5 mm.

5
6. Subarachnoid Hematom (SAH)
Merupakan perdarahan fokal di dareah subarachnoid gejala klinisnya menyerupai
kontusio serebri. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan lesi hiperdens yang
mengikuti area gyrus-gyrus serebri didaerah yang berdekatan dengan hematom. Haya
diberikan terapi konservatif, tidak memerlukan terapi operatif.
7. Intracerebral Hematom (ICH)
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadai pada jaringan otak biasaya
akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan ota. Pada pemeriksaan CT
Scan didapatka lesi perdarahan diantara neuron otak yang relative normal. Indikasi
dilakukan operasi adanya daerah hiperdens, diameter > 3cm, perifer, adanya
pergeseran garis tengah.
8. Fraktur basii crania
Fraktur dari dasar tengkorak, biasanya melibatkan tulang temporal, oksipital,
sphenoid, ethmoid. Terbagi menjadi basis cranii anterior dan posterior. Pada fraktur
anterior melibatakan tulang ethmoid dan sphenoid, sedangkan pada fraktur posterior
melibatka tulang temporal, oksipital, dan beberapa bagian tulang sphenoid, tanda
terdapat fraktur basis crania antara lain :
a. Ekimosisi periorbital (Rocoon’s eyes)
b. Ekimosis mastoid (Battle’Sign)
c. Keluar darah beserta cairan cerebrospinal dari hidung atau telinga (Rinore atau
Otore)
d. Kelumpuhan nervus cranial.
[ CITATION Nua15 \l 1033 ]

D. Patofisiologi
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan aselerasi terjadi jika
benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat
pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan
deselerasi adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti
badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila
terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi
badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan

6
posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada
substansi alba dan batang otak.
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu cedera
otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah cedera yang terjadi
saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena mekanik.
Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali
membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses
penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin
karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau
hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa
mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera
otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan
dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai a`kibat, cedera
sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada
pada area cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstra
kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa
perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus-
menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah pada area
peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan
peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK),
adapun, hipotensi (Soetomo, 2002).
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan
terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi,
perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf
kranial tertama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas
(Brain, 2009).

E. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak.
1. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005).
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku.

7
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau
lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.
2. Cedera kepala sedang, Diane C (2002)
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan atau
bahkan koma.
b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba deficit neurologik,
perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik,
kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.
3. Cedera kepala berat, Diane C (2002)
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya
penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera terbuka,
fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan (dengan atau tanpa kontras ) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Cat : untuk me ngetahui
adanya infark/ iskemia, jangan dilakukan pada 24-72 jam setelah injury.
2. MRI : digunakan sama seperti CT Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral angiografi : menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan
jaringan otak menjadi udema, perdarahan dan trauma.
4. Serial EEG : dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5. X ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan /edema), fragmen tulang.
6. BAER : mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil
7. PET : mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8. CSF : lumbal punkis dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
9. ABGs : mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan TIK
10. Kadar elektrolit : untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan TIK

8
11. Screen toxicologi : untuk mendeteksi pengaruh obat, sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran.

G. Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai
berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
Penatalaksanaan pada pasien cedera kepala juga dapat dilakukan dengan cara :
a. Obliteri sisterna : Pada semua pasien dengan cedera kepala / leher, lakukan foto
tulang belakang servikal kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa
seluruh tulang servikal c1-c7 normal.
b. Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang berat, lakukan prosedur
berikut : pasang infuse dengan larutan normal salin (nacl 0,9 %)/ larutan ringer
rl dan larutan ini tidak menambah edema cerebri.
c. Lakukan CT Scan, pasien dengan cedera kepala ringan, sedang dan berat harus
dievaluasi adanya:Hematoma epidural, Darah dalam subraknoid dan infra
ventrikel, Kontusio dan perdarahan jaringan otak, Edema serebri,
d. Elevasi kepala 30o
e. Hiperventilasi : intubasi dan berikan ventilasi mandotorik intermitten dengan
kecepatan 16-20 kali /menit dengan volume tidal 10-12 ml/kg
f. Berikan manitol 20 % 19/kg intravena dalam 20-30 menit
g. Pasang kateter foley
h. Konsul bedah syaraf bila terdapat indikasi operasi

