Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori dan Terdahulu


2.1.1 Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
Menurut Undang - Undang No. 31 tahun 2004 menjelakan bahwa
Pelabuhan Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan
di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan
sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar
muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan
kegiatan penunjang perikanan.
Pelabuhan perikanan Pantai (PPP) dikenal juga sebagai pelabuhan
perikanan type C atau kelas II. Pelabuhan ini dapat menampung 50 kapal
atau 500 GT sekaligus. Letak geografis PPP Bajomulyo terletak di desa
Bajomulyo,Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati. akses jalan 90 km dari
ibu kota provinsi, 14 km dari ibu kota kabupaten, 1 km dari ibu kota
kecamatan.PPP Bajomulyo terdiri dari 2 unit yaitu PPP Bajomulyo unit I
(Lama) melayani armada < 30 GT dan PPP Bajomulyo unit II (Baru)
melayani armada > 30 GT.
2.1.2 Sumber Daya Awak Kapal Ikan
Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 2002 tentang
Perkapalan, awak kapal perikanan adalah orang yang bekerja di kapal
perikanan (kapal penangkap ikan, kapal pendukung operasi penangkapan,
kapal pengangkut hasil tangkapan, pembudidayaan ikan, pengolahan ikan,
pelatihan/penelitian perikanan) dengan beban tugas sesuai yang tertera
dalam buku sijil. (Muhammad S B,dkk,2016)
Para awak kapal, harus memiliki kemampuan untuk menyiapkan
kapalnya dan juga harus mampu melayarkan kapal dengan muatan barang
atau penumpang secara aman sampai tempat tujuan.dari segi keamanan

7
8

pelayaran maka awak kapal yang terampil bisa menghindari


bahaya-bahaya navigasi/kandas ataupun bertubrukan dengan kapal lain.
Keselamatan pelayaran sangat tergantung pada para awak kapal ( Benny A
S dan Mudiyanto,2010).
Pengembangan sumberdaya manusia pelaut perikanan sebagai
faktor dominan dalam terwujudnya budaya keselamatan operasi
penangkapan ikan. Didalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 pasal
57,58 dan 59 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 45 Tahun 2009 mengamanatkan bahwa pemerintah
menyelenggarakan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan perikanan untuk
meningkatkan pengembangan sumberdaya manusia perikanan.
Sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan dan/atau pelatihan untuk
dikembangkan menjadi satuan pendidikan dan/atau pelatihan bertaraf
internasional serta dapat bekerjasama dengan lembaga terkait baik tingkat
nasional maupun internasional. Peraturan Menteri Perhubungan KM 9
Tahun 2005 Tentang Pendidikan, Pelatihan, Ujian dan Sertifikasi Pelaut
Perikanan menjelaskan bahwa Pendidikan dan pelatihan bagi pelaut kapal
penangkap ikan sangat penting dalam peningkatan kapasitas sumberdaya
manusia awak kapal dan calon awak kapal. Sedangkan sertifikasi pelaut
kapal penangkap ikan terdiri dari sertifikat keahlian (certificate of
compentency) pelaut kapal penangkap ikan dan sertifikasi keterampilan
(certificate of proviciency)pelaut kapal penangkap ikan.(Djodjo
S,dkk,2010).
Jenis dan tingkat sertifikat keahlian pelaut kapal penangkap ikan terdiri
dari :
1. Sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan Tingkat I (Ankapin-I)
2. Sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan tingkat II (Ankapin-II)
3. Sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan Tingkat III (Ankapin-III)
4. Sertifikat Ahli Tekhnika Kapal Penangkap Ikan Tingkat I (Atkapin-I)
9

