I. Pendahuluan
Lahirnya organisasi SAR di Indonesia yang saat ini bernama BASARNAS diawali dengan
adanya penyebutanBlack Area, bagi suatu negara yang tidak memiliki organisasi SAR.
Sebagai konsekuensi logis atas masuknya Indonesia menjadi anggota ICAO tersebut, maka
pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 1955 tentang Penetapan Dewan
Penerbangan untuk membentuk panitia SAR. Panitia teknis mempunyai tugas pokok untuk
membentuk Badan Gabungan SAR, menentukan pusat-pusat regional serta anggaran pembiayaan
dan materil.
Dari pengalaman-pengalaman tersebut diatas, maka timbul pemikiran bahwa perlu diadakan
suatu organisasi SAR Nasional yang mengkoordinir segala kegiatan-kegiatan SAR dibawah satu
komando. Untuk mengantisipasi tugas-tugas SAR tersebut, maka pada tahun 1968 ditetapkan
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor T.20/I/2-4 mengenai ditetapkannya Tim SAR Lokal
Jakarta yang pembentukannya diserahkan kepada Direktorat Perhubungan Udara. Tim inilah
yang akhirnya menjadi embrio dari organisasi SAR Nasional di Indonesia yang dibentuk
kemudian.
Pada tahun 1968 juga, terdapat proyek South East Asia Coordinating Committee on Transport
and Communications, yang mana Indonesia merupakan proyek payung (Umbrella Project) untuk
negara-negara Asia Tenggara. Proyek tersebut ditangani oleh US Coast Guard (Badan SAR
Amerika), guna mendapatkan data yang diperlukan untuk rencana pengembangan dan
penyempurnaan organisasi SAR di Indonesia
Dalam kegiatan survey tersebut, tim US Coast Guard didampingi pejabat – pejabat sipil dan
militer dariIndonesia, tim dariIndonesiamembuat kesimpulan bahwa :
Instansi pemerintah baik sipil maupun militer sudah mempunyai unsur yang dapat membantu
kegiatan SAR, namun diperlukan suatu wadah untuk menghimpun unsur-unsur tersebut dalam
suatu sistem SAR yang baik. Instansi-instansi berpotensi tersebut juga sudah mempunyai
perangkat dan jaringan komunikasi yang memadai untuk kegiatan SAR, namun diperlukan
pengaturan pemanfaatan jaringan tersebut.
Personil dari instansi berpotensi SAR pada umumnya belum memiliki kemampuan dan
keterampilan SAR yang khusus, sehingga perlu pembinaan dan latihan.
Peralatan milik instansi berpotensi SAR tersebut bukan untuk keperluan SAR, walaupun dapat
digunakan dalam keadaan darurat, namun diperlukan standardisasi peralatan.
Berdasarkan hasil survey tersebut ditetapkan Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 1972 tanggal
28 Februari 1972 tentang pembentukan Badan SAR Indonesia (BASARI).
Unsur Pimpinan
Unsur-unsur SAR
Pusarnas merupakan unit Basari yang bertanggungjawab sebagai pelaksana operasional kegiatan
SAR di Indonesia. Walaupun dengan personil dan peralatan yang terbatas, kegiatan penanganan
musibah penerbangan dan pelayaran telah dilaksanakan dengan hasil yang cukup memuaskan,
antara lain Boeing 727-PANAM tahun 1974 di Bali dan operasi pesawat Twinotter di Sulawesi
yang dikenal dengan operasi Tinombala.
Secara perlahan Pusarnas terus berkembang dibawah pimpinan (alm) Marsma S. Dono Indarto.
Dalam rangka pengembangan ini pada tahun 1975 Pusarnas resmi menjadi anggota NASAR
(National Association of SAR) yang bermarkas di Amerika, sehingga Pusarnas secara resmi
telah terlibat dalam kegiatan SAR secara internasional. Tahun berikutnya Pusarnas turut serta
dalam kelompok kerja yang melakukan penelitian tentang penggunaan satelit untuk kepentingan
kemanusiaan (Working Group On Satelitte Aided SAR) dari International Aeronautical
Federation.
Bersamaan dengan pengembangan Pusarnas tersebut, dirintis kerjasama dengan negara-negara
tetangga yaituSingapura,Malaysia, danAustralia.
