Anda di halaman 1dari 20

PENGETAHUAN PPB

SAR
Sejarah SAR Nasional
Lahirnya organisasi SAR di Indonesia yang saat ini bernama BASARNAS diawali dengan adanya
penyebutan ?Black Area? bagi suatu negara yang tidak memiliki organisasi SAR.
Dengan berbekal kemerdekaan, maka tahun 1950 Indonesia masuk menjadi anggota organisasi
penerbangan internasional ICAO (International Civil Aviation Organization). Sejak saat itu Indonesia
diharapkan mampu menangani musibah penerbangan dan pelayaran yang terjadi di Indonesia.
Sebagai konsekwensi logis atas masuknya Indonesia menjadi anggota ICAO tersebut, maka pemerintah
menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 1955 tentang Penetapan Dewan Penerbangan untuk
membentuk panitia SAR. Panitia teknis mempunyai tugas pokok untuk membentuk Badan Gabungan
SAR, menentukan pusat-pusat regional serta anggaran pembiayaan dan materil.
Sebagai negara yang merdeka, tahun 1959 Indonesia menjadi anggota International Maritime
Organization (IMO). Dengan masuknya Indonesia sebagai anggota ICAO dan IMO tersebut, tugas dan
tanggung jawab SAR semakin mendapat perhatian. Sebagai negara yang besar dan dengan semangat
gotong royong yang tinggi, bangsa Indonesia ingin mewujudkan harapan dunia international yaitu
mampu menangani musibah penerbangan dan pelayaran.
Dari pengalaman-pengalaman tersebut diatas, maka timbul pemikiran bahwa perlu diadakan suatu
organisasi SAR Nasional yang mengkoordinir segala kegiatan-kegiatan SAR dibawah satu komando.
Untuk mengantisipasi tugas-tugas SAR tersebut, maka pada tahun 1968 ditetapkan Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor T.20/I/2-4 mengenai ditetapkannya Tim SAR Lokal Jakarta yang pembentukannya
diserahkan kepada Direktorat Perhubungan Udara. Tim inilah yang akhirnya menjadi embrio dari
organisasi SAR Nasional di Indonesia yang dibentuk kemudian.
Pada tahun 1968 juga, terdapat proyek South East Asia Coordinating Committee on Transport and
Communications, yang mana Indonesia merupakan proyek payung (Umbrella Project) untuk negara-
negara Asia Tenggara. Proyek tersebut ditangani oleh US Coast Guard (Badan SAR Amerika), guna
mendapatkan data yang diperlukan untuk rencana pengembangan dan penyempurnaan organisasi SAR
di Indonesia.
Kesimpulan dari tim tersebut adalah :
Perlu kesepakatan antara departemen-departemen yang memiliki fasilitas dan peralatan;
Harus ada hubungan yang cepat dan tepat antara pusat-pusat koordinasi dengan pusat fasilitas SAR;
Pengawasan lalu lintas penerbangan dan pelayaran perlu diberi tambahan pendidikan SAR;
Bantuan radio navigasi yang penting diharapkan untuk pelayaran secara terus menerus.

Dalam kegiatan survey tersebut, tim US Coast Guard didampingi pejabat - pejabat sipil dan militer dari
Indonesia, tim dari Indonesia membuat kesimpulan bahwa :
Instansipemerintah baik sipil maupun militer sudah mempunyai unsur yang dapat membantu kegiatan
SAR, namun diperlukan suatu wadah untuk menghimpun unsur-unsur tersebut dalam suatu sistem SAR
yang baik. Instansi-instansi berpotensi tersebut juga sudah mempunyai perangkat dan jaringan
komunikasi yang memadai untuk kegiatan SAR, namun diperlukan pengaturan pemanfaatan jaringan
tersebut.
Personil dari instansi berpotensi SAR pada umumnya belum memiliki kemampuan dan keterampilan SAR
yang khusus, sehingga perlu pembinaan dan latihan.
Peralatan milik instansi berpotensi SAR tersebut bukan untuk keperluan SAR, walaupun dapat digunakan
dalam keadaan darurat, namun diperlukan standardisasi peralatan.
Hasil survey akhirnya dituangkan pada ?Preliminary Recommendation? yang berisi saran-saran yang
perlu ditempuh oleh pemerintah Indonesia untuk mewujudkan suatu organisasi SAR di Indonesia.
Berdasarkan hasil survey tersebut ditetapkan Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 1972 tanggal 28
Februari 1972 tentang pembentukan Badan SAR Indonesia (BASARI). Adapun susunan organisasi BASARI
terdiri dari :
Unsur Pimpinan
Pusat SAR Nasional (Pusarnas)
Pusat-pusat Koordinasi Rescue (PKR)
Sub-sub Koordinasi Rescue (SKR)
Unsur-unsur SAR
Pusarnas merupakan unit Basari yang bertanggungjawab sebagai pelaksana operasional kegiatan SAR di
Indonesia. Walaupun dengan personil dan peralatan yang terbatas, kegiatan penanganan musibah
penerbangan dan pelayaran telah dilaksanakan dengan hasil yang cukup memuaskan, antara lain Boeing
727-PANAM tahun 1974 di Bali dan operasi pesawat Twinotter di Sulawesi yang dikenal dengan operasi
Tinombala.
Secara perlahan Pusarnas terus berkembang dibawah pimpinan (alm) Marsma S. Dono Indarto. Dalam
rangka pengembangan ini pada tahun 1975 Pusarnas resmi menjadi anggota NASAR (National
Association of SAR) yang bermarkas di Amerika, sehingga Pusarnas secara resmi telah terlibat dalam
kegiatan SAR secara internasional. Tahun berikutnya Pusarnas turut serta dalam kelompok kerja yang
melakukan penelitian tentang penggunaan satelit untuk kepentingan kemanusiaan (Working Group On
Satelitte Aided SAR) dari International Aeronautical Federation.
Bersamaan dengan pengembangan Pusarnas tersebut, dirintis kerjasama dengan negara-negara
tetangga yaitu Singapura, Malaysia, dan Australia.
Untuk lebih mengefektifkan kegiatan SAR, maka pada tahun 1978 Menteri Perhubungan selaku kuasa
Ketua Basari mengeluarkan Keputusan Nomor 5/K.104/Pb-78 tentang penunjukkan Kepala Pusarnas
sebagai Ketua Basari pada kegiatan operasi SAR di lapangan. Sedangkan untuk penanganan SAR di
daerah dikeluarkan Instruksi Menteri Perhubungan IM 4/KP/Phb-78 untuk membentuk Satuan Tugas
SAR di KKR (Kantor Koordinasi Rescue).
Untuk efisiensi pelaksanaan tugas SAR di Indonesia, pada tahun 1979 melalui Keputusan Presiden
Nomor 47 tahun 1979, Pusarnas yang semula berada dibawah Basari, dimasukkan kedalam struktur
organisasi Departemen Perhubungan dan namanya diubah menjadi Badan SAR Nasional (BASARNAS).
Dengan diubahnya Pusarnas menjadi Basarnas, Kepala Pusarnas yang semula esselon II menjadi Kepala
Basarnas esselon I. Demikian juga struktur organisasinya disempurnakan dan Kabasarnas membawahi 3
pejabat esselon II. Dalam perkembangannya keluar Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 80 tahun
1998 tentang Organisasi Tata Kerja Basarnas, yang salah satu isinya mengenai pejabat esselon II di
Basarnas, yaitu :
Sekretaris Badan;
Kepala Pusat Bina Operasi;
Kepala Pusat Bina Potensi
Basarnas mempunyai tugas pokok melaksanakan pembinaan, pengkoordinasian, dan pengendalian
potensi SAR dalam kegiatan SAR terhadap orang dan material yang hilang atau dikhawatirkan hilang
atau menghadapi bahaya dalam pelayaran dan/atau penerbangan, serta memberikan bantuan dalam
bencana dan musibah lainnya sesuai dengan peraturan SAR nasional dan internasional. Secara jelas
tugas dan fungsi SAR adalah penanganan musibah pelayaran dan/atau penerbangan, dan/atau bencana
dan/atau musibah lainnya dalam upaya pencarian dan pertolongan saat terjadinya musibah.
Penanganan terhadap musibah yang dimaksud meliputi 2 hal pokok yaitu pencarian (search) dan
pertolongan (rescue). Dalam melaksanakan tugas penanganan musibah pelayaran dan penerbangan
harus sejalan dengan IMO dan ICAO.
TUGAS, FUNGSI DAN SASARAN BASARNAS