5. Sertifikat Ahli Tekhnika Kapal Penangkap Ikan Tingkat II(Atkapin-II)


6. Sertifikat Ahli Tekhnika Kapal Penangkap Ikan Tingkat III
(Atkapin-III)
Menurut IMO (2007) Nakhoda kapal kecil harus memiliki
kompetensi kerja yang memadai dalam mengoperasikan kapal secara
aman dan selamat, mengelola kapal dengan baik secara terus menerus,
meliputi :
1) Pengoperasian dan perawatan mesin.
2) Menangani keadaan darurat dan menggunakan radio komunikasi
untuk meminta pertolongan.
3) Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).
4) Mengolah gerak kapal di laut, dipelabuhan dan selama operasi
penangkapan.
5) Navigasi.
6) Kondisi cuaca dan ramalan cuaca.
7) Stabilitas kapal.
8) Penggunaan sistem signal.
9) Pencegahan kecelakaan.
10) Peraturan pencegahan tubrukan di laut.
11) Memahami dan meminimalkan risiko operasi penangkapan ikan.
Untuk menguasai keahlian atau ketrampilan tersebut maka seorang
nakhoda kapal minimum berpendidikan menengah perikanan seperti
sekolah usaha perikanan menengah (SUPM) atau pendidikan SLTA umum
tambah pelatihan kepelautan meliputi pelayaran dan pengoperasian kapal,
keselamatan dan penangkapan ikan.(Djodjo S,dkk,2010).
2.1.3 Alat-alat Keselamatan

Alat keselamatan kapal merupakan alat yang digunakan dalam upaya


melindungi dan menjamin keselamatan, keamanan, dan kenyamanan kerja
awak kapal perikanan, maka faktor keselamatan operasional kapal
perikanan di laut sangatlah penting untuk diprioritaskan terutama
10

ketersediaan alat keselamatan kapal harus tersedia dan kondisinya baik,


sehingga bila terjadi kecelakaan kapal alat keselamatan kerja di kapal siap
digunakan (Thimotius J, 2015).
Sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 46 tahun
1996 yang masih dijadikan dasar hukum untuk penerbitan Sertifikat
Kelaiklautan dan Pengawakan Kapal Penangkap Ikan, maka perlengkapan
keselamatan yang harus tersedia di kapal penangkap ikan menyangkut
jumlah, kapasitas, atau penempatan pada lambung kiri atau lambung kanan
kapal yaitu :
a. Alat-alat pelampung penolong meliputi :
1). Sekoci penolong (life boat) adalah sebuah alat penolong kolektif
yang dapat memuat banyak orang. Penempatan sekoci ini harus
strategis, dengan pennerangan yang cukup dari sumber daya
energi darurat, sehingga mudah dikenali dan mudah dicapai saat
dibutuhkan;
2). Baju/jaket penolong (life jacket) adalah pelampung yang harus
memenuhi syarat dan dilengkapi dengan peluit serta lampu.
Pelampung harus berwarna orange dan ditambah material
reflective supaya terlihat dari jauh dan pada malam hari saat
pencarian;
3). Pelampung penolong dengan lampu dan asap (life buoy with light
and smoke) dan pelampung penolong dengan lampu dan tali (life
buoy with light and line) adalah pelampung untuk menolong
orang yang tercebur jatuh kelaut. Pelampung ini dilengkapi
dengan tali sepanjang 27,5 m, dan dilengkapi dengan sinyal asap
(smoke signal) dan lampu yang dapat menyala sendiri (self
igniting light).
b. Alat-alat komunikasi radio, meliputi :
1). Perangkat telekomunikasi radio telepon (radio telephone
apparatus) adalah alat komunikasi yang digunakan untuk
11

menyampaikan pesan suara (terutama pesan yang berbentuk


percakapan);
2). Perangkat telekomunikasi radio VHF (VHF radio telephone
apparatus) adalah frekuensi radio yang berkisar dari 9 GHz
c. Perlengkapan kesehatan, meliputi : alat balut, obat luar untuk luka
ringan dan luka bakar, obat tetes mata, obat batuk, obat demam,
demam influenza, dll.
Berdasarkan Undang- undang Keselamatan kerja No.1 Tahun 1970, pasal
12b dan pasal 1c, bahwa tenaga kerja diwajibkan :
1). Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan
2). Memenuhi atau menaati semua syarat-syarat keselamatan kerja
dan kesehatan yang diwajibkan
Peraturan - peraturan yang berlaku bertujuan untuk melindungi
seseorang dari bahaya, tetapi masyarakat nelayan tidak
mengkhawatirkannya. Hal ini dikarenakan kurangnya pendidikan tentang
keselamatan kerja sehingga mereka merasa bahwa keselamatan tidak
menjadi prioritas utama dalam pekerjaan di laut (Adi G S,dkk,2014).
2.1.4 Peran Syahbandar
Syahbandar adalah pejabat pemerintah dipelabuhan yang diangkat
oleh menteri dan memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan dan
melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan
perundang-undangan untuk menjamin keselamatan dan keamanan
pelayaran.
Didalam UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, pasal 1 butir (32)
menyatakan bahwa keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu
keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang
menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhan, dan lingkungan maritim.
Peran Syahbandar ditinjau dari Undang-Undang No.17 Tahun 2008
tentang Pelayaran dalam Pasal 207 bahwa fungsi dari syahbandar
meliputi :
12

1. Syahbandar melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan


pelayaran yang mencakup, pelaksanaan, pengawasan dan penegakan
hukum di bidang angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan
perlindungan lingkungan maritim di pelabuhan.
2. Selain melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Syahbandar membantu pelaksanaan pencarian dan penyelamatan
(Search and Rescue/SAR) di pelabuhan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
3. Syahbandar diangkat oleh Menteri setelah memenuhi persyaratan
kompetensi di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran serta
kesyahbandaran.
Seorang syahbandar berperan penting dalam setiap kegiatan pelayaran
angkutan laut, baik dalam hal pengawasan, penegakan hukum,
kepelabuhanan, perlindungan lingkungan maritim, serta pelayaran itu
sendiri. Dengan kata lain suksesnya sebuah pelayaran yang dilakukan oleh
sebuah kapal atau angkutan laut juga merupakan keberhasilan seorang
syahbandar dalam menjalankan tugas kesyahbandarannya (Tenda B B,
2015).
Syahbandar sebagai pejabat tertinggi dalam kepelabuhan tentunya
memiliki kewenangan yang besar yang diberikan oleh aturan hukum
indonesia, oleh UU Nomor 17 Tahun 2008 maka syahbandar memiliki
tugas sebagai berikut :
a. mengawasi kelaiklautan kapal, keselamatan, keamanan dan ketertiban
di pelabuhan;
b. mengawasi tertib lalu lintas kapal di perairan pelabuhan dan
alur-pelayaran;
c. mengawasi kegiatan alih muat di perairan pelabuhan;
d. mengawasi kegiatan salvage dan pekerjaan bawah air;
e. mengawasi kegiatan penundaan kapal;
f. mengawasi pemanduan;
13

g. mengawasi bongkar muat barang berbahaya serta limbah bahan


berbahaya dan beracun;
h. mengawasi pengisian bahan bakar;
i. mengawasi ketertiban embarkasi dan debarkasi penumpang;
j. mengawasi pengerukan dan reklamasi;
k. mengawasi kegiatan pembangunan fasilitas pelabuhan;
l. melaksanakan bantuan pencarian dan penyelamatan;
m. memimpin penanggulangan pencemaran dan pemadaman kebakaran
di pelabuhan; dan
n. mengawasi pelaksanaan perlindungan lingkungan maritim. seorang
syahbandar menjalankan tugas kesyahbandarannya.
Menurut Randy Y C A,2013, mengenai tugas dan tanggung jawab
syahbandar dapat dilihat bahwa syahbandar berperan dalam menujang
kelancaran dan keselamatan pelayaran dan angkutan laut melalui :
a. Pelaksaan tugas pengawasan terhadap keselamatan kapal dan
keselamatan berlayar
b. Pelaksanaan tugas pengawasan terhadap keluar masuk dan gerakan -
gerakan kapal dalam bandar
c. Pelaksanaan tugas pengawasan terhadap penataan hukum - hukum
yang berlaku dalam bidang keselamatan / perkapalan dan pelayaran.
Oleh sebab itu peran seorang syahbandar sangatlah penting, baik
dalam memberikan surat kelaiklautan kapal, ijin berlayar, keselamatan dan
kemanan, serta seluruh kegiatan pelayaran angkutan laut diperairan
Indonesia (Tenda B B, 2015).
2.1.5 Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP)
Selain dari faktor teknis kapal dan ABK yang telah diuraikan di atas,
maka Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) tidak kurang pentingnya
sebagai unsur penunjang di bidang keselamatan pelayaran. Sarana Bantu
Navigasi Pelayaran (SBNP) adalah sarana yang dibangun atau terbentuk
secara alami yang berada di luar kapal yang berfungsi membantu
navigator dalam menentukan posisi atau haluan kapal serta
14

memberitahukan bahaya atau rintangan pelayaran untuk kepentingan


keselamatan berlayar (Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran). Sarana Bantu Navigasi ini terdiri dari Rambu-rambu laut yang
berfungsi sebagai sarana penuntun bagi kapal-kapal yang sedang berlayar
agar terhindar dari bahaya-bahaya navigasi terutama yang berada dibawah
permukaan air (Benny A S,dan Mudiyanto, 2010).
Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. PM.
25 tahun 2011 tentang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, dijelaskan bahwa
SBNP berfungsi untuk :
1. Menentukan posisi dan/atau haluan kapal;
2. Memberitahukan adanya bahaya/rintangan pelayaran, yaitu berupa :
a. Bangunan dan/atau Instalasi, seperti: Anjungan Lepas Pantai
(Platform), Tanki Penampung Terapung (Floating Production
Storage Oil), Pipa dan/atau Kabel Bawah Air, Tiang Penyangga
Jembatan;
b. Rintangan alam, seperti: Gosong dan Karang Timbul;
c. Kerangka Kapal.
3. Menunjukkan batas-batas alur pelayaran yang aman;
4. Menandai garis pemisah lalu lintas kapal;
5. Menunjukkan kawasan dan/atau kegiatan khusus di perairan, berupa
pengerukan, salvage (pekerjaan untuk memberikan pertolongan
terhadap kapal dan/atau muatannya yang menglami kecelakaan kapal
atau dalam keadaan bahaya di perairan termasuk mengangkat
kerangka kapal atau rintangan bawah air atau benda lainnya), dan/atau
pekerjaan bawah air;
6. Menunjukkan batas wilayah suatu Negara.
Jenis Sarana Bantu Navigasi Pelayaran terdiri atas :
1. SBNP Visual
Sarana Bantu Navigasi Pelayaran visual pada siang hari dikenal dari
warna, tanda puncak, bentuk bangunan, kode huruf dan angkanya.
15

Sedangkan pada malam hari dikenal dari irama dan warna cahayanya.
SBNP ini dapat ditempatkan di daratan atau di perairan, berupa :
a. Menara Suar
Adalah SBNP tetap yang bersuar dan mempunyai jarak tampak
sama atau lebih 20 mil laut yang dapat membantu para navigator
dalam menentukan posisi dan/atau haluan kapal, menunjukkan
arah daratan dan adanya Pelabuhan serta dapat dipergunakan
sebagai tanda batas wilayah Negara.
b. Rambu Suar
Adalah SBNP tetap yang bersuar dan mempunyai jarak tampak
sama atau lebih dari 10 mil laut yang dapat membantu para
navigator adanya bahaya/rintangan navigasi antara lain karang,
air dangkal, gosong dan bahaya terpencil serta menentukan posisi
dan/atau haluan kapal serta dapat dipergunakan sebagai tanda
batas wilayah Negara.
c. Pelampung Suar
Adalah SBNP apung yang bersuar dan mempunyai jarak tampak
sama atau lebih 4 mil laut yang dapat membantu para navigator
adanya bahaya atau rintangan navigasi antara lain karang, air
dangkal, gosong, kerangka kapal dan/atau untuk menunjukkan
perairan aman serta pemisah alur dan dapat dipergunakan sebagai
tanda batas wilayah Negara.
d. Tanda Siang (Day Mark)
Adalah SBNP berupa anak pelampung dan/atau rambu siang yang
dapat membantu para navigator adanya bahaya atau rintangan
navigasi antara lain karang, air dangkal, gosong, kerangka kapal
dan menunjukkan perairan yang aman serta pemisah alur yang
hanya dapat dipergunakan pada siang hari.
2. SBNP Elektronik, dipergunakan untuk menyampaikan informasi
melalui gelombang radio atau sistem elektromagnetik lainnya untuk
menentukan arah dan posisi kapal, meliputi :
16

a. Global Positioning System (GPS) pada Stasiun Radio Pantai,


Vessel Traffic Services dan Local Port Services;
b. Differential Global Positioning System (DGPS);
c. Rambu Radar (Radar Beacon);
Adalah SBNP tetap yang dapat membantu para navigator untuk
menentukan posisi kapal dengan menggunakan Radar.
d. Rambu Radio (Radio Beacon) yang diperuntukkan di bidang
navigasi pelayaran Adalah SBNP yang menggunakan gelombang
radio untuk membantu para navigator dalam menentukan arah
baringan dan/atau posisi kapal.
e. Medium Wave Radio Beacon;
f. Radar Surveylance; dan
g. Sistem Identifikasi Otomatis (Automatic Identification
System/AIS) Adalah peralatan yang beroperasi secara otomatis
dan terus menerus dalam frekwensi sangat tinggi (VHF) maritime
bergerak, yang memancarkan data spesifik kapal maupun SBNP.
3. SBNP Audible,
SBNP ini menyampaikan informasi dengan memperdengarkan
bunyi-bunyian atau suara, antara lain peluit, gong, lonceng, sirine dan
biasanya ditempatkan pada daerah perairan yang berkabut dan/atau
pandangan terbatas.
Sarana Bantu Navigasi Pelayaran Audible terdiri dari :
a. Peluit
b. gong
c. lonceng
d. Sirene
Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 65
tahun 1980 tentang pengesahan “International Convention for the
safety of live at Sea (SOLAS) 1974”, serta Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM. 25 tahun 2011 Tentang Sarana Bantu
Navigasi Pelayaran dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor :
17

173/AL.401/PHB-84 tentang berlakunya The IALA Maritime Buoyage


System untuk region A dalam Tatanan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran di
Indonesia, pembagian wilayah sistim pelampungan adalah sebagai
berikut :
1. Wilayah Sistim Pelampungan “A”
Dalam wilayah perairan ini menggunakan Tanda Lateral yaitu menandai
bahwa alur yang terdalam terletak diantara tanda Merah terletak sisi
lambung kiri dan tanda Hijau terletak pada sisi lambung kanan. Sedangkan
peruntukan belokan kanan Hijau, alur yang diutamakan dengan warna
merah menunjukan kearah lambung kanan dan Hijau menunjukan kearah
lambung kiri.
2. Wilayah Sistim Pelampungan “B”
Dalam wilayah perairan ini menggunakan Tanda Lateral yaitu menandai
bahwa alur yang terdalam terletak diantara tanda Hijau terletak sisi
lambung kiri dan tanda Merah merupakan alur terdalam terletak pada sisi
lambung kanan. Sedangkan peruntuksn belokan kanan Merah, alur yang
diutamakan dengan warna Hijau menunjukan kearah lambung kanan
merah menunjukan kearah lambung kiri.
Selain sistim pelampungan “A” dan “B” terdapat juga tanda-tanda
peraian aman dan tanda tengah alur atau pengenalan daratan, kemudian
juga terdapat tanda bahaya terpencil yang didirikan atau dilabuhkan pada
atau diatas sebuah bahaya terpencil yang mempunyai perairan yang aman
sekelilingnya, selanjutnya tanda-tanda lain dalam bernavigasi adalah tanda
khusus, tanda ini tidak untuk bernavigasi melainkan menunjukan kawasan
khusus yang dinyatakan dengan peta. (Wiji S,dkk,2013)
Kegiatan kenavigasian mempunyai peranan yang sangat penting
dalam Angkutan Laut, terutama menyangkut perairan di Indonesia yang
dinilai beresiko tinggi terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran.
Penyelenggaraan kenavigasian merupakan salah satu wujud pelayanan
pemerintah dalam menunjang keselamatan dan keamanan pelayaran,
melalui penyedian infrastruktur keselamatan bernavigasi dengan tingkat
18

keandalan yang tinggi sesuai dengan rekomendasi Internasional. Untuk


melaksanakan penyelenggaraan kegiatan kenavigasian di seluruh perairan
Indonesia, Pemerintah membentuk Distrik Navigasi.
2.1.6 Keselamatan Pelayaran

Dalam UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 1 butir (32)


menyebutkan bahwa Keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu
keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang
menyangkut angkutan diperairan, kepelabuhan, dan lingkungan maritim
Keselamatan dan keamanan pelayaran telah diatur oleh lembaga
internasional yang mengurus atau menangani hal-hal terkait dengan
keselamatan jiwa, harta laut, serta kelestarian lingkungan. Lembaga
tersebut dinamakan Internasional Maritime Organization (IMO) yang
bernanung dibawah PBB ( Persatuan Bangsa-Bangsa).
Keselamatan pelayaran sangat menentukan dalam penyelenggaraan
angkutan laut Nasional maupun Internasional baik untuk kapal niaga,
kapal penumpang, kapal perang, bahkan kapal ikan. Dimana kapal ikan
merupakan suatu kapal dengan ukuran yang kecil, kontruksi kayu, dengan
jumlah Anak Buah Kapal (ABK) yang sangat banyak ditambah dengan
beban muatan ikan, menjadikan kapal ikan sebagai kapal yang mempunyai
resiko kecelakaan kapal yang tinggi. Mengingat karateristik pekerjaan
pada kapal penangkap ikan sangat berbeda dengan lainnya maka upaya
pencegahan dan mitigasi risiko kecelakaan melalui peraturan keselamatan
disarankan pengaturan standar minimum pengetahuan dan keterampilan
nakhoda dan perwira jaga, pengawakan, pendidikan, dan pelatihan, ujian
dan sertifikasi awak kapal, standar kelaiklautan kapal, dan standar
keternagakerjaan pada kapal penangkap ikan diatur tersendiri. (Djodjo
S,dkk, 2010).
Kegiatan penangkapan ikan di laut merupakan pekerjaan yang
paling membahayakan di dunia. Profesi pelaut kapal penangkap ikan
memiliki karakteristik pekerjaan “3d” yaitu : membahayakan (dangerous) ,
19

kotor (dirty), dan sulit (difficult) dengan ketiga sifat pekerjaan tersebut
ditambah faktor ukuran kapal yang umumnya relatif kecil pada kondisi
cuaca dan gelombang laut besar yang semakin tidak menentu akibat
adanya pemanasan global maka tingkat kecelakaan kapal penangkap ikan
semakin lebih tinggi( Djodjo S,dkk,2010).Untuk menjamin keselamatan
pelayaran sebagai penunjang kelancaran lalu lintas kapal di laut,
diperlukan adanya awak kapal yang berkeahlian, berkemampuan dan
terampil, dengan demikian setiap kapal yang akan berlayar harus diawaki
dengan awak kapal yang cukup dan sesuai untuk melakukan tugasnya di
atas kapal berdasarkan jabatannya dengan mempertimbangkan besaran
kapal, tata susunan kapal dan daerah pelayaran.
Keselamatan dan kesehatan kerja secara khusus bertujuan untuk
mencegah atau mengurangi kecelakaan dan akibatnya, dan untuk
mengamankan kapal, peralatan kerja, dan produk hasil tangkapan
(Thimotious J, 2015).

2.1.7 Penelitian Terdahulu


Pada tabel 2.1.7 dijelaskan tentang penelitian terdahulu, variabel
penelitian, Metode Analisis, serta hasil penelitian adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1.7 Penelitian Terdahulu

No Peneliti dan Variabel dan Hasil


Metode Analisis
Judul

1. Thimotius J, Variabel yang Ketersediaan dan kesiapan


2015 diteliti adalah: alat keselamatan kapal pada
1. Alat armada penangkapan purse
Aspek
Keselamatan seine di TPI Pelabuhan sudah
Keselamatan
Kapal tersedia, namun
Kerja Kapal
2. Alat keberadaannya hanya sebagai
Purse sein
Keselamatan pemenuhan persyaratan laik
ditempat
Kerja diatas laut. Alat keselamatan kapal
20

Pelelangan Ikan Kapal yang digunakan pada kapal


Pelabuhan Kota Metode purse seine di TPI Pelabuhan
Tegal Analisis : kota tegal terdiri dari
Analisis peralatan navigasi : kompas,
Deskriptif GPS, dan radio.Keselamatan
perorangan : life jacket, life
bouy, ban dalam,
derigen.Peralatan kesehatan
(P3K), peralatan kerja :
kacamata kerja, sarung
tangan, sepatu kerja.
Peralatan kerja : /derek,
capstan, perkakas, tali-tali dan
alat bengkel.

2. Muhammad S Variabel yang penguasaan kompetensi awak


B, Budi H I, diteliti adalah : kapal dibuktikan dengan
Deni A S,2016 1. Kompetensi sertifikat kompetensi yang
Awak Kapal didapatkanmelalui pendidikan
Penataan
Penangkap ikan melalui pendidikan dan
Sertifikasi
2. Peraturan latihan serta uji sertifikasi
Kompetensi
Pengawakan awak kapal penangkap ikan
Awak Kapal
Kapal oleh badan
Penangkap Ikan
Penangkap ikan berwenang.sertifikat
di Indonesia
kompetensi awak kapal
Metode
penangkap ikan indonesia
Analisis :
saat ini tidak memiliki
Deskriptif
kualifikasi sertifikat
Kualitatif
kompetensi sesuai ketentuan
perundangan yang berlaku (<
90%)
21

3. Djodjo S, John Variabel yang Peraturan keselamatan kapal


H, Indra J, diteliti adalah: penangkap ikan masih
Soen’n H P, 1.Peraturan diwarnai peraturan yang
2010 Keselamatan diwajibkan bagi kapal niaga
Kapal dan belum mengacu peraturan
Keselamatan
Penangkap Ikan Internasional untuk kapal
Kapal
pada Tingkat penangkap ikan. Belum ada
Penangkap
Nasional dan pengaturan standar kapal
Ikan, Tinjauan
Internasional penangkap, ketenagakerjaan,
dari Aspek
2.Keterkaitan endorsemen dan pengawakan
Regulasi
Kebijakan pada kapal penangkap ikan.
Nasional dan
Keselamatan Pengaturan meliputi standar
Internasioanl
Kapal kapal, standar kualifikasi
Penangkap nakhoda dan perwira jaga,
Ikan dan Kapal ketenaga kerjaan, pendidikan
Niaga. dan pelatihan, ujian dan