Anda di halaman 1dari 22

TUGAS AKHIR

YOGA DWI SAPUTRA (2013310019)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Keselamatan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia keselamatan mempunyai kata dasar
yaitu “selamat” yang artinya adalah terbebasnya dari bahaya, malapetaka,
bencana, terhindar dari bahaya, malapetaka dan tidak mendapat
gangguan/kerusakan dan sebagainya. Sedangkan keselamatan merupakan suatu
upaya untuk bebas atau mengurangi tingkat resiko kecelakaan. Keselamatan
merupakan hal utama yang harus didahulukan dalam sektor apapun termasuk
dalam pelayaran kapal. Terjadinya suatu kecelakaan yang bertentangan dengan
kalimat “selamat” adalah hal yang harus kita perhatikan sebelum melakukan suatu
pekerjaan, maka dari itu budaya keselamatan (safety culture) harus benar-benar
dipahami dan dijalankan serta diterapkan dalam peraturan baik oleh pengusaha,
pekerja sektor transportasi maupun oleh masyarakat pengguna jasa pada
umumnya.
Masyarakat tampaknya belum sepenuhnya peduli terhadap keselamatan
dirinya maupun orang lain karena banyak kecelakaan-kecelakaan yang
diakibatkan oleh kelalaian manusia (human eror). Dalam kondisi demikian
penerapan keselamatan tidak hanya semata-mata terbatas pada peningkatan
kondisi teknis, sarana atau peraturan melainkan juga dengan disertai adanya
pembinaan-pembinaan dan penegakan norma serta standar keselamatan secara
terus menerus sehingga kesadaran masyarakat akan pentingnya keselamatan baik
terhadap dirinya sendiri maupun bagi orang lain dapat diperhatikan secara
personal, sehingga dengan demikian faktor kecelakaan seharusnya bisa ditekan
dan diminimalisir.
Dalam konteks transportasi laut, keselamatan pelayaran dapat dipahami
sebagai suatu kondisi dimana kapal dapat memenuhi persyaratan keselamatan
berlayar, pencegahan pencemaran perairan, pengawakan, pemuatan, kesehatan
awak dan penumpang serta status hukum kapal untuk berlayar di perairan tertentu
termasuk upaya penanggulangan musibah atau kecelakaan, meliputi beberapa
aspek seperti keselamatan berlayar, kalaiklautan kapal serta keselamatan kapal,
muatan dan penumpangnya.

TINJAUAN KESELAMATAN PELAYARAN DI ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA 7


TUGAS AKHIR
YOGA DWI SAPUTRA (2013310019)

2. Beberapa Pengertian, Definisi, Istilah, dan Terminologi Terkait


Dengan Keselamatan Pelayaran
2.1 Undang-Undang No.17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran
Dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran BAB I
Ketentuan Umum, Pasal 1 Menerangkan beberapa definisi sebagai berikut:
1) Pelayaran adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di
perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan, serta
perlindungan lingkungan maritim.
2) Perairan Indonesia adalah laut territorial Indonesia beserta perairan
kepulauan dan perairan pedalamannya.
3) Keselamatan dan Keamanan Pelayaran adalah suatu keadaan
terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang
menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan lingkungan
maritim.
4) Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang
digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya,
ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung
dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan
bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.
5) Kelaiklautan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan
keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal,
pengawakan, garis muat, pemuatan, kesejahteraan awak kapal dan
kesehatan penumpang, status hukum kapal, manajemen keselamatan
dan pencegahan pencemaran dari kapal, dan manajemen keamanan
kapal untuk berlayar di perairan tertentu.
6) Keselamatan Kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan
material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas,
tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong
dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah
dilakukan pemeriksaan dan pengujian.

TINJAUAN KESELAMATAN PELAYARAN DI ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA 8


TUGAS AKHIR
YOGA DWI SAPUTRA (2013310019)

7) Navigasi adalah proses mengarahkan gerak kapal dari satu titik ke titik
yang lain dengan aman dan lancar serta untuk menghindari bahaya
dan/atau rintanganpelayaran.
8) Pemanduan adalah kegiatan pandu dalam membantu, memberikan
saran, dan informasi kepada nakhoda tentang keadaan perairan
setempat yang penting agar navigasi-pelayaran dapat dilaksanakan
dengan selamat, tertib, dan lancar demi keselamatan kapal dan
lingkungan.
9) Perairan Wajib Pandu adalah wilayah perairan yang karena kondisi
perairannya mewajibkan dilakukan pemanduan kepada kapal yang
melayarinya.
10) Pekerjaan Bawah Air adalah pekerjaan yang berhubungan dengan
instalasi, konstruksi, atau kapal yang dilakukan di bawah air dan/atau
pekerjaan di bawah air yang bersifat khusus, yaitu penggunaan
peralatan bawah air yang dioperasikan dari permukaan air.
11) Pengerukan adalah pekerjaan mengubah bentuk dasar perairan untuk
mencapai kedalaman dan lebar yang dikehendaki atau untuk
mengambil material dasar perairan yang dipergunakan untuk
keperluan tertentu.
12) Salvage adalah pekerjaan untuk memberikan pertolongan terhadap
kapal dan/atau muatannya yang mengalami kecelakaan kapal atau
dalam keadaan bahaya di perairan termasuk mengangkat kerangka
kapal atau rintangan bawah air atau benda lainnya.
13) Perlindungan Lingkungan Maritim adalah setiap upaya untuk
mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan perairan yang
bersumber dari kegiatan yang terkait dengan pelayaran.