H. Komplikasi

9
[ CITATION Ros07 \l 1033 ] mengatakan kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari
perluasan hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi
dari cedera kepala adalah:

1. Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin
berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan dewasa.
Edema paru terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang berusaha
mempertahankan tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial
meningkat tekanan darah sistematik meningkat untuk memcoba mempertahankan
aliran darah keotak, bila keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan
bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi
akan memburuk keadan, harus dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70
mmHg, yang membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita kepala.
Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak darah
dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses
berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida dari
darah akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.
2. Peningkatan TIK
Tekanan intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15 mmHg,
dan herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan darah yang
mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi rerebral. yang merupakan
komplikasi serius dengan akibat herniasi dengan gagal pernafasan dan gagal jantung
serta kematian.
3. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut. Perawat
harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan menyediakan spatel
lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral disamping tempat tidur klien, juga
peralatan penghisap. Selama kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya
mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah cedera lanjut. Salah satunya
tindakan medis untuk mengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam merupakan
obat yang paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan secara intavena.

10
Hati-hati terhadap efek pada system pernafasan, pantau selama pemberian diazepam,
frekuensi dan irama pernafasan.
4. Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur
tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan merobek meninges,
sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau
dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah hidung atau telinga.
5. Infeksi
I. Konsep Pengkajian Keperawatan
1. Identitas : identitas adalah tanda pengenal bagi klien, identitas dibagi menjadi 2
yaitu identitas pribadi dan identitas sosial. Identitas pribadi yaitu identitas yang  
melekat pada pribadi pasien ( termasuk ciri-cirinya) misalnya Nama,Tanggal
Lahir/Umur,Jenis Kelamin,Alamat, Status Perkawinan dan lain-lain
termasuk.Sedangkan identitas sosial meliputi identitas yang menjelaskan tentang
sosial,ekonomi dan budaya pasien misalnya, agama,
pendidikan,pekerjaan,identitas orang tua,identitas penanggung jawab pembayaran
dan lain-lain.
2. Pengkajian Primer (Primary Survey)
a. Airway (Jalan napas) dengan control cervical
- Kaji ada tidaknya sumbatan jalan napas
Sumbatan jalan napas total :
 Pasien sadar : memegang leher, gelisah, sianosis
 Pasien tidak sadar : tidak terdengar suara napas, mendengkur
Sumbatan jalan napas parsial :
 Tampak kesulitan bernapas
 Retraksi supra sterna
 Masih terdengar suara sursling, snoring, atau stridor
- Distress pernapasan
- Kemungkinan fraktur cervical
b. Breathing ( Pernapasan)
- Kaji frekuensi napas
- Suara napas
- Adanya udara keluar dari jalan napas

11
Cara pengkajian : look (lihat pergerakan dada, kedalaman, simetris atau
tidak), listen (suara napas dengan atau tanpa stetoskop), feel (rasakan
hembusan napas, atau dengan perkusi dan palpasi)
c. Circulation (Sirkulasi)
- ada tidaknya denyut nadi karotis
- Ada tidaknya tanda-tanda syok
- Ada tidaknya perdarahan eksternal
d. Disability (Tingkat Kesadaran)
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang
terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
 Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
 Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
 Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
 Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal.
 Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri.
 Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign. GCS (Glasgow Coma
Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien
dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang
diberikan

12
Tabel 2.1 Tingkat Kesadaran Glasglow Coma Scale

e. Exposure ( control pada kasus trauma, dengan membuka pakaian pasien tetapi
cegah hipotermi)
[ CITATION HIP14 \l 1033 ].
3. Pengkajian Sekunder (Secondary Survey)
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan
secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan
setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-
tanda syok telah mulai membaik.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari
pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang menjalanI
pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat.