A. TUGAS POKOK
Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM.43Tahun 2005 Tentang Organisasi dan tata kerja
Departemen Perhubungan, Badan SAR Nasional mempunyai tugas pokok melaksanakan pembinaan,
pengkoordinasian dan pengendalian potensi Search and Rescue (SAR) dalam kegiatan SAR terhadap
orang dan material yang hilang atau dikhawatirkan hilang, atau menghadapi bahaya dalam pelayaran
dan atau penerbangan, serta memberikan bantuan SAR dalam penanggulangan bencana dan musibah
lainnya sesuai dengan peraturan SAR Nasional dan Internasional.
B. FUNGSI
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut di atas, Badan SAR Nasional menyelenggarakan fungsi :
Perumusan kebijakan teknis di bidang pembinaan potensi SAR dan pembinaan operasi SAR;
Pelaksanaan program pembinaan potensi SAR dan operasi SAR;
Pelaksanaan tindak awal;
Pemberian bantuan SAR dalam bencana dan musibah lainnya;
Koordinasi dan pengendalian operasi SAR alas potensi SAR yang dimiliki oleh instansi dan organisasi lain;
Pelaksanaan hubungan dan kerja sama di bidang SAR balk di dalam maupun luar negeri;
Evaluasi pelaksanaan pembinaan potensi SAR dan operasi SAR
Pelaksanaan administrasi di lingkungan Badan SAR Nasional.
C. SASARAN PENGEMBANGAN BASARNAS
Dalam rangka mewujudkan visi dan misi Basarnas, perlu dilaksanakan strategi- strategi sebagai berikut :
Menjadikan BASARNAS sebagai yang terdepan dalam melaksanakan operasi SAR dalam musibah
pelayaran dan penerbangan, bencana dan musibah lainnya;
Pembentukan Institusi yang dapat menangani pendidikan awal dan pendidikan penataran di lingkungan
BASARNAS
Mengembangkan regulasi yang mampu mengerahkan potensi SAR melalui mekanisme koordinasi yang
dipatuhi oleh semua potensi SAR;
Melaksanakan pembinaan SDM SAR melalui pola pembinaan SDM yang terarah dan berlanjut agar dapat
dibentuk tenaga-tenaga SAR yang profesional.
Melaksanakan pemenuhan sarana/ prasarana dan peralatan SAR secara bertahap agar dapat
menjadikan operasi tindak awal SAR yang mandiri, cepat, tepat, dan handal sesuai ketentuan nasional
dan internasional.
Melaksanakan pendidikan dan pelatihan SAR melalui jenjang pendidikan sesuai dengan kebutuhan
dalam lingkungan BASARNAS.
Penciptaan system sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat tentang penyelenggaraan operasi SAR
Mengembangkan kerjasama dengan Pemda melalui FKSD, organisasi dan instansi berpotensi SAR, balk
dalam negeri maupun luar negeri dalam rangka pembinaan potensi SAR.
Sumber : Badan SAR Nasional
http://www.dephub.go.id/SAR/basarnas/sejarah.htm
PERALATAN SAR
Peralatan SAR adalah merupakan bagian penting bagi res cuer ketika melaksanakan pertolongan
terhadap korban musibah dilapangan, sehingga dengan dukungan peralatan yang memadai akan
membantu proses pertolongan dan selanjutnya akan meningkatkan prosentasi keberhasilan operasi.
Peralatan SAR ini diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu:
1. Peralatan perorangan
Terdiri atas Peralatan pokok perorangan dan Peralatan pendukung perorangan;
2. Peralatan beregu.
Terdiri atas Peralatan pokok beregu dan Peralatan pendukung beregu;
Dengan klasifikasi ini akan memberikan kemudahan dalam memilah ketika melakukan penyimpanan
maupun penyiapan untuk operasi.
Untuk mendukung kegiatan dan operasi SAR, serta dalam rangka mendukung Siaga SAR, Kantor-kantor
SAR telah dilengkapi dengan peralatan SAR, meskipun belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan sesuai
persyaratan mengingat keterbatasan anggaran dan biaya operasional. Peralatan SAR masing-masing
Kantor SAR sedikit berbeda jenis maupun jumlahnya, tergantung lokasi dan kondisi setempat.
PERALATAN KOMUNIKASI
Salah satu komponen pfasilitas SAR yang memegang kunci per
anan penting dalam pelaksanaan kegiatan SAR adalah Sistem Komunikasi SAR. Sistem komunikasi ini
tidak lepas dari
semua jenis peralatan komunikasi yang digunakan sebagai sarana pertukaran informasi balk berupa
voice maupun data dalam kegiatan SAR. Sistem komunikasi yang digelar mempunyai fungsi:
1. Jaringan Penginderaan Dini
Komunikasi sebagai sarana penginderaan dini dimaksudkan agar setiap musibah pelayaran dan/atau
penerbangan dan/ atau bencana dan/ atau musibah lainnya dapat dideteksi sedini m
ungkin, supaya usaha pencarian, pertolongan dan penyelamatan dapat dilaksanakan dengan cepat. Oleh
karena itu setiap informasi/musibah yang diterima harus mempunyai kemampuan dalam hal kecepatan,
kebenaran dan aktualitasnya. Implementasi sistem komunikasi harus mengacu path peraturan
internasional yaitu peraturan IMO untuk memonitor musibah pelayaran dan peraturan ICAO untuk
memonitor musibah penerbangan.
