Anda di halaman 1dari 8

1.

Definisi Bencana
Menurut UU no 24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, Bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Menurut (United Nations Secretariat for International Strategy for Disaster
Reduction-UNISDR) bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian
masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia, dari
segi materi, ekonomi atau lingkungan.

2. Jenis – Jenis Bencana dan Penyebab Bencana


Risiko bencana dapat terjadi karena ada dua kondisi yaitu: adanya suatu peristiwa atau
gangguan yang mengancam dan merusak (ancaman/bahaya atau hazard), serta adanya
kerentanan (vulnerability) masyarakat. Dalam Indeks Risiko Bencana Indonesia
disebutkan bahwa Indonesia memiliki 12 jenis ancaman bencana yang berisiko tinggi,
yaitu:
1. Gempa bumi
2. Tsunami
3. Letusan gunung api
4. Gerakan tanah atau longsor
5. Banjir
6. Banjir bandang
7. Kekeringan
8. Cuaca ekstrim (puting beliung)
9. Gelombang ekstrim dan abrasi
10. Kebakaran hutan dan lahan
11. Epidemi dan wabah penyakit
12. Gagal teknologi

bencana disebabkan oleh tiga faktor, yaitu faktor alam, non-alam, dan manusia atau sosial.
1). Bencana alam Bencana alam adalah suatu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam. Beberapa contoh bencana karena
faktor alam yaitu gempa bumi, gunung meletus, tsunami, banjir, tanah longsor dan angin
topan.

2). Bencana non-alam Bencana non-alam adalah suatu bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa non-alam. Beberapa contoh bencana non-alam yaitu
gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi atau wabah penyakit.

3). Bencana sosial Bencana sosial adalah suatu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau serangkaian peristiwa oleh manusia (man-made). Bencana jenis ini dapat berupa
konflik sosial antar kelompok, antar komunitas/masyarakat, dan juga teror. Konflik sosial
yang terjadi biasanya disebabkan karena berbagai faktor. Salah satu faktor yang kerap
memicu konflik sosial adalah keterbatasan akses dari kaum marginal terhadap sarana dan
prasarana yang disediakan oleh pemerintah.
Klasifikasi Bencana Alam

Klasifikasi bencana alam berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Bencana alarn geologis
Bencana alam ini disebabkan oleh gaya-gaya yang berasal dari dalam bumi (gaya
endogen). Termasuk dalam bencana alam geologis adalah gempa bumi, Jetusan
gunung berapi, dan tsunami
b. Bencana alam klimatologis
Bencana alam klimatologis merupakan bencana alarn yang disebabkan oleh faktor angin
dan hujan. Contoh bencana alam klimatologis adalah banjir, badai, banjir bandang, angin
puting beliung, kekeringan, dan kebakaran alami hutan (bukan oleh manusia).
Gerakan tanah (longsor) termasuk juga bencana alam, walaupun pemicu utamanya
adalah faktor klimatologis (hujan), tetapi gejala awalnya dimulai dari kondisi geologis
(jenis dan karakteristik tanah serta batuan dan sejenisnya).
c. Bencana alam ekstra-terestrial
Bencana alam ekstra-terestrial adalah bencana alam yang terjadi di luar angkasa,
contohnya hantaman/impact meteor. Bila hantaman benda - benda langit mengenai
perrnukaan bumi maka akan menimbulkan bencana alam yang dahsyat bagi penduduk
bumi.

3. Definisi Manajemen Bencana


Menurut UU No. 24 Tahun 2007, Manajemen bencana adalah suatu proses dinamis,
berlanjut dan terpadu untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan
dengan observasi dan analisis bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan,
peringatan dini, penanganan darurat, rehabilitas dan rekonstruksi bencana.