Untuk lebih mengefektifkan kegiatan SAR, maka pada tahun 1978 Menteri Perhubungan selaku
kuasa Ketua Basari mengeluarkan Keputusan Nomor 5/K.104/Pb-78 tentang penunjukkan
Kepala Pusarnas sebagai Ketua Basari pada kegiatan operasi SAR di lapangan. Sedangkan untuk
penanganan SAR di daerah dikeluarkan Instruksi Menteri Perhubungan IM 4/KP/Phb-78 untuk
membentuk Satuan Tugas SAR di KKR (Kantor Koordinasi Rescue).
Untuk efisiensi pelaksanaan tugas SAR di Indonesia, pada tahun 1979 melalui Keputusan
Presiden Nomor 47 tahun 1979, Pusarnas yang semula berada dibawah Basari, dimasukkan
kedalam struktur organisasi Departemen Perhubungan dan namanya diubah menjadi Badan SAR
Nasional (BASARNAS).
Hakekat Search And Rescue (SAR) adalah suatu kegiatan kemanusiaan yang dijiwai oleh
falsafah pancasila dan merupakan kewajiban bagi setiap warga negara. Kegiatan tersebut
meliputi segala upaya pencarian, pemberian pertolongan dan penyelamatan jiwa manusia dan
harta benda yang bernilai dari berbagai musibah baik dalam perlindungan, pelayanan, bencana
alam, maupun bencana yang lainnya.
Sebagai salah satu komponen masyarakat yang memiliki rasa kemanusiaan, maka SAR
merupakan perwujudan rasa tanggungjawab akan keselamatan sesama. Oleh karena itu, materi
SAR diberikan untuk membekali anggota sendiri akan ilmu dan teknik serta keorganisasian SAR
yang ada, juga memberikan wawasan dan bekal ketrampilan untuk memberikan pertolongan
SAR gunung hutan.
Sebagai salah satu konsekuensi kegiatan yang digelutinya, dimana resiko akan selalu ada, maka
SAR merupakan sebuah materi yang tidak mungkin terpisahkan. Memberikan bekal seoptimal
mungkin merupakan tujuan dan kegunaan dari pendidikan ini.
Keseluruhan sistem pendekatan adalah digunakan untuk mengatasi masalah SAR. Kehadiran
bentuk gambaran SAR secara menyeluruh yaitu :
Dengan segera dapat cepat dimengerti oleh seseorang yang masih awam dalam bidang SAR.
Secara logis dapat dilaksanakan oleh pasukan operasi selama dituntut adanya misi SAR.
IV. Sistem SAR
Sistem SAR terdiri darilimatahapan dan didukung olehlimakomponen SAR. Sistem SAR
diaktifkan bila diterima informasi bahwa :
Muncul suatu keadaan darurat atau kemungkinan akan timbulnya keadaan darurat.
Tidak diaktifkannya kembali apabila korban yang berada dalam keadaan darurat dibebaskan ke
posisi terawat dan betul-betul aman atau ketika tidak mungkin lagi muncul keadaan darurat dan
ketika tidak lagi diharapkan pertolongan.
V. Tahapan SAR
Adalah kekhawatiran bahwa suatu keadaan darurat diduga akan muncul, termasuk didalamnya
penerimaan informasi dari seseorang atau organisasi. Dalam tahap ini menyadari bahwa suatu
kejadian darurat telah terjadi dan perlunya mengambil suatu tindakan.
Adalah tahapan tindakan awal, tanggap bahwa suatu musibah telah terjadi serta berusaha
mengumpulkan berbagai keterangan mengenai musibah. Aksi persiapan yang diambil antara lain
menyiagakan fasilitas SAR dan mendapatkan informasi yang lebih jelas, termasuk di dalamnya
menyeleksi informasi yang diterima, untuk segera dianalisa untuk dapat dilakukan tindakan
selanjutnya. Dalam penyeleksian informasi tersebut, keadaan darurat dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
Adalah suatu keadaan emergency yang ditunjukkan bila bantuan yang cepat sudah dibutuhkan
oleh seseorang yang tertimpa musibah karena telah terjadi ancaman serius atau keadaan darurat
bahaya. Berarti, dalam suatu operasi SAR informasi musibah yang diterima bisa ditunjukkan
tingkat keadaan emergency dan dapat langsung pada tingkat Ditresfa.