13
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah
diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa
jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam komponen
ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama)
Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien yang meliputi
:
 Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat nyerinya
lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa yang anda lakukan
saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat tidur?
 Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti diiris, tajam,
ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik, diremas? (biarkan pasien
mengatakan dengan kata-katanya sendiri.
 Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah nyeri
terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
 Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0 tidak ada
nyeri dan 10 adalah nyeri hebat
 Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat? Berapa lama
nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang timbul?apakah pernah
merasakan nyeri ini sebelumnya?apakah nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya
atau berbeda?
Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah pemeriksaan tanda-
tanda vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi, frekuensi nafas, saturasi oksigen,
tekanan darah, berat badan, dan skala nyeri.

J. Evaluasi dalam keperawatan


merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan,
untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari
proses keperawatan.
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:

14
1. Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2. Masalah sebagian teratasi;jika klien menunjukkan perubahan sebahagian dari
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
3. Masalah tidak teratasi; jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama
sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan dan atau
bahkan timbul masalah/ diagnosa keperawatan baru.
Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi adalah dengan
cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan.
S : Subjective adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah
tindakan diberikan.
O : Objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.
A : Analisis adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan
tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi
sebahagian, atau tidak teratasi.
P : Planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan
hasil analisa.

15
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

Contoh Kasus:
Tn. A, 37 tahun dibawa ke UGD RSUD setelah mengalami kecelakaan lalu lintas saat
mengendarai motornya. Lokasi kejadian berjarak 2 jam dari RSUD. Tn. A tidak memakai
helm saat dibawa dan Tn. A sempat pingsan > 15 menit ketika sadar ia kembali mengeluh
bahwa kepalanya terasa sakit dan Tn. A muntah sebanyak 3 kali.
Saat dilakukan periksaan fisik ditemukan Tn.A membuka mata saat dirangsang nyeri
dan menunjukkan fleksi abnormal pada sisi kanan dan tidak dapat digerakkan pada sisi kiri.
Tekanan darah : 80/50 mmHg, pernafasan: cheynes stokes, nadi: 52x/menit, suhu : 37,8 C
.tampak jejas dengan ukuran 5x10cm pada parietal kanan. Pupil mengalami dilatasi dan
refleks cahaya pada kedua pupil menurun.

A. PENGKAJIAN
1. PENGKAJIAN UMUM
a. Identitas pasien
1) Nama :
2) Umur :
3) Jenis kelamis :
4) Status perkawinan:
5) Agama :
6) Suku :
b. Riwayat kesehatan

16
1) Riwayat kesehatan sekarang
Apakah ada penurunan kesadaran, muntah, sakit kepala, wajah tidak
simetris, lemah, paralysis, perdarahan, fraktur kepala terbuka ataupun
tertutup
2) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah ada penyakit sistem persyarafan, riwayat trauma masa lalu,
riwayat penyakit darah, riwayat penyakit sistemik / pernafasan,
kardiovaskuler dan metabolik.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada riwayat penyakit menular/ genetik.
B. PENGKAJIAN PRIMER
a. Airway
Perhatikan kepatenan jalan napas, apakah ada sumbatan, sputum/ sekret, darah,
benda asing dan sebagainya.
b. Breathing
Melihat : adanya pengembangan dinding dada, penggunaaan otot bantu nafas,
pernapasan cuping hidung, sianosis,respirasi cepat (takipnea).
Mendengar : terdengar suara nafas stridor (indikasi adanya obstruksi parsial
jalan nafas).
Merasakan : hembusan nafas.
c. Circulation
Akral dingin, kulit pucat, adanya perdarahan (dimulut, telinga, hidung),
capilarry refille time.
d. Disability
Ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan refleks, pupil
anisokor dan nilai GCS. Menurut Arif Mansjoer Et all ( 2000) penilaian GCS
beerdasarkan pada tingkat keparahan cidera :
1. Cidera kepala ringan/minor (kelompok resiko rendah)
a) Skor skala koma Glasglow 15 (sadar penuh,atentif,dan orientatif)
b) Tidak ada kehilangan kesadaran(misalnya konkusi)
c) Tidak ada intoksikasi alkohaolatau obat terlarang
d) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
e) Pasien dapat menderita abrasi,laserasi,atau hematoma kulit kepala
f)  Tidak adanya kriteria cedera sedang-berat.