4. Siklus Manajemen Bencana


Berdasarkan UU No.24 Tahun 2007 Upaya penyelenggaraan penanggulangan bencana
terdapat 3 tahap yaitu:
1. Tahap Prabencana
Tahap prabencana merupakan tahap yang sangat baik dalam upaya penanggulangan
dampak bencana karena dapat dilakukan pelatihan dan antisipasi saat terjadi bencana.
Pada tahap pra bencana ini meliputi dua keadaan yaitu :
A. Situasi Tidak Terjadi Bencana Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu
wilayah yang berdasarkan analisis kerawanan bencana pada periode waktu tertentu
tidak menghadapi ancaman bencana yang nyata. Penyelenggaraan penanggulangan
bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi :
1) perencanaan penanggulangan bencana;
2) pengurangan risiko bencana;
3) pencegahan;
4) pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
5) persyaratan analisis risiko bencana;
6) pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
7) pendidikan dan pelatihan; dan
8) persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.

B. Situasi Terdapat Potensi Bencana Pada situasi ini perlu adanya kegiatan-kegiatan
kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana dalam penanggulangan bencana.
1) Kesiapsiagaan Adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya
guna. Kesiapsiagaan dapat dilakukan melalui :
a. penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana;
b. pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini;
c. penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar;
d. pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap
darurat;
e. penyiapan lokasi evakuasi;
f. penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur tetap tanggap darurat
bencana;
g. penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk pemenuhan
pemulihan prasarana dan sarana.

2) Peringatan Dini serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin


kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh
lembaga yang berwenang. Hal-hal yang dapat dilakukan dalam peringatan dini antara
lain sebagai berikut: pengamatan gejala bencana; analisis hasil pengamatan gejala
bencana; pengambilan keputusan oleh pihak yang berwenang; penyebarluasan
informasi tentang peringatan bencana; pengambilan tindakan oleh masyarakat

3) Mitigasi Bencana serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana. Tindakan mitigasi dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2
(dua) bagian, yaitu mitigasi pasif dan mitigasi aktif.
a). Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain adalah: 
Penyusunan peraturan perundang-undangan  Pembuatan peta rawan bencana dan
pemetaan masalah.  Pembuatan pedoman/standar/prosedur  Pembuatan
brosur/leaflet/poster  Penelitian/pengkajian karakteristik bencana 
Pengkajian/analisis risiko bencana  Internalisasi Penanggulangan Bencana dalam
muatan lokal pendidikan  Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
 Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum  Pengarusutamaan
Penanggulangan Bencana dalam perencanaan pembangunan
b). Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif antara lain: 
Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan memasuki
daerah rawan bencana dsb.  Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan
tentang penataan ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan lain yang
berkaitan dengan pencegahan bencana.  Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan
masyarakat.  Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang
lebih aman. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.  Perencanaan
daerah penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi jika terjadi bencana. 
Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah, mengamankan dan
mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana, seperti: tanggul, dam, penahan
erosi pantai, bangunan tahan gempa dan sejenisnya
2. Tanggap darurat Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat
kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan
sarana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi:
a. pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber daya; Dalam
pengkajian secara cepat dan tepat hal ini termasuk dalam, antara lain: cakupan lokasi
bencana; jumlah korban; kerusakan prasarana dan sarana; gangguan terhadap fungsi
pelayanan umum serta pemerintahan; kemampuan sumber daya alam maupun buatan
b. penentuan status keadaan darurat bencana;
c. penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana; pemenuhan kebutuhan dasar;
d. perlindungan terhadap kelompok rentan;
e. pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital
3. Pasca bencana Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana
meliputi:
1) Rehabilitasi; perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat
sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk
normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pasca bencana.
Kegiatan rehabilitasi dapat dilakukan melalui :
a. perbaikan lingkungan daerah bencana;
b. perbaikan prasarana dan sarana umum;
c. pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
d. pemulihan sosial psikologis;
e. pelayanan kesehatan;
f. rekonsiliasi dan resolusi konflik;
g. pemulihan sosial ekonomi budaya;
h. pemulihan keamanan dan ketertiban;
i. pemulihan fungsi pemerintahan; dan
j. pemulihan fungsi pelayanan publik
2) Rekonstruksi.
Strategi dalam Penyelenggaraan Rekonstruksi ini adalah:
a. Melibatkan partisipasi masyarakat sebesar mungkin, baik masyarakat yang terkena
bencana maupun masyarakat secara umum, melalui proses memberdayakan masyarakat
dalam berbagai kegiatan penyelenggaraan rekonstruksi dan dengan menciptakan situasi
kondusif bagi peran serta masyarakat yang sebesar-besarnya dalam kegiatan rekonstruksi,
melalui mekanisme pelibatan yang sederhana.
b. Memanfaatkan kearifan lokal berdasarkan pada kondisi aktual di lapangan, melalui
program yang mengacu kepada kebijakan pemerintah dengan memperhatikan kondisi
sosial dan budaya masyarakat.
c. Mendorong pengembangan kapasitas dalam pelaksanaan rekonstruksi, baik ketika
perencanaan, pelaksanaan, monitoring maupun penegakkan aturan-aturan yang ada, untuk
menjamin hasil rekonstruksi yang memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap bencana di
masa yang akan datang, baik di tingkatan pemerintahan, masyarakat, komunitas lokal
maupun individu.
d. Mengutamakan solusi jangka panjang daripada penyelesaian masalah-masalah yang
bersifat sementara.
e. Memberikan perhatian khusus kepada usaha-usaha berkelanjutan yang bersifat lokal.
f. Menggunakan proses perencanaan yang terintegrasi, dengan penetapan prioritas jangka
pendek, menengah dan panjang.
g. Mengutamakan usaha-usaha untuk memulihkan kondisi ekonomi lokal dengan cepat
sebagai bagian dari kegiatan prioritas jangka pendek, melalui pelibatan sebanyak-
banyaknya berbagai pelaku ekonomi lokal dalam proses rekonstruksi
h. Mengintegrasikan teknologi maju dengan sumber daya lokal yang sesuai.
i. Menggunakan rencana implementasi yang sederhana.
j. Memastikan tersedianya akses informasi mengenai semua kegiatan rekonstruksi bagi
semua pemangku kepentingan dalam rangka membangun komunikasi untuk menjamin
akuntabilitas dan transparansi proses rekonstruksi
5. Kegiatan – Kegiatan Manajemen Bencana
Kegiatan-kegiatan manajemen bencana:

1. Pencegahan (Prevention)
Pencegahan merupakan upaya yang dilakukan untuk terjadinya bencana (jika
mungkin dengan meniadakan bahaya).
Misalnya:

a. Melarang pembakaran hutan dalam perladangan.

b. Melarang penarnbangan batu di daerah yang cu ram.


c. Mela rang rnernbuang sampah sernbarangan.

2. Mitigasi Bencana (Mitigation)


Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik melalui pembangunan fisik rnaupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancarnan bencana (UU 24/2007) atau upaya yang dilakukan untuk
meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana.

Bentuk mitigasi:

a. Mitigasi struktural (membuat checkdam, bendungan, tanggul sungai, rumah


tahan gempa, dan lain-lain).
b. Mitigasi nonstruktural (peraturan perundang-undangan, pelatihan, dan lain-lain).

3. Kesiapsiagaan (Preparedness)

Kesiapsiagaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi


bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya
guna (UU 24/2007). Misalnya, penyiapan sarana komunikasl, pos komando, penyiapan
lokasi evakuasi, rencana kontinjensi, dan sosialtsast peraturan/pedoman penanggulangan
bencana.

4. Peringatan Dini (Early Warning)

Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin


kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tern pat oleh
lembaga yang berwenang (UU 24/2007), a tau upaya untuk memberikan tanda
peringatan bahwa bencana kemungkinan akan segera terjadi.
Pemberian peringatan dini harus:

a. Menjangkau ,nasyarakat (accessible).

b. Segera (in1n1ediate).

c. Tegas tidak membingungkan (coherent).

d. Bersifat resmi (official).

5. Tanggap Darurat (Response)

Tanggap daruratadalah upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana untuk
menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan
harta benda, evakuasi, dan pengungsian.

6. Bantuan Darurat (Relief)


Bantuan darurat merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan, sandang, tempat tinggal sernentara,
kesehatan, sanitasi, dan air bersih.
7. Pemulihan (Recove,y)

a. Proses pemulihan darurat kondisi masyarakat yang terkena bencana dengan


memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan sernula.
b. Upaya yang dilakukan adalah memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar
(jalan, listrik, air bersih, pasar; puskesmas, dan lain-lain).

8. Rehabilitasi (Rehabilitation)

Rehabilitasi adalah langkah upaya yang diambil setelah kejadian bencana


untukmembantu rnasyarakatrnernperbaikt rumahnya, fasilitas umurn, dan fasilitas sosial
penting, dan ,nenghidupkan kemball roda perekonomian.
9. Rekonstruksi (Reconstruction)

Rekonstruksi merupakan program jangka rnenengah dan jangka panjang guna perbaikan
fisik, sosial, dan ekonomi untuk rnengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi
yang sama atau lebih baik dari sebelumnya.

6. Kunci Respon Pada Setiap Tahapan


Dalam manajemen bencana, kunci respons pada setiap tahapan meliputi berbagai kegiatan
yang penting untuk mengurangi kerugian akibat bencana, memberikan bantuan yang
segera dan memadai kepada korban, serta mencapai pemulihan yang cepat dan efektif.
Berikut adalah kunci respons pada setiap tahapan manajemen bencana:

### Tahap Pra Bencana:


1. **Pencegahan (Prevention):** Upaya untuk mencegah terjadinya bencana dengan
meniadakan bahaya.
2. **Mitigasi:** Upaya untuk mengurangi risiko bencana baik melalui pembangunan fisik
maupun peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
3. **Kesiapsiagaan (Preparedness):** Persiapan dan perencanaan untuk menghadapi
bencana.
4. **Peringatan Dini:** Sistem peringatan dini untuk memberikan informasi tentang
ancaman bencana.

### Tahap Saat Bencana:


1. **Tanggap Darurat (Response):** Kegiatan segera pada saat kejadian bencana untuk
menangani dampak, termasuk penyelamatan, evakuasi, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengungsian, dan pemulihan sarana prasarana.

### Tahap Pasca Bencana:


1. **Pemulihan (Recovery):** Upaya untuk mengembalikan masyarakat ke kondisi
normal setelah bencana.
2. **Rehabilitasi:** Proses pemulihan yang lebih mendalam untuk memperbaiki kondisi
fisik dan psikologis korban.
3. **Rekonstruksi:** Pembangunan kembali infrastruktur dan lingkungan yang rusak
akibat bencana.

Dengan pemahaman yang baik tentang siklus manajemen bencana dan penerapan kunci
respons pada setiap tahapan tersebut, dapat membantu dalam mengurangi dampak buruk
dari bencana serta mempercepat proses pemulihan pasca bencana[5].

7. Regulasi Pengelolaan Bencana


1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
2. Peraturan Presiden No.8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB). Dengan pertimbangan dalam rangka meningkatkan kinerja BNPB,
pemerintah kemudian memandang perlu melakukan perubahan struktur organisasi
melalui penambahan unit kerja dan perubahan nomenklatur serta tugas pokok dan
fungsi unit kerja yang sudah ada saat ini. Atas pertimbangan tersebut, pada Januari
2019, Presiden menandatangani peraturan yang baru yaitu Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB).
3. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana
4. Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan
Bencana
5. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional
dan Lembaga Asing Non-Pemerintah dalam Penanggulangan Bencana
6. Peraturan Presiden No.17 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana dalam Keadaan Tertentu

Anda mungkin juga menyukai