BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
dapat dipisahkan dari modamoda transportasi lain yang ditata dalam sistem
wilayah negara Indonesia. Berbicara mengenai pelayaran pasti tidak terlepas dari
yang namanya alat transportasi kapal yang secara hukum dan maupun teknisnya
memenuhi unsur kelaiklautan kapal hal ini sebagai bagian dari kehadiran negara
1
Tommy H Purwaka, 1993 Pelayaran Antar Pulau Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta. Hal. 1
2
Negara Kepulauan berciri nusantara yang disatukan oleh wilayah perairan sangat
pantai terpanjang dan letak geografis yang sangat penting dari aspek geopolitis
dan ekonomis memberikan tanggung jawab yang tidak ringan dalam hal
keselamatan dan kemananan pelayaran pada semua jenis kapal di semua jenis
menyelenggarakan fungsi :
pelayaran;
sangat luas. Sebagai negara kepulauan, Indonesia terdiri dari wilayah daratan dan
lautan. Jumlah pulau di Indonesia, baik yang besar maupun yang kecil, mencapai
“United Nation Convention on the Law of the Sea” (UNCLOS) pada tanggal 10
3.257.357 km², dengan batas wilayah laut/teritorial dari garis dasar kontinen
sejauh 12 mil diukur dari garis dasar, sedangkan luas daratannya mencapai
1.919.443 km². Secara menyeluruh, luas wilayah lautan dan daratan mencapai
5.176.800 kilo meter per segi.2 Keselamatan dan kemananan pelayaran telah
pelayaran karena keselamatan adalah tanggung jawab negara yang hadir dalam
kompetensi di bidangnya.
2
Herie Saksono, Jurnal Ekonomi Biru: Solusi Pembangunan Daerah Berciri Kepulauan Studi Kasus
Kabupaten Kepulauan Anambas, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemerintahan Umum dan
Kependudukan Badan Penelitian dan Pengembangan (BPP)- Kementerian Dalam Negeri 2013, hal 1
5
Oleh karena itu selain regulasi yang baik dan memberikan kepastian
hukum agar jaminan keselamatan dan keamanan pelayaran dapat terwujud maka
pelayaran dan hal hal yang bisa menopang terwujudnya keselamatan dan
keamanan pelayaran pada semua jenis kapal di semua jenis pelabuhan secara
Syahbandar menurut etimologisnya terdiri dari kata Syah dan Bandar. Syah
tempat-tempat kepil lain yang lazim digunakan oleh kapal-kapal juga daerah laut
yang dimaksudkan sebagai tempat kepil kapal-kapal yang karena saratnya atau
sebab lain tidak dapat masuk dalam batas-batas tempat kepil yang lazim
berhubungan langsung satu sama lainnya yaitu adanya penguasa di laut, sungai,
dermaga dan kapal atau dengan kata lain ada unsur manusia (penguasa atau
pemerintah).3
3
Peraturan-Peraturan Bandar (Redenregleent-1925) (STBL 1924 N0. 500) Direktur Jenderal
Perhubungan Laut, 1972
6
pelayaran. dan menjadi tanggung jawab semua pihak, akan lebih baik jika
sudah dijadikan kebutuhan bagi semua pihak, dimana setiap orang yang
terjadi pada kapal-kapal baik dalam pelayaran, berlabuh, atau sedang melakukan
perundang undangan ini, dilihat dari konteks sejarah tentang perkembangan tugas
4
Kementerian Perhubungan, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2010 Modul Pelatihan Basic
Safety Trainning, Jakarta, Hal. 109
7
perbaikan dan peningkatan yang akan mengangkat lebih jelas mengenai peran
seorang petugas yang bertanggung jawab sebagai penadbir atau memiliki kantor
suatu pelabuhan atau pangkalan laut untuk dapat memberikan rasa aman terhadap
tenggelamnya kapal, bukan hanya menelan korban jiwa dan harta benda saja,
namun akibat yang lebih besar dari itu adalah dapat menyebabkan hancurnya
kemusnahan pada kehidupan manusia dan biota-biota laut lainnya jika tidak
8
tetap saja pada intinya mengandung resiko korban jiwa, harta benda dan
lingkungan.5
peranan pelayaran yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka pelayaran
orang dan/atau barang secara massal melalui perairan dengan selamat, aman,
cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman, dan berdaya guna, dengan biaya yang
menerbitkan regulasi untuk mengatur kapal-kapal semua jenis dan ukuran kapal
5
RadiksPurba, 1997, Angkutan Muatan Laut, Rineka Cipta, Jakarta: Hal, 14
6
Tommy H. Purwaka, 1993, Pelayaran Antar Pulau Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta hal,17
9
peraturan perundang-undangan.
