Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN | 2.

1
2.1. TINJAUAN REGULASI DAN KEBIJAKAN
2.1.1. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran
Pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan,
kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan maritim.
Pelayaran di dalamnya terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan
keamanan pelayaran, dan perlindungan lingkungan maritim, merupakan bagian dari sistem
transportasi nasional yang harus dikembangkan potensi dan peranannya untuk mewujudkan
sistem transportasi yang efektif dan efisien, serta membantu terciptanya pola distribusi
nasional yang mantap dan dinamis. Undang-Undang tentang Pelayaran yang memuat empat
unsur utama yakni angkutan di perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan
pelayaran, serta perlindungan lingkungan maritim dapat diuraikan sebagai berikut:
1. pengaturan untuk bidang angkutan di perairan memuat prinsip pelaksanaan asas
cabotage dengan cara pemberdayaan angkutan laut nasional yang memberikan iklim
kondusif guna memajukan industri angkutan di perairan, antara lain adanya kemudahan
di bidang perpajakan, dan permodalan dalam pengadaan kapal serta adanya kontrak
jangka panjang untuk angkutan;
2. Dalam rangka pemberdayaan industri angkutan laut nasional, dalam Undang Undang ini
diatur pula mengenai hipotek kapal. Pengaturan ini merupakan salah satu upaya untuk
meyakinkan kreditor bahwa kapal Indonesia dapat dijadikan agunan berdasarkan
peraturan perundang-undangan, sehingga diharapkan perusahaan angkutan laut nasional
akan mudah memperoleh dana untuk pengembangan armadanya;
3. pengaturan untuk bidang kepelabuhanan memuat ketentuan mengenai penghapusan
monopoli dalam penyelenggaraan pelabuhan, pemisahan antara fungsi regulator dan
operator serta memberikan peran serta pemerintah daerah dan swasta secara
proposional di dalam penyelenggaraan kepelabuhanan;
4. pengaturan untuk bidang keselamatan dan keamanan pelayaran memuat ketentuan yang
mengantisipasi kemajuan teknologi dengan mengacu pada konvensi internasional yang
cenderung menggunakan peralatan mutakhir pada sarana dan prasarana keselamatan
pelayaran, di samping mengakomodasi ketentuan mengenai sistem keamanan pelayaran
yang termuat dalam “International Ship and Port Facility Security Code”; dan
5. pengaturan untuk bidang perlindungan lingkungan maritim memuat ketentuan mengenai
pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan laut yang bersumber dari
pengoperasian kapal dan sarana sejenisnya dengan mengakomodasikan ketentuan
internasional terkait seperti “International Convention for the Prevention of Pollution from
Ships (MARPOL)”
International
Convention for the
Prevention of
Pollution from Ships
(MARPOL)”

LAPORAN PENDAHULUAN | 2.2


Pelayaran diselenggarakan berdasarkan sejumlah asas yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Asas-asas ini membentuk kerangka kerja yang
mengatur pelaksanaan pelayaran di Indonesia. Asas-asas tersebut antara lain:
1. Asas Manfaat: pelayaran harus dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan bagi warga
negara, serta upaya peningkatan pertahanan dan keamanan negara.
2. Asas Usaha Bersama dan Kekeluargaan: Penyelenggaraan usaha di bidang pelayaran
dilaksanakan untuk mencapai tujuan nasional yang dalam kegiatannya dapat dilakukan
oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai oleh semangat kekeluargaan.
3. Asas Persaingan Sehat: Penyelenggaraan angkutan perairan di dalam negeri harus
mampu mengembangkan usahanya secara mandiri, kompetitif, dan profesional.
4. Asas Adil dan Merata tanpa Diskriminasi: Pelayaran diatur dengan prinsip kesetaraan
dan non-diskriminasi. Setiap individu dan perusahaan memiliki hak yang sama untuk
berpartisipasi dalam kegiatan pelayaran, tanpa memandang perbedaan status, suku,
agama, atau gender.
5. Asas Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan: Pelayaran harus diselenggarakan
sedemikian rupa sehingga terdapat keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara
sarana dan prasarana, antara kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara
kepentingan individu dan masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan
international.
6. Asas Kepentingan Umum: Penyelenggaraan pelayaran harus mengutamakan
kepentingan masyarakat luas.
7. Asas Keterpaduan: Pelayaran harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu,
saling menunjang, dan saling mengisi baik intra-maupun antarmoda transportasi.
8. Asas Tegaknya Hukum: Undang-Undang ini mewajibkan kepada Pemerintah untuk
menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga
negara Indonesia untuk selalu sadar dan taat kepada hukum dalam penyelenggaraan
pelayaran
9. Asas Kemandirian: Pelayaran harus bersendikan kepada kepribadian bangsa,
berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri,
mengutamakan kepentingan nasional dalam pelayaran dan memperhatikan pangsa
muatan yang wajar dalam angkutan di perairan dari dan ke luar negeri..
10. Asas Berwawasan Lingkungan Hidup: Penyelenggaraan pelayaran harus dilakukan
berwawasan lingkungan
11. Asas Kedaulatan Negara: Pelayaran harus dapat menjaga keutuhan wilayah Negara
Republik Indonesia.
12. Asas Kebangsaan: Penyelenggaraan pelayaran harus dapat mencerminkan sifat dan
watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.1.2. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas
tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang
dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar
muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan dan keamanan, pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai

LAPORAN PENDAHULUAN | 2.3


tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi. Kepelabuhanan adalah segala
sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran,
keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan
dan keamanan berlayar, tempat perpindahan intra-dan/atau antarmoda serta mendorong
perekonomian nasional dan daerah dengan tetap memperhatikan tata ruang wilayah.
Pelabuhan Utama adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan
laut dalam negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri dan internasional
dalam jumlah besar, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta
angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi. Pelabuhan
Pengumpul adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut
dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai
tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan
jangkauan pelayanan antarprovinsi. Pelabuhan Pengumpan adalah pelabuhan yang
fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut
dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan
pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta
angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi. Pelabuhan Laut
adalah pelabuhan yang dapat digunakan untuk melayani kegiatan angkutan laut dan/atau
angkutan penyeberangan yang terletak di laut atau di sungai. Pelabuhan Sungai dan
Danau adalah pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan sungai dan danau yang
terletak di sungai dan danau.