Pada tahun 1994 BASARNAS memperoleh bantuan pi njaman lunak dari pemerintah Kanada untuk
pengadaan peralatan monitoring musibah. Peralatan tersebut berfungsi sebagai alat deteksi dini signal
yang mengindikasikan lokasi musibah, alat-alat tersebut adalah LUT (Local User Terminal) yaitu berupa
perangkat stasiun bumi kecil yang mengolah data dari Cospas dan SARSAT.
2. Jaring Koordinasi
Komunikasi sebagai sarana koordinasi, dimaksudkan untuk dapat berkoordinasi dalam mendukung
kegiatan operasi SAR baik internal antara Kantor Pusat BASARNAS dengan Kantor SAR dan antar Kantor
SAR, dan eksternal dengan instansi/ organisasi berpotensi SAR dan RCCs negara tetangga secara cepat
dan tepat.
3. Jaring Komando dan Pengendalian
Komunikasi sebagai sarana komando dan pengendalian, dimaksu
dkan untuk mengendalikan unsur-unsur yang terlibat dalam operasi SAR.
4. Jaring Pembinaan, Administrasi dan Logistik
Jaring ini digunakan oleh BASARNAS untuk pembinaan Kantor SAR dalam pelaksanaan pembinaan dan
administrasi perkantoran.
Peralatan komunikasi yang dimiliki BASARNAS dan Kantor SAR sebagai berikut :
Fixed Line Telecommunication
Radio Communication (HFNHF)
AFTN Automatic message switching
Dengan dilengkapinya radio VHF Air band dan Marine band, memungkinkan untuk memonitor
penerbangan dan pelayaran.
PENYELAMATAN KORBAN TENGGELAM
Kasus tenggelam cukup sering ditemukan, baik tenggelam dalam air tawar maupun air laut. Kasus
tenggelam sering terjadi pada anak kecil, atau orang dewasa. Sebagai orang awam yang ingin menolong
seseorang yang tenggelam, kami memberikan tips sebagai berikut :
1. Pastikan diri anda mempunyai kemampuan untuk menolong, bila tidak yakin dengan kemampuan diri
sendiri sebaiknya carilah bantuan." Lebih baik kehilangan satu orang daripada kehilangan dua orang",
maksudnya " Jangan menambah korban lebih banyak".
2. Segera menginformasikan kepada orang disekitar untuk mencari bantuan lanjutan.
3. Pelajari situasi dan kondisi disekitar korban.
4. Cari alat bantu untuk menyelamatkan korban, contoh : pelampung, ranting/kayu, tali dan sebagainya
5. Tahap berikutnya adalah tahap penyelamatan korban tanpa menggunakan alat bantu.Dalam tahap ini
dapat dilakukan langkah - langkah sebagai berikut :
· Terjun ke air dengan mata tetap memandang posisi korban
· Dekati korban ssuai dengan jarak tertentu dan mengajak berkomunikasi, untuk kasus korban yang
masih sadar, berikut ini adalah kutipan percakapan penolong dengan korban :
" Sebagai orang awam yang ingin menolong seseorang yang tenggelam, kami memberikan tips sebagai
berikut :
Duck away
Leg block
Arm block
Elbow lift
Untuk korban yang mematuhi perintah, lakukan tehnik penyelamatan dengan cara :
Under arm carry
Tired swimmer carry
Wristow
Hip carry
Hip carry with pistol grip
Double chin carry
Untuk korban yang tidak mematuhi perintah maka biarkan korban sampai terlihat lelah, setelah itu
melakukan tehnik penyelamatan separti tehnik diatas.
Catatan : Saat menarik korban untuk korban yang tidak bernafas diberi bantuan nafas mulut ke hidung
sebanyak 1 kali dengan hitungan pemberian nafas dengan jeda htiungan ke - 9 hitungan (Ref : ADS
International)
6. Membawa korban ke darat dan letakkan ditempat yang aman.
7. Mengecek kesadaran korban dengan cara mengoyang - goyangkan tubuh korban sambil menegur
korban.
8. Selanjutnya dilakukan pertolongan dengan suatu rumusan sederhana yang mudah diingat yaitu ABC.
Hal ini diartikan sebagai :
A = Airway ( Jalan nafas )
B = Breathing ( Bernafas )
C = Circulation ( Sirkulasi, Peredaran Darah yakni jantung dan pembuluh darah )
Untuk kasus korban yang sadar tapi mengalami kesulitan bernafas maka dilakukan langkah - langkah
sebagai berikut :
Posisikan korban pada posisi pulih atau posisi istirahat
Bersihkan benda - benda yang menyumbat rongga mulut korban, contoh : gigi palsu, makanan dll
Kembalikan posisi normal, tekan dahi dan naikkan dagu ( posisi ini bertujuan untuk memperlancar jalan
nafas
Bila diperlukan diberikan nafas buatan dua kali dari mulut ke mulut ( untuk menghindari penularan
penyakit, contoh Hepatitis, sebaiknya menggunakan alat bantu pemberian nafas dari mulut ke mulut )
Untuk korban yang tidak sadar, mempunyai nafas yang tidak kuat atau belum bernafas, langkah -
langkahnya sebagai berikut :
Pada posisi normal dengan dagu terangkat sambil mengecek nadi di leher
Jika tidak ada nadi maka dilakukan pertolongan ABC
Jika nadinya kecil maka lakukan pertolongan AB + Supportive C, gunakan Algoritma syok
Jika nadinya cukup maka lakukan pertolongan A dengan / tanpa B Untuk korban yang tidak sadar,
mempunyai nafas yang tidak kuat atau belum

PEMADAM KEBAKARAN

A. Pengetahuan Dasar Damkar


Sebelum kita dapat melakukan usaha penanggulangan kebakaran, adalah wajar apabila kita perlu untuk
mengetahui dan mengenal terlebih dahulu apa dan bagaimanakah kebakaran itu. Setelah itu maka kita
akan menyadari bahwa peristiwa/masalah kebakaran sesungguhnya merupakan masalah yang menjadi
ancaman bagi semua orang, baik disadari ataupun tidak.
Kebakaran di Indonesia dibagi menjadi tiga kelas, yaitu:
1. Kelas A
Kebakaran yang disebabkan oleh benda-benda padat, misalnya kertas, kayu, plastik, karet, busa dan
lain-lainnya. Media pemadaman kebakaran untuk kelas ini berupa: air, pasir, karung goni yang dibasahi,
dan Alat Pemadam Kebakaran (APAR) atau racun api tepung kimia kering.
2. Kelas B
Kebakaran yang disebabkan oleh benda-benda mudah terbakar berupa cairan, misalnya bensin, solar,
minyak tanah, spirtus, alkohol dan lain-lainnya. Media pemadaman kebakaran untuk kelas ini berupa:
pasir dan Alat Pemadam Kebakaran (APAR) atau racun api tepung kimia kering. Dilarang memakai air
untuk jenis ini karena berat jenis air lebih berat dari pada berat jenis bahan di atas sehingga bila kita
menggunakan air maka kebakaran akan melebar kemana-mana.
3. Kelas C
Kebakaran yang disebabkan oleh listrik. Media pemadaman kebakaran untuk kelas ini berupa: Alat
Pemadam Kebakaran (APAR) atau racun api tepung kimia kering. Matikan dulu sumber listrik agar kita
aman dalam memadamkan kebakaran
B. Prinsip Pemadaman Kebakaran
Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada tempat yang tidak kita hendaki, merugikan
dan pada umumnya sukar dikendalikan. Api terjadi karena persenyawaan dari:
• Sumber panas, seperti energi elektron (listrik statis atau dinamis), sinar matahari, reaksi kimia dan
perubahan kimia.
• Benda mudah terbakar, seperti bahan-bahan kimia, bahan bakar, kayu, plastik dan sebagainya.
• Oksigen (tersedia di udara)
Apabila ketiganya bersenyawa maka akan terjadi api. Dalam pencegahan terjadinya kebakaran kita
harus bisa mengontrol Sumber panas dan Benda mudah terbakar, misalnya Dilarang merokok ketika
Sedang melakukan pengisian bahan Bakar, Menyimpan barang-barang yang mudah terbakar ditempat
aman, dan sebagainya.
Apabila sudah terjadi kebakaran maka langkah kita adalah menghilangkan adanya Oksigen dalam
kebakaran tersebut. Contoh mudahnya seperti ketika kita menghidupkan lilin, lalu coba kita tutup
dengan gelas maka api pada lilin tersebut akan mati karena oksigen yang berada di luar gelas tidak dapat
masuk dan oksigen yang berada dalam gelas berubah menjadi Karbon Dioksida (CO2) yang mematikan
api. Ketika kita memadamkan kebakaran dengan mengunakan APAR, karung goni yang basah dan pasir
yang terjadi adalah kita mengisolasi adanya oksigen dalam api tersebut asal semua permukaan api
tertutupi oleh ketiga media pemadaman tersebut dan api akan mati seperti lilin yang kita tutup
memakai gelas tadi. Bila kita menggunakan air sebagai media pemadaman maka terjadi reaksi
pendinginan panas dan isolasi oksigen dari kebakaran tersebut.
C. Peralatan Pencegahan Kebakaran
• APAR / Fire Extinguishers / Racun Api
Peralatan ini merupakan peralatan reaksi cepat yang multi guna karena dapat dipakai untuk jenis
kebakaran A,B dan C. Peralatan ini mempunyai berbagai ukuran beratnya, sehingga dapat ditempatkan
sesuai dengan besar-kecilnya resiko kebakaran yang mungkin timbul dari daerah tersebut, misalnya
tempat penimbunan bahan bakar terasa tidak rasional bila di situ kita tempatkan racun api dengan
ukuran 1,2 Kg dengan jumlah satu tabung. Bahan yang ada dalam tabung pemadam api tersebut ada
yang dari bahan kimia kering, foam / busa dan CO2, untuk Halon tidak diperkenankan dipakai di
Indonesia.
• Hydran
Ada 3 jenis hydran, yaitu hydran gedung, hydran halaman dan hydran kota, sesuai namanya hydran
gedung ditempatkan dalam gedung, untuk hydran halaman ditempatkan di halaman, sedangkan hydran
kota biasanya ditempatkan pada beberapa titik yang memungkinkan Unit Pemadam Kebakaran suatu
kota mengambil cadangan air.
• Detektor Asap / Smoke Detector
Peralatan yang memungkinkan secara otomatis akan memberitahukan kepada setiap orang apabila ada
asap pada suatu daerah maka alat ini akan berbunyi, khusus untuk pemakaian dalam gedung.
• Fire Alarm
Peralatan yang dipergunakan untuk memberitahukan kepada setiap orang akan adanya bahaya
kebakaran pada suatu tempat
• Sprinkler
Peralatan yang dipergunakan khusus dalam gedung, yang akan memancarkan air secara otomatis
apabila terjadi pemanasan pada suatu suhu tertentu pada daerah di mana ada sprinkler tersebut
D. Pencegahan Kebakaran
Setelah kita mengetahui pengklasifikasian, prinsip pemadaman dan perlengkapan pemadaman suatu
kebakaran maka kita harus bisa mengelola kesemuanya itu menjadi suatu sistem
manajemen/pengelolaan pencegahan bahaya kebakaran.
Kita mengambil contoh dari pengelolaan pencegahan kebakaran pada bangunan tinggi.
1. Identifikasi bahaya yang dapat mengakibatkan kebakaran pada gedung itu.
a. Bahan Mudah Terbakar, seperti karpet, kertas, karet, dan lain-lain
b. Sumber Panas, seperti Listrik, Listrik statis, nyala api rokok dan lain-lain
2. Penilaian Resiko
Resiko tinggi karena merupakan bangunan tinggi yang banyak orang
3. Monitoring
Inspeksi Listrik, Inspeksi Bangunan, Inspeksi Peralatan Pemadam Kebakaran, Training, Fire Drill / Latihan
Kebakaran dan lain-lain
4. Recovery / Pemulihan
Emergency Response Plan / Rencana Tindakan Tanggap Darurat, P3K, Prosedur-Prosedur, dan lain-lain.
Kita semua tahu bahwa untuk dapat menghadapi dan mengalahkan musuh, kita harus tahu segala hal
tentang musuh kita kekuatan, kelemahan, strategi perang, dan lainnya. Memiliki gambaran tentang
kemungkinan aksi yang akan dilakukan oleh musuh, membuat kita dapat membuat rencana untuk
menga-tasi aksi tersebut, dan lebih baik lagi melakukan pencegahan agar aksi tersebut tidak dapat
berjalan. Demikian juga apabila kita mengahadapi masalah kebakaran, kita harus tahu tentang
bagaimanakah api dapat terjadi, bagaimana api dapat menyebar, apa yang dapat menimbulkan api,
bagaimana mencegah api timbul, dan banyak lagi, sehingga kita siap menghadapi musuh kita semua,
yaitu kebakaran.
a. Pembakaran
Pembakaran dan api adalah dua kata yang akan selalu berhubungan dan dalam ilmu kebakaran dua kata
tersebut sudah menjadi tak terpisahkan.
Pembakaran/api adalah peristiwa proses reaksi oksidasi cepat yang biasanya menghasilkan panas dan
cahaya (energi panas dan energi cahaya). Selanjutnya apakah reaksi oksidasi itu?; Dalam konteks
masalah kebakaran dapat dikatakan bahwa reaksi oksidasi adalah reaksi pengikatan unsur oksigen oleh
reduktor/pereduksi (bahan bakar). Sedang dalam konteks lebih luas, dalam ilmu kimia, reaksi oksidasi
didefinisikan sebagai reaksi pemberian elektron oleh oksidator/ pengoksidasi kepada
reduktor/pereduksi.
Di atas telah disebutkan bahwa pembakaran/api adalah peristiwa oksidasi cepat, berarti ada reaksi
oksidasi lambat. Untuk rekasi oksidasi lambat sebagai contohnya adalah peristiwa perkaratan besi. Satu
hal yang perlu di pahami adalah bahwa hanya gas yang dapat terbakar. Jadi bahan bakar dengan bentuk
fisik padatan dan cairan sebelum ia dapat terbakar ia harus dirubah dahulu ke bentuk fisik gas. Untuk
bahan bakar padat harus mengalami pyrolysis, sehingga ter-bentuk gas-gas yang lebih seder-hana yang
akan terbakar. Sedang untuk bahan bakar bentuk cairan oleh panas akan diuapkan, lalu uap bahan bakar
tadi yang akan terbakar.
Kembali ke masalah kebakaran ada peristiwa yang sering terjadi seiring dengan kebakaran, yaitu
ledakan/explosion. Ledakan/explosion adalah peristiwa oksidasi yang sangat cepat.

b. Nyala Api
Nyala api sesungguhnya adalah gas hasil reaksi dengan panas dan cahaya yang ditimbulkannya. Warna
dari nyala api ditentukan oleh bahan-bahan yang bereaksi (terbakar). Warna yang dihasilkan oleh gas
hidrokarbon, yang bereaksi sempurna dengan udara (oksigen) adalah biru terang. Nyala api akan lebih
mudah terlihat ketika karbon dan padatan lainnya atau liquid produk antara dihasilkan oleh pembakaran
tidak sempurna naik dan berpijar akibat temperatur dengan warna merah, jingga, kuning, atau putih,
tergantung dari tem-peraturnya.
c. BARA API
Bara api memiliki ciri khas yaitu tidak terlihatnya nyala api, akan tetapi adanya bahan-bahan yang sangat
panas pada permukaan dimana pembakaran terjadi. Contoh yang baik untuk bara api adalah batu bara.
Warna dari bara api pada permukaan benda berhubungan dengan temperaturnya.
bahwa pembakaran/api adalah suatu reaksi oksidasi, jadi harus ada oksidator/pengoksidasi dan
reduktor/ pereduksi/ bahan yang dioksidasi. Dari sini kita telah mendapatkan dua komponen
peristiwa/reaksi pembakaran/api, yaitu oksidator yaitu oksigen dan reduktor di sini adalah bahan bakar.
Dalam kehidupan sehari-hari kita mengetahui bahwa suatu benda yang dapat terbakar (bahan bakar)
dalam kondisi normal tidaklah terbakar, baru apabila kita panaskan untuk beberapa lama dia akan dapat
terbakar. Ini juga berarti kita telah mendapatkan satu lagi komponen pembakaran/api, dari apa yang
sudah umum kita ketahui.
Dalam ilmu kebakaran ketiga komponen tersebut dikenal dengan segitiga api, yaitu sebuah bangun dua
dimensi berbentuk segitiga sama sisi. Dimana masing-masing sisi mewakili satu komponen
kebakaran/api, yaitu: Oksigen, Panas dan Bahan bakar.
suatu peristiwa/reaksi pembakaran akan dapat terjadi apabila ketiga komponen tersebut berada dalam
keadaan keseimbangannya. Kese-imbangan dimaksud di sini bukanlah sama dalam jumlah atau
banyaknya, akan tetapi suatu bahan akan dapat terbakar apabila kondisi di mana terjadi/akan terjadi
pembakaran/api memiliki perbandingan tertentu antara bahan dimaksud dengan oksigen yang harus
tersedia. Selain itu kondisi temperatur bahan dan atau lingkungan reaksi memiliki temperatur (yang
menggambarkan tingkat kepanasan suatu benda) tertentu juga.
1. OKSIGEN
Pada sisi pertama dari segitiga adalah oksigen. Oksigen adalah gas yang tidak dapat terbakar (nonflam-
meable gas) dan juga merupakan satu kebutuhan untuk kehidupan yang sangat mendasar. Di atas
permukaan laut, atmosfir kita me-miliki oksigen dengan konsentrasi sekitar 21%. Sedang untuk ter-
jadinya pembakaran/api oksigen dibutuhkan minimal 16%. Kembali lagi, oksigen itu sendiri tidak
terbakar, ia hanya mendukung proses pembakaran.
2. PANAS
Sisi kedua adalah panas. Panas adalah suatu bentuk energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan
temperatur suatu benda/ bahan bakar sampai ketitik dimana jumlah uap bahan bakar tersebut tersedia
dalam jumlah cukup untuk dapat terjadi penyalaan.
• Sumber-sumber Panas
Sumber-sumber panas/energi panas sangatlah beragam, dapat disebutkan disini adalah Arus listrik.
Panas akibat arus listrik dapat terjadi akibat adanya hambatan terhadap aliran arus, kelebihan beban
muatan, hubungan pendek, dan lain-lain.
Panas yang dihasilkan oleh kerja mekanik biasanya dari gesekan dua benda atau gas yang diberi tekanan
tinggi.
Reaksi kimia
Pada reaksi kimia, hubungan dengan panas, terdapat dua macam reaksi yaitu reaksi endotermis dan
eksotermis. Reaksi endotermis adalah reaksi yang membutuhkan panas untuk dapat berjalan, sedang
rekasi eksotermis adalah kebalikannya yaitu menghasilkan panas dan reaksi inilah yang merupakan
sumber panas. Reaksi kimia disini tidak hanya terbatas pada reaksi perubahan atau pembentukan
senyawa baru, akan tetapi dapat juga dalam bentuk proses pencampuran dan atau pelarutan.
Radiasi matahari Sinar matahari dapat menjadi sumber panas yang dapat menyebabkan kebakaran
apabila intensitasnya cukup besar, atau di ter/difokuskan oleh suatu alat optik.
• Cara-cara Perpindahan Panas
Panas dapat berpindah dan dalam suatu kejadian kebakaran perpindahan panas ini harus mendapat
perhatian yang besar, karena apabila perpindahan panas tidak terkontrol akan dapat mengakibatkan
kebakaran meluas dan atau mengakibatkan kebakaran lain. Perpindahan panas ini dapat terjadi dengan
berbagai cara, yaitu: konduksi, konveksi dan radiasi; dan khusus dalam masalah kebakaran ada juga
Penyulutan langsung. Ø Konduksi
Konduksi adalah perpindahan panas yang terjadi secara molekuler, jadi panas berpindah di dalam suatu
bahan penghantar (konduktor) dari satu titik ketitik lain yang memiliki temperatur lebih rendah. Sebagai
gambaran adalah apabila kita memanaskan salah satu ujung sebuah tongkat besi maka lambat laun
panas akan berpindah keujung lainnya, sedangkan tongkat tersebut tidak berubah bentuk. Ø Konveksi
Konveksi adalah perpindahan panas yang berhubungan dengan bahan fluida atau bahan yang dapat
mengalir dalam bentuk gas atau cairan. Pada konveksi panas berpindah dengan berpindahnya bahan
penghantar, atau lebih tepat bahan pembawa panas tersebut. Sebagai gambaran adalah apabila terjadi
kebakaran di lantai bawah sebuah bangunan bertingkat, maka panas akan dibawa oleh asap atau gas
hasil pembakaran yang panas ke lantai di atasnya. Ø Radiasi
Perpindahan panas dengan cara radiasi tidak membutuhkan suatu bahan penghantar seperti pada dua
perpindahan panas sebelumnya. Pada radiasi panas berpindah secara memancar, jadi panas
dipancarkan segala arah dari suatu sumber panas. Sebagai contohnya adalah radiasi sinar matahari,
yang kita semua tahu bahwa dari jarak yang jutaan kilometer melalui ruang kosong di antariksa panas
matahari dapat sampai ke bumi.
3. BAHAN BAKAR
Sisi yang lain (ketiga) adalah bahan bakar. Berbeda dengan apa yang umum disebut sebagai bahan bakar
oleh setiap orang, bahan bakar dalam hubungannya dengan ilmu kebakaran adalah setiap benda, bahan
atau material yang dapat terbakar dianggap sebagai bahan bakar. Apabila kita perhatikan, maka akan
kita dapati bahwa hidup kita selalu dikelilingi oleh bahan bakar. Oleh karena itu adalah sesuatu yang
wajib bagi kita untuk selalu siap siaga menghadapi ancaman bahaya kebakaran.
Ada beberapa istilah yang perlu diketahui dalam hubungannya dengan bahan bakar, yaitu:
Flash point: temperatur terendah pada saat dimana suatu bahan bakar cair menghasilkan uap dalam
jumlah yang cukup untuk menghasilkan nyala sesaat dari campuran bahan bakar dan udara (oksigen).
Fire point : temperatur (akibat pemanasan) dimana suatu bahan bakar cair dapat memproduksi uap
dengan cukup cepat sehingga memungkinkan terjadinya pembakaran yang kontinyu/terus menerus.

a. TETRAHEDRON API
Pada perkembangan selanjutnya,ditemukan bahwa selain ketiga komponen seperti yang
dimaksud dalam segitiga api ada lagi komponen keempat dalam proses pembakaran yang
dibutuhkan oleh proses pembakaran untuk mendukung kesinambungannya dan juga untuk
bertambah besar, yaitu rantai reaksi kimia antara bahan bakar dengan bahan
pengoksidasi/oksidator. Seiring dengan menyalanya api, molekul bahan bakar juga berkurang
berubah menjadi molekul yang lebih sederhana. Dengan berlanjutnya proses pembakaran,
naiknya temperatur menyebabkan oksigen tambahan terserap ke area nyala api. Lebih banyak
molekul bahan bakar akan terpecah, bergabung ke rantai reaksi, mencapai titik nyalanya, mulai
menyala, menyebabkan naiknya temperatur, menyeap oksigen tambahan, dan melanjutkan
rantai reaksi. Proses rantai reaksi ini akan berlanjut sampai seluruh substansi/bahan yang terkait
mencapai area yang lebih dingin dinyala api. Selama tersedia bahan bakar dan oksigen dalam
jumlah yang cukup, dan selama temperatur mendukung,reaksi rantai akan meningkatkan reaksi
pembakaran. Sehingga dengan demikian segitiga api tadi dengan adanya faktor rantai reaksi
kimia, yang juga termasuk komponen pembakaran, berubah menjadi satu bangun tiga dimensi
segitiga piramida (tetrahedron).
b. GAS BERACUN HASIL PEMBAKARAN
Selain bahaya panas tinggi ternyata ada satu bahaya yang menjadi penyebab utama kematian
dalam peristiwa kebakaran, yaitu asap. Mengapa asap menjadi penyebab utama? Hal ini
dikarenakan asap mengandung bermacam-macam gas beracun yang dihasilkan oleh peristiwa
pembakaran.
Beberapa gas beracun yang paling banyak dan selalu ada pada peristiwa kebakaran dapat dilihat
dibawah ini.
• Karbon monoksida (Carbon monoxide)
Karbon monoksida (CO) adalah pembunuh terbesar dalam peristiwa kebakaran karena tingkat
kehadirannya yang sangat tinggi dan juga cepatnya ia mencapai konsentrasi mematikan pada
peristiwa kebakaran. Karbon monoksida adalah hasil produksi dari pembakaran tidak sempurna
yang dihasilkan dari pembakaran senyawa-senyawa organic dan berbagai bentuk karbon. Sering
juga kematian akibat karbon monoksida terjadi akibat masuknya asap knalpot ke kabin mobil.
Karbon monoksida berbahaya karena ia adalah gas yang tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak
terlihat. Gas ini mematikan pada konsentrasi 1,28 persen volume dalam udara dalam 1 sampai 3
menit; 0,64 persen mematikan dalam 10 sampai 15 menit; 0,32 persen mematikan dalam 30
sampai 60 menit, dan 0,16 persen mematikan dalam waktu 2 jam. Pada konsentrasi 0,05 persen
gas ini tetap menyimpan bahaya.
• Karbon dioksida (Carbon dioxide)
Karbon dioksida (Carbon dioxide) adalah hasil dari pembakaran sempurna senyawa organic atau
senyawa karbon. Bertambahnya konsentrasi karbon dioksida akan mengakibatkan
meningkatnya kecepatan pernafasan; sampai di mana tubuh tidak mampu lagi. Kegagalan
pernafasan akhirnya akan terjadi. Karbon dioksida dalam jumlah yang sangat banyak dapat
mengakibatkan sesak nafas karena kekurangan oksigen dalam darah, selain itu juga dapat
berfungsi sebagai bahan pemadam api. Konsentrasi lebih dari 5 persen di lingkungan dapat
merupakan tanda bahaya,bukan karena keberadaannya akan tetapi karena kondisi tersebut
adalah kondisi yang jauh dari kondisi normal.
• Hidrogen sianida (Hydrogen cyanide)
Walau Hidrogen sianida (HCN) jauh lebih beracun dari Karbon monoksida tetapi dalam
kebakaran,biasanya, jumlahnya sangat kecil. Pada konsentrasi 100 ppm dapat menyebabkan
kematian dalam waktu 30 sampai 60 menit. Hidrogen sianida dihasikan dari pembakaran
senyawan hirokarbon terklorinasi di udara, plastik, kulit karet, sutra, wool, atau juga kayu.
Seperti halnya karbon monoksida hydrogen sianida lebih ringan dari udara sehingga tingkat
bahayanya lebih tinggi pada kebakaran dalam ruangan, dibanding kebakaran luar ruangan.
• Phosgene (COCl2) Phosgene juga dihasilkan pada dekomposisi atau pembakaran senyawa
hidrokarbon terklorinasi, seperti karbon tetraklorida, Freon, atau etilene diklorida. Phosgene
beracun dan berbahaya pada konsentrasi yang sangat kecil sekalipun. Konsntrasi 25 ppm dapat
mematikan dalam waktu 30 sampai 60 menit.
• Hidrogen klorida (Hydrogen Chloride) Hidrogen klorida (HCl) dihasilkan oleh pembakaran
bahan-bahan yang mengandung klorin. Walau tidak beracun seperti hydrogen sianida ataupun
phosgene, HCl berbahaya apabila kita berada dalam waktu yang cukup lama di lingkungan yang
terdapat gas ini.

E. TAHAPAN KEBAKARAN DALAM RUANGAN


Pada umumnya kebakaran dalam ruangan dengan terbagi dalam tiga tahapan. Masing-masing
tahapan memiliki ciri-ciri karaktersitik dan efeknya berhubungan dengan bahan yang terbakar
yang berbeda-beda. Lama dari masing-masing tahapan bervariasi tergantung keadaan dari
penyulutan, bahan bakar, dan ventilasi, akan tetapi secara keseluruhan tahapannya adalah
kebakaran awal kebakaran bebas kebakaran menyurut.
a. Kebakaran Tahap Awal Ini adalah tahapan awal dari suatu kebakaran setelah terjadi
penyulutan.
Nyala api masih terbatas dan pembakaran dengan lidah api terlihat. Konsentrasi Oksigen dalam
ruangan masih dalam kondisi normal (21%) dan temperatur dalam ruangan secara keseluruhan
belum meningkat. Gas panas hasil pembakaran dalam betuk kepulan bergerak naik dari titik
nyala. Dalam kepulan gas panas terkandung bermacam-macam material seperti deposit karbon
(jelaga) ataupun padatan lain, uap air, H2S, CO2, CO, dan gas beracun lainnya,semuanya
tergantung dari jenis bahan bakar atau bahan yang terbakar. Panas akan dihantar secara
konveksi oleh material-material tadi ke atas ruangan dan mendorong oksigen kebawah yang
berarti ke titik nyala untuk mendukung pembakaran selanjutnya.
b. Tahap Penyalaan
Kebakaran akan menghebat sejalan dengan bertambahnya bahan yang terbakar. Konveksi,
konduksi, dan kontak langsung memperluas perambatan api dan keluar dari bahan bahakar awal
sampai bahan didekatnya mencapai temperatur penyalaannya dan mulai terbakar. Radiasi
panas dari nyala api mulai menyebabkan bahan bahan lain mencapai titik nyalanya, memperluas
kebakaran kesamping. Kecepatan perluasan kebakaran kesamping tergantung dari berapa dekat
bahan di dekatnya dan juga susunan bahannya. Gas panas yang dihasilkan pembakaran
berkumpul di langit-langit ruangan membentuklapisan asap. Temperatur dari lapisan asp ini
meningkat. Lapisan yang lebih tinggi di ruangan tersebut memiliki konsentrasi oksigen paling
rendah; temperatur tinggi; dan jelaga, asap, dan produk pirolisis yang belum terbakar sempurna
pada saat itu sangatlah berbeda dengan kondisi di dekat lantai ruangan. Pada daerah dekat
lantai lapisan udaranya masih relatif dingin dan mengandung udara segar (konsentrasi oksigen
mendekati normal) yang bercampur dengan hasil pembakaran. Kemungkinan untuk hidup masih
cukup di dalam ruangan apabila seseorang bertahan pada posisi merendah pada lapisan dingin
dan tidak menghirup gas di bagian atas. Ketika lapisan panas mencapai titik kritisnya pada +
600oC (1100oF), ini sudah cukup untuk menghasilkan radiasi panas yang menyebabkan bahan
bakar lainnya (seperti karpet dan furnitur) di dalam ruang mencapai titik nyalanya. Pada saat ini
seisi ruangan akan menyala secara serentak, dan ruangan dikatakan mengalami flashover. Saat
ini terjadi, temperatur seluruh ruangan mencapai titik maksimalnya dan kemungkinan hidup
dalam berada di dalam ruangan ini untuk lebih dari beberapa detik sangat tidak mungkin.
Flashover oleh ahli ilmu kebakaran didefinisikan sebagai proses pengembangan, radiasi, dan
pembakaran lengkap dari semua bahan bakar dalam suatu ruangan.
Api/kebakaran adalah suatu aksi kesetimbangan kimia antara bahan bakar, udara, dan
temperatur (bahan bakar oksigen - panas). Apabila ventilasi terbatas, pertumbuhan api akan
lambat, peningkatan temperatur akan lebih bertahap, asap akan dihasilkan lebih banyak, dan
penyalaan gas panas akan tertunda sampai didapat tambahan udara (oksigen) yang cukup.
c. Tahap Api Mengecil
Bahan bakar habis dan nyala api secara bertahap akan berkurang dan berkurang. Apabila
konsentrasi oksigen dibawah 16%, nyala api dari pembakaran akan berhenti meskipun masih
terdapat bahan bakar yang belum terbakar. Pembakaran yang terjadi adalah pembakaran tanpa
nyala api. Temperatur masih tinggi di dalam ruangan, tergantung dari bahan penyekat dan
ventilasi dari ruangan tersebut. Beberapa bahan masih mengalami pirolisis atau terbakar tidak
sempurna menghasilkan gas karbon monoksida dan gas bahan bakar lain, jelaga, dan bahan
bakar lain yang terkandung dalam asap. Apabila ruangan tidak memiliki ventilasi yang cukup,
maka akan terbentuk campuran gas yang dapat terbakar. Maka apabila ada sumber penyalaan
yang baru, akan dapat terjadi kebakaran kedua diruangan tersebut, sering disebut backdraft
atau ledakan asap
ORGANISASI DAN UU BASARNAS Commented [p1]:

KRIDA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BENCANA terdiri atas 7 Sarat Kecakapan Kusus(SKK):

1.SKK Pencegahan Kebakaran

2.Pemadam Kebakaran

3.Rehabilitasi Korban Kebakaran

4.Pengenalan Kerawaan Bencana

5.Pencarian

6.Penyelamatan

7.Pengenalan Satwa.

Dengan keterangan sebagi berikut:

1.SKK Pencegahan Kebakaran;

a.Dapat memanfaatkan api/panas(menyalakan,memadamkan,menggunakan,mengetahui bahaya api)

b.Dapat meletakan dengan baik peralatan rumah tangga yang rawan/dapat menyebabkan kebakaran.

c.Memiliki pengetahuan dasar tentang terjadinya api(fire triangle/segitiga api) secara sederhana

d.Mengetahui jenis peralatan pemadam api ringan(tradisional) yang ada disekitarnya

e.Mengetahui Jenis bahan untuk memadamkan api

f.Mengerti pengetahuan tentang terjadinya api

g.Mengerti pengetahuan tentang penyebab kebakarn.


h.Mengetahui jenis peralatan pemadam api ringan modern(dengan teknologi)

i.Mengethui alamat, nomor telpon dinas pemadam kebakaran.

j.Mengetahui klrifikasi jenis kebakaran dan jenis media pemadam yang paling efektif.

k.mampu memberikan penyuluhan masalah kebakaran (pencegahan,pemadaman,rehabilitas)

l.Mengikuti kursus/ latihan pemadaman kebakaran yng diadakan oleh dinas Pemadam Kebakaran.

2.Pemadam Kebakaran;

a.Dapat menggunakan alat dan bahan yang ada disekitar(tradisional)

b.Dapat mematikan arus listrik disekitgar lokasi terjadinya kebakaran dan menghubungi PLN.

c.Mampu menyampaikan kejadian kebakarn dan menyebarluaskan dengan tepat, cepat dan benar

d.Dapat. menggunakan alat pemadam api ringan modern(dengan teknologi) untuk memadamkan
kebakaran.

e.Mampu memadamkan api dengan alat rumah tangga.

f.Mampu menyelamatkan manusia dari lokasi kebakaran(perempuan, anak2, dan orang lanjut usia)

g.Dapat melaksanakan petunjuk petugas Damkar untuk menyelamatkan manusia dan harta benda dari
bahaya kebakaran.

h.Mampu memadamkan kebakaran dengan tidak melawan arah angin.

i.Mampu melokalisasi tempat kebakaran

j.Mampu mengarahkan massa dan mengefakuasi.

3.Rehabilitasi Korban Kebakaran;

a.Dapat mendirikan barak(tempat pemukiman evakuasi) darurat

b.Dapat melasnakan Pertolongan Pertama KORBAN luka bakar.

c.Mampu Menatur lalulintas di lokasi kebakaran

d.Dapat membantu Polisi mengamankan TKP.

e.Dapat membantu Pemda untuk memberikan pengarahan-pengarahan.

4.Pengenalan Kerawaan Bencana;

a.Dapat mengerti dan membedakan bencana alam dan bencana teknik, serta dampak yang
ditimbulkanya.
b.Mengetahui Organisasi BASARNAS

c.Mengetahui cirri-ciri daerah yang rawan bencana.

d.Mengetahui dan dapat menganalisa sebab-sebab terjadinya bencana

e.Mampu berkomunikasi secara luas dengan unsure-unsur terkait.f.Menguasai system komunikasi


BASARNAS.

5.Pencarian;

a.Dapat membaca peta dan kompas

b.Mahir menggunkan tali temali, simpul dan mahir memperagakan teknik pendakian

c.Dapat menyebutkan sedikitnya 3 jenis pencarian kelompok.

d.Mengerti dan dapat melaksanakan survival.

e.Mahir tali temali sedikitnya 10 simpul.

f.Dapat menetukan metode pencarian yg dilakukn.

g.Dapat menggunakan peralatan SAR darat dan SAR air.

h.Mahir menggunakan survival kids.

i.Mahir dalam montenering dan repling.

j.Mahir menentukan jenis metode pencarian

6.Penyelamatan;

a.Mengetahui cara membuat pandu.

b.Mengetahui cara pembalutan terhadap korban.

c.Pengetahuan tentang penentuan posko.

d.Mengetahui jenis transportasi yang digunakan untuk mengangkut korban

e.Dapat melakukan evakuasi korban.

f.Mahir menentukan posko yang aman dari ganguan cuaca dan hewan.

g.Mahir mengefakuasi korban ke Posko/Rumah Sakit.

7.Pengenalan Satwa;

a.Mengenal satwa anjing dan kuda.

b.Mengenal Kannel/Stable
c.Mengenal perawatan Satwa anjing/kuda

d.Mengenal karakter anjing dan menunggang kuda

e.Mampu member peritga kepada anjing/kuda.

f.Dapat melakukan pencarian korban dengan anjing dan mengevakuasi korban dgn menggunakan kuda.

Dengan dijabarkan sebagai berikut:

Krida Pencegahan dan Penanggulangan Bencana ( PPB )

Krida Pencegahan dan Penanggulangan Bencana ada 7 SKK, yaitu :

1. SKK Pencegahan kebakaran

2. SKK Pemadam kebakaran

3. SKK Rehabilitasi korban kebakaran

4. SKK Pengetahuan kerawanan bencana

5. SKK Pencarian korban

6. SKK Penyelamatan korban

7. SKK Pengetahuan satwa.

Pada krida PPB terdapat 4 sub krida :

1. Subkrida PASKUD (Pasukan Berkuda)

2. Subkrida PASKAN (Pasukan Anjing Pelacak)

3. Subkrida DAMKAR (Pemadam Kebakaran)

4. Subkrida SAR (Search And Rescue)

SKK Pencegahan Kebakaran

Untuk Siaga :

Ø Dapat memanfaatkan api :

a. Menyalakan

b. Memadamkan

c. Menggunakan

d. Mengetahui bahaya api


Untuk Penggalang :

a. Dapat meletakkan dengan baik peralatan rumah tangga yang rawan/dapat menyebabkan
kebakaran. Seperti : Kompor, lilin, lampu petromak, setrika, tungku dan sebagainya

b. Memiliki pengetahuan dasar tentang terjadinya api (fire triangle/segitiga api) secara sederhana

c. Mengetahui jenis peralatan pemadam api ringan (tradisional) yang ada di sekitarnya.

Untuk Penegak :

a. Mengetahui jenis bahan untuk memadamkan api

b. Mengerti pengetahuan tentang terjadinya api

c. Mengerti pengetahuan tentang penyebab kebakaran

d. Mengetahui jenis peralatan pemadam api ringan modern (dengan teknologi)

e. Mengetahui alamat, nomor telepon Dinas Pemadam Kebakaran.

Untuk Pandega :

a. Mengetahui klasifikasi jenis kebakaran dan jenis media pemadam yang paling efektif

b. Mampu memberikan penyuluhan masalah kebakaran (pencegahan, pemadam,rehabilitasi) dan


bahaya yang ditimbulkan di lingkungannya

c. Mengikuti kursus/latihan pemadam kebakaran yang diadakan oleh Dinas Pemadam Kebakaran.

SKK Pemadam Kebakaran

Untuk Siaga : tidak diperlukan.

Untuk Penggalang :

Dapat menghubungi dengan cepat kepada yang berwajib bahwa telah terjadi kebakaran (DPK, Polri,
Pemda)

Untuk Penegak :

a. Dapat menggunakan alat dan bahan yang ada di sekitarnya (tradisional) untuk memadamkan api
kebakaran.

b. Dapat mematikan aliran listrik di sekitar lokasi terjadi kebakaran dan menghubungi PLN.
c. Mampu menyampaikan laporan kejadian kebakaran dan menyebarluaskan dengan tepat, cepat dan
benar.

d. Dapat menggunakan alat pemdam api ringan modern (dengan teknologi) untuk memadamkan
kebakaran.

e. Mampu memadamkan api dengan alat rumah tangga.

Untuk Pandega :

a. Mampu menyelamatkan manusia dari lokasi kebakaran (perempuan, anak-anak dan orang lanjut
usia) dengan tidak mengabaikan keselamatan pribadi/diri sendiri

b. Dapat melaksanakan petunjuk petugas Pemadam Kebakaran untuk menyelamatkan manusia dan
harta benda dari bahaya kebakaran

c. Mampu memadamkan kebakaran dengan tidak melawan arah angin

d. Mampu melokalisir tempat kebakaran

e. Mampu mengarahkan massa dan mengevakuasi.

SKK Rehabilitasi Korban Kebakaran

Untuk Penggalang :

Mampu membantu di dapur umum.

Untuk Penegak :

a. Dapat membantu mendirikan barak darurat

b. Dapat melaksanakan P3K korban luka bakar.

Untuk Pandega :

a. Mampu mengatur lalu lintas di lokasi kebakaran

b. Dapat membantu Polisi mengamankan TKP

c. Dapat membantu Pemda untuk memberikan pengarahan-pengarahan.

SKK Pengetahuan Kerawanan Bencana

Untuk Siaga dan Penggalang : ditiadakan.


Untuk Penegak :

a. Dapat mengerti dan membedakan bencana alam dan bencana teknik, serta dampak yang
ditimbulkan

b. Mengetahui organisasi Basarnas.

Untuk Pandega :

a. Mengetahui ciri-ciri daerah yang memiliki bencana

b. Menguasai sistem komunikasi Basarnas

c. Mengetahui dan dapat menganalisa sebab-sebab terjadinya bencana

d. Mampu berkomunikasi secara luas dengan unsur-unsur terkait.

SKK Pencarian Korban

Untuk Siaga dan Penggalang : ditiadakan.

Untuk Penegak :

a. Dapat membaca peta dan kompas

b. Mahir menggunakan tali temali, simpul dan mahir memperagakan teknik pendakian.

Untuk Pandega :

a. Dapat menyebutkan sedikitnya 3 jenis pencarian kelompok

b. Mengerti dan dapat melaksanakan survival

c. Mahir tali temali sedikitnya 10 simpul

d. Dapat menentukan metode pencarian yang dilakukan

e. Dapat menggunakan peralatan SAR darat dan SAR air

f. Mahir menggunakan survival kids

g. Mahir mountaineering dan rapelling

h. Mahir menentukan jenis metode pencarian.

SKK Penyelamatan Korban

Untuk Siaga dan Penggalang :


a. Mengetahui cara membuat tandu

b. Mengetahui tata cara pembalutan terhadap korban.

Untuk Penegak :

a. Mengetahui cara membuat tandu

b. Mengetahui tata cara pembalutan terhadap korban

c. Pengetahuan tentang penentuan Posko.

Untuk Pandega :

a. Mengetahui jenis transportasi yang digunakan untuk mengangkut korban

b. Dapat melakukan evakuasi korban

c. Mahir menentukan Posko yang aman dari gangguan cuaca dan hewan

d. Mahir mengevakuasi korban ke Posko/Rumah Sakit.

SKK Pengetahuan Satwa

Untuk Siaga dan Penggalang : ditiadakan.

Untuk Penegak :

a. Mengenal satwa Anjing dan Kuda

b. Mengenal Kannel/Stable.

Untuk Pandega :

a. Mengenal perawatan satwa Anjing/Kuda

b. Mengenal karakter Anjing dan menunggang kuda

c. Mampu memberikan perintah kepada Anjing/Kuda

d. Dapat melakukan pencarian korban dengan Anjing dan mengevakuasi korban dengan menggunakan
Kuda.

Anda mungkin juga menyukai