Dapat ditambahkan pula antara lain meliputi posisi yang paling mungkin dari korban, luas areal
SAR, tipe pola pencarian, perencanaan pencarian optimum, perencanaan pencarian yang telah
dicapai, memilih metode pertolongan terbaik, memilih titik pembebasan yang paling aman bagi
korban, memilih fasilitas kesehatan yang baik bagi korban yang mengalami cedera atau
penderitaan.
Detection Mode/ Tracking Mode And Evacuation Mode, yaitu dilakukan operasi pencarian dan
pertolongan serta penyelamatan korban secara fisik. Tahap operasi meliputi :
Menolong/menyelamatkan dan mengevakuasi korban (Evacuation Mode), dalam hal ini memberi
perawatan gawat darurat pada korban yang membutuhkannya dan membawa korban yang cedera
kepada perawatan yang memuaskan (evakuasi).
VI. Komponen SAR
1. Organisasi
Merupakan struktur organisasi SAR, meliputi aspek pengerahan unsur koordinasi, komando dan
pengendalian, kewenangan, lingkup penegasan dan tanggung jawab untuk penanganan suatu
musibah.
2. Fasilitas
Adalah komponen berupa unsur, peralatan, perlengkapan, serta fasilitas pendukung lainnya
yang dapat digunakan dalam operasi SAR.
3. Komunikasi
Adalah komponen penyelenggaraan komunikasi sebagai sarana untuk melakukan fungsi deteksi
terjadinya musibah, fungsi komando dan pengendalian operasi, membina kerjasama/ koordinasi
selama operasi SAR berlangsung.
Adalah komponen penyediaan fasilitas perawatan gawat darurat yang bersifat sementara,
termasuk memberikan dukungan terhadap korban di tempat musibah sampai ke tempat yang
lebih memadai.
5. Dokumentasi
Adalah komponen pendataan laporan dari kegiatan, analisa serta data-data kemampuan yang
akan menunjang efisiensi pelaksanaan operasi SAR serta untuk perbaikan atau pengembangan
kegiatan-kegiatan misi SAR yang akan datang.
1. Basarnas
2. Kantor SAR
Kantor SAR adalah UPT Basarnas di wilayah yang mempunyai tugas melaksanakan tindak
awal, koordinasi, dan pengerahan potensi SAR dalam rangka operasi SAR terhadap musibah
pelayaran, penerbangan, dan bencana lainya, serta pelaksanaan latihan SAR di wilayah
tanggungjawabnya (Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 81 tahun 1998 tentang Organisasi
Tata Kerja Kantor SAR, yang dahulu kita kenal dengan istilah adalah KKR dan SKR dan
sekarang berubah menjadi Kantor SAR (Type A dan B).
a. Kantor type A
Kantor SAR ini mempunyai tugas mengerahkan potensi SAR, koordinasi dalam rangka operasi
SAR terhadap musibah pelayaran, penerbangan, dan bencana lainnya, serta pelaksanaan latihan
SAR di wilayah tanggungjawabnya
b. Kantor Type B
Kantor SAR ini Mempunyai Tugas Melaksanakan tindakan koordinasi dan pengerahan potensi
SAR dalam rangka operasi SAR terhadap musibah di wilayahnya.
Elemen organisasi SAR ini menunjukkan suatu bentuk misi organisasi yang dibentuk untuk
melaksanakan suatu operasi SAR. Bentuk dasar struktur organisasi misi SAR adalah sebagai
berikut :
Minimum Umum
SC
SC
Diperluas
Seseorang yang mempunyai pengetahuan dan kemampuan tinggi dalam menentukan MPP (Most
Probable Position), menentukan area pencarian,strategi pencarian (berapa unit, teknik, dan
fasilitasnya).
Seseorang yang ditunjuk oleh SMC untuk mengkoordinasikan dan mengendalikan SRU di
lapangan. OSC ini tidak mutlak ada, tapi juga bisa lebih dari satu, tergantung wilayah
komunikasi dan kesulitan jangkauannya.