pelayaran atau dengan kata lain syahbandar adalah ujung tombak, harapan dan
agar keselamatan dan keamanan pelayaran dapat terwujud pada semua jenis
kapal di semua jenis pelabuhan. dan pelabuan. tersebut berada pada Unit
tersebut menjadi tanda tanya bagi masyarakat dan petugas Syahbandar Direktorat
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut sebab dinilai rawan terjadi tumpang tindi
juga diangkat oleh Menteri Perhubungan Republik Indonesia yang tidak lain
menjadi Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan dan pasal 42 ayat 1
sehingga pasal 42 ayat 1 dalam Undang Undang Nomor 45 Tahun 2009 berbunyi
Perikanan.
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang secara keseluruhan itu juga
bisa saja berdampak buruk pada pelayanan publik serta penegakan hukum sesuai
Penegakan hukum dalam arti luas merupakan suatu proses dilakukannya upaya
hukum dapat dilakukan oleh subyek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai
upaya penegakan hukum yang melibatkan semua subyek hukum dalam setiap
13
hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma
aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan
hukum. Penegakan hukum dalam arti sempit, dari segi subyeknya dapat diartikan
Melihat beberapa syahbandar saat ini maka dengan perbedaan tugas, fugsi
PELAYARAN”
B. Rumusan Masalah
7
Jimly Asshiddiqie” Penegahkan Hukum” Rineka Cipta, Jakarta, 2005, Hal 63.
14
Darat ?
C. Tujuan Penelitian.
menganaliisa tentang :
Perhubungan Darat
pemberhentian syahbaandar.
D. Manfaat Penelitian.
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
oleh syahbandar bisa berjalan baik pada semua jenis kapal dan pelabuhan.
15
E. Kerangka Teoritis
“etat de dorit”, “the staat according to law”, “legal staat”, dan “rule of law”.
Di samping itu dikenal juga istilah “the principle of socialist legality” yang lahir
dari ideology kaum komunis. Sedangkan F.R. Bothink dalam Ridwan H.R.8
menyatakan bahwa dalam Negara hukum, segala sesuatu harus tunduk pada
kedua istilah ini dilahirkan oleh latar belakang tradisi hukum yang berbeda.
Istilah rechsstaat lahir sebagai reaksi menentang absolutisme, karena itu sifatnya
8
Ridwan H.R. Hukum Administrasi Negara. RajaGrafindo, Jakarta. 2007. H. 49.
9
Hamid A. Attamimi, Teori Perundang-Undangan Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru
Besar Tetap Fakultas Hukum UI, Jakarta, 25 April 1992, h. 8.
10
H.W.R. Wade, Administrative Law. Third Edition, Clarendon Press, Oxford University, 1970, p. 6.
16
revolusioner yang bertumpu pada faham atau system hukum continental yang
disebut civil law, yang berbeda dengan faham the rule of law yang
ciri pokok, yaitu (1) pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi
manusia; (2) Negara didasarkan pada teori trias politika; (3) pemerintahan
Negara hukum Stahl ini dikenal dengan konsep Negara hukum formal, karena
(1) asas legalitas, setiap tindakan pemerintahan harus didasarkan atas dasar
syarat ini mengandung makna bahwa kekuasaan Negara tidak boleh hanya
11
Sudargo Gautama, Pengertian Tentang Negara Hukum. Alumni, Bandung, 1973. Hal.7.
12
Philipus M. Hadjon. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia. Sebuah Studi tentang Prinsip-
Prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan
Peradilan Administrasi, (Philipus M. Hadjon III). Peradaban, Surabaya, 2007. Hal. 71.
