Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau, mencapai 13.446 pulau, dikenal
sebagai negara maritim karena luas wilayah lautan yang lebih besar dibandingkan
daratan, sekitar 2/3 luas total wilayah negara Indonesia. Luasnya areal lautan
menjadikan perairan Indonesia dapat disebut sebagai arteri dunia karena
digunakan sebagai jalur angkatan laut, aktivitas maritim, dan yang paling penting
adalah perdagangan lintas laut (Halida, 2013).
Penyelenggaraan dan peningkatan keselamatan pelayaran juga sejalan
dengan amanat dan jiwa Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945
yang menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara dan diperuntukkan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran
Pasal 1 Butir 32 menyebutkan bahwa keamanan pelayaran adalah suatu keadaan
terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan
di perairan, ke pelabuhan, dan lingkungan maritim. Selain untuk menjaga
keselamatan, sarana bantu navigasi pelayaran dapat pula dipergunakan untuk
kepentingan tertentu lainnya antara lain penandaan wilayah negara di pulau
terluar, diantaranya berupa sarana penunjang untuk keselamatan pelayaran dalam
upaya tercapainya sasaran Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) yaitu
penyelenggaraan transportasi yang efektif (dalam arti selamat, aksesbilitas tinggi,
terpadu, teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tertib,
aman, dan populasi rendah) dan efisien (utilitas tinggi). Sehingga dapat dikatakan
bahwa keselamatan dan keamanan merupakan wujud implementasi dari salah satu
kebijakan Sistranas (Santoso, dkk, 2013). Untuk mendukung semua aturan-aturan
yang berlaku baik Hukum Internasional maupun Hukum Negara Republik
Indonesia maka ada larangan (tindakan yang dapat mengakibatkan kerusakan
dan/atau hambatan pada sarana bantu navigasi pelayaran, telekomunikasi
pelayaran, dan fasilitas alur pelayaran), dan sanksi (akibat dari kelalaian yang

1
2

menyebabkan tidak berfungsinya sarana bantu navigasi dan fasilitas alur


pelayaran) (Prasetyo, dkk, 2012).
Menurut dengan Pasal 219 Undang - Undang Nomor 17 tahun 2008, Untuk
melakukan kegiatan pelayaran setiap angkutan laut (kapal) memerlukan Surat
Persetujuan Berlayar/Berlabuh (SPB) yang di keluarkan oleh syahbandar agar
dapat berlayar ataupun berlabuh. Syahbandar memerlukan data yang diperoleh
dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu Biro Klasifikasi Indonesia (BKI)
yang merupakan badan khusus untuk melakukan pengawasan terhadap angkutan
laut (kapal) dalam kontruksi dan kelengkapan kapal agar syahbandar dapat
mengeluarkan surat-surat atau dokumen-dokumen yang akan digunakan angkutan
laut untuk melakukan pelayaran. Sekalipun telah ada peraturan yang mengatur
tentang peran seorang syahbandar, tidak jarang juga kita temui beberapa
kecelakaan transportasi laut yang disebabkan oleh kelalaian seorang syahbandar
dalam menjalankan tugas kesyahbandarannya.
Pelayaran merupakan unsur yang sangat menentukan dalam kelancaran
transportasi laut untuk menunjang pencapaian sasaran pembangunan nasional.
Ketidakselarasan penanganan sistem dan masalah transportasi laut, serta
timpangnya perhatian terhadap persoalan keselamatan pelayaran dapat
menghambat penyediaan layanan transportasi di seluruh wilayah Benua Maritim
Indonesia. Kelancaran transportasi laut merupakan media interaksi antar pulau
yang berperan sebagai “jembatan penghubung” yang efektif dan efisien dalam
perwujudan wawasan nusantara. Sistem pelayaran yang demikian baru bisa
dicapai bila persyaratan keselamatan berlayar dan kepelabuhan yang
mempengaruhi keselamatan pelayaran dapat dipenuhi.
Keselamatan pelayaran telah diatur oleh lembaga internasional yang
mengurus atau menangani hal-hal yang terkait dengan keselamatan jiwa, harta
laut, serta kelestarian lingkungan. Lembaga tersebut dinamakan Intrenational
Maritime Organization (IMO) yang bernaung dibawah PBB. Salah satu faktor
penting dalam mewujudkan keselamatan serta kelestarian lingkungan laut adalah
keterampilan, keahlian dari manusia yang terkait dengan pengoperasian dari alat
transportasi (kapal) di laut, karena bagaimanapun kokohnya konstruksi suatu
3