Adalah unsur SAR yang digerakkan di lapangan pada operasi SAR dan mengikuti pentahapan
penyelenggaran operasi, SRU ini dapat dari instansi, potensi SAR, masyarakat yang ingin
berpartisipasi dalam operasi SAR.
Berbagai petunjuk pelaksanaan tugas harus dikerjakan secara seksama dengan kewaspadaan dan
ketelitian yang baik.
Melapor segala kegiatan secara berkala kepada SMC atau OSC pada waktu yang ditetapkan
sambil konsultasi mengenai berbagai keperluan dan kepentingan guna kelancaran operasi
pencarian.
Memasang rambu-rambu (Marker) pada daerah pencarian guna membantu kelancaran serta
ketepatan usaha dalam sistem pencarian. Dapat berupa :
Rambu tanda :
Rambu tertulis
SAR SAR
1000 m 1500 m
– Petunjuk diketemukan jejak, tanda-tanda dsb, yang diperkirakan/dipastikan milik korban
– Keterangan tambahan pada CPL oleh regu berikutnya yang melewati tempat terdapatnya
CPL. Keterangan ini dapat ditambahkan bila dianggap perlu oleh SRU guna melengkapi
keterangan yang sudah ada.
Memberikan pertolongan pertama pada korban bila diperlukan. Pertolongan harus diberikan
dengan pengetahuan serta kesadaran kemanusiaan yang tinggi .
Melaksanakan evakuasi korban, baik dalam keadaan sehat, sakit ataupun sudah meninggal.
Dapat melakukan hubungan komunikasi radio dengan baik dan jelas sesuai prosedur standar
operasi radio yaitu dengan menggunakan HT. Juga mengerti kode yang telah disepakati bersama
untuk keadaan darurat.
Membuat laporan kerja secara tertulis bila diminta oleh SMC atau OSC.
Selain membawa perlengkapan standar untuk menjelajah rimba dan gunung, anggota SRU wajib
memebawa beberapa perlengkapan yang dikategorikan sebagai perlengkapan wajib bila akan
bergabung dalam suatu operasi SAR. Peralatan itu berupa :
Perorangan
Golok tebas
Peluit
Tempat air
Regu
Tenda
Peta, kompas, altimeter, penggaris busur
Peralatan Rock Climbing (karmentel, harness, jumar, piton, hammer, descender, sling dsb)
Jerigen air 5 lt
I. Pendahuluan
Pada awal tahun 1980-an beberapa kelompok pendaki gunung mulai mencoba mengembangkan
Explorer Search And Rescue (ESAR). Sistem ini berasal dari Amerika Serikat yang
diperuntukan bagi para penjelajah daerah-daerah berhutan,padangkering dan sungai. Pada tahun-
tahun sebelumnya system SAR laut dan udara masih menjadi rujukan untuk melakukan
pencarian orang hilang di gunung. Yang membedakan ESAR dengan induknya SAR secara
keseluruhan terletak pada rinci operasionalnya. Dalam ESAR dikenallimatahap pencarian atau
operasi.
Menolong sesama hidup merupakan salah satu bukti dari pengamalan rasa cinta alam. Sehingga
sebagai mahluk hidup yang mengaku dekat dengan alam, Explorer Search And Rescue amatlah
dibutuhkan, khususnya untuk menolong sesama hidup. Lebih dipersempit lagi ruang lingkup
operasionalnya dalam menolong korban di gunung dan hutan.
Materi ini bertujuan memberikan pengetahuan tentang teknik operasional dalam ESAR sasuai
dengan apa yang dibutuhkan. Sebab ESAR memerlukan dan menuntut personil yang siap, cepat
dan tanggap. Personil ESAR diharapkan mampu menjalankan kewajibannya dengan baik, yang
bukan berasal dari kata tugas, melainkan dari panggilan moral, hati nurani dan sebuah arti
kesetiakawanan terhadap sesama.
Teknik pencarian disini merupakan teknik pencarian yang dilakukan di darat. Walaupun tidak
secara khusus untuk di darat, teknik ini juga yang membedakan antara SAR dan ESAR. Teknik
pencarian ini bertumpu padalimatahap.