2.2 Peraturan Pemerintah No.61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan


Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.61 tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 menerangkan beberapa definisi
yang berkaitan dengan pelabuhan, yaitu:
1) Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan

TINJAUAN KESELAMATAN PELAYARAN DI ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA 9


TUGAS AKHIR
YOGA DWI SAPUTRA (2013310019)

kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal


bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang,
berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang
pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda
transportasi.
2) Pelabuhan Laut didefinisikan sebagai pelabuhan yang dapat digunakan
untuk melayani kegiatan angkutan laut dan/atau angkutan
penyeberangan yang terletak di laut atau di sungai.
3) Kolam Pelabuhan didefinisikan sebagai perairan di depan dermaga
yang digunakan untuk kepentingan operasional sandar dan olah gerak
kapal.
4) Kolam Sandar adalah perairan yang merupakan bagian dari kolam
pelabuhan yang digunakan untuk kepentingan operasional
menyandarkan/menambatkan kapal dermaga.

2.3 Peraturan Pemerintah No.5 Tahun 2010 Tentang Kenavigasian


Dalam Peraturan Pemerintah No.5 Tahun 2010 Tentang Kenavigasian
BAB I Ketentuan Umum, Pasal 1 Menerangkan beberapa definisi sebagai berikut:
1) Kenavigasian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan Sarana
Bantu Navigasi-Pelayaran, Telekomunikasi-Pelayaran, hidrografi dan
meteorologi, alur dan perlintasan, pengerukan dan reklamasi,
pemanduan, penanganan kerangka kapal, salvage, dan pekerjaan
bawah air untuk kepentingan keselamatan pelayaran kapal.
2) Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran adalah peralatan atau sistem yang
berada di luar kapal yang didesain dan dioperasikan untuk
meningkatkan keselamatan dan efisiensi bernavigasi kapal dan/atau
lalu lintas kapal.
3) Telekomunikasi-Pelayaran adalah telekomunikasi khusus untuk
keperluan dinas pelayaran yang merupakan setiap pemancaran,
pengiriman atau penerimaan tiap jenis tanda, gambar, suara dan
informasi dalam bentuk apapun melalui sistem kawat, optik, radio,

TINJAUAN KESELAMATAN PELAYARAN DI ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA 10


TUGAS AKHIR
YOGA DWI SAPUTRA (2013310019)

atau sistem elektromagnetik lainnya dalam dinas bergerak-pelayaran


yang merupakan bagian dari keselamatan pelayaran.
4) Alur-Pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan
bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk
dilayari.
5) Alur dan Perlintasan adalah bagian dari perairan yang dapat dilayari
sesuai dimensi/spesifikasi kapal di laut, sungai, dan danau.
6) Fasilitas Alur-Pelayaran adalah sarana dan prasarana yang dibutuhkan
untuk kelancaran lalu lintas kapal, antara lain Sarana Bantu Navigasi-
Pelayaran, Vessel Traffic Services, dan Stasiun Radio Pantai.
7) Alur Laut Kepulauan Indonesia adalah alur laut yang dilalui oleh kapal
atau pesawat dan/atau pesawat udara asing di atas alur tersebut, untuk
melaksanakan pelayaran dan penerbangan dengan cara normal semata-
mata untuk transit yang terus menerus, langsung dan secepat mungkin
serta tidak terhalang melalui atau di atas perairan kepulauan dan laut
teritorial yang berdampingan Antara satu bagian laut lepas atau Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia dan bagian laut lepas atau Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia lainnya.
8) Zona Keamanan dan Keselamatan adalah ruang disekitar Sarana Bantu
Navigasi-Pelayaran, sarana Telekomunikasi-Pelayaran, dan bangunan
atau instalasi yang dibatasi oleh radius, tinggi, dan/atau kedalaman
tertentu.
Kegiatan kenavigasian diselenggarakan untuk mewujudkan keselamatan
bernavigasi di perairan Indonesia dengan mewujudkan ruang dan alur pelayaran
yang aman bernavigasi, keandalan, kecukupan sarana dan prasarana kenavigasian,
pelayanan meteorologi, sumber daya manusia yang profesional, serta dukungan
teknologi yang tepat guna. Dalam upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut,
pembinaan penyelenggaraan kegiatan Sarana Bantu Navigasi–Pelayaran dan
Telekomunikasi–Pelayaran dilakukan oleh Pemerintah untuk mewujudkan
pelayanan dan keselamatan berlayar. Untuk melaksanakan penyelenggaraan
kegiatan kenavigasian di seluruh perairan Indonesia, Pemerintah membentuk
distrik navigasi. Distrik navigasi, di samping berfungsi melaksanakan kegiatan

TINJAUAN KESELAMATAN PELAYARAN DI ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA 11