kapal dan betapa canggihnya teknologi baik sarana bantu maupun peralatan yang
ditempatkan di atas kapal tersebut kalau dioperasikan manusia yang tidak
mempunyai keterampilan/keahlian sesuai tugas dan fungsinya maka semua akan
sia-sia. Dalam kenyataannya 80% dari kecelakaan di laut adalah akibat kesalahan
manusia (human error).
Demi menjaga keselamatan kapal dan muatannya, pada waktu kapal
memasuki alur pelayaran menuju kolam pelabuhan untuk berlabuh ataupun untuk
merapat di dermaga, nahkoda memerlukan advisor yaitu seorang pandu. Pandu
adalah seorang ahli yang sudah berpengalaman layar dan lulus sekolah
pemanduan selama satu tahun yang diadakan oleh Dirjen Perhubungan Laut.
Pemanduan adalah kegiatan pandu dalam membantu, memberikan saran dan
informasi kepada nahkoda tentang keadaan perairan setempat yang penting agar
navigasi pelayaran dapat dilaksanaka dengan selamat, tertib dan lancar demi
keselamatan kapal dan lingkungan (Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM
53 Tahun 2011).
Proses Monitoring dan evaluasi revitalisasi sarana bantu navigasi pelayaran
terhadap keselamatan pelayaran di lapangan juga terdapat beberapa kendala,
sehingga pelaksanaan kegiatan revitalisasi keselamatan pelayaran di lapangan
kurang maximal dalam melakukan monitoring dan evaluasi di tingkat pelabuhan-
pelabuhan terkecil sehingga permasalahan-permasalahan yang terjadi selama
kegiata berlangsung tidak cepat diketahui, sehingga diperlukan beberapa petugas
operasional dalam mendata dan mengevaluasi kegiatan revitalisasi keselamatan
pelayaran di lapangan, hal ini dapat berdampak pada kurangnya komunikasi dan
koordinasi antara petugas di tingkat kota dan provinsi manupun pusat (Wiji
Santoso, dkk, 2013).
Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, telekomunikasi diartikan setiap
pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk
tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara dan bunyi melalui sistem kawat, optik,
radio atau sistem elektromagnetik lainnya. Alat telekomunikasi diartikan setiap
alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi. Adapun perangkat
4

telekomunikasi diartikan sebagai sekelompok alat telekomunikasi yang


memungkinkan bertelekomunikasi (Wahab, 2014).
Untuk melaksanakan semua kebijakan di bidang keselamatan, perusahaan
harus memiliki System Manajemen Keselamatan (Safety Manajemen System)
yang merupakan fasilitas bagi seluruh personel di darat dan di laut. Perusahaan
membangun sistem ini mengikuti petunjuk (guidekines) dan contoh-contoh
dokumen yang disediakan International Safety Manajemen Code (ISM code).
Sebuah kapal dikatakan laik laut (sea wortheness), apabila terpenuhinya
persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan elektronika kapal
yang semuanya dibuktikan dengan sertifikat asli. Sebelum melakukan pelayaran,
harus diketahui petunjuk-petunjuk tentang bagaimana melakukan pertolongan
kecelakaan kapal, akibat tubrukan, kandas, tenggelam, kebakaran, senggolan dan
force major atau kecelakaan alam. Prosedur perawatan kapal antara lain: (a) yang
sudah waktunya kapal naik dok, (b) perawatan tahunan, (c) perawatan emergency,
(d) perawatan perempatan tahun. Selain itu perlu campur tangan dan asosiasi
pelayaran untuk saling bahu membahu dan selalu meningkatkan keselamatan serta
mencegah kecelakaan kapal seminimal mungkin.
TABEL 1.1
DATA KECELAKAAN KAPAL LAUT DI INDONESIA
Tahun 2015-2017
No Uraian 2015 2016 2017 Jumlah
1 Jumlah Kecelakaaan 11 15 34 60
2 Korban Jiwa 87 69 44 200
Sumber : Database KNKT, 18 Januari 2018
Secara umum, kececlakaan moda transportasi laut terjadi diakibatkan tiga
faktor penting yaitu kesalahan manusia (human error), faktor teknis, dan faktor
cuaca (alam). Jenis kecelakaan yang terjadi pada tahun 2015 hingga 2017
didominasi oleh kapal terbakar atau meledak yakni sebanyak 22 kali. Ketua Sub
Komite Investigasi Kecelakaan Pelayaran Haryo Satmiko menyampaikan total
kecelakaan pelayaran yang di investigasi oleh KNKT di tahun 2017 sebanyak 34
kecelakaan, ini lebih besar dibandingkan dengan tahun 2016 yang hanya sebanyak
15 kecelakaan. Menurut Haryo dari jumlah total kecelakaan kapal yang di
5