Yaitu mengumpulkan informasi-informasi awal, saat dari mulai tim-tim pencari diminta
bantuannya sampai kedatangannya di lokasi. Melakukan perencanaan pencarian awal,
perhitungan-perhitungan, mengkoordinasikan regu pencari, memebentuk pos pengendali
perencanaan, mencari identitas subjek, perencanaan operasi dan evakuasi.
Yaitu memantapkan garis batas untuk mengurung orang yang dinyatakan atau dikhawatirkan
hilang agar berada di dalam areal pencarian (search area). Untuk lebih jelasnya akan dibahas
dalam bagian tersendiri.
Yaitu mengikuti dan melacak jejak yang ditinggalkan oleh survivor atau pelacakan terhadap
barang-barang yang tercecer dari survivor. Tracking bisa benar-benar dilakukan oleh orang-
orang yang terlatih dan berpengalaman serta mempunyai kemampuan melacak yang tinggi antara
lain membaca jejak,medan peta kompas, mengerti maksud dan tujuan korban, makna dari benda-
benda yang terjatuh dan sengaja ditinggal korban atau dengan menggunakan anjing pelacak. Dari
beberapa pengalaman, pelacakan dengan anjing pelacak masih belum bisa dilakukan secara baik
untuk kondisi alamIndonesia. Hal ini dikarenakan faktor alam yang sulit dan ekstrim serta cepat
berubah.
Memberikan pertolongan pertama bila diperlukan. Dalam hal ini personil harus benar-benar
memiliki kemampuan pertolongan pertama, karena kalau salah menangani akan mengakibatkan
korban bertambah parah bahkan bisa meninggal.
Memapah
Memandu
Bantuan helikopter
Dasar pemikirannya adalah menjebak survivor dalam area yang jelas dan kita dapat mengetahui
batasan-batasannya, sehingga :
Area tersebut dapat dilakukan pencarian atau disapu.
Sebagai petunjuk bagi survivor untuk menuju tempat yang dapat diketahui tim pencari.
Kerja awal dari tahap ini adalah memagari kemungkinan gerak dari pencarian yang padat yang
mungkin diperlukan bila areal pencarian menjadi terlalu luas.
Metode Confinement :
Yaitu menempatkan tim kecil pada jalan masuk ke areal pencarian untuk menjaga kemungkinan
korban melalui daerah tersebut. Mencatat nama-nama yang keluar masuk areal pencarian
tersebut.
Pada dasarnya sama dengan trail blocks, hanya saja disini masyarakat, pamong desa dapat
diminta bantuan untuk melakukan pengawasan kemungkinan korban keluar melalui desa mereka
atau dengan meminta bantuan petugas keamanan atau tenaga yang lainnya.
3. Look Outs
4. Camp In
Yaitu mendirikan pos-pos di lokasi yang strategis, misalnya saja persimpangan jalan atau
pertemuan aliran sungai. Dari Camp In ini tim pencari dapat bergerak melakukan pencarian di
daerah sekitar.
Yaitu jalur setapak atau tempat-tempat tertentu yang kemungkinan besar akan dilalui oleh korban
karena tempat tersebut secara alamiah dan naluri, besar kemungkinannya akan dipilih atau
dilewati korban, misal jalur air, mata air, gua, tempat datar dsb. Tim pencari dapat membuat
jebakan buatan, misal dengan menggemburkan tanah disekitar jalur. Periksalah secara berulang
area itu secara berkala untuk melihat jejak korban.
6. String Lines
Yaitu pembatas buatan berupa jalur benang atau tali yang ditarik mengikuti jalur tertentu yang
diharapkan akan membatasi ruang gerak korban. Bila string line tersebut diketemukan oleh
korban, ia akan dituntun menuju tempat tertentu misal jalan setapak, camp in dsb (lihat gambar).
Secara khusus akan efektif bila dilakukan pada daerah-daerah terbuka dimana cara pandangnya
baik.