17
bertumpu pada satu tangan; (3) hak-hak dasar (grondrechten), hak hak dasar
rakyat tersedia saluran melalui pengadilan yang bebas untuk menguji keabsahan
hukum dengan paham the rule of law yang berkembang di Negara-negara Anglo
Saxon semula dikembangkan oleh A.V. Dicey. Menurut A.V. Dicey. Negara
hukum itu ditekankan pada tiga tolok ukur atau unsur penting, yaitu: (1)
supremasi hukum atau supremacy of law, (2) persamaan dihadapan hukum atau
equality before the law,(3) konstitusi yang didasarkan atas hak-hak perseorangan
Perbedaan yang menonjol antara konsep rechsstaat dan konsep the rule
of law ialah pada konsep yang pertama yaitu peradilan administrasi Negara
merupakan suatu sarana yang sangat penting dan sekaligus pula ciri yang
menonjol pada rechtsstaat itu sendiri, sementara pada the rule of law, peradilan
besar kepada peradilan umum. Ciri yang menonjol pada konsep the rule of law
ialah ditegakkannya hukum yang adil dan tepat (just law), karena semua orang
oleh karena keduanya menuju pada sasaran yang sama yang bertujuan untuk
tujuan dari rechtsstaat maupun the rule of law pada hakekatnya sama, ialah
Kelsen yang meliputi dua aspek penting yaitu aspek statis (nomostatic) yang
melihat perbuatan yang diatur oleh hukum, dan aspek dinamis (nomodinamic)
theoie). Menurut Hans Kelsen, norma dasar (basic norm/grund norm) yang
merupakan norma tertinggi dalam sistem norma tersebut tidak lagi dibentuk oleh
suatu norma yang lebih tinggi lagi, tetapi grund norm itu ditetapkan terdahulu
oleh masyarakat sebagai norma dasar yang merupakan gantungan bagi norma-
norma yang berada di bawahnya sehingga suatu norma dasar dikatakan pre-
suppsed.16
Nawiasky, norma tertinggi yang oleh Hans Kelsen disebut sebagai norma dsar
16
Ahmad Redi, Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Sinar Grafika Jakarta, 2018,
hal. 38
19
(basic norm) dalam suatu negara sebaiknya tidak disebut sebagai suatu grund
Grund norm pada dasarnya tidak berubah-ubah sedangkan norma tertinggi dapat
temukan adanya jurang yang lebar. Dengan kata lain bahwa ada sedikit kepastian
hukum yang nyata (real legal certainty). Menurutnya kepastian hukum nyata
lebih dari itu.18 Semakin baik suatu negara hukum berfungsi, maka semakin
tinggi tingkat kepastian hukum nyata. Sebaliknya bila suatu negara tidak
memiliki sistem hukum yang berfungsi secara otonom, maka kecil kemungkinan
17
Ibid
18
Ibid
19
Salman Luthan, “Dialektika Hukum Dan Moral Dalam Perspektif Filsafat Hukum,” Jurnal Hukum
Ius Quia Iustum 16, no. 4 (2012): 517
20
3. Konsep Wewenang
legal, yakni wewenang yang berdasarkan suatu sistem hukum ini dipahami
sebagai kaidah-kaidah yang telah diakui serta dipatuhi masyarakat dan bahkan
undang dasar.24
1) pengaruh;
21
Henry Campbell Black, Black’S Law Dictionary, West Publishing, l990, p. 133.
22
Philipus M. Hadjon, (Philipus M. Hadjon IV) Tentang Wewenang, Yuridika, No. 5&6 Tahun XII,
Sep-Des l997, h.1
23
John M. Echols dan Hassan Shadilly, Kamus Indonesia Inggris, 1997, Gramedia, Jakarta, h. 614.
24
Philipus M. Hadjon, dalam Malik,Perspektif Fungsi Pengawasan Komisi Yudisial Pasca Putusan
Mahkamah Konstitusi, 2007, Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang, h. 31.