17
2. Cidera kepala sedang (kelompok resiko sedang)
a) Skor skala koma glasgow 9-14 (konfusi, letargi atau stupor)
b) Konkusi
c) Amnesia pasca trauma
d)  Muntah
e) Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle,mata
rabun,hemotimpanum,otorhea atau rinorhea cairan serebrospinal).
3. Cidera kepala berat (kelompok resiko berat)
a) Skor skala koma glasglow 3-8 (koma)
b) Penurunan derajat kesadaran secara progresif
c) Tanda neurologis fokal
d) Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresikranium.
e. Exposure of extermitas
Ada tidaknya peningkatan suhu ruangan, pertahankan suhu ruangan yang
normal.
C. PENGKAJIAN SKUNDER
a. Breathing (B1)
Perubahan system persyarafan tergantung gradasi dari perubahan serebral
akibat trauma kepala.
b. Blood (B2)
1) Sering ditemukan syok hipovelemik pada cedera kepala sedang dan
berat. Tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi,
takikardi  dan aritmia. Frekuansi nadi cepat dan lemah Karena
homeostatis tubuh untuk menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer.
2) Nadi bradikardi sebagai tanda perubahan perfusi jaringan otak
3) Kulit pucat karena penurunan kadar hemoglobin dalam darah
4) Hipotensi menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda-
tanda awal dari syok
5) Terjadi retensi atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus sehingga
elektrolit meningkat.
c. Brain (B3)
1) Pengkajian tingkat kesadaran : letargi,stupor,semikomatosa sampai
Koma
2) Pengkajian fungsi serebral

18
3) Pengkajian saraf cranial
d. Bladder (B4)
1) Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi
akibat menurunnya perfusi pada ginjal
2) Setelah cedera kepala,klien dapat terjadi inkotinensia urine
e. Bowel (B5)
1) Terjadi kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah
pada fase akut. Defekai terjadi kontipasi akibat penurunan peristaltic
usus
2) Pemeriksaan rongga mulut terdapat mulut dan dehidrasi
3) Bising usus menurun atau hilang. Motilitas usus menurun
f. Bone (B6)
Disfungsi motorik yaitu : kelemahan pada seluruh ekstrimitas. Kaji warna
kulit ,suhu kelembapan dan turgor kulit,warna kebiruan. Pucat pada wajah
dan membran mukosa karena rendahnya kadar hemoglobin atau syok. 

D. ANALISA DATA

No SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM


1. DS: trauma kepala Ketidakefektifan
- Keluarga perfusi jaringan
mengatakan pasien kerusakan pada serebral
masih belum sadar tulang tengkorak

DO: Perdarahan
- KU: lemah,
gelisah, kesadaran Penambahan volume
stupor intrakranial pada
- Pasien tampak cavum serebral
meringis menahan
nyeri Kompresi pada vena
- Palpebra edema sehingga terjadi
dan ada jejas stagnai aliran darah
(kebiruan)

19
- Pupil anisokor Peningkatan TIK
- Akral dingin
- CRT > 2 detik Penurunan aliran
darah ke otak

Perubahan perfusi
jaringan serebral

2. DS: Trauma Ketidakefektifan


- Keluarga bersihan jalan nafas
mengatakan pasien Jaringan otak rusak
masih belum sadar.
DO: Perubahan
- Suara nafas stridor autoregulasi, oedema
- Terdapat sumbatan serebral
berupa darah dan
lendir Kejang
- Pasien terlihat
sesak dengan Dispnea,
frekuensi nafas obstruksi jalan nafas,
37x/menit bersihan jalan nafas
terganggu

Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
3. DS: Peningkatan TIK Resiko kekurangan
- Keluarga volume cairan
mengatakan pasien gilus medialis lobus
masih belum sadar temporalis tergeser
DO:
- Mukosa bibir mual muntah,
kering
- Pasien tampak
pucat dan lemas resiko kekurangan

20
- Bising usus volume cairan
meningkat
- Konjungtiva
anemis

a. Diagnosa prioritas
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas,
ditandai dengan dispnea.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d penurunan ruangan untuk perfusi
serebral, sumbatan aliran darah serebral.
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perubahan kadar elktrolit
serum (muntah)

b. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Ketidakefektifan NOC: NIC:
bersihan jalan nafas 1. Respiratory status : 1. Posisikan pasien
berhubungan dengan ventilation untuk
obstruksi jalan nafas, 2. Respiratory status : memaksimalkan
ditandai dengan dispnea. airway patency ventilasi.
Setelah dilakukan asuhan 2. Monitor repirasi
keperawatan selama 1x30 dan status O2
menit, bersihan jalan nafas 3. Monitor adanya
dapat teratasi dengan kecemasan pasien
kriteria hasil : terhadap
1. Mendemontrasikan oksigenasi
batuk efektif dan 4. Monitor TTV
suara nafas yang 5. Monitor pola
bersih, tidak ada nafas
sianosis dan dispnea 6. Lakukan fisio
(mampu terapi dada dan

21
mengeluarkan pasang mayo jika
sputum, mampu perlu
bernapas dengan 7. Keluarkan sekret
mudah, tidak ada dengan batuk atau
pursed lips). suction
2. Menunjukkan jalan 8. Pertahankan jalan
nafas yang paten nafas yang paten
(klien tidak merasa 9. Observasi adanya
tercekik, irama tanda-tanda
nafas, frekuensi hipoventilasi
pernapasan dalam 10. Kolaborasi dengan
rentang normal, dokter dalam
tidak ada suara pemberian
napas abnormal). bronkodilator.
3. Mampu
mengidentifikasikan
dan mencegah faktor
yang dapat
menghambat jalan
nafas.
2. Ketidakefektifan perfusi NOC: NIC:
jaringan serebral b/d 1. Circulation status 1. Monitor adanya
penurunan ruangan untuk 2. Tissue perfusion : daerah tertentu
perfusi serebral, cerebral yang hanya peka
sumbatan aliran darah Setelah dilakukan tindakan terhadap
serebral. keperawatan selama 1x 8 panas/dingin/taja
jam perusi jaringan serebral m/tumpul.
dapat tertasi dengan kriteria 2. Monitor adanya
hasil : paratese
1. Tekanan sisteole dan 3. Batasi gerakan
diastole dalam pada leher, kepala
rentang yang dan punggung.
diharapkan 4. Monitor adanya
2. Tidak ada ortostatik tromboplebitis

22
hipertensi 5. Kolaborasi
3. Tidak ada tanda- pemberian
tanda peningkatan antibiotik untuk
TIK mencegah
4. Dapat terjadinya infeksi
berkomunikasi pada cedera
dengan jelas dan kepala terbuka.
sesuai kemampuan
5. Menunjukkan fungsi
sensori motorik
cranial yang utuh:
tingkat kesadaran
membaik, tidak ada
gerakan-gerakan
involunter.
3. Resiko kekurangan NOC: NIC:
volume cairan 1. Fluid balance 1. Monitor TTV
berhubungan dengan 2. Hydration 2. Monitor status
perubahan kadar elktrolit 3. Nutritional status : hidrasi
serum (muntah). food and fluid intake (kelembaban
membran mukosa,
Setelah dilakukan tindakan nadi adekuat, TD
keperawatan selama 1x8 ortostatik)
jam jam, kekuragan volume 3. Monitor intake
cairan pasien dapat teratasi dan urin output
dengan kriteria hasil : 4. Monitor elektrolit
1. Mempertahankan 5. Monitor tanda dan
urin output sesuai gejala dari edema
dengan usia dan BB 6. Monitor BB
2. TTV dalam batas 7. Kolaborasi dengan
normal dokter dalam
3. Tidak ada tanda- pemberian obat-
tanda dehidrasi, obatan.
elastisitas turgor