Bila daerahnya berpohon dan bersemak lebat, dapat lebih sempurna dengan
menggunakan Tagged String Lines (bentangan tali yang bertanda). Tags (tanda-tanda)
pada string lines akan menarik perhatian survivoruntuk bergerak mengikuti tali itu dan keluar
menuju tempat yang ditunjukkan oleh tanda-tanda itu. (lihat gambar)
Detection adalah usaha untuk mencari korban atau benda yang tercecer/terjatuh atau sengaja
ditinggalkansurvivor. Pada keadaan inilah pasukan atau tenaga dari tim ESAR terutama
diperlukan atau digunakan.
1. Tipe I Search
Yaitu pemeriksaan tidak resmi yang segera dilakukukan terhadap areal yang dianggap paling
memungkinkan. Penamaan lain untuk tipe ini adalah Reconnaisance atau Hayt
Searching/pencarian terburu-buru.
ü Pemeriksaan yang segera atas area yang spesifik dimana survivor diduga berada
Sebuah tim kecil yang terdiri dari 3-6 orang yang mampu bergerak cepat untuk memeriksa
daerah pencarian. Bila menemukan barang yang tercecer dan bila SMC (SAR Mission
Coordinator) menghendaki barang tersebut dibawa, maka sebuah marker akan dipasang dan
ditempatkan di lokasi penemuan.
2. Tipe II Search
Kriterianya adalah efisiensi, pemeriksaan yang cepat dan sistematis atas area yang luas, dengan
metode penyapuan yang akan menghasilkan hasil akhir yang tinggi dari setiap pencari per jam
kerjanya. Nama lain dari tipe ini adalah open grids (pencarian grid renggang/penyapuan
renggang).
ü Tahap awal operasi pencarian, terutama bila jangka waktu orang yang bertahan hidup
diperkirakan sangat pendek
ü Bila areal pencarian luas dan tidak ada areal tertentu yang dapat dicurigai dan tidak tersedia
cukup tenaga pencari yang dapat mengcover keseluruhan area.
Sasaran metode ini adalah pencarian yang tepat dan cepat pada areal yang luas.
Sebuah tim kecil yang terdiri dari 3-6 orang, yang sejajar dengan jarak yang cukup lebar antara
10 sampai 20 meter dengan arah yang telah ditentukan.Adabaiknya ada seorang pemimpin tim
yang bergerak mengawasi penyapuan, tugasnya :
ü Memperhatikan apakah penegang kompas dapat menjaga sudut kompas yang sejajar
Adacara umum untuk mencegah regu pencari saling tumpang tindih satu sama lain atau tidak
bisa menjaga jarak yang telah ditentukan diantara mereka yaitu dengan memakai pita
atau ribbon dan menggunakan kompas.
Pada metode I dan II pada selang waktu tertentu regu berhenti untuk memperhatikan sekilas
sekitarnya serta memanggil survivor sambil menanti kemungkinan jawaban. Contoh pencarian
dan penyapuan pada metode tipe II (lihat gambar).
Keterangan:
A & B, personil ujung kiri dan kanan memasang marker (catatan petunjuk lapangan), dan string
line/ribbon.
C adalah petugas kompas/kompas man yang selalu memeriksa bahwa pencarian sesuai arah
kompas.
X adalah pimpinan SRU yang mondar-mandir sekitar barisan sambil memeriksa dan memastikan
jarak personil terjaga dan juga melihat situasi sekitar medan, apakah perlu ada perubahan arah
atau sistem pencarian.
Z adalah navigator, yang bertugas membantu kompas man untuk memastikan agar sudut
pencarian tidak melenceng.
Bila alat komunikasi cukup, maka idealnya X, A, dan B masing-masing membawa HT.
Kriterianya adalah kecermatan, pencarian dengan sistematika yang ketat atas area yang lebih
kecil menggunakan metode penyapuan yang cermat. Dinamakan juga close grids (pencarian grid
rapat/ penyapuan rapat).
ü Besarnya kemungkinan objek yang ditemukan dalam areal pencarian pada metode tipe II,
lebih rendah dari apa yang diharapkan
Sasaran metode ini adalah pencarian yang cermat atas areal yang spesifik
Penyapuan dengan jarak yang sempit. Jumlah anggota tim 3-9 orang dengan jarak kira-kira antar
personil 3 sampai 5 meter. Pita-pita atau sring line banyak digunakan untuk mengontrol dalam
memberi tanda yang jelas antara areal yang sudah dicari dan yang belum. Contoh pencarian dan
penyapuan pada metode tipe III (lihat gambar).