22
2) dasar hukum;
3) konformitas hukum
umum (semua jenis wewenang) dan standar khusus (untuk jenis wewenang
tertentu).25
Hukum Administrasi karena kedua jenis hukum itulah yang mengatur tentang
1. Bentuk negara
2. Bentuk pemerintahan
25
Ibid., h. 1-2
23
terdiri atas pemerintah pusat dan daerah. Pembagian kekuasaan dalam negara
negara dan saling melakukan kontrol. Adapun pembagian tugas secara vertikal
jawabkan.27
26
Hubungan vertikal ditunjukan dalam bentuk pengawasan dan pada tahap ini pengawasan yang
dilakasanakan oleg badan-badan pemerintah bertingkat lebih tinggi terhadap badan-badan yang lebih
rendah. Sedangkan hubungkan horizontal ditunjukan dalam bentuk kerjasama di antara daerah otonom.
Lihat Philipus M. Hadjon, at.al. (Philipus M. Hadjon VI), Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,
Gajah Mada University Press, 2002, h. 74-78
27
Tatiek Sri Djatmiati, Prinsip Izin Usaha Industri Di Indonesia, Disertasi, Program Pascasarjana
Universitas Airlangga, Surabaya, 2004, h. 62-63.
24
bahwa:
dianggap penting. Dalam ilmu hukum tata negara dan hukum administrasi
fungsi pemerintahan.
... kata “kekuasaan” berasal dari kata “kuasa” artinya kemampuan atau
adalah (1) hak dan kekuasaan untuk bertindak atau melakukan sesuatu; (2)
Het vermogen tot het verrichten van bepaalde rechtshandelingen (handelingen die op
rechtsgevoelg gericht zijn en dus ertoe strekken dat bepaalde rechtsgevolgen onstaan
of teniet gaan).
publik selalu harus mendapat pengaturan yang jelas baik dalam hukum tata
30
Irfan Fachruddin, 2004, Pengawasan Peradilan Administrasi terhadap Tindakan Pemerintah, Alumni,
Bandung, h. 38.
31
P. Nicolai, et.al., 1994, Bestuursrecht, Amsterdam Dalam Ridwan HR, h. 103
26
sehingga sering kedua istilah tersebut digunakan dalam pengertian yang sama
(legaliteits beginselen atau het beginsel wetmatigheid van bestuur), atas dasar
Nicolai, et.al; yang mengatakan bahwa: ”Het vermogen tot het verrichten van
bevoegd”.
32
Ridwan HR, Op.Cit, h. 100
33
P. Nicolai, et.al; Op. Cit., p.4
34
R.J.H.M. Huisman, Algemeen Bestuursrecht, Dalam Ridwan HR, Ibid. h. 103
27
negara yang memberi suatu legitimasi kepada badan-badan publik untuk dapat
wewenang.37
35
Tatiek Sri Djatmiati, Op.Cit., h. 60.
36
Philipus M. Hadjon V, Op. Cit., h. 130.
37
Philipus M. Hadjon IV, Op.cit.,Lihat pula pendapat dari F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek, Op.cit.,
p. 40 menyatakan “Er bestaan slechts twee wijzen waarop een orgaan aan een bevoegdheid kan
komen, namelijk attributie en delegatie”.
28
peraturan perundang-undangan.38
sebagai berikut:
perundang-undangan
38
Ibid.
39
Suwoto, Kekuasaan Dan Tanggung Jawab Presiden Republik Indonesia, Suatu Penelitian Segi-Segi
Teoritiik dan Yuridis, Disertasi, Universitas Airlangga, 1990, h. 79
40
Agussalim Andi Gadjong, op.cit, h. 103
29
pihak lain dan wewenang tersebut menjadi tanggung jawab pihak lain
peraturan perundang-undangan;
tersebut;
41
J.B.J.M. ten Berge dalam Philipus M. HadjonPhilipus M. Hadjon, 1997, Tentang Wewenang,
YURIDIKA, No. 5 & 6 Tahun XII, September-Desember 1997, Fakultas Hukum Universitas
Airlangga, Surabaya, h. 5..
30
konsep delegasi seperti itu, maka tidak ada delegasi umum dan tidak
yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada organ lain); jadi
delegasi secara logis selalu didahului oleh atribusi. Kata delegasi (Delegatie)
kepada yang lebih rendah. Penyerahan yang demikian dianggap tidak dapat
42
Ibid., h. 4-5.