TUGAS AKHIR
YOGA DWI SAPUTRA (2013310019)

kenavigasian di perairan Indonesia, juga melakukan pengawasan terhadap


sebagian kegiatan kenavigasian yang dilakukan oleh badan usaha.
Penyelenggaraan Sarana Bantu Navigasi–Pelayaran dan Telekomunikasi
Pelayaran disesuaikan dengan ketentuan internasional, baik persyaratan dan
standardisasi sarana dan prasarana, maupun kualifikasi sumber daya manusia.
Dalam pasal 4 Pemerintah bertanggung jawab untuk menjaga keselamatan
dan keamanan pelayaran dalam penyelenggaraan kenavigasian. Tanggung jawab
dalam penyelenggaraan kenavigasian meliputi:
1) Alur-pelayaran yang meliputi
a. Alur Pelayaran laut, dan
b. Alur Pelayaran Sungai dan Danau
2) Sarana bantu navigasi-pelayaran yang terdiri atas:
a. Jenis dan fungsi
b. Persyaratan dan standar
c. Penyelenggaraan
d. Zona keamanan dan keselamatan
e. Kerusakan dan hambatan
f. Biaya pemanfaatan, dan
g. Fasilitas alur-pelayaran sungai dan danau.
3) Telekomunikasi-pelayaran terdiri dari:
a. Sarana, jenis, dan fungsi;
b. Persyaratan dan standar;
c. Penyelenggaraan;
d. Zona keamanan dan keselamatan;
e. Kerusakan dan hambatan;
f. Biaya pemanfaatan; dan
g. Pelayanan komunikasi marabahaya, komunikasi segera dan
keselamatan, serta persyaratan tanda waktu standar.
4) Pemanduan
Penetapan perairan wajib pandu dan perairan pandu luar biasa harus
memenuhi kriteria:
a. Faktor di luar kapal yang mempengaruhi keselamatan berlayar; dan

TINJAUAN KESELAMATAN PELAYARAN DI ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA 12


TUGAS AKHIR
YOGA DWI SAPUTRA (2013310019)

b. Faktor kapal yang mempengaruhi keselamatan berlayar.


5) Pemberian pelayanan meteorology meliputi:
a. Pemberian informasi mengenai keadaan cuaca dan laut serta
prakiraannya
b. Kalibrasi dan sertifikasi perlengkapan pengamatan cuaca di kapal,
dan
c. Bimbingan teknis pengamatan cuaca di laut kepada awak kapal
tertentu untuk menunjang masukan data meteorologi.

2.4 Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 25 Tahun 2011 Tentang


Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP)
Dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 25 Tahun 2011 Tentang
Sarana Bantu Navigasi Pelayaran BAB I Ketentuan Umum, Pasal 1 Menerangkan
beberapa definisi sebagai berikut:
1) Menara suar adalah Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran tetap yang
bersuar dan mempunyai jarak tampak sama atau lebih 20 (dua puluh )
mil laut yang dapat membantu para navigator dalam menentukan
posisi dan/atau haluan kapal, menunjukan arah daratan dan adanya
pelabuhan serta dapat dipergunakan sebagai tanda batas wilayah
negara.
2) Rambu suar adalah Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran tetap yang
bersuar dan mempunyai jarak tampak sama atau lebih dari 10
(sepuluh) mil laut yang dapat membantu para navigator adanya
bahaya/rintangan navigasi antara lain karang, air dangkal, gosong, dan
bahaya terpencil serta menentukan posisi dan/atau haluan kapal serta
dapat dipergunakan sebagai tanda batas wilayah negara.
3) Pelampung suar adalah Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran apung yang
bersuar dan mempunyai jarak tampak sama atau lebih 4 (empat) mil
laut yang dapat membantu para navigator adanya bahaya/rintangan
navigasi antara lain karang, air dangkal, gosong, kerangka kapal
dan/atau untuk menunjukanperairan aman serta pemisah alur, dan
dapat dipergunakan sebagai tanda batas wilayah negara.

TINJAUAN KESELAMATAN PELAYARAN DI ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA 13


TUGAS AKHIR
YOGA DWI SAPUTRA (2013310019)

4) Tanda Siang (Day Mark) adalah Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran


berupa anak pelampung dan/atau rambu siang yang dapat membantu
para navigator adanya bahaya/rintangan navigasi antara lain karang, air
dangkal, gosong, kerangka kapal dan menunjukan perairan yang aman
serta pemisah alur yang hanya dapat dipergunakan pada siang hari.
5) Rambu Radio (Radio Beacon) adalah Sarana Bantu Navigasi-
Pelayaran yang menggunakan gelombang radio untuk membantu para
navigator dalam menentukan arah baringan dan/atau posisi kapal.
6) Rambu Radar (Radar Beacon) adalah Sarana Bantu Navigasi-
Pelayaran yang dapat membantu para navigator untuk menentukan
posisi kapal dengan menggunakan radar.
7) Sistem Identifikasi Otomatis (Automatic Identification Sistem/AIS)
adalah peralatan yang beroperasi secara otomatis dan terus menerus
dalam rentang frekwensi sangat tinggi VHF maritim bergerak, yang
memancarkan data spesifik kapal maupun Sarana Bantu Navigasi-
Pelayaran.
8) Kecukupan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran adalah terpenuhinya
Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran untuk mencakup perairan Indonesia
sesuai dengan rasio yang ditetapkan.
9) Keandalan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran adalah tingkat
kemampuan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran untuk menjalankan
fungsinya sesuai ketentuan.
10) Kelainan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran adalah kondisi tidak
optimalnya fungsi Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran baik karena
gangguan alam, gangguan teknis dan kesalahan manusia.

Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran atau yang di singkat SBNP dalam


pengertian yaitu peralatan atau sistem yang berada di luar kapal yang didesain dan
dioperasikan untuk meningkatkan keselamatan dan efisiensi bernavigasi kapal
dan/atau lalu lintas kapal, mempunyai penaran penting dalam membantu
meningkatkan keselamatan pelayaran terutama pada area-area yang sulit untuk
navigasi kapal seperti di pelabuhan, perairan selat, teluk, sungai, dan tempat-
tempat lainnya yang mempunyai resiko kecelakaan yang tinggi.