C = Kompas man
C = Kompas man
Tiga tim pada penyapuan sejajar menggunakan ribbon (potongan tali rafiah/pita) sebagai unit
kontrol dalam penyapuan.(lihat gambar)
Pencarian adalah hal yang menarik. Bila pencarian kita anggap sebagai hal menarik, maka
hasilnya akan lebih efektif. Kesungguhan, perhatian penuh dan sikap agresif dalam mengawasi
merupakan komponen yang berharga bagi kerja pencarian.
Pentingnya mencari jejak atau barang yang tercecer. Penemuan jumlah jejak dan barang yang
tercecer di dalam area, diperkirakan akan lebih banyak dari survivor. Penemuan juga dapat
merupakan pemasukan yang penting bagi penyempitan areal pencarian.
MANAJEMEN BENCANA
(DISASTER MANAGEMENT)
A. Pengertian
a. Bencana (Disaster)
Suatu kejadian (baik alami maupun tidak alami) yang menyebabkan kerusakan fisik dalam skala
besar, baik terhadap lingkungan hidup maupun infrastruktur dan mengancam jiwa banyak
manusia di dalam suatu komunitas atau lokasi.
Ancaman (Hazard)
Fenomena, bahaya, atau resiko, baik alami maupun tidak alami yang dapat (tetapi belum tentu)
menimbulkan bencana. Contoh : gempa bumi, banjir, tanah longsor, kekeringan, wabah penyakit
dan sebagainya.
Kerentanan(Vulnerability)
Keadaan di dalam suatu komunitas yang membuat mereka mudah terkena akibat buruk dari suatu
ancaman. Jenis kerentanan dapat digolongkan menjadi kerentanan fisik, sosial dan psikologi.
Tujuan :
Mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi, maupun jiwa yang dialami oleh
orang, masyarakat dan Negara.
Mengurangi penderitaan
Mempercepat pemulihan
Memberi perlindungan kepada pengungsi atau masyarakat yang kehilangan tempat ketika
kehidupannya terancam.
Pencegahan
Rekonstruksi
Keterangan :
Upaya untuk menyelamatkan jiwa dan melindungi harta serta menangani gangguan, kerusakan
dan dampak lain dari suatu bencana.
Keadaan darurat :
Kondisi yang diakibatkan oleh suatu kejadian luar biasa yang berada di luar kemampuan
masyarakat untuk menghadapinya dengan sumber daya atau kapasitas yang ada. Dalam kondisi
tersebut mengakibatkan masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok dan
terjadi penurunan drastis terhadap kualitas hidup, kesehatan atau ancaman secara langsung
terhadap keamanan banyak orang di dalam suatu komunitas/lokasi.
Pemulihan (Recovery)
Suatu proses yang dilalui agar kebutuhan pokok terpenuhi. Proses recovery terdiri dari :
Rehabilitasi
Perbaikan yang dibutuhkan secara langsung yang sifatnya sementara atau jangka pendek
Rekonstruksi
Pencegahan (Prevention)
Mitigasi (Mitigation)
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak buruk dari suatu ancaman. Misalnya, penataan
kembali lahan desa agar terjadinya banjir tidak menimbulkan kerugian besar.
Kesiap-siagaan (Preparedness)
Persiapan rencana untuk bertindak ketika terjadi (atau kemungkinan akan terjadi) bencana.
Perencanaan terdiri dari perkiraan terhadap kebutuhan-kebutuhan dalam keadaan darurat dan
identifikasi atas sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Perencanaan dapat
mengurangi dampak buruk dari suatu ancaman.
Pengembangan jaringan informasi dan Sistem Peringatan Dini (Early Warning System/EWS)
Perencanaan evakuasi dan persiapan stok kebutuhan pokok (suplai pangan,obat-obatan dll)
Perbaikan infrastruktur yang dapat digunakan dalam keadaan darurat seperti fasilitas
komunikasi, jalan, kendaraan, gedung-gedung sebagai tempat penampungan dll.
Persiapan sumber daya manusia, termasuk orang-orang yang siap menjadi komite koordinasi
dalam keadaan darurat.