43
Agussalim Andi Gadjong, Op. Cit. h. 104
44
Heinrich Trielpel, Delegation und Mandat Im-offeentichen Recht,Stuttgart, Berlim, 1942, p. 23
31
Dalam kaitan dengan konsep atribusi, delegasi, mandat itu dinyatakan oleh
asli, yang tidak diambil dari kewenangan yang ada sebelumnya. Badan
45
Brouwer J.G dan Schilder, A Survey of Ductch Administrative Law, Ars Aequi Libri, Nijmegen,
l998, p. 16-18.
32
atas namanya. Pada mandat tidak terdapat suatu transfer kewenangan, tetapi
diperoleh dengan dua cara, yaitu atribusi atau delegasi. 46 Oleh karena mandat
a.n. pejabat Tata Usaha Negara (TUN) yang memberi mandat. Keputusan itu
demikian tanggung jawab dan tanggung gugat tetap pada pemberi mandat.
46
Philipus M Hadjon IV, Op. Cit., Lihat pula, Indroharto, Loc. Cit., h. 91.
33
hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan
apa yang dikatakan tidak adil. Memuat teori ini, hukum mempunyai tugas
suci dan luhur, yakni keadilan dengan memberikan kepada tiap-tiap orang,
apa yang berhak diterima serta memerlukan peraturan tersendiri bagi tiap-
tiap kasus. Untuk terlaksananya hal tersebut, maka menurut teori ini, hukum
merupakan suatu hal yang secara ketat dapat disilogismeka dengan cara
legal formal.
2) Menurut Jan. M. Otto49 Selain Gustav Radbruch, Jan M. Otto pun turut
49
Ibid
35
berdimensi yuridis. Akan tetapi, terbatas pada lima situasi yang telah
50
Ibid
36
hukum serta keadilan itu sendiri adalah dua hal yang berbeda. Hukum
Dari sifat yang ada pada hukum dan keadilan itu sendiri, dapat dilihat
dengan jelas bahwa keadilan dan hukum adalah hal yang berbeda
memahami nilai-nilai dari kepastian hukum, maka ada hal yang harus
51
Ibid
37
tertentu.
maka hukum yang hadir akan gagal untuk kemudian dapat disebut
sebagai hukum, atau dapat dikatakan bahwa dalam hukum harus ada
52
Ibid
38
Lon Fuller pun menjelaskan kedelapan asas yang harus dipenuhi oleh
bertentangan.
ubah.
kehidupan sehari-hari.
39
definisi hukum haruslah melarang seluruh aturan yang ada dan mirip
tinggi, apapun akibatnya serta tidak ada alasan apapun untuk tidak
53
Ibid
40
satunya hukum.
dari segi hukumnya, dalam hal ini pengertiannya juga mencakup makna yang
luas dan sempit. Penegakan hukum dalam arti luas mencakup nilai-nilai
antara aturan formal hukum yang tertulis dengan cakupan nilai keadilan yang
dikembangkannya istilah “the rule of law” atau dalam istilah “the rule of law
and not of a man” versus istilah “the rule by law” yang berarti “the rule of
oleh hukum, tetapi bukan dalam arti formal, melainkan mencakup pula nilai-
nilai keadilan yang terkandung di dalamnya. Istilah “the rule of law and not of
suatu negara hukum modern itu dilakukan oleh hukum, bukan oleh orang.
kekuasaan belaka.
41
bermasyarakat dan bernegara. Dalam hal ini, penegakan hukum yang baik
yaitu:
54
Siswanto Sunarso, 2012, Victimologi Dalam Sistem Peradilan Pidana, Jakarta Timur, Sinar Grafika,
hl. 88
55
Dellyana,Shant.1988,Konsep Penegakan Hukum. Yogyakarta: Liberty hal 32
42
law of crime ). Penegakan hukum pidana secara total ini tidak mungkin
dilakukan sebab para penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum
secara maksimal.
tentu saja lembaga penasehat hukum. Dalam hal ini penerapan hukum