23
kulit baik, membran
mukosa lembab,
tidak ada rasa haus
yang berlebihan.
4. Elektrolit, HB dalam
batas normal
5. PH urin dalam batas
normal

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Trauma kepala didefinisikan sebagai trauma non degeneratif atau non
konginetal yang terjadi akibat rudapaksa(trauma) mekanis eksternal yang
menyebabkan kepala mengalami gangguan kognitif, fisik dan psikososial baik
sementara atau permanen. Trauma kepala dapat menyebabkan kematian / kelumpuhan
pada usia dini (Osborn, 2003). Kasus trauma terbanyak disebabkan oleh kecelakaan
lalu lintas, disamping kecelakaan industri, kecelakaan olahraga, jatuh dari ketinggian
maupun akibat kekerasan.
Penyebab cedera kepala pada remaja dan dewasa muda adalah kecelakaan
kendaraan bermotor dan terbentur, selain karena kekerasan. Insidensi cedera kepala
karena trauma kemudian menurun pada usia dewasa, kecelakaan kendaraan bermotor
dan kekerasan yang sebelumnya merupakan etiologi cedera utama, digantikan oleh
jatuh pada usia >45 tahun.
Pemeriksaan klinis pada pasien cedera kepala secara umum meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan
radiologis. Pada anamnesis informasi penting yang harus ditanyakan adalah
mekanisme trauma. Pada pemeriksaan fisik secara lengkap dapat dilakukan
bersamaan dengan secondary survey. Pemeriksaan meliputi tanda vital dan sistem
organ. Penilaian GCS awal saat penderita datang ke Rumah Sakit sangat penting
untuk menilai derajat kegawatan cedera kepala. Pemeriksaan neurologis, selain
pemeriksaan GCS, perlu dilakukan lebih dalam, mencakup pemeriksaan fungsi batang
otak, saraf kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, dan refleks-refleks. Pemeriksaan

24
radiologis yang paling sering dan mudah dilakukan adalah rontgen kepala yang
dilakukan dalam dua posisi, yaitu anteroposterior dan lateral. Idealnya penderita
cedera kepala diperiksa dengan CT Scan, terutama bila dijumpai adanya kehilangan
kesadaran yang cukup bermakna, amnesia, atau sakit kepala hebat.
3.2 Saran
Kepada Mahasiswa Keperawatan diharapkan dapat mengerti tentang asuhan
keperawatan pada klien trauma kepala serta mampu untuk memberikan komunikasi 
yang jelas kepada pasien dalam mempercepat penyembuhan. Berikan pula
Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan hasil yang
maksimal. Kepada dosen pembimbing dapat memberikan penjelasan secara merinci
kepada Mahasiswa tentang askep pada pasien trauma kepala agar semua Mahasiswa
dapat benar-benar memahami asuhan keperawatan pada klien trauma kepala

25
DAFTAR PUSTAKA

Amin H & Hardhi K, 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA. MediAction. Jogjakarta.
Brunner & suddarth.1997.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah E/3 Vol.3. Jakarta:EGC
Smeltzer, Suzanne C, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC, Jakarta
Musliha,S.Kep.,Ns. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta:Nuha Medika
Syaifuddin.2009. Fisiologi Tubuh Manusia E/2.Jakarta.Salemba Medika

MansJoer, Arif, 2000. KapitaSelektaKedokteran,MediaAesculapius.Jakarta.

Suzanne C, Brenda GB. 2000. BukuAjarMedikalBedah,Edisi8.Volume3. EGC:Jakarta.

Brain Injury Association of America. Types of Brain Injury.  Http://www.biausa.org  [diakses


16 Maret 2020]

Anda mungkin juga menyukai