investigasi oleh KNKT ada 6 kapal yang tenggelam, 14 kapar terbakar atau
meledak, 6 kapal tubrukan, 6 kapal kandas, dan 2 lainnya yang belum diketahui
oleh KNKT. Menurut data yang disampaikan Haryo dalam pemaparannya
menunjukkan di sekitar perairan Sumatera ada 1 kapal tenggelam di Selat Malaka,
1 kapal Tubrukan di Selat Singapura, 1 kapal kandas di Selat Karimata, 1 lainnya
di Sungai Musi. Kecelakaan di Pulau Jawa ada 5 kecelakaan, di Selat Sunda yang
terdiri dari 2 kapal terbakar, 2 kapal senggolan, dan 1 kapal kandas. Sementara di
laut Jawa terjadi 10 kecelakaan pelayaran yang terdiri dari 6 kapal terbakar, 2
kapal tenggelam, 1 kapal kandas, dan 1 kapal tubrukan. Selat Lombok ada 1 kapal
yang kandas, dan di laut Flores ada 1 kapal yang tenggelam. Di Kalimantan ada 1
kapal tubrukan di sungai Kapuas, 1 kapal tubrukan di sungai Mentaya, 1 kapal
tenggelam di sungai Barito. Selat Makassar ada 4 kapal terbakar, 1 tengggelam,
dan 1 lainnya. Sementara di laut Maluku ada 1 kapal terbakar, di laut Seram ada 1
kapal kandas, dan di laut Banda ada 1 kapal terbakar dan 1 kapal kandas.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk menyusun skripsi dengan
judul “Analisis faktor Peran Syahbandar, Sarana Bantu Navigasi, dan
Pemanduan terhadap Keselamatan Pelayaran di Pelabuhan Tanjung Emas
Semarang”.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan pada latar belakang diatas maka untuk meningkatkan
keselamatan pelayaran perlu dilakukan penerapan strategi yaitu dengan
meningkatkan kualitas keselamatan pelayaran, maka permasalahannya dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a. Apakah peran syahbandar berpengaruh terhadap keselamatan pelayaran ?
b. Apakah sarana bantu navigasi berpengaruh dalam keselamatan pelayaran?
c. Apakah pemanduan berpengaruh terhadap keselamatan pelayaran?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu antara lain :
6

a. Untuk menganalisis peran syahbandar terhadap keselamatan pelayaran di


pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
b. Untuk menganalisis pengaruh sarana bantu navigasi terhadap keselamatan
pelayaran di pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
c. Untuk menganalisis pengaruh pemanduan terhadap keselamatan pelayaran di
pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
2. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Penulis
a. Sebagai cara untuk menerapkan teori yang diperoleh dibangku kuliah dan
mengaplikasikan dengan kenyataan yang ada, serta menambah pengalaman,
dan pengetahuan penulis akan masalah-masalah yang terjadi pada kegiatan
transportasi khususnya transportasi laut.
b. Memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Jurusan
Manajemen Transpor di Sekolah Tinggi Maritim dan Transpor “AMNI”
(STIMART “AMNI”) Semarang.
2. Bagi STIMART “AMNI” Semarang
Agar bisa dijadikan bahan referensi untuk taruna/taruni junior STIMART
“AMNI” Semarang dan juga syarat untuk meluluskan taruna/taruni-nya.
3. Bagi Instansi
Untuk pengambilan keputusan atau kebijakan dimasa datang tentang
pentingnya peran syahbandar, sarana bantu navigasi, dan pemanduan terhadap
keselamatan pelayaran.
4. Bagi Pembaca
Sebagai bahan referensi dan menambah wawasan bagi pembaca.

1.4. Sistematika Penulisan


Untuk memberikan gambaran tentang penelitian yang akan dilakukan maka
dibuatlah sistematika penulisan yang akan memberikan informasi tentang isi dari
masing-masing bab, adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :
7

Bab 1 Pendahuluan
Merupakan bagian awal skripsi yang menguraikan latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
Merupakan bagian kedua dari skripsi yang menguraikan landasan
teori-teori dan tinjauan pustaka yang mendasari penelitian,
kerangka pikir penelitian dan hipotesis.
Bab 3 Metode Penelitian
Merupakan bagian ketiga dari skripsi yang berisi tentang variabel
penelitian dan definisi operasional, penentuan sampel, jenis dan
sumber data, serta metode analisi data.
Bab 4 Hasil dan Pembahasan
Merupakan bab yang menguraikan gambaran umum, obyek
penelitian, responden penelitian dan analisis data.
Bab 5 Penutup
Berisi tentang kesimpulan dan saran.

Anda mungkin juga menyukai