TINJAUAN KESELAMATAN PELAYARAN DI ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA 14


TUGAS AKHIR
YOGA DWI SAPUTRA (2013310019)

Dalam Pasal 2 disebutkan bahwa jenis sarana bantu navigasi-pelayaran


terdiri atas:
1) Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran Visual
Dalam pasal 5 Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran visual dapat
ditempatkan didarat atau di perairan berupa menara suar, rambu suar,
pelampung suar dan tanda siang serta dapat dikenali:
a. Pada siang hari dari:
1. Warna
2. Tanda Puncak
3. Bentuk Bangunan, dan
4. Kode huruf dan angkanya
b. Pada malam hari dari:
1. Irama, dan
2. Warna cahaya

2) Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran Elektronik


Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran Elektronik digunakan untuk
menyampaikan informasi melalui gelombang radio atau sistem
elektromagnetik lainnya untuk menentukan arah baringan dan posisi
kapal. Dalam pasal 6 Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran elektronik
meliputi:
a. Global Positioning Sistem (GPS) pada Stasiun Radio Pantai, Vessel
Traffic Services, dan Local Port Services
b. Differential Global Position Sistem (DGPS)
c. Radar beacon
d. Radio beacon yang diperuntukan di bidang navigasipelayaran
e. Radar surveylance
f. Medium wave radio beacon
g. Sistem identifikasi otomatis (automatic identification sistem/ais)
sarana bantu navigasi-pelayaran, dan
h. Sarana bantu navigasi-pelayaran elektronik lainnya sesuai dengan
perkembangan teknologi.

TINJAUAN KESELAMATAN PELAYARAN DI ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA 15


TUGAS AKHIR
YOGA DWI SAPUTRA (2013310019)

3) Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran audible


Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran audible ditempatkan pada daerah
berkabut dan/atau pandangan terbatas serta digunakan untuk
menyampaikan informasi dengan mendengarkan bunyi-bunyian antara
lain:
a. Peluit
b. Gong
c. Lonceng, atau
d. Sirine

Dalam pasal 2 disebutkan juga fungsi dari Sarana Bantu Navigasi-


Pelayaran untuk:
1) Menentukan posisi dan/atau haluan kapal
2) Memberitahukan adanya bahaya/rintangan pelayaran
3) Menunjukkan batas-batas alur pelayaran yang aman
4) Menandai garis pemisah lalu lintas kapal
5) Menunjukan kawasan dan/atau kegiatan khusus di perairan, dan
6) Menunjukan batas wilayah suatu negara.

2.5 ISM Code (International Safety Manajemen Code)


Sesuai dengan kesadaran terhadap pentingnya faktor manusia dan perlunya
peningkatan manajemen operasional kapal dalam mencegah terjadinya kecelakaan
kapal, manusia, cargo dan harta benda serta mencegah terjadinya pencemaran
lingkungan laut, maka IMO mengeluarkan peraturan tentang manajemen
keselamatan kapal dan perlindungan lingkungan laut yang dikenal dengan ISM
Code yang juga dikonsolidasikan dalam SOLAS Convention. Sesuai dengan
persyaratan ISM Code, semua perusahaan yang memiliki atau mengoperasikan
kapal–kapal sesuai dengan penjadualan diatas, harus menetapkan sistem
manajemen Keselamatan untuk perusahaan dan kapalnya dalam rangka menjamin
operasional kapal dengan aman.

TINJAUAN KESELAMATAN PELAYARAN DI ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA 16


TUGAS AKHIR
YOGA DWI SAPUTRA (2013310019)

2.6 ISPS Code (International Code for the security of ship and port
Facilities)
ISPS Code merupakan peraturan internasoinal keamanan kapal dan fasilitas
pelabuhan yang diatur secara internasional. ISPS Code yang merupakan hasil
amandemen SOLAS tahun 1974 sudah diberlakukan sejak 1 Juli 2004. Melalui
Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.33 Tahun 2003 dan KM.03 Tahun
2004, telah menunjuk Direktur Jendral Perhubungan Laut untuk melaksanakan
ISPS Code. Bab XI – 2 dari peraturan internasional harus diberlakukan untuk
keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan. Dengan demikian, ISPS Code tahun 2002
ini merupakan salah satu produk hukum positif sebagai tindak lanjut guna
melengkapi ketentuan perundang-undangan nasional, khususnya di bidang
keselamatan Kapal dan Pelabuhan. Adapun beberapa sasaran dari ISPS Code di
antaranya adalah:
1) Membangun kerjasama di antara negara, organisasi pemerintah lokal,
industri pelayaran untuk industri pelabuhan, untuk menemukan
ancaman keamanan pada pelabuhan dan pelayaran Internasional, dan
mengambil tindakan pengamanan.
2) Untuk menetapkan peran dan tanggung jawab pemerintah, badan
pemerintah, industri pelayaran, dan pelabuhan, untuk menjamin
keamanan maritim pada tingkat nasional dan Internasional.
3) Untuk menjamin secara dini dan keberhasilan mengumpulkan
informasi, dan pertukarannya yang berhubungan dengan keamanan.
4) Untuk menyediakan cara penilaian keamanan, harus ada rancangan dan
tata cara untuk menanggapi perubahan tingkat keamanan.
5) Untuk menjamin kepercayaan yang cukup terhadap langkah keamanan
maritim secara proporsional dan pada tempatnya

Untuk hal tersebut, diperlukan adanya persyaratan fungsional, yaitu sebagai


berikut:
1) Mendapatkan dan menilai informasi berkenaan dengan ancaman
keamanan dan mempertukarkan informasi tersebut dengan negara
anggota yang tepat.

TINJAUAN KESELAMATAN PELAYARAN DI ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA 17


TUGAS AKHIR
YOGA DWI SAPUTRA (2013310019)

2) Mensyaratkan pemeliharaan protokol penyampaian terhadap kapal dan


fasilitas pelabuhan.
3) Mencegah pihak yang tidak berkepentingan untuk masuk ke kapal,
fasilitas pelabuhan, dan areal terbatasnya.
4) Mencegah pengantaran senjata ilegal, bahan bahan bom bakar atau
peledak ke kapal atau fasilitas pelabuhan.
5) Tersedianya sarana untuk mengalihkan alarm dalam reaksi terhadap
ancaman atau gangguan.
6) Mensyaratkan rancangan pengamanan kapal dan fasilitas pelabuhan
untuk penilaian keamanan.
7) Mensyaratkan pelatihan dan pelaksanaan latihan untuk menjamin
pengenalan rencana pengamanan dan mekanismenya.

Untuk implementasi hal hal tersebut di atas diharuskan adanya:


1) Rancangan pengamanan kapal
2) Rancangan Keamanan Fasilitas Pelabuhan
3) Petugas Keamanan Kapal
4) Petugas Keamanan Perusahaan
5) Petugas keamanan Fasilitas Pelabuhan
6) Penyusunan standar tingkat keamanan dalam 3 (tiga) tingkatan dengan
kriteria masing masing.

Peraturan tersebut diterapkan terhadap jenis-jenis kapal berikut yang


dipakai pada pelayaran internasional, yaitu:
1) Kapal penumpang, termasuk kapal penumpang berkecepatan tinggi
2) Kapal muatan umum, termasuk kapal berkecepatan tinggi dengan
ukuran GT 500 ke atas
3) Unit pengeboran lepas pantai yang berpindah pindah, serta fasilitas
pelabuhan yang melayani kapal seperti itu yang dipakai pada pelayaran
internasional
Pengecualian penerapan ISPS code adalah untuk kapal perang, peralatan
pendukung angkutan laut atau kapal milik dan dioperasikan oleh pemerintah dari

TINJAUAN KESELAMATAN PELAYARAN DI ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA 18


TUGAS AKHIR
YOGA DWI SAPUTRA (2013310019)

Negara Peserta dan kapal yang digunakan untuk non komersial yang hanya
merupakan pelayanan publik. Pemerintah Republik Indonesia
Konsekwensi pelaksanaan ISPS Code 2002 adalah:
1) Menambah anggaran biaya negara dalam menyiapkan
pelabuhan/terminal dan kapal yang memberikan pelayanan dalam
perdagangan internasional
2) Menyiapkan peralatan minimum sebagaimana dipersyaratkan dalam
ISPS Code 2002, untuk pelaksanaan pemeriksaan orang, barang dan
muatan/container

Resiko apabila tidak dilaksanakannya ISPS Code 2002 pada kapal yang
melaksanakan international voyage dan pelabuhan yang terbuka untuk
perdagangan luar negeri adalah sebagai berikut:
1) Tidak ada kapal asing yang akan memasuki pelabuhan- pelabuhan di
Indonesia
2) Kapal kapal bendera Indonesia yang akan melaksanakan international
voyage tidak akan diterima di pelabuhan di luar negeri
3) Tidak ada transaksi perdagangan internasional antara Indonesia dengan
negara negara lain. Indonesia dianggap sebagai black area
4) Kondisi tersebut di atas akan berakibat terpuruknya perekonomian
nasional.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Keselamatan Pelayaran


Guna mendapatkan perairan yang aman perlu dipersiapkan fasilitas
prasarana dan sarana yang sesuai dengan rencana dan persyaratan kapal yang
melalui wilayah perairan tersebut seperti panjang dan dimensi alur, banyak
tikungan, kondisi alam dan teknis perairan, bahaya navigasi dan cuaca serta sistem
perambuan. Ada beberapa faktor utama yang mempengaruhi keselamatan
pelayaran yaitu :
1. Kenavigasian
2. Alur dan Perlintasan
3. Pola Penentuan Alur Perlintasan
4. Bangunan dan Instalasi

TINJAUAN KESELAMATAN PELAYARAN DI ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA 19


TUGAS AKHIR
YOGA DWI SAPUTRA (2013310019)

5. Pemanduan
Perairan pandu dialokasikan untuk kepentingan keselamatan pelayaran dan
ketertiban maupun kelancaran lalu-lintas kapal pada wilayah perairan tertentu.
Faktor yang mempengaruhi penetapan perairan tertentu menjadi perairan pandu
antara lain :
1. Pola Pengelolaan Alur Pelayaran
2. Kondisi Trafik
3. Pola Pengembangan Alur Pelayaran

Kecelakaan merupakan hal yang paling dihindari dalam pelayaran baik di


pelayaran sekitar pelabuhan maupun di lautan bebas, ada tiga faktor utama dalam
terjadinya kecelakaan kapal pada saat berlayar khususnya kecelakaan di wilayah
sekitar pelabuhan yaitu:
1. Faktor manusia
Faktor manusia merupakan salah satu penyebab kecelakaan yang
paling besar. Faktor keselakaan yang di akibatkan oleh manusia
meliputi :
a. Kecerobohan didalam menjalankan alat-alat navigasi, komunikasi
antara kapal dan pelabuhan
b. Banyaknya pelanggaran-pelanggaran terhadap aturan-aturan yang
telah dibuat.
c. Kurangnya kemampuan awak kapal dalam menguasai
permasalahan yang mungkin timbul dalam pengorperasian kapal
d. Kurangnya kemampuan mengoperasikan alat bantu navigasi
dipelabuhan sehingga menyebabkan lost communicate dengan
kapal
e. Kurangnya pemeliharaan dan pengecekan terhadap alat-alat
keamanan pelayaran khususnya pada alat-alat keselamatan dan
keamanan pelayaran baik pada kapal maupun di pelabuhan.
2. Faktor Teknis
Faktor teknis biasanya disebabkan oleh alat-alat yang rusak, penerapan
alat yang tidak memenuhi standar, penggunaan alat yang melebihi
kemampuan batas dari alat tersebut

TINJAUAN KESELAMATAN PELAYARAN DI ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA 20


TUGAS AKHIR
YOGA DWI SAPUTRA (2013310019)

3. Faktor Alam
Faktor alam seringkali menjadi penyebab utama dalam kecelakaan
laut. Permasalahan yang biasanya dialami adalah badai, gelombang
tinggi, arus besar, badai, kabut yang mengakibatkan jarak pandang
terbatas, dan lain-lain.

4. Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS)


Pelayaran Barat – Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, yang secara
geografis terletak antara 60 50’00” LS – 70 15’00” LS dan 1120 35’00” BT –
1120 45’00” BT. Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) sendiri adalah akses
masuk ke kawasan Pelabuhan Tanjung Perak dan sekitarnya melalui jalur
pelayaran barat. Akses ini berhasil direvitalisasi dengan cara diperdalam dan
diperlebar. Sebelumnya, APBS hanya memiliki kedalaman minus 9.5 meter Low
Water Sping (LWS) dan lebar 100 meter. Kondisi ini mengakibatkan ukuran kapal
yang melalui Pelabuhan Tanjung Perak menjadi terbatas serta kecelakaan kapal
kerap terjadi sehingga pihak pemerintah mengambil keputusan untuk
merevitalisasi pada tahun 2013.
Dalam kecelakaan kapal yang terjadi di alur pelayaran barat Surabaya,
banyak sumber-sumber atau faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya
kecelakaan tersebut, salah satu faktor yang dilihat dari segi alur adalah
dangkalnya kedalaman alur pelayaran sehingga banyak mengakibatkan kapal-
kapal menjadi kandas, selain itu lebar alur juga mempengaruhi sehingga banyak
kapal-kapal yang bersenggolan.
Salah satu faktor yang cukup signifikan dalam mengakibatkan kecelakaan
kapal adalah dari faktor manusia (human eror), baik itu melanggar aturan,
kekurang pandaian dalam melakukan manuver kapal, atau kelalaian dalam
mengoperasikan alat-alat yang ada. Maka dari itu perlu di tinjau ulang mengenai
keselamatan pelayaran pada alur pelayaran tersebut untuk meningkatkan
keselamatan pada alur pelayaran barat Surabaya, menganalisis jenis-jenis
kecelakaan kapal, menganalisis penyebab kecelakaan kapal, serta mengambil
langkah-langkah untuk meningkatkakan keselamatan.

TINJAUAN KESELAMATAN PELAYARAN DI ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA 21


TUGAS AKHIR
YOGA DWI SAPUTRA (2013310019)

Sumber : PT. APBS

Gambar 2.1 Alur Pelayaran Barat Surabaya

4.1 Dasar Pengoperasian Komersial APBS


1) Surat Perjanjian Kerjasama Penyediaan dan Pelayanan Jasa Penggunaan
APBS (Konsesi) antara Kementerian Perhubungan dengan PT.Pelindo
III No. HK.107/01/05/0P.TPr-14 – HK.0501/75/P.III-2014.
2) Surat Perjanjian Kerjasama Pengoperasian Alur Pelayaran Barat
Surabaya antara PT.Pelindo III dan PT.APBS No. HK.0501/125/P.III-
2015 – HK.0501/01/APBS-2015.
3) Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perseroan Terbatas PT APBS dari
kementerian Hukum dan HAM No. AHU-06051.40.10.2014 tgl 25
April 2014;

TINJAUAN KESELAMATAN PELAYARAN DI ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA 22


TUGAS AKHIR
YOGA DWI SAPUTRA (2013310019)

4) Surat Keterangan Domisili Perusahaan No.: 510/183/436.10.48/2015


5) Tanda Daftar Perusahaan No. 13.01.1.42.28903
6) PKP dan NPWP
7) Izin Prinsip Penanaman Modal Asing (PMA) dari BKPM
No.1219/1/IP/2014 tanggal 21 April 2014 dengan nomor perusahaan
Anggota tetap (memiliki 1 suara) KADIN Surabaya;
8) Anggota Tetap (memiliki 1 suara) Gabungan Pengusaha Konstruksi
9) Seluruh Indonesia (GAPEKSINDO);
10) SKA dari LPJK No. : 0117783 dan 0117798;
11) SBU Jasa Pelaksana Konstruksi dari LPJK Klasifikasi M2;
12) SIUJK sedang dalam proses final di Pemkot Surabaya;
13) SE Direksi PT. Pelindo III No.: SE.09/PU.03/P.III-2015 tentangTarif
APBS;
14) Surat Syahbandar Utama Tanjung Perak Surabaya No.
PP.208/01/05/SYB.TPR-15 tanggal 04 November 2015 perihal
Rekomendasi Keselamatan dan Keamanan APBS;
15) Surat Kepala Kantor Distrik Navigasi Kelas I Surabaya No.:
NV.210/04/10/Dng.Sby/15 tanggal 26 Agustus 2015 perihal surat
rekomendasi siap operasi APBS.

4.2 Revitalisasi Alur Pelayaran Barat Surabaya


Dengan melihat kecelakaan yang kerap terjadi di Alur Pelayaran Barat
Surabaya selama beberapa tahun terakhir yaitu sekitar lebih dari 60 kasus
kecelakaan kapal dengan berbagai faktor penyebab, pemerintah akhirnya
melakukan tindakan yang cukup adil yaitu melakukan pelebaran dan pendalaman
alur pelayaran barat Surabaya (revitalisasi)
Revitalisasi Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) merupakan program
pendalaman serta perluasan alur pelayaran dari kedalaman 9.5 meter low water
spring (LWS) dengan lebar 100 meter menjadi 13 meter LWS dengan lebar 150
meter. Dengan kedalaman dan lebar tersebut memungkinkan pelabuhan Tanjung
Perak untuk bisa disinggahi kapal dengan ukuran yang lebih besar dengan selamat
tanpa harus takut kandas ataupun bersenggolan dengan kapal lain, sehingga pada
akhirnya produktivitas pelabuhan meningkat dan perekonomian timur jawa pun

TINJAUAN KESELAMATAN PELAYARAN DI ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA 23


TUGAS AKHIR
YOGA DWI SAPUTRA (2013310019)

meningkat. Hal ini tentu akan berdampak positif terhadap upaya meningkatan
daya saing angkutan logistik nasional, maupun daya saing produk Indonesia di
pasar global.
Dalam program revitalisasi APBS diperlukan investasi atas pengerukan
dan pemeliharaan APBS sepanjang 43.6 km.

5. Gambaran Umum Metode Formal Safety Assessment (FSA)


Salah satu cara untuk memastikan tindakan yang diambil sebelum
kecelakaan terjadi adalah penggunaan proses yang dikenal sebagai Formal Safety
Assessment (FSA) atau yang dalam Bahasa Indonesia adalah Penilaian Keamanan
Formal. Metode ini dikenal sebagai "suatu proses rasional dan sistematis untuk
menilai risiko yang terkait dengan aktivitas maritim dan untuk mengevaluasi
biaya dan manfaat untuk mengurangi risiko kecelakaan".
Formal Safety Assessment (FSA) merupakan salah satu produk dari IMO
(International Maritime Organization) adalah suatu metodologi atau proses yang
rasional, terstruktur dan sistematis untuk menilai risiko yang berhubungan dengan
aktivitas di bidang maritime (pelayaran) dan untuk mengevaluasi biaya (cost) dan
manfaat (benefit) dari beberapa pilihan kendali risiko (risk control options),
dengan menggunakan risk assessment dan cost benefit assessment (IMO, 2002).
Formal Safety Assessment (FSA) bertujuan untuk mengurangi risiko yang ada,
sekaligus meningkatkan keselamatan pelayaran (marine safety) yang mencakup
perlindungan jiwa (life), kesehatan (health), lingkungan perairan (marine
environment), dan hak milik (property).
FSA dapat digunakan sebagai alat analisa untuk membantu dalam evaluasi
peraturan-peraturan baru untuk keamanan dan perlindungan lingkungan laut atau
dalam membuat perbandingan antara peraturan yang ada dengan peraturan-
peraturan yang mungkin ditingkatkan dalam bidang maritim, dengan maksud
untuk mencapai keseimbangan antara berbagai masalah teknis dan operasional ,
termasuk unsur manusia, dan antara keamanan atau perlindungan lingkungan laut
dan pengendalian biaya maritim.
FSA terdiri dari lima langkah:
1. Hazard Identification (identifikasi bahaya)

TINJAUAN KESELAMATAN PELAYARAN DI ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA 24


TUGAS AKHIR
YOGA DWI SAPUTRA (2013310019)

Yaitu daftar semua kejadian-kejadian kecelakaan yang relevan


dengan penyebab potensial dan hasil.
2. Risk Analysis (penilaian risiko)
Yaitu mengevaluasi faktor risiko penyebab terjadinya kecelakaan
3. Risk Control Optios (Pilihan pengendalian risiko)
Menyusun regulasi untuk mengontrol dan mengurangi risiko yang
teridentifikasi
4. Cost Benefit Assessment (penilaian manfaat biaya )
Untuk menentukan efektivitas biaya dari setiap pilihan pengendalian
risiko, dan
5. Recommendation For Decision Making (rekomendasi untuk
pengambilan keputusan)
Bentujuan untuk pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan
resiko yang terlibat
Secara garis besar Framework dari Formal Safety Assessment (FSA) dapat
dijelaskan sebagai berikut:

Sumber : Polski Rejestr Statkow, Formal Safety Assesment Metthodology (FSA), 07


Nopember 2002, Polandia, GDANSK

Gambar 2.2 Formal Safety Assessment (FSA) Methodology Flow Chart

TINJAUAN KESELAMATAN PELAYARAN DI ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA 25


TUGAS AKHIR
YOGA DWI SAPUTRA (2013310019)

6. Gambaran Umum Metode Analitycal Hierarchy Process (AHP)


AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan
oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan
masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki,
menurut Saaty (1993), hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah
permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level
pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan
seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu
masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang
kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan
tampak lebih terstruktur dan sistematis.
AHP sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibanding
dengan metode yang lain karena alasan-alasan sebagai berikut:
1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari kriteria yang dipilih,
sampai pada subkriteria yang paling dalam.
2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi
berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan.
3. Memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan
keputusan.

7. Gambaran Umum Metode Analisis Trend


Dalam buku Statistik Tahun 2000 karangan J.Supranto, jilid 1 Bab.9 edisi
keenam, Analisis Trend merupakan suatu metode analisis yang bertujuan untuk
melakukan suatu estimasi atau peramalan pada masa yang akan dating dengan
menggunakan data Time Series yang telah ada sebelumnya, ada beberapa metode
dalam Analisis Trend untuk menyelesaikan data Time Series Antara lain Metode
Garis Linier Secara Bebas (Free Hand Method), Metode Setengah Rata-Rata
(Semi Average Method), Metode Rata-Rata Bergerak (Moving Average Method)
dan Metode Kuadrat Terkecil (Least Square Method).
Untuk melakukan peramalan dimasa yang akan datang dibutuhkan data-
data dan informasi yang cukup banyak dan diamati dalam periode yang relatif
panjang apabila hasil yang diinginkan dari peramalan tersebut menjadi lebih
akurat serta dapat diketahui seberapa besar fluktuasi yang terjadi dan faktor-faktor

TINJAUAN KESELAMATAN PELAYARAN DI ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA 26


TUGAS AKHIR
YOGA DWI SAPUTRA (2013310019)

apa saja yang mempengaruhi terhadap perubahan yang terjadi pada hasil ramalan
tersebut.
Secara teoristis dalam analisis trend yang paling menentukan adalah
kualitas atau keakuratan dari data-data dan informasi sebelumnya. Jika data yang
terkumpul semakin banyak dan akurat maka semakin baik pula hasil dari keluaran
peramalan yang diperoleh. Sebaliknya jika data yang terkumpul sedikit maka hasil
peramalan tidak akan terlalu akurat.

8. Gambaran Umum Kuesioner


Kuesioner yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai
alat riset atau survei yg terdiri atas serangkaian pertanyaan tertulis, bertujuan
mendapatkan tanggapan dari kelompok orang terpilih melalui wawancara pribadi
atau melalui pos; daftar pertanyaan. Dalam buku Dasar-Dasar Pemasaran Edisi 4
Jilid 1, Kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang akan digunakan oleh periset
untuk memperoleh data dari sumbernya secara langsung melalui proses
komunikasi atau dengan mengajukan pertanyaan.
Adapun jenis-jenis kuesioner adalah sebagai berikut:
a) Kuesioner Terstruktur Yang Terbuka
Pada kuesioner terstruktur yang terbuka dimana pertanyaan-pertanyaan
diajukan dengan susunan kata-kata dan urutan yang sama kepada semua
responden ketika mengumpulkan data

b) Kuesioner Tak Terstruktur Yang Terbuka


Kuesioner tak terstruktur yang terbuka dimana tujuan studi adalah jelas
tetapi respon atau jawaban atas pertanyaan yang diajukan bersifat
terbuka.

c) Kuesioner Tidak Terstruktur Yang Tersamar


Kuesioner tidak terstruktur yang tersamar berlandaskan pada riset
motivasi. Para periset telah mencoba untuk mengatasi keengganan
responden untuk membahas perasaan mereka dengan cara
mengembangkan teknik-teknik yang terlepas dari masalah kepedulian
dan keinginan untuk membuka diri. Teknik tersebut dikenal dengan
metode proyektif. Kekuatan utama dari metode proyektif adalah untuk

TINJAUAN KESELAMATAN PELAYARAN DI ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA 27


TUGAS AKHIR
YOGA DWI SAPUTRA (2013310019)

menutupi tujuan utama riset dengan menggunakan stimulus yang


disamarkan.

d) Kuesioner Terstruktur Yang Tersamar


Kuesioner ini dikembangkan sebagai cara untuk menggabungkan
keunggulan dari penyamaran dalam mengungkapkan motif dan sikap
dibawah sadar dengan keunggulan struktur pengkodean serta tabulasi
jawaban.
Cara merancang sebuah kuesioner yang baik dan benar sehingga bisa
mengungkap sebuah motif adalah sebagai berikut:
a) Tetapkan informasi yang ingin diketahui.
b) Tentukan jenis keusioner dan metode administrasinya.
c) Tentukan isi dari masing-masing pertanyaan.
d) Tentukan banyak respon atas setiap pertanyaan.
e) Tentukan kata-kata yang digunakan untuk setiap pertanyaan.
f) Tentukan urutan pertanyaan.
g) Tentukan karakteristik fisik kuesioner.
h) Uji kembali langkah a) sampai g) dan lakukan perubahan jika perlu.
i) Lakukan uji awal atas kuesioner dan lakukan perubahan jika perlu.

TINJAUAN KESELAMATAN PELAYARAN DI ALUR PELAYARAN BARAT SURABAYA 28

Anda mungkin juga menyukai