Pelabuhan sebagai salah Pelabuhan memiliki beberapa peran yaitu


satu unsur dalam
1. Simpul Jaringan Transportasi.
penyelenggaraan pelayaran
2. Pintu Gerbang Kegiatan Ekonomi.
memiliki peranan yang
3. Tempat Kegiatan Alih Moda Transportasi.
sangat penting dan strategis
4. Penunjang Kegiatan Industri dan Perdagangan.
sehingga
5. Tempat distribusi, produksi dan konsolidasi muatan
penyelenggaraannya
atau barang.
dikuasasi oleh negara dan
6. Mewujudkan wawasan nusantara dan kedaulatan
pembinaannya dilakukan
Negara.
oleh Pemerintah dalam
rangka menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan nasional, dan
memperkukuh ketahanan nasional. Pembinaan pelabuhan yang dilakukan oleh Pemerintah
meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan. Aspek pengaturan mencakup
perumusan dan penentuan kebijakan umum maupun teknis operasional. Aspek pengendalian
mencakup pemberian pengarahan bimbingan dalam pembangunan dan pengoperasian
pelabuhan. Sedangkan aspek pengawasan dilakukan terhadap penyelenggaraan
kepelabuhanan. Pembinaan kepelabuhanan dilakukan dalam satu kesatuan Tatanan
Kepelabuhanan Nasional yang ditujukan untuk mewujudkan kelancaran, ketertiban,
keamanan dan keselamatan pelayaran dalam pelayanan jasa kepelabuhanan, menjamin
kepastian hukum dan kepastian usaha, mendorong profesionalisme pelaku ekonomi di
pelabuhan, mengakomodasi teknologi angkutan, serta meningkatkan mutu pelayanan dan
daya saing dengan tetap mengutamakan pelayanan kepentingan umum. Dengan
ditetapkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, pengaturan untuk
bidang kepelabuhanan memuat ketentuan mengenai penghapusan monopoli dalam

LAPORAN PENDAHULUAN | 2.4


penyelenggaran pelabuhan, pemisahan antara fungsi regulator dan operator serta
memberikan peran serta pemerintah daerah dan swasta secara proporsional di dalam
penyelenggaraan kepelabuhanan.

Kegiatan pemerintahan di pelabuhan paling sedikit meliputi fungsi pengaturan dan


pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan; dan keselamatan dan
keamanan pelayaran. Kebijakan di bidang kepelabuhanan merupakan kebijakan umum dan
teknis kepelabuhanan yang meliputi penentuan norma, standar, pedoman, kriteria,
perencanaan, dan prosedur serta perizinan di bidang kepelabuhanan. Kegiatan pembinaan
dilakukan dengan memperhatikan seluruh aspek pengaturan, pengendalian, dan
pengawasan terhadap kegiatan pembangunan, pengoperasian, dan pengembangan
pelabuhan guna mewujudkan tatanan kepelabuhanan nasional yang diarahkan untuk:
1. memperlancar perpindahan orang dan/atau barang secara massal dengan selamat,
aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, dan nyaman;
2. meningkatkan penyelenggaraan kegiatan kepelabuhanan;
3. mengembangkan kemampuan dan peranan kepelabuhanan serta keselamatan dan
keamanan pelayaran dengan menjamin tersedianya alur-pelayaran, kolam pelabuhan,
dan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran yang memadai;
4. mencegah dan menanggulangi pencemaran yang bersumber dari kegiatan
kepelabuhanan.
Kegiatan pengendalian meliputi pemberian arahan, bimbingan dan penyuluhan kepada
masyarakat pengguna jasa kepelabuhanan, pendidikan dan pelatihan serta sertifikasi, dan
perizinan di bidang kepelabuhanan serta petunjuk dalam melaksanakan pembangunan,
operasional dan pengembangan pelabuhan. Kegiatan pengawasan meliputi pemantauan dan
penilaian terhadap kegiatan pembangunan, pengoperasian, dan pengembangan pelabuhan
dan tindakan korektif terhadap pelaksanaan kegiatan pembangunan, pengoperasian, dan
pengembangan pelabuhan.
2.1.3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Kenavigasian

Kenavigasian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan Sarana Bantu Navigasi-
Pelayaran, Telekomunikasi-Pelayaran, hidrografi dan meteorologi, alur dan perlintasan,
pengerukan dan reklamasi, pemanduan, penanganan kerangka kapal, salvage, dan
pekerjaan bawah air untuk kepentingan keselamatan pelayaran kapal.
Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran adalah peralatan atau sistem yang berada di luar
kapal yang didesain dan dioperasikan untuk meningkatkan keselamatan dan efisiensi
bernavigasi kapal dan/atau lalu lintas kapal.
Telekomunikasi-Pelayaran adalah telekomunikasi khusus untuk keperluan dinas
pelayaran yang merupakan setiap pemancaran, pengiriman atau penerimaan tiap jenis
tanda, gambar, suara dan informasi dalam bentuk apapun melalui sistem kawat, optik,
radio, atau sistem elektromagnetik lainnya dalam dinas bergerak-pelayaran yang
merupakan bagian dari keselamatan pelayaran. Pada alur-pelayaran diselenggarakan
sistem Telekomunikasi-Pelayaran.

LAPORAN PENDAHULUAN | 2.5


1. Sarana, jenis, dan fungsi; Sarana Telekomunikasi Pelayaran terdiri atas stasiun radio
pantai adalah stasiun darat dalam dinas bergerak pelayaran dan National Data Centre
(NDC) untuk Long Range Identification and Tracking of Ships (LRIT).
Jenis Telekomunikasi-Pelayaran terdiri atas:
a. Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS) sistem telekomunikasi
marabahaya dan keselamatan
secara menyeluruh dalam
dunia pelayaran yang berlaku
di dunia dengan menggunakan
jaringan radio terestrial
maupun satelit. berfungsi
untuk pemberitahuan tentang
adanya musibah marabahaya
(alerting); komunikasi untuk
koordinasi SAR; komunikasi di
lokasi musibah; tanda untuk memudahkan penentuan lokasi; pemberitahuan
informasi mengenai keselamatan pelayaran; komunikasi radio umum; dan
komunikasi antar anjungan kapal.
b. Vessel Traffic Service (VTS); Pelayanan lalu lintas kapal di wilayah yang
ditetapkan yang saling terintegrasi dan dilaksanakan oleh pihak yang
berwenang, dirancang untuk meningkatkan keselamatan kapal, efisiensi
bernavigasi dan menjaga lingkungan, yang memiliki kemampuan untuk
berinteraksi dan menanggapi situasi perkembangan lalulintas kapal. VTS
berfungsi untuk berfungsi untuk: memonitor lalu lintas pelayaran dan alur lalu
lintas pelayaran; meningkatkan keamanan lalu lintas pelayaran; meningkatkan
efisiensi bernavigasi; perlindungan lingkungan; pengamatan, pendeteksian, dan
penjejakan kapal di wilayah cakupan VTS; pengaturan informasi umum;
pengaturan informasi khusus; dan membantu kapal-kapal yang memerlukan
bantuan khusus.
c. Ship Reporting System (SRS) adalah sistem pelaporan kapal yang melibatkan
kapal-kapal yang masuk dan keluar wilayah perairan Indonesia untuk
menyediakan informasi yang terkini kepada pihak yang berwenang melalui
SROP, stasiun VTS, dan/atau National Data Centre LRIT dengan menggunakan
sarana perangkat radio dan elektronika pelayaran. SRS berfungsi untuk
mengurangi interval waktu kontak dengan kapal; menentukan lokasi dengan
cepat, saat kapal dalam bahaya yang tidak diketahui posisinya; dan
meningkatkan keamanan dan keselamatan jiwa dan harta benda di laut.
d. Long Range Identification and Tracking of Ships (LRIT) adalah sistem
identifikasi dan penjejakan kapal jarak jauh yang melibatkan kapal-kapal yang
masuk dan keluar wilayah perairan Indonesia untuk menyediakan informasi data
kapal, posisi dan penjejakan kepada pihak yang berwenang (Menteri
Perhubungan) melalui peralatan LRIT. LRIT berfungsi untuk mendeteksi kapal
secara dini; memonitor pergerakan kapal, sehingga apabila terjadi sesuatu

LAPORAN PENDAHULUAN | 2.6


musibah dapat diambil tindakan atau diantisipasi; dan membantu dalam operasi
SAR.
2. Persyaratan dan Standar: Penyelenggaraan Telekomunikasi-Pelayaran wajib memenuhi
persyaratan dan standar bangunan atau instalasi yang akan dibangun dan/atau
didirikan di sekitar instalasi Telekomunikasi-Pelayaran; dan pencegahan gangguan,
perlindungan, dan pengamanan penyelenggaraan Telekomunikasi-Pelayaran. Pada
lokasi atau bangunan tertentu di darat maupun di perairan berdasarkan pertimbangan
teknis kenavigasian wajib dibebaskan dan/atau dimanfaatkan untuk kepentingan
pembangunan Telekomunikasi-Pelayaran serta diberikan hak penggunaannya oleh
instansi yang berwenang untuk itu.
3. Penyelenggaraan: Penyelenggaraan Telekomunikasi-Pelayaran meliputi kegiatan
a. Perencanaan yang meliputi rencana kebutuhan sarana dan prasarana penunjang
Telekomunikasi-Pelayaran dan kegiatan pengoperasian Telekomunikasi-
Pelayaran, dengan jangka panjang yaitu di atas 15 (lima belas) tahun sampai
dengan 20 (dua puluh) tahun, jangka menengah yaitu di atas 10 (sepuluh)
tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun, dan jangka pendek yaitu di atas 5
(lima) tahun sampai dengan 10 (sepuluh) tahun.
b. Pengadaan yang ditempatkan di alur-pelayaran dan pada perairan pelabuhan
umum dilakukan oleh Menteri. Kegiatan pengadaan Telekomunikasi-Pelayaran
untuk kepentingan tertentu dan pada lokasi tertentu dapat dilakukan oleh badan
usaha setelah mendapat izin dari Menteri. Pengadaan yang dilakukan oleh
badan usaha meliputi stasiun radio pantai dan VTS.
c. Pengoperasian meliputi penetapan dinas jaga yang berupa pembagian tugas
jaga, jadwal waktu siaran yang berupa jaga dengan pada tiap frekuensi serta
penyiaran berita-berita marabahaya, keselamatan, keamanan, dan tanda waktu
standar, selain itu terdapataturan mengenai menjaga keandalanagar tetap
berfungsinya stasiun radio pantai.
d. Pemeliharaan terdiri atas kegiatan perawatan dan perbaikan. Perawatan meliputi
kegiatan pembersihan debu, pengecekan catu daya, kalibrasi peralatan,
pengecekan panel-panel, menjaga suhu udara ruangan agar tetap stabil, dan
updating perangkat lunak. Kegiatan perbaikan meliputi penggantian spare part
dan spare unit serta penggantian peralatan.
e. Pengawasan dilakukan melalui jaringan keamanan dan keselamatan, jaringan
komunikasi pusat, dan jaringan regional. Jaringan keamanan dan keselamatan
berupa komunikasi dari stasiun radio pantai, stasiun bumi pantai ditujukan ke
stasiun radio kapal dan/atau sebaliknya menggunakan sarana radio Global
Maritime Distress and Safety System (GMDSS), Ship Reporting System (SRS),
Long Range Identification and Tracking of Ships (LRIT) , dan satelit tentang
berita marabahaya, keselamatan, keamanan, pemanduan, berita meteorologi,
kondisi alur-pelayaran dan
perlintasan, serta Sarana
Bantu Navigasi-Pelayaran.
Sistem jaringan
telekomunikasi pusat berupa
komunikasi dari kantor pusat
kepada Distrik Navigasi, Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pelabuhan,

LAPORAN PENDAHULUAN | 2.7


Syahbandar, dan instansi lainnya dan/atau sebaliknya tentang informasi berita,
keamanan dan keselamatan pelayaran, serta database Sarana Bantu
NavigasiPelayaran, sarana Telekomunikasi-Pelayaran, alurpelayaran, dan
perlintasan, posisi kapal-kapal dan kondisi pelabuhan, dengan menggunakan
sarana satelit, telepon umum dan radio komunikasi serta command center untuk
memonitor kapal-kapal melalui saluran satelit. Jaringan regional berupa
komunikasi dari satuan pelayanan ditujukan ke instalasi stasiun radio pantai dan
antarstasiun radio pantai lainnya, menara suar dan ke instansi lain yang terkait
di wilayahnya dan/atau sebaliknya dengan menggunakan sarana satelit, telepon
umum, radio, dan sistem lain yang dibangun untuk itu.
4. Zona keamanan dan keselamatan, bertujuan untuk menjamin keamanan
Telekomunikasi-Pelayaran di sekitar bangunan atau instalasi Telekomunikasi-Pelayaran.
Zona keamanan dan keselamatan berfungsi sebagai batas pengaman konstruksi dan
melindungi Telekomunikasi-Pelayaran dari gangguan sarana lain. Zona keamanan dan
keselamatan dengan radius 500 (lima ratus) meter yang dihitung dari sisi terluar antena
instalasi atau bangunan Telekomunikasi-Pelayaran. Pada zona keamanan dan
keselamatan dilarang membangun instalasi atau bangunan lainnya.
5. Kerusakan dan Hambatan dapat terjadi dikarenakan merusak fasilitas Telekomunikasi-
Pelayaran, menimbulkan gangguan pada pancaran dan/atau penerimaan
Telekomunikasi-Pelayaran, membangun di dalam zona keamanan dan keselamatan
Telekomunikasi-Pelayaran, memasang dan menempatkan sesuatu pada
Telekomunikasi-Pelayaran dan menyalahgunakan fungsi Telekomunikasi-Pelayaran.

2.1.4. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan di


Perairan

Angkutan Laut adalah kegiatan angkutan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan
angkutan laut. Angkutan Sungai dan Danau adalah kegiatan angkutan dengan
menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, banjir kanal, dan
terusan untuk mengangkut penumpang dan/atau barang yang diselenggarakan oleh
perusahaan angkutan sungai dan danau. Angkutan Sungai dan Danau Untuk
Kepentingan Sendiri adalah kegiatan angkutan sungai dan danau yang dilakukan
untuk melayani kepentingan sendiri dalam menunjang usaha pokoknya. Angkutan
Penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang
menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh
perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya.

Angkutan di perairan, sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, memiliki peranan
yang sangat penting dalam memperlancar roda perekonomian, memantapkan perwujudan
wawasan nusantara, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan
ketahanan nasional, dan mempererat hubungan antarbangsa. Angkutan di perairan memiliki
fungsi yang strategis, yaitu menunjang kegiatan perdagangan dan perekonomian (ship
follows the trade) serta merangsang pertumbuhan perekonomian dan wilayah (ship
promotes the trade), sehingga angkutan di perairan berfungsi sebagai infrastruktur yang

LAPORAN PENDAHULUAN | 2.8


srategis bagi Indonesia sebagai negara kepulauan. Penyelenggaraan fungsi strategis
tersebut dapat mendukung perwujudan wawasan nusantara, meningkatkan ekspor dan
impor sehingga dapat meningkatkan penerimaan devisa negara, dan membuka kesempatan
kerja, sehingga angkutan di perairan dikuasai oleh negara yang penyelenggaraannya
meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan. Untuk mencapai tujuan
tersebut, maka penyelenggaraan angkutan di perairan dilaksanakan dengan cara:
1. memberlakukan azas cabotage secara konsekuen dan konsisten agar perusahaan
angkutan perairan nasional dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri;
2. mengembangkan angkutan di perairan untuk daerah masih tertinggal dan/atau wilayah
terpencil dengan pelayaran-perintis dan penugasan;
3. menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi pemberdayaan dan kemandirian industri
angkutan perairan nasional;
4. mengembangkan industri jasa terkait untuk menunjang kelancaran kegiatan angkutan
di perairan;
5. mengembangkan sistem informasi angkutan di perairan secara terpadu yang
mengikutsertakan semua pihak terkait dengan memanfaatkan perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi
2.1.5. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 52 Tahun 2012 Tentang Alur
Pelayaran Sungai dan Danau

Alur-Pelayaran Sungai dan Danau adalah perairan sungai dan danau, muara sungai,
alur yang menghubungkan 2 (dual atau lebih antar muara sungai yang merupakan satu
kesatuan alur-pelayaran sungai dan danau yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas
hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari. Pelabuhan
Sungai dan Danau adalah pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan sungai
dan danau yang terletak di sungai atau danau. Fasilitas Alur-Pelayaran Sungai dan
Danau adalah sarana dan prasarana yang wajib dilengkapi untuk menjamin
keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan pada suatu
alur-pelayaran.

Penyelenggaraan alur-pelayaran sungai dan danau dilakukan untuk keterketiban lalu lintas
kapal sungai dan danau, memonitor pergerakan kapal sungai dan danau, dan mengarahkan
pergerakan kapal sungai dan danau. Sistem informasi Alur-Pelayaran dan lalu lintas sungai
dan danau mencakup pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penyimpanan, penyajian,
dan penyebaran data untuk mendukung operasional pelayaran sungai dan danau,
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat atau public, dan mendukung perumusan
kebijakan di bidang lalu lintas sungai dan danau. Dalam penyelenggaraan sistem informasi,
Direktur Jenderal, gubemur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan
penyusunan dan penetapan rencana pengembangan sistem informasi alur-pelayaran dan
lalu lintas sungai dan danau, pembangunan dan pengembangan infrastruktur, jaringan
komunikasi data, perangkat keras dan perangkat lunak, serta pusat datal data warehouse
yang mudah diintegrasikan dan dikembangkan, pemberian bimbingan dan bantuan teknis.
evaluasi, penyajian, dan pendayagunaan sistem informasi alur-pelayaran dan lalu lintas

LAPORAN PENDAHULUAN | 2.9


sungai dan danau, penyajian informasi alur-pelayaran dan lalu lintas sungai dan danau
kepada instansi terkait maupun masyarakat melalui website resmi, dan penyediaan dan
pengembangan sumber daya manusia pengelola sistem informasi alur-pelayaran dan lalu
lintas sungai dan danau. Sistem informasu alur-pelayaran mencakup sistem informasi alur-
pelayaran sungai dan danau yang memuat data kelas alur-pelayaran sungai dan danau,
fasilitas alur-pelayaran sungai dan danau, dan bangunan atau instalasi. Selain itu sistem
informasi lalu lintas sungai dan danau. Sistem informasi lalu lintas sungai dan danau meliputi
lalu lintas kapal sungai dan danau, kecelakaan kapal sungai dan danau, dan
hambatan/rintangan alur-pelayaran.
2.1.6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 61 Tahun 2021 Tentang
Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau
Angkutan Sungai dan Danau adalah kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal
yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, banjir kanal, dan terusan untuk mengangkut
penumpang dan/atau barangyang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan sungai dan
danau. Angkutan Sungai dan Danau untuk Kepentingan Sendiri adalah kegiatan
Angkutan Sungai dan Danau yang dilakukan untuk melayani kepentingan sendiri dalam
menunjang usaha pokoknya. Kegiatan Angkutan Sungai dan Danau untuk Kepentingan
Sendiri sebagaimana dimaksud dapat dilakukan oleh orang perseorangan warga negara
Indonesia atau badan usaha untuk menunjang usaha pokoknya. Badan usaha yang
dimaksud yaitu Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Perseroan terbatas,
atau Koperasi. Usaha Pokok yang dimaksud yaitu berupa kegiatan pertanian dan
perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan, perindustrian, pertambangan dan
energi, atau pariwisata. Angkutan Sungai dan Danau Tujuan Tertentu adalah
kegiatanAngkutan Sungai dan Danau yang melayani kawasan strategis nasional, kawasan
ekonomi khusus, atau kawasan pariwisata.

Menteri melalui Direktur Jenderal, gubernur, dan bupati/wali kota pemberipersetujuan


pengoperasian kegiatan Angkutan Sungai dan Danau harus membuat sistem informasi
Angkutan Sungai dan Danau. Sistem Informasi paling sedikit memuat informasi mengenai
trayek yang dilayani nama perusahaan/pemilik nama, data teknis, dan kapasitas angkut
kapal, dan data produksi. Data produksi paling sedikit memuat data jumlah hari operasi,
jumlah trip yang dilayani per kapal, jumlah naik dan turun penumpang dan kendaraan per
kapal, jumlah naik dan turun Barang dan/atau hewan per kapal, dan tarif yang dikenakan.
2.1.7. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024
Tantangan utama keselamatan moda transportasi perairan yang meliputi angkutan laut serta
angkutan sungai, danau, dan penyeberangan adalah belum efektifnya peran syahbandar
dalam menjamin keselamatan pelayaran, belum optimalnya kelaikan prasarana dan sarana,
belum terbangun atau berjalannya sistem informasi dan tiket, serta masih lemahnya
kapasitas sumber daya manusia pada otoritas dan operator layanan angkutan. Belum
optimalnya peran syahbandar dalam menjamin keselamatan pelayaran terlihat dari belum
efektifnya kewenangan syahbandar untuk memastikan muatan kapal sesuai aspek kapasitas
penumpang maupun jenis barang. Permasalahan kapasitas sumber daya manusia adalah
masih lemahnya kompetensi nahkoda dan awak kapal serta kapasitas syahbandar dalam
melakukan inspeksi kelaikan pelayaran masih lemah. Selain itu, belum berkembangnya

LAPORAN PENDAHULUAN | 2.10


sistem informasi dan tiket mengakibatkan jumlah penumpang belum dapat terkendali sesuai
dengan kapasitas kapal. Di samping itu, ketersediaan dan kelaikan prasarana keselamatan
seperti peralatan navigasi dan pemantau cuaca masih terbatas. Pada sisi lain, angkutan feri
jarak jauh (long distance ferry/LDF) yang berpotensi untuk menurunkan beban angkutan
jalan belum cukup berkembang. Pengembangan transportasi sungai, danau, dan
penyeberangan masih terbatas, khususnya untuk mendukung kawasan pariwisata dan
daerah 3T yang berbasis kepulauan. Selain itu, terdapat isu penggunaan kapal
penyeberangan yang belum memenuhi spesifikasi dan berumur di atas 25 tahun, termasuk
untuk mendukung angkutan perintis.

Pembangunan transportasi darat diprioritaskan untuk mengurangi praktik pembebanan


berlebih di jalan (road overloading) melalui penyelenggaraan jembatan timbang yang
terintegrasi dengan penyelenggaraan jalan (skema KPBU-AP), pengembangan fasilitas dan
perlengkapan jalan, serta pembangunan terminal antarnegara untuk mendukung
kemudahan arus penumpang dan barang di wilayah perbatasan negara, pembangunan
pelabuhan penyeberangan baru, pembangunan kapal penyeberangan untuk
mendukung daerah 3T, dan penyediaan subsidi perintis untuk angkutan
penyeberangan, sungai, danau dan bus. Selain itu, dalam rangka mendukung
keterpaduan layanan transportasi antarmoda akan dilaksanakan penyediaan angkutan bus
yang terhubung dengan simpulsimpul transportasi serta Kawasan Strategis Pariwisata

LAPORAN PENDAHULUAN | 2.11


Nasional (KSPN). Proyek prioritas konektivitas darat meliputi: i) Pembangunan terminal
penumpang dan barang antarnegara, ii) Pembangunan 26 unit kapal penyeberangan,
iii) Pembangunan 36 pelabuhan penyeberangan baru, serta iv) Penyediaan
layanan perintis angkutan darat untuk penumpang dan barang. Selain itu
penguatan konektivitas dilakukan melalui antara lain: (a) pengembangan dan penguatan
konektivitas antarmoda laut, sungai, darat dan udara yang terintegrasi; dan (b)
pengembangan jaringan telekomunikasi dan informasi.

2.1.8. UU NO.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran


Berdasarkan UU no UU NO.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dijelaskan pada pasal 1 terkait
kenavigasian, navigasi, alur pelayaraa, sarana bantu navigasi dan telekomunikasi pelayaran
yang berkaitan atau sesuai dengan kajian. Adapun pengertiannya dapat dilihat sebagai
berikut:
A. Kenavigasian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan Sarana Bantu Navigasi-
Pelayaran, Telekomunikasi-Pelayaran, hidrografi dan meteorologi, alur dan perlintasan,
pengerukan dan reklamasi, pemanduan, penanganan kerangka kapal, salvage dan
pekerjaan bawah air untuk kepentingan keselamatan pelayaran kapal.

B. Navigasi adalah proses mengarahkan gerak kapal dari satu titik ke titik yang lain dengan
aman dan lancar serta untuk menghindari bahaya dan/atau rintangan- pelayaran.
C. Alur-Pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan
pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari.
D. Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran adalah peralatan atau system yang berada di luar
kapal yang didesain dan dioperasikan untuk meningkatkan keselamatan dan efisiensi
bernavigasi kapal dan/atau lalu lintas kapal.
E. Telekomunikasi-Pelayaran adalah telekomunikasi khusus untuk keperluan dinas
pelayaran yang merupakan setiap pemancaran, pengiriman atau penerimaan tiap jenis
tanda, gambar, suara dan informasi dalam bentuk apa pun melalui sistem kawat, optik,
radio, atau system elektromagnetik lainnya dalam dinas bergerak-pelayaran yang
merupakan bagian dari keselamatan pelayaran.
Adapun kenavigasian

2.2. TINJAUAN STUDI DAN PUSTAKA


2.2.1 Transformasi Transportasi Sungai dan Danau
Dalam era modern saat ini, transportasi melalui sungai dan danau memiliki peran penting
yang mendukung kehidupan masyarakat. Fungsinya sebagai pendukung kehidupan tidak lagi
diragukan. Namun, di Indonesia, sistem transportasi sungai dan danau sering diabaikan.
Faktor-faktor yang mendukung sistem ini, seperti kenyamanan dan keamanan, sering
diabaikan. Implementasi program masih terfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar, yaitu
menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Pendekatan pengembangan yang
terbatas pada pemenuhan kebutuhan dasar menyebabkan konsep pengembangan yang
linear tidak memperhatikan perubahan yang terjadi, seperti perkembangan teknologi
informasi dan kondisi global dan regional yang dinamis. Kedepannya, pengembangan

LAPORAN PENDAHULUAN | 2.12


transportasi sungai dan danau tidak cukup hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan
(supply demand base), tetapi juga harus menyesuaikan dengan perubahan dinamis dan
kemajuan sektor pendukung lainnya, terutama perkembangan teknologi informasi.
Paradigma yang harus berubah dari supply demand base menjadi service base, dengan
mengutamakan kualitas pelayanan sehingga memiliki daya saing yang baik.

Dalam paradigma service base, pengembangan transportasi sungai dan danau mengarah
pada konsep penciptaan harapan atau peluang (making opportunity) yang berfokus pada
pelayanan. Pengembangan ini didasarkan pada keinginan untuk mencapai keunggulan-
keunggulan tema pengembangan di setiap daerah, sehingga meningkatkan daya saing.
Untuk mendukung pendekatan service oriented ini, diperlukan konsep pengembangan
inovatif yang melibatkan modernisasi pelayanan berbasis teknologi. Terutama,
pengembangan teknologi yang ramah pengguna (user-friendly) harus menjadi fokus utama.
Artinya, teknologi yang digunakan harus diterima dan dapat digunakan dengan mudah oleh
masyarakat, bukan teknologi asing yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat secara
luas. Pengembangan inovatif ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
transportasi sungai dan danau dengan memanfaatkan teknologi yang dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat secara efektif dan efisien. Dalam hal ini, perhatian khusus diberikan
pada pengembangan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan lokal dan dapat diterima oleh
masyarakat sehingga dapat meningkatkan kepuasan dan kepercayaan publik terhadap
sistem transportasi tersebut

Saat ini, sistem navigasi dalam transportasi sungai dan danau dioperasikan melalui Ship
Traffic Control (STC) oleh PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) di bawah Ditjen Hubdat,
namun sistem ini hanya berkomunikasi dengan kapal penyeberangan di area kolam
pelabuhan dan tidak berkoordinasi dengan Vessel Traffic System (VTS) yang dikelola oleh
Ditjen Hubla maupun BMKG. Secara prinsip, pengelolaan sistem navigasi dalam transportasi
sungai dan danau seharusnya menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Perhubungan
Darat, bukan badan usaha atau swasta, meskipun badan usaha tersebut merupakan milik
negara. Hal ini dikarenakan wilayah pelayanan navigasi merupakan bagian dari pelayanan
publik. Ke depan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat harus membangun sistem navigasi
sendiri, terutama untuk lalu lintas sungai dan danau, yang meliputi stasiun radio (seperti

LAPORAN PENDAHULUAN | 2.13


SROP di laut), Vessel Traffic System (VTS), dan Ship Traffic Control (STC). Selain itu, saat ini
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat masih kekurangan sumber daya manusia yang
memiliki kompetensi untuk mengoperasikan STC atau perangkat sistem navigasi lainnya.
Dalam konteks ini, penting bagi Direktorat Jenderal Perhubungan Darat untuk mengambil
alih pengelolaan sistem navigasi dan memperkuat kapasitas SDM yang terlibat. Dengan
memiliki kontrol penuh terhadap sistem navigasi, mereka dapat mengoordinasikan
komunikasi dan pengaturan lalu lintas dengan lebih efektif, serta memastikan keselamatan
dan keamanan transportasi sungai dan danau. Upaya ini akan berkontribusi pada
peningkatan efisiensi dan pelayanan yang lebih baik bagi masyarakat pengguna transportasi
sungai dan danau.
2.2.2 Sistem Telekomunikasi Pelayaran
Dalam konteks sistem komunikasi, terdapat dua jenis sistem berdasarkan medium fisik yang
digunakan, yaitu sistem komunikasi kabel dan nirkabel. Spektrum frekuensi radio merupakan
kumpulan pita frekuensi yang memiliki lebar tertentu. Menurut Undang-Undang Penyiaran
No. 32/2002 Pasal 1 Ayat 8, spektrum frekuensi radio adalah gelombang elektromagnetik
yang merambat di udara dan ruang angkasa tanpa memerlukan medium buatan dan tidak
dapat diciptakan atau didaur ulang oleh manusia. Gelombang radio adalah bagian dari
gelombang elektromagnetik yang terletak pada spektrum frekuensi radio, dengan panjang
gelombang lebih dari 10-3 meter dan berada dalam rentang MHz. Sistem komunikasi radio
dapat diartikan sebagai sistem komunikasi yang tidak menggunakan kabel dalam proses
transmisinya, melainkan mengandalkan udara atau ruang angkasa sebagai media pengantar.
Pada dasarnya, sistem komunikasi radio terdiri dari tiga komponen utama, yaitu pesawat
radio, antena, dan power supply. Pesawat radio, sebagai perangkat utama, terbagi menjadi
pemancar (transmitter) dan penerima (receiver), yang biasanya digabung menjadi satu
perangkat yang disebut transceiver.

Beberapa keuntungan menggunakan sistem komunikasi radio antara lain:


 Implementasinya lebih mudah dan cepat.
 Lebih ekonomis dalam penggunaannya.
Namun, ada beberapa
Dapat kelemahan
mencakup dalam
jarak yang penggunaan sistem komunikasi radio yaitu rentan
jauh.
terhadap interferensi dari frekuensi lain yang dapat mengganggu komunikasi dan sifat
perambatan gelombang radio dapat dipengaruhi oleh kondisi cuaca. Penggunaan sistem
komunikasi nirkabel dalam konteks maritim mengalami perkembangan pesat. Sistem
komunikasi kapal digunakan untuk memfasilitasi komunikasi antara awak kapal di kapal yang
sama, kapal lain, petugas darat, dan pemangku kepentingan lain yang terkait dengan
kegiatan perikanan. Pentingnya memiliki sistem komunikasi yang baik di kapal laut sangat
ditekankan mengingat tingginya angka kecelakaan transportasi laut di Indonesia yang
disebabkan oleh kelemahan sistem komunikasi di kapal. Sistem komunikasi dalam aktivitas
perikanan juga diperlukan untuk mendukung pertukaran informasi antara kapal nelayan dan
pemangku kepentingan terkait, sehingga potensi kelautan dapat dimanfaatkan sebaik
mungkin(Wahab, 2015).

Kim & Son (2021) berpendapat hingga saat ini, teknologi telekomunikasi dalam industri
pelayaran belum mencapai tingkat yang memungkinkan komunikasi organik dengan awak
kapal sambil mempertahankan kontrol mandiri kapal. Saat ini, upaya lebih difokuskan pada

LAPORAN PENDAHULUAN | 2.14


mendapatkan sebanyak mungkin data real-time untuk memantau status kapal, namun
belum terdapat manajemen dan kontrol secara real-time yang merupakan komponen utama
dalam konsep kapal pintar. Pengembangan kapal pintar memerlukan perubahan yang efisien
dalam berbagai sistem, mulai dari tahap pengembangan hingga penyelesaian. Sistem yang
ada di kapal juga perlu diubah untuk mengintegrasikan teknologi masa depan. Selama
beberapa dekade terakhir, sistem yang terpasang di kapal dikonfigurasi dan dikembangkan
secara terpisah untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Bahkan jika sistem fungsional yang
sama dibuat oleh produsen yang berbeda, mereka mungkin menggunakan teknologi dan
metode yang berbeda. Maka dari itu, membuat perubahan atau mengintegrasikan sistem di
kapal membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Karena stabilitas komunikasi sangat
terkait dengan kemajuan teknologi dan peningkatan kinerja kapal pintar, perubahan pada
sistem telekomunikasi harus dilakukan sebelumnya. Selain itu, karena semua data di kapal
ditransmisikan dan dibagikan melalui sistem telekomunikasi, diperlukan sistem khusus yang
dapat mengontrol integrasi dari sistem telekomunikasi tersebut. Kim & Son (2021)
melakukan klasifikasi terhadap pemanfaatan teknologi telekomunikasi pelayaran yang saat
ini banyak dilakukan, klasifikasi tersebut dibagi ke dalam tiga bagian yaitu outboard telecom
system, onboard telecom system, dan safety & alarm telecom system , lebih lengkapnya
terdapat pada Tabel 2.1

Maritime
Communication Use
Case

LAPORAN PENDAHULUAN | 2.15


Tabel 2.1 Klasifikasi Telekomunikasi Kapal

Di antara sistem yang saat ini beroperasi di kapal, semua sistem yang mengkomunikasikan
situasi dan berbagi data dengan sistem telekomunikasi diklasifikasikan sebagai sistem
telekomunikasi. Secara khusus, ketika teknologi manajemen kapal diaktifkan seperti pada
kapal pintar, batas-batas sistem sesuai fungsinya akan hilang seperti sekarang. Sistem
telekomunikasi meliputi komunikasi nirkabel jarak jauh dan sistem komunikasi satelit. Sistem
komunikasi nirkabel jarak jauh digunakan dalam situasi darurat kapal atau ketika komunikasi
antar kapal diperlukan. Sistem telekomunikasi onboard termasuk sistem telepon otomatis,
sistem jaringan nirkabel, dan sistem UHF (Frekuensi Ultra Tinggi) untuk komunikasi nirkabel
onboard. Dalam struktur besi kapal yang rumit, sistem komunikasi nirkabel jarang dipasang
dalam praktiknya karena stabilitas dan efisiensinya yang rendah dibandingkan dengan biaya
awalnya yang tinggi. Sistem telekomunikasi keselamatan dan alarm terdiri dari sistem untuk
kontrol onboard dan alarm. Ini adalah sistem penting untuk penilaian situasi di atas kapal
dan bertanggung jawab atas operasi kapal yang aman.

Jika mengacu pada Alqurashi et al., (2023) yang melakukan penelitian mengenai tantangan
dan opportunity dari pemanfaatan teknologi informasi dalam telekomunikasi pelayaran
terdapat beberapa kekurangan pada beberapa sistem yang biasanya digunakan. Dalam
pengembangan teknologi komunikasi maritim, perlu diperhatikan bahwa sinyal yang
digunakan tunduk pada kondisi kanal yang berbeda dibandingkan dengan sambungan darat.
Sejumlah upaya telah dilakukan untuk memodelkan saluran komunikasi RF (Radio
Frekuensi), FSO (Free Space Optics), dan berbasis ruang angkasa. Model-model saluran
statistik telah diusulkan untuk komunikasi RF yang terutama tergantung pada jarak antara
kapal-kapal atau kapal-pantai. Sementara itu, model saluran FSO sangat dipengaruhi oleh
turbulensi lautan dan kondisi cuaca. Meskipun sudah ada banyak penelitian tentang
pemodelan saluran komunikasi maritim dalam literatur dibandingkan dengan jaringan darat,
masih diperlukan upaya lebih lanjut dalam pemodelan berdasarkan analisis statistik dan
pemahaman yang lebih mendalam terhadap karakteristik saluran tersebut. Meskipun
cakupan dan kapasitas teknologi komunikasi maritim terus meningkat, namun perlu diingat
bahwa lautan sangat luas dan industri kelautan terus berkembang. Teknologi saat ini masih

LAPORAN PENDAHULUAN | 2.16


terbatas dalam hal jangkauan dan kapasitas. Melibatkan penggunaan satelit dapat
memperluas jangkauan komunikasi, dan dalam beberapa kasus, meningkatkan kapasitasnya.
Namun, biaya tetap menjadi masalah utama, dan biaya peluncuran satelit ke orbit masih
tinggi, sehingga tidak menjamin penurunan biaya secara signifikan. Dengan demikian, upaya
pengembangan teknologi komunikasi maritim perlu difokuskan pada peningkatan pemodelan
saluran berdasarkan analisis statistik yang lebih teliti, serta eksplorasi solusi yang lebih
efisien dan ekonomis untuk memperluas jangkauan dan kapasitas komunikasi maritim. Hal
ini dapat membantu mendukung pertumbuhan industri kelautan yang lebih luas dan efektif.
Singkatnya dapat dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Tantangan Teknologi Telekomunikasi Pelayaran
Teknologi Tantangan
RF  Lebar Pita Terbatas
 Solusi HF, MF, dan VHFdibatasi untuk komunikasi suara setengah
dupleks
 Cakupan Terbatas
Satelit  Latensi Tinggi dan Kecepatan Data Rendah
 Biaya Tinggi
 Multipath
FSO  Sensitivas Turbulensi Maririm dan Kondisi Cuaca
 Membutuhkan Keselarasan antara Terminal Komunikasi
 Jarak Teoretis Maksimum ditentukan oleh lengkungan bumi

Tabel 2.3 Tantangan Teknologi Telekomunikasi Pelayaran


Teknologi Pro Contra
Akustik  Jangkauan Luas  Lebar Pita
 Memiliki persyaratan yang cukup Terbatas
mudah  Adanya delay
 Multipath dari
refleksi dan
refraksi
 Bising
 Daya Tinggi
Optik  Bandwith yang luas  Jangkauan
 Tidak ada dampak pada ekosistem Terbatas
 Lebih murah  Turbulensi
bawah air
 Penyelerasan
tinggi
Nirkabel  Tidak ada turbulensi bawah air  Jarak Terbatas
 Praktis untuk sambungan udara ke air  Kecepatan Data
Rendah

LAPORAN PENDAHULUAN | 2.17


Lebih lanjut Alqurashi berpendapat untuk mengantisipasi keuntungan ekonomi dan sosial
jaringan Internet of Things saat ini, kontrol otonom atas layanan kelautan juga dapat
menghadirkan layanan baru. Dalam kasus jaringan maritim, node yang berpartisipasi dalam
pengembangan pengaturan Internet of Things adalah perangkat jaringan, seperti kapal dan
pelampung, yang mengarah ke paradigma Internet of Ships. Konsep IoS dalam pembuatan
kapal dapat secara signifikan memengaruhi konstruksi dan pengoperasian kapal, dengan
berbagai kegunaan di masa mendatang. Studi yang lebih komprehensif terkait IoS seperti
kapal cerdas, Pelabuhan cerdas dan transportasi. Selanjutnya Alqurashi memberikan
masukkan terkait pros dan cons dari instrumen yang dapat digunakan sebagai alternatif
(Tabel 2.3). Saat ini, sebagian besar komunikasi antara kapal dan kapal-ke-pantai saat jauh
dari darat dilakukan melalui komunikasi satelit. Namun, koneksi satelit mahal dan
menyebabkan keterlambatan komunikasi yang signifikan karena jarak propagasi yang jauh.
Namun demikian, karena sifat aplikasi kelautan yang berkembang, maka seharusnya
terdapat solusi yang murah dan dapat dijangkau masyarakat.
2.2.3 Preseden Sistem Telekomunikasi Pelayaran
Wahab (2015) dalam penelitiannya menemukan preseden dalam penggunan teknologi
telekomuniikasi pelayaran yang dilakukan di Bitung.

Sistem navigasi dan komunikasi di Pelabuhan Namun, hasil penelitian menunjukkan


Perikanan Bitung digunakan untuk berbagai bahwa pihak yang terlibat dalam
tujuan, seperti pemantauan wilayah pesisir, aktivitas perikanan memiliki sistem
pengawasan keamanan kapal, pengawasan navigasi dan komunikasi yang parsial
aktivitas kapal, keselamatan awak kapal, atau tidak terintegrasi dengan baik.
pemantauan cuaca dan kondisi laut, Setiap pihak hanya menggunakan alat
pengawasan hasil tangkapan ikan, komunikasi internal mereka sendiri,
pengawasan perdagangan ilegal, dan yang menyebabkan keterbatasan dan
sebagainya. tumpang tindih informasi yang
diperoleh akibat keterbatasan perangkat komunikasi yang dimiliki.

Kekurangan operasionalisasi sistem navigasi dan komunikasi yang teridentifikasi adalah


sebagai berikut:
 Keterbatasan perangkat sistem navigasi dan komunikasi yang dimiliki. Beberapa instansi
menggunakan perangkat yang kurang canggih, seperti PPS Bitung yang hanya dapat
memantau melalui High Frequency (HF) Transceiver. Akibatnya, awak kapal lebih
memilih berkomunikasi dengan pemilik kapal atau perusahaan yang memiliki perangkat
yang lebih canggih.
 Kurangnya kemitraan, kerjasama, dan sharing informasi antara pihak-pihak terkait.
Beberapa kapal nelayan hanya berkomunikasi dengan pemilik kapal atau perusahaan
dan tidak melibatkan pihak berwenang seperti operator PPS. Ini mengakibatkan
kehilangan koordinasi dalam situasi cuaca buruk.
 Alur sistem komunikasi yang tidak optimal, seperti penggunaan HT oleh perusahaan
perikanan daripada berkoordinasi melalui stasiun radio pantai. Stasiun radio pantai tidak
berfungsi dengan baik sebagai mediator komunikasi antara stasiun radio pantai
perusahaan dan stasiun radio kapal laut.

LAPORAN PENDAHULUAN | 2.18


 Kurangnya kesadaran akan pentingnya sistem navigasi dan komunikasi oleh pelaku
aktivitas perikanan. Kapal kecil yang berada di laut untuk waktu yang singkat seringkali
tidak dilengkapi dengan perangkat komunikasi.
Di Pelabuhan Perikanan Bitung, instansi pemerintah dan stakeholder yang terlibat dalam
aktivitas perikanan menggunakan jaringan telekomunikasi publik dan non-publik secara
bersamaan. Mereka telah menggunakan berbagai jenis alat dan perangkat telekomunikasi
dalam sistem navigasi dan komunikasi dengan frekuensi radio sebagai mediumnya, yaitu
sebagai berikut:
 Handphone: PPSDKP menggunakan handphone sebagai alat komunikasi untuk
menghubungi nahkoda atau awak kapal ikan. Dalam hal ini, juga diluncurkan program
pengawasan melalui SMS Gateway untuk distribusi informasi yang lebih cepat.
 Handy Talky (HT): Kapal lumba-lumba dan beberapa pemilik kapal perseorangan
menggunakan HT dengan frekuensi VHF sebagai alat komunikasi. HT juga digunakan
oleh petugas syahbandar dan pajeko kapal tuna dalam aktivitas perdagangan hasil
tangkapan.
 High Frequency Tranceiver: PPS Bitung menggunakan HF tranceiver pada frekuensi
9.932.5 MHz Mode Upper Side Band (USB) untuk koordinasi dengan PPS dan PPN
lainnya serta pemantauan kapal nelayan. Namun, koneksi rentan terganggu oleh
kondisi cuaca.
 Very High Frequency Tranceiver: Nahkoda kapal patroli menggunakan VHF tranceiver
pada channel 5, 6, 8, dan 16 untuk komunikasi dengan kapal mitra dan penampung
ikan. Namun, sering terjadi interferensi frekuensi.
 Global Positioning System (GPS): Nahkoda kapal patroli menggunakan GPS yang
terintegrasi dengan radar untuk memantau posisi kapal dan kondisi cuaca.
 Vessel Monitoring System (VMS): PPSDKP menggunakan teknologi VMS via satelit untuk
pengawasan aktivitas kapal di laut. Beberapa kapal nelayan juga dilengkapi dengan
perangkat VMS.
 Radio Pantai: Stasiun radio pantai digunakan sebagai sarana koordinasi dan mediator
distribusi informasi terkait keberangkatan dan kedatangan kapal. Radio pantai
beroperasi pada frekuensi HF dengan kerjasama BMKG untuk informasi cuaca. Namun,
tidak dapat memantau posisi kapal.
Pelabuhan
Perikanan
Bitung

LAPORAN PENDAHULUAN | 2.19


LAPORAN PENDAHULUAN | 2.20

Anda mungkin juga menyukai