Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia menjadi negara yang paling rawan terhadap bencana di
dunia berdasar data yang dikeluarkan oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa
untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana (UN-ISDR).
Tingginya posisi Indonesia ini dihitung dari jumlah manusia yang terancam
risiko kehilangan nyawa bila bencana alam terjadi. Indonesia menduduki
peringkat tertinggi untuk ancaman bahaya tsunami, tanah longsor, gunung
berapi. Dan menduduki peringkat tiga untuk ancaman gempa serta enam untuk
banjir.
Bencana diartikan sebagai peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian materil, dan dampak psikologis. (Putra, et al.).
Dalam kurun waktu 30 tahun terakhir di Indonesia terdapat peristiwa
bencana yang terjadi setiap tahun. Pasca meletusnya“Gunung Krakatau yang
menimbulkan Tsunami besar tahun 1883, setidaknya telah terjadi 17 Bencana
Tsunami besar di Indonesia selama hampir satu abad (1900-1996)” Hajianto
(2006). Bencana gempa dan Tsunami besar yang terakhir terjadi pada bulan
Desember tahun 2004 di Aceh dan sebagian Sumatera Utara, “lebih dari
150.000 orang meninggal dunia. Setelah gempa Aceh di akhir tahun 2004,
pada tahun 2005 Pulau Nias dan sekitarnya juga dilanda gempa, sekitar 1.000
orang menjadi korban, (Pusat data dan Analisa, 2006). Pada tahun 2010
bencana beruntun menerjang Indonesia. Tsunami di Mentawai, banjir dan
longsor di Wasior, gunung meletus di Yogyakarta dan meletusnya gunung
sinabung yang terjadi di Kabupaten Karo (Putra, et al.).
Dalam situasi darurat bencana sering terjadi kegagapan penanganan
dan kesimpangsiuran informasi dan data korban maupun kondisi kerusakan,
sehingga mempersulit dalam pengambilan kebijakan untuk penanganan

1|ICHASARI,S.Kep
darurat bencana. Sistem koordinasi juga sering kurang terbangun dengan baik,
penyaluran bantuan, distribusi logistic sulit terpantau dengan baik sehingga
kemajuan kegiatan penangan tanggap darurat kurang terukur dan terarah
secara obyektif. Situasi dan kondisi di lapangan yang seperti itu disebabkan
belum terciptanya mekanisme kerja pos komando dan koordinasi tanggap
darurat bencana yang baik, terstruktur dan sistematis (Muhammadiyah
Disaster Manajemen Center, 2011). Secara umum manajemen siklus
penaggulangan bencana meliputi: 1) kejadian bencana (impact); 2) tanggap
darurat (emergency response); 3) pemulihan (recovery); 4) pembangunan
(development); 5) pencegahan (preventation); 6) mitigasi (mitigation); 7)
kesiapsiagaan (preparedness), Kemenkes RI, (2006). Pengambilan keputusan
yang efektif dan efisien dalam merespon bencana mutlak ditopang oleh
informasi yang didapat oleh pihak pengambil keputusan. Jika informasi tidak
benar, bisa dipastikan keputusan akan salah dan intervensi yang dilakukan
juga tidak tepat (tidak efektif), juga sangat dimungkinkan menghambur-
hamburkan sumberdaya dan sumber dana (tidak effisien).
Profesi keperawatan bersifat luwes dan mencakup segala kondisi,
dimana perawat tidak hanya terbatas pada pemberian asuhan dirumah sakit
saja melainkan juga dituntut mampu bekerja dalam kondisi siaga tanggap
bencana. Situasi penanganan antara keadaan siagadan keadaan normal
memang sangat berbeda, sehingga perawat harus mampu secara skill dan
teknik dalammenghadapi kondisi seperti ini.
Kegiatan pertolongan medis dan perawatan dalam keadaan siaga
bencana dapat dilakukan oleh profesi keperawatan. Berbekal pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki seorang perawat bisa melakukan pertolongan siaga
bencana dalam berbagai bentuk
Dalam penulisan laporan ini akan dijelaskan pentingnya peran
perawat dalam situasi tanggap bencana, bentuk dan peran yang bisa dilakukan
perawat dalam keadaan tanggap bencana.

2|ICHASARI,S.Kep
B. Tujuan Penulisan

1. Mampu mengaplikasikan pelayanan gawat darurat pada kondisi bencana.


2. Mampu menguasai dan mengimplementasikan dasar-dasar ataupun
langkah utama dalam melakukan need assesment terhadap para korban.
3. Mampu melakukan evakuasi korban bencana.
4. Mampu melakukan triage lapangan saat terjadi bencana.
5. Mampu bekerja sama dengan tim penanggulangan bencana.
6. Mampu beradaptasi dan survive terhadap lingkungan pasca bencana
terjadi.

C. Manfaat Penlisan

1. Manfaat secara teoritis, antara lain:


a. Memberikan sumbangan kajian berbagai disiplin ilmu dalam
membentu meringankan beban dan meminimalisir jatuhnya korban
yang diakibatkan bencana alam.
b. Memperkaya kajian psikologi sosial dalam proses pasca bencana alam
dan saat memberikan bantuan kepada para korban.
2. Manfaat secara praktis, antara lain:
a. Mampu memberikan penanganan bencana yang komperhensif.
b. Meningkatkan sikap tanggung jawab, dapat dipercaya dan metalitas
yang bisa diandalkan dalam kehidupan berorganisasi, bermasyarakat
serta bernegara.
c. Adanya komitmen dan upaya yang sistematis, terarah,
terkoordinasi,dan efektif dari instansi/ lembaga terkait tingkat nasional/
daerah dalam upaya tanggap bencana.

3|ICHASARI,S.Kep
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Bencana
1. Pengertian Bencana
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana menyebutkan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis. Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana
disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu,
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan
mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa
gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan,
dan tanah longsor. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan
oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa
gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi. dan wabah penyakit.
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atauserangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi
konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.

2. Jenis- Jenis Bencana Di Indonesia


a. Bencana alam (Natural Disaster), yaitu kejadian-kejadian alami
seperti banjir, genangan, gempa bumi, gunung meletus dan lain
sebagainya.
b. Bencana ulah manusia (Man-Made Disaster), yaitu kejadian-kejadian
karena perbuatan manusia seperti tabrakan pesawat udara atau
kendaraan, kebakaran, ledakan, sabotase dan lainnya.

4|ICHASARI,S.Kep
c. Bencana berdasarkan cakupan wilayahnya terdiri atas:
a) Bencan Lokal, bencana ini memberikan dampak pada wilayah
sekitarnya yang berdekatan, misalnya kebakaran, ledakan,
kebocoran kimia dan lainnya.
b) Bencana regional, jenis bencan ini memberikan dampak atau
pengaruh pada area geografis yang cukup luas dan biasanya
disebabkan leh faktor alam seperti alam, banjir, letusan gunung
dan lainnya.

3. Jenis- Jenis Bencana Yang Terjadi Di Sulawesi Tengah


a. Kebakaran
b. Banjir
c. Gempa Bumi 29 Mei 2017

4. Kejadian Bencana Dalam 5 Tahun Terakhir Di Indonesia


a. Jatuhnya pesawat Air Asia 28 Desember 2014
b. Kebakaran hutan
c. Tanah longsor
d. Gempa Bumi

B. Menejemen Bencana
1. Pra bencana
Tahapan manajemen bencana pada kondisi sebelum kejadian atau pra
bencana meliputi kesiagaan, peringatan dini dan mitigasi.
a) Kesiap siagaan
Kesiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui
langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Kesiagaan adalah tahapan
yang paling strategis karena sangat menentukan ketahanan anggota
masyarakat dalam menghadapi datangnya suatu bencana.
b) Peringatan dini

5|ICHASARI,S.Kep
Peringatan dini disampaikan dengan segera kepada semua pihak,
khususnya mereka yang potensi terkena bencana akan kemungkinan
datangnya suatu bencana di daerahnya masing-masing. Peringatan
didasarkan berbagai informasi teknis dan ilmiah yang dimiliki diolah
atau diterima dari pihak berwenang mengenai kemungkinan datangnya
suatu bencana.
c) Mitigasi
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2008,
mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Mitigasi adalah upaya untuk mencegah atau mengurangi
dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana. Mitigasi harus
dilakukan secara terencana dan komprehensif melalui berbagai upaya
dan pendekatan antara lain:
a. Pendekatan teknis
Secara teknis mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi
dampak suatu bencana misalnya membuat material yang tahan
terhadap bencana, dan membuat rancanagan pengaman, misalnya
tanggul banjir, lumpur dan lain sebagainya.
b. Pendekatan manusia
Pendekatan manusia ditujukan untuk membentuk manusia yang
paham dan sadar mengenai bahaya bencana. Untuk itu perilaku dan
cara hidup manusia harus dapat diperbaiki dan disesuaikan dengan
kondisi lingkungan dan potensi bencana yang dihadapinya.
c. Pendekatan admisnistratif
Pemerintah atau pimpinan organisasi dapat melakukan pendekatan
administratif dalam manajemen bencana, khususnya di tahap
mitigasi sebagai contoh:
1) Penyususnan tata ruang dan tata lahan yang memperhitungkan
aspek risiko bencana

6|ICHASARI,S.Kep
2) Penerapan kajian bencana untuk setiap kegiatan dan
pembangunan industry berisiko tinggi.
3) Menyiapkan prosedur tanggap darurat dan organisasi tanggap
darurat di setiap organisasi baik pemerintahan maupun industry
berisiko tinggi.

2. Saat Bencana
Tahapan paling krusial dalam sistem manajemen bencana adalah
saat bencana sesungguhnya terjadi. Mungkin telah melalui proses
peringatan dini, maupun tanpa peringatan atau terjadi secara tiba-tba. Oleh
karena itu diperlukan langkah-langkah seperti tanggap darurat untuk dapat
mengatasi dampak bencana dengan cepat dan tepat agar jumlah korban
atau kerugian dapat diminimalkan.
a. Tanggap darurat
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani
dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan
dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan
sarana prasarana. Tindakan ini dilakukan oleh Tim penanggulangan
bencana yang dibentuk dimasing-masing daerah atau organisasi.
Menurut PP No. 11, langkah-langkah yangdilakukan dalm
kondisi tanggap darurat antara lain:
a) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumberdaya, sehingga dapat diketahui dan diperkirakan magnitude
bencana, luas area yang terkena dan perkiraan tingkat
kerusakannya.
b) Penentuan status keadaan darurat bencana.
c) Berdasarkan penilaian awal dapat diperkirakan tingkat bencana
sehingga dapat pula ditentukan status keadaan darurat. Jika tingkat
bencana terlalu besar dan berdampak luas, mungkin bencana
tersebut dapat digolongkan sebagai bencana nasional.

7|ICHASARI,S.Kep
d) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana.
b. Langkah selanjutnya adalah melakukan penyelamatan dan evakuasi
korban bencana. Hal yang dapat dilakukan antara lain:
a) Pemenuhan kebutuhan dasar
b) Perlindungan terhadap kelompok rentan (anak-anak, lansia, orang
dengan keterbatasan fisik, pasien rumah sakit, dan kelompok yang
dikategorikan lemah)
c) Pemulihan dengan segera sarana dan prasarana vital.
c. Penanggulangan bencana
Selama kegiatan tanggap darurat, upaya yang dilakukan adalah
menanggulangi bencana yang terjadi sesuai dengan sifat dan jenisnya.
Penanggulangan bencana memerlukan keahlian dan pendekatan khusus
menurut kondisi dan skala kejadian.
Tim tanggap darurat diharapkan mampu menangani segala
bentuk bencana. Oleh karena itu Tim tanggap darurat harus
diorganisisr dan dirancang untuk dapat menangani berbagai jenis
bencana.

3. Pasca Bencana
Setelah bencana terjadi dan setelah proses tanggap darurat dilewati,
maka langkah berikutnya adalah melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi.
a. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
public atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau
berjalannya secara wajarsemua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pascabencana.
b. Rekonstruksi
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan
sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, social, dan budaya, tegaknya

8|ICHASARI,S.Kep
hukum, dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana

C. Konsep SAR
1. Pengertian SAR
SAR merupakan singkatan dari Search And Rescue yang
mempunyai arti usaha untuk melakukan pencarian, pertolongan dan
penyelamatan terhadap keadaan darurat yang dialami baik manusia
maupun harta benda yang berharga lainnya.
Search And Rescue yang di ambil dari bahasa inggris yang artinya
pencari penyelamat apabila terjadi bencana yang merupakan lembaga
pemerintah yang sifatnya non atau tidak dalam kementrian yang memiliki
peran sebagai tim penanganan bencana yang cepat dan tanggap setiap kali
di butuhkan tindakan evakuasi korban.
Basarnas adalah singkatan dari kata Badan Search And Rescue
Nasional. Istilah badan seacrh and rescue nasional apabilah disingkat
menjadi basarnas.
Di indonesia sendiri tim BASARNAS yang juga merupakan
singkatan dari kepanjangan Badan SAR Nasional yang merupakan
bentukan pemerintah yang ditugaskan untuk menjadi tim penyelamat
setiap kali terjadi bencana alam, kecelakaan pesawat, dan kecelakaan
dalam pelayaran.

2. Hakekat SAR
SAR merupakan kegiatan kemanusiaan yang dilakukan secara suka
rela dan tanpa pamrih dan merupakan kewajiban moril bagi setiap individu
yang terlatih untuk melakukan pertolongan terhadap korban musibah
secara cepat, tepat dan efisien dengan memanfaatkan sumber daya/potensi
yang ada, baik sarana dan prasarana maupun manusia yang ada
Dalam Undang-Undang (UU) 29 tahun 2014 ini disebutkan, bahwa
penyelenggaraan Pencarian dan Pertolongan bertujuan di antaranya untuk:

9|ICHASARI,S.Kep
a. Melakukan pencarian serta memberikan pertolongan, penyelamatan,
dan Evakuasi Korban secara cepat, tepat, aman, terpadu dan
terkoordinasi;
b. Mencegah dan mengurangi kefatalan dalam Kecelakaan.

3. Sistem Informasi SAR


Dalam kegiatan SAR, komunikasi mempunyai peranan yang sangat
penting dan mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut :
a. Sarana Pengindera Dini (early detecting), berfungsi untuk mendeteksi
adanya musibah pelayaran/ penerbangan, bencana dan musibah
lainnya sedini mungkin. Sarana ini dilaksanakan oleh BASARNAS
dengan pengoperasian LUT dan IDMCC.
b. Sarana Koordinasi (early warning), berfungsi untuk dapat
berkoordinasi dan mendukung kegiatan operasi SAR baik secara
internal antara BASARNAS dengan Kantor SAR maupun secara
ekstern seperti dengan instansi/ organisasi berpotensi SAR, dan RCC
negara tetangga.
c. Sarana Komando dan Pengendali (command and control) berfungsi
untuk mengendalikan unsur-unsur yang terlibat dalam operasi SAR di
lapangan.
d. Sarana Administrasi dan Logistik, Berfungsi untuk pembinaan Kantor
SAR dalam pelaksanaan pembinaan dan administrasi perkantoran
1) Sebagai sarana penginderaan dini dimaksudkan agar setiap
musibah dapat terdeteksi sedini mungkin, sumber informasi adanya
musibah di dapat dari :
a) Obyeknya sendiri, yaitu objek transportasi seperti pesawat
terbang atau kapal laut yang mengalami musibah bahkan
personal person yang memiliki becon dan mengaktifkan sinyal
distress alert dari lokasi musibah.
b) LUT (Local User Terminal), merupakan ground segment dari
COSPAS-SARSAT yang berfungsi untuk menerima sinyal dari

10 | I C H A S A R I , S . K e p
satelit untuk memperhitungkan posisi distress alert yang
dipancarkan oleh Beacon (ELT,EPIRB dan PLB).

System LUT (Local User Terminal) :

Sistem Satelit

LEOLUT untuk system LEOSAR


a. Sistem LEOSAR (Low Earth Orbit SAR) merupakan sistem satelit
yang berorbit rendah dengan ketinggian 1000 km dengan membawa
instrumen SAR 121,5 MHz (sampai Feb 2009) dan 406 MHz.
b. Konfigurasi sistem LEOSAR terdiri dari 8 satelit yaitu 2 satelit
COSPAS dan 6 satelit SARSAT.
c. Rusia menyuplai satelit COSPAS pada ketinggian 1.000 km dengan
instrument SAR yang beroperasi pada 121.5 dan 406 MHz. Amerika
menyuplai satelit SARSAT dengan ketinggian 850 km, sedangkan

11 | I C H A S A R I , S . K e p
untuk Instrumen SAR 121,5 /243 MHz dan 406 MHz disuplai oleh
Kanada dan Perancis.

GEOLUT untuk system GEOSAR


a. Sistem satelit berorbit stationer (di khatulistiwa) dengan ketinggian
35000 Km.
b. Konstalasi GEOSAR berjumlah lima satelit, terdiri dari tiga satelit
yang disediakan oleh AS yaitu dua satelit GEOS East ( GEO E ) dan
satu GEOS West (GEO W ), satu satelit disediakan India (INSAT) dan
satu satelit lagi disediakan Uni-Eropa (Eumetsat MSG)
c. Prinsip Efek Doppler tidak bisa diterapkan
a. ATC, SROP, sebagai instansi pemerintah yang mengatur lalu
lintas transportasi penerbangan (ATC) dan pelayaran (SROP).
Instansi ini memiliki peranan yang sangat penting dan menjadi
sumber informasi bagi musibah penerbangan atau pelayaran.
b. Instansi TNI dan Polri, selain melaksanakan tugas pokok masing-
masing kedua instansi ini juga memiliki sarana dan pasarana SAR
yang memadai serta potensi SAR yang cukup besar.
c. Pesawat terbang/ kapal laut/ siapapun yang melihat/ mendengar
adanya objek tersebut di sekitar lokasi musibah. Dalam dunia
rescue informasi itu sangat penting. Bahkan dalam dunia
pelayaran bila ada kapal laut yang tidak memberikan pertolongan

12 | I C H A S A R I , S . K e p
pada korban musibah atau tidak memberikan informasi musibah
yang terjadi di sekitarnya pada kapal lainnya maka akan diberikan
sanksi.
d. Organisasi swasta dan masyarakat :
a) Perusahaan penerbangan/ pelayaran
b) ORARI, RAPI dan PRSSNI
c) Sumber lain

2) Sebagai Sarana koordinasi dimaksudkan agar terlaksananya


koordinasi yang baik dengan oranisasi atau instansi pemerintah
yang berpotensi serta potensi SAR, dan RCC negara tetangga
dalam menangani suatu musibah/ bencana. Koordinasi antara
kantor pusat BASARNAS dengan kantor SAR, dan unsur SAR
lainnya, harus terintegrasi dalam suatu jaringan komunikasi
terpadu yang meliputi komunikasi data dan suara (voice). System
komunikasi untuk koordinasi dapat dilihat pada diagram dibawah
ini:

13 | I C H A S A R I , S . K e p
3) Sebagai Sarana komando dan pengendalian dimaksudkan agar pada
saat terjadi musibah SRU (SAR Rescue Unit) di lapangan dapat
dikendalikandan dikoordinasikan secara terpadu OSC (On Scene
Commender) atau SMC. Komunikasi antar SRU maupun SRU
dengan OSC/ SMC selama operasi SAR menjadi foktor pendukung
dalam pelaksanaan operasi SAR. Komunikasi yang digunakan
dalam lapangan biasanya menggunakan system komunikasi suara
(voice) yang dalam hal ini radio komunikasi VHF, HF, UHF atau
telepon satelit.

4. Pelaksanaan Evakuasi
Evakuasi merupakan suatu tindakan pemindahan korban dari lokasi
kejadian/bencana ke lokasi yang lebih aman pada situasi yang berbahaya
perlu tindakan yang tepat, cepat dan waspada/cermat.
a. Prinsip Evakuasi :
a) Jangan lakukan jika tidak mutlak perlu
b) Lakukan sesuai dengan tekhnik yang baik dan benar
c) Kondisi penolong harus baik dan terlatih.

Sebisa mungkin, jangan memindahkan korban yang terluka


kecuali ada bahaya api, lalu lintas, asap beracun atau hal lain yang
membahayakan korban maupun penolong. Sebaiknya berikan
pertolongan pertama di tempat korban berada sambil menunggu
bantuan datang.

14 | I C H A S A R I , S . K e p
Jika terpaksa memindahkan korban, perhatikan hal-hal berikut :

a) Apabila korban dicurigai menderita cedera tulang belakang,


jagan dipindahkan kecuali memang benar-benar diperlukan
b) Tangani korban dengan hati-hati untuk menghindari cedera
lebih parah. Perhatikan bagian kepala, leher dan tulang
belakang terutama jika korban pingsan
c) Angkat korban secara perlahan-lahan tanpa merenggutnya
b. Macam – macam pemindahan korban :
a) Pemindahan darurat
Hanya dilakukan jika :
Ada bahaya langsung terhadap penderita
Untuk memperoleh jalan masuk atau menjangkau penderita lainya
Tindakan penyelamatan nyawa tidak dapat dilakukan karena posisi
penderita tidak sesuai untuk perawatanya
b) Pemindahan tidak darurat (biasa)
Dilakuakn setelah :
Penilaian awal sudah lengkap dilakukan
Denyut nadi dan nafas stabil
Tidak ada perdarahan luar atau takada indikasi perdarahan dalam
Mutlak tidak ada cedera spinal / leher atau cedera di tempat lain
Semua patah tulang sudah di mobilisasi ( difiksasi secara benar)
a. Cara pemindahan darurat
Tarik lengan atau bahu
Tarik baju atau selimut
Tarik menjulang
Tarik dengan merangkak
b. Tidak darurat
Teknik angkat langsung (2-3 orang)
Teknik angkat anggota gerak
c. Peralatan evakuasi
1. Tandu beroda / tandu trolley ambulance
2. Tandu : lipat , scop, kursi, basket

15 | I C H A S A R I , S . K e p
3. Spinal board ( panjang & pendek)
4. Matras vakum
5. Bidai vakum
6. Selimut

Evakuasi adalah kegiatan memindahkan korban dari lokasi


kecelakaan ke tempat lain yang lebih aman dengan cara-cara yang
sederhana di lakukan di daerah-daerah yang sulit dijangkau dimulai
setelah keadaan darurat. Penolong harus melakukan evakuasi dan
perawatan darurat selama perjalanan.

d. Cara pengangkutan korban :


1.Pengangkutan tanpa menggunakan alat atau manual pada umumnya
digunakan untuk memindahkan jarak pendek dan korban cedera
ringan, dianjurkan pengangkatan korban maksimal 4 orang
2.Pengangkutan dengan alat (tandu)
e. Rangkaian pemindahan korban:
3. Persiapan
4. Pengangkatan korban ke atas tandu
5. Pemberian selimut pada korban
6. Tata letak korban pada tandu disesuaikan dengan luka atau cedera.
f. Prinsip pengangkatan korban dengan tandu:
a. Pengangkatan korban harus secara efektif dan efisien dengan dua
langkah pokok; gunakan alat tubuh (paha, bahu, panggul), dan
beban serapat mungkin dengan tubuh korban.
b. Sikap mengangkat. Usahakan dalam posisi rapi dan seimbang
untuk menghindari cedera.
c. Posisi siap angkat dan jalan.

Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan SAR Nasional No.22


tahun 2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Operasi SAR Pasal 2,
operasi SAR meliputi segala upaya dan kegiatan SAR sampai dengan
evakuasi terhadap korban, sebelum diadakan penanganan berikutnya.
Rangkaian kegiatan SAR terdiri atas 5 (lima) tahap yaitu tahap

16 | I C H A S A R I , S . K e p
menyadari, tahap tindak awal, tahap perencanaan, tahap operasi, dan
tahap pengakhiran.

Struktur Organisasi tugas terdiri dari SRU yang berada di


setiap Kantor SAR yang selalu siap untuk tugas SAR dalam
penanggulangan bencana dan musibah lainnya. Penugasan SRU yang
berasal dari instansi/ organisasi di luar Basarnas dalam
penyelenggaraan operasi SAR dilengkapi dengan surat perintah dari
instansi/ organisasi masing-masing. SRU di tiap lokasi musibah
dipimpin oleh seorang OSC yang berada di bawah SMC. Operasi SAR
diselenggarakan paling lama 7 (tujuh) hari semenjak SMC ditunjuk
oleh Kepala Badan SAR Nasional.

g. Penutupan penyelenggaraan operasi SAR dilakukan apabila:


a. Operasi SAR dianggap selesai karena korban telah ditemukan dan
atau diselamatkan
b. Operasi SAR dianggap selesai karena korban telah ditemukan dan
atau diselamatkan
c. Hasil evaluasi SMC secara komprehensif tentang efektifitas
penyelenggaran operasi SAR telah maksimal dan rasional untuk
ditutup
h. Penyelenggaraan operasi SAR dapat diperpanjang apabila:
a. Berdasarkan evaluasi SMC terhadap perkembangan
penyelenggaran operasi SAR
b. Ditemukan tanda-tanda kehidupan atau keberadaan korban
musibah atau bencana
c. Adanya permintaan dari pihak pemerintah daerah, perusahaan atau
pemilik kapal atau pesawat dan oleh pihak keluarga yang
mengalami musibah atau bencana. Dalam hal ini, biaya
penyelenggaraan operasi SAR dibebankan kepada pihak yang
meminta.

17 | I C H A S A R I , S . K e p
i. Tahap pengakhiran (conclusion stage)
Merupakan tahap akhir operasi SAR, meliputi penarikan
kembali SRU dari lapangan ke posko, penyiagaan kembali tim SAR
untuk menghadapi musibah selanjutnya yang sewaktu-waktu dapat
terjadi, evaluasi hasil kegiatan, mengadaan pemberitaan (Press
Release) dan menyerahkan jenasah korban/ survivor kepada yang
berhak serta mengembalikan SRU pada instansi induk masing-masing
dan pada kelompok masyarakat.
Gambar di bawah ini merupakan tahapan penanganan
musibah/ bencana oleh SMC.

5. Pelaksanaan Medical First Responden


Medical First Responder adalah Penolong yang pertama kali tiba di
lokasi kejadian, yang memiliki kemampuan medis dalam penanganan
kasus gawat darurat, yang terlatih untuk tingkat paling dasar.
Kewajiban MFR adalah:
a. Menjaga keselamatan diri, anggota tim, korban dan orang – orang di
sekitar
b. Menjangkau korban
c. Dapat mengenali dan mengatasi masalah yang mengancam jiwa

18 | I C H A S A R I , S . K e p
d. Meminta bantuan
e. Memberikan pertolongan pertama berdasarkan keadaan korban
f. Membantu pelaku pertolongan lainnya
g. Ikut menjaga kerahasiaan medis korban
h. Berkomunikasi dengan petugas lain yang terlibat
i. Mempersiapkan penderita untuk ditransport ke tempat pelayanan
medis

Kualitas seorang MFR adalah :


a. Tanggung jawab
b. Kemampuan bersosialisasi
c. Kejujuran
d. Kebanggaan (higiene, seragam, pendidikan)
e. Kematangan emosi
f. Berlaku professional
g. Kondisi fisik baik
h. Kemampuan nyata terukur

Peralatan Dasar MFR


a. Sarung tangan
b. Kacamata pelindung
c. Baju pelindung
d. Masker penolong
e. Masker CPR/RJP

6. Perlindungan Diri
Dasar pemikirannya adalah semua darah dan cairan yang keluar dari
tubuh korban bersifat menular sehingga perlu untuk perlindungan terhadap
tubuh penolong sebagai upaya preventif.
Beberapa tindakan umum untuk menjaga diri adalah :
1. Mencuci tangan
2. Membersihkan alat

19 | I C H A S A R I , S . K e p
(Membersihkan : hanya menghilangkan bekas atau noda saja.
Disinfektan : memakai bahan pembunuh kuman. Sterilisasi : proses
khusus untuk menjadi bebas kuman)
3. Memakai APD

7. Anatomi Manusia
Secara global tubuh manusia dibagi menjadi 4 bagian utama;
Kepala (Cranium), Leher, Batang Tubuh (togok), Alat Gerak
(Ekstrimitas).

8. Penilaian / Pemerikasaan Korban


Penilaian keadaan (scene assessment) :
a. Bagaimana kondisi saat itu
b. Apakah kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi
c. Bagaimana mengatasinya

9. Lokasi
Pada saat tiba di lokasi kejadian seorang MFR harus :
a. Memastikan keselamatannya (termasuk pemakaian APD)
b. Memastikan keselamatan penderita
c. Menentukan keadaan / kesan umum kejadian (mekanisme cedera) dan
mulai melakukan penilaian dini pada korban (bila sadar) perkenalkan
diri
d. Mengenali dan mengatasi cedera / gangguan yang mengancam jiwa
e. Stabilkan dan teruskan pemantauan penderita

10. Sumber Informasi Langsung


a. Kejadian itu sendiri
b. Penderita (bila sadar)
c. Keluarga atau saksi
d. Mekanisme kecelakaan
e. Perubahan bentuk yang nyata atau cedera yang jelas

20 | I C H A S A R I , S . K e p
f. Gejala dan tanda yang spesifik suatu cedera atau penyakit

11. Penilaian Dini / Awal


Suatu proses untuk mengenali dan mengatasi keadaan yang dapat
mengancam keselamatan / nyawa korban. Langkah – langkah dalam
melakukan penilaian dini / awal terhadap korban antara lain :
a. Kesan Umum
Tentukan kasus trauma atau medis
b. Periksa respon / tingkat kesadaran
Ada 4 (empat) tingkatan yang umum dipakai untuk menentukan tingka
respon seseorang yaitu Alert (sadar), Verbal (suara), Painful (nyeri)
dan Unresponsive (Tidak ada respon sama sekali).
A = Alert, penderita sadar dan mengenali keberadaan dan
lingkungannya
V = Verbal, penderita hanya bereaksi apabila dipanggil
P = Painful, penderita hanya bereaksi terhadap rangsang nyeri
U = Unresponsive, penderita tidak bereaksi terhadap respon apapun.
Tidak membuka mata, tidak bereaksi terhadap suara atau sama sekali
tidak bereaksi terhadap rangsang nyeri. Seseorang dalam keadaan tidak
sadar yang berat tentunya memerlukan jalan napas yang baik dan
pertolongan pendukung lainnya.
c. Pastikan jalan napas (Airway) terbuka dengan baik
d. Nilai pernapasannya
e. Nilai sirkulasi dan hentikan perdarahan berat bila ada
f. Hubungi bantuan
g. Penilaian dini / awal harus diselesaikan dan semua keadaan yang
mengancam jiwa sudah harus ditanggulangi sebelum melanjutkan
dengan pemeriksaan fisik secara menyeluruh.

12. Pemeriksaan Fisik


a. Penilaian dini dimaksudkan untuk dapat segera mengenali dan
mengatasi bahaya yang mengancam jiwa

21 | I C H A S A R I , S . K e p
b. Pemeriksaan fisik merupakan pemeriksaan yang meliputi seluruh
tubuh penderita. Tujuannya untuk menemukan berbagai tanda
sehingga memudahkan dalam penanganannya.
c. Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis dan berurutan, biasanya
dimulai dari ujung kepala samapai ujung kaki, namun bisa berubah
sesuai kondisi korban.

13. Prinsip Pemerikasaan Korban


Pemeriksaan korban merupakan suatu keterampilan yang harus
dilatih. Tindakan ini melibatkan panca indera kita berupa :
a. Penglihatan (inspection)
b. Pendengaran (Auscultation)
c. Perabaan (Palpation)
14. Pemeriksaan
Cara memeriksa korban kecelakaan (trauma) berbeda dengan
penderita penyakit (medis). Tanda-tanda dari suatu cedera dapat jelas
terlihat dan teraba. Masalah medis lebih berupa gejala yang dirasakan
hanya oleh penderita. Untuk mendapatkan data yang lengkap kita harus
membuat penderita menjelaskan gejalanya dengan baik dan jelas.

Trauma Medis

Wawancara 20 % 80 %

Pemeriksaan 80 % 20%

Pada cedera beberapa hal yang harus dicari adalah


a. Perubahan Bentuk (Deformity)
b. Luka Terbuka (Open Injury)
c. Nyeri Tekan (Tenderness)
d. Pembengkakan (Swelling)
Beberapa tanda mungkin sangat nyata, sedang yang lainnya
mungkin terlewati, biasanya pada cedera alat dalam dan cenderung

22 | I C H A S A R I , S . K e p
serius.Pada saat melakukan pemeriksaan selalu perhatikan penderita.
Perhatian menunjukkan bahwa kita bertujuan baik dan biasanya akan
memudahkan kita memperoleh data yang dibutuhkan. Pemeriksaan Fisik
Ujung Kepala – Ujung Kaki
1. Kepala
a. Kulit kepala dan tulang tengkorak
b. Telinga dan hidung
c. Anak mata (pupil)
d. Mulut
2. Leher
3. Dada
a. Tampak luar, tulang dada, tulang rusuk
4. Perut
a. Pemeriksaan ketegangan dinding perut
b. Luka yang ada
5. Punggung
a. Bagian dada belakang
b. Tulang belakang
6. Panggul
a. Tulang-tulang
b. Bagian dalam
7. Kemaluan
8. Alat gerak bawah
9. Alat gerak atat
10. Riwayat Penderita
a. Tanda dan Gejala (Sign and Simpton)
b. Alergi (Allergies)
c. Pengobatan (Meditation)
d. Riwayat Penyakit Sekarang (Pertinent History)
e. Makan/minum Terakhir (Last Oral Intake)
f. Peristiwa (Event)
11. Tanda-tanda Vital

23 | I C H A S A R I , S . K e p
Parameter yang dikelompokkan dalam tanda vital adalah; Denyut nadi,
Frekuensi pernapasan, Suhu tubuh, Tekanan darah, Pupil mata

D. Peran Perawat Terhadap Penanggulangan Bencana Dan Krisis


Kesehatan
Peran dalam Pencegahan Primer
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perawat dalam masa pra bencana ini,
antara lain:
a. Mengenali instruksi ancaman bahaya;
b. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase emergency (makanan, air,
obat-obatan, pakaian dan selimut, serta tenda)
c. Melatih penanganan pertama korban bencana.
d. Berkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang
merah nasional maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam
memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman
bencana kepada masyarakat
1. Pendidikan kesehatan diarahkan kepada :
a. Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut)
b. Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong
anggota keluarga dengan kecurigaan fraktur tulang , perdarahan, dan
pertolongan pertama luka bakar
c. Memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti dinas
kebakaran, rs dan ambulans.
d. Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa
(misal pakaian seperlunya, portable radio, senter, baterai)
e. Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan atau
posko-posko bencana
2. Peran Perawat dalam Keadaan Darurat (Impact Phase)
Biasanya pertolongan pertama pada korban bencana dilakukan
tepat setelah keadaan stabil. Setelah bencana mulai stabil, masing-masing
bidang tim survey mulai melakukan pengkajian cepat terhadap kerusakan-
kerusakan, begitu juga perawat sebagai bagian dari tim kesehatan.

24 | I C H A S A R I , S . K e p
Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk
memutuskan tindakan pertolongan pertama. Ada saat dimana ”seleksi”
pasien untuk penanganan segera (emergency) akan lebih efektif. (Triase )
a. TRIAGE
1. Merah — paling penting, prioritas utama. keadaan yang
mengancam kehidupan sebagian besar pasien mengalami hipoksia,
syok, trauma dada, perdarahan internal, trauma kepala dengan
kehilangan kesadaran, luka bakar derajat I-II
2. Kuning — penting, prioritas kedua. Prioritas kedua meliputi injury
dengan efek sistemik namun belum jatuh ke keadaan syok karena
dalam keadaan ini sebenarnya pasien masih dapat bertahan selama
30-60 menit. Injury tersebut antara lain fraktur tulang multipel,
fraktur terbuka, cedera medulla spinalis, laserasi, luka bakar derajat
II
3. Hijau — prioritas ketiga. Yang termasuk kategori ini adalah fraktur
tertutup, luka bakar minor, minor laserasi, kontusio, abrasio, dan
dislokasi
4. Hitam — meninggal. Ini adalah korban bencana yang tidak dapat
selamat dari bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal
3. Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana
a. Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan
sehari-hari
b. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian
c. Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan
penanganan kesehatan di RS
d. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian
e. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus
bayi, peralatan kesehatan
f. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit
menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan
lingkungannya berkoordinasi dengan perawat jiwa

25 | I C H A S A R I , S . K e p
g. Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas,
depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi
diri) maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia,
fatigue, mual muntah, dan kelemahan otot).

26 | I C H A S A R I , S . K e p
BAB III
PEMBAHASAN

A. Manajemen Akut Respon Tanggap Darurat


1. Fungsi perawat dalam fase pre-impect
a. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan
dalam penanggulangan ancaman bencana.
b. Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan, organisasi
lingkungan, palang merah nasional, maupun lembaga-lembaga
pemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan
menghadapi ancaman bencana.
c. Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan
kesiapan masyarakat dalam mengahdapi bencana.
2. Fungsi perawat dalam fase impact
a. Bertindak cepat
b. Don’t promise. Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan
pasti dengan maksud memberikan harapan yang besar pada korban
yang selamat.
c. Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan
d. Kordinasi dan menciptakan kepemimpinan
e. Untuk jangka panjang, bersama-sama pihak yang tarkait dapat
mendiskusikan dan merancang master plan of revitalizing, biasanya
untuk jangka waktu 30 bulan pertama.
3. Fungsi perawat dalam fase post impact
a. Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, fisikologi
korban
b. Stress fisikologi yang terjadi dapat terus berkembang hingga terjadi
post traumatic stress disorder (PTSD) yang merupakan sindrom
dengan 3 kriteria utama. Pertama, gejala trauma pasti dapat dikenali.
Kedua, individu tersebut mengalami gejala ulang traumanya melalui
flashback, mimpi, ataupun peristiwa-peristiwa yang memacuhnya.
Ketiga, individu akan menunjukan gangguan fisik. Selain itu, individu

27 | I C H A S A R I , S . K e p
dengan PTSD dapat mengalami penurunan konsentrasi, perasaan
bersalah dan gangguan memori.
c. Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait
bekerja sama dengan unsure lintas sektor menangani maslah keehatan
masyarakat paska gawat darurat serta mempercepat fase pemulihan
menuju keadaan sehat dan aman.

28 | I C H A S A R I , S . K e p
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Bencana alam merupakan sebuah musibah yang tidak dapat
diprediksi kapan datangnya. Apabila bencana tersebut telah datang maka
akan menimbulkan kerugian dan kerusakan yang membutuhkan upaya
pertolongan melalui tindakan tanggap bencana yang dapat dilakukan oleh
perawat.

B. Saran
Sebagai seorang calon perawat diharapkan bisa turut andil dalam
melakukan kegiatan tanggap bencana. Sekarang tidak hanya dituntut mampu
memiliki kemampuan intelektual namun harus memilki jiwa kemanusiaan
melalui aksi siaga bencana.

29 | I C H A S A R I , S . K e p
DAFTAR PUSTAKA

Efendi,Ferry.Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan praktik dalam


keperawatan.Jakarta.Penerbit Salemba Medika,2009.

Putra, A., Juwita, R., Risna, Alfiandi, R., Arnita, Y., M. Iqbal, et al. (n.d.). Peran
Dan Kepemimpinan Perawat Dalam Manajemen Bencana Pada Fase
Tanggap Darurat. Idea Nursing Journal Vol. VI No. 1.

Sinaga, S. N. (2015). Peran Petugas Kesehatan Dalam Menejemen Penanganan


Bencana Alam. Jurnal Ilmiah INTEGRITAS Vol. 1 No. 1 Januari 2015.

WWW. BASARNAS.GO.ID

Ledysia, Septiana. 2013. Januari 2013, Indonesia Dirundung 119 Bencana.


http://news.detik.com/read/2013/02/02/002615/2159288/10/januari-2013-
indonesia-dirundung-119-bencana. Diakses tanggal 19 September 2018.

Sinurat, Hulman., & Adiyudha, Ausi. 2012. Sistem Manajemen Penanggulangan


Bencana Alam Dalam Rangka Mengurangi Dampak Kerusakan Jalan Dan
Jembatan. Jakarta: Puslitbang Jalan dan Jembata

Kamus Kesehatan. http://kamuskesehatan.com/arti/triage/. Diakses tanggal 11


januari.

Udiyana, Nyoman Dwi Maha. Bencana datang Tanpa Rencana, Namun


Penanggulangan Harus terencana.
http://www.academia.edu/3716116/Bencana_datang_Tanpa_Rencana_Na
mun_Penanggulangannya_Harus_Terencana. diakses tanggal 19
September 2018

30 | I C H A S A R I , S . K e p
31 | I C H A S A R I , S . K e p

Anda mungkin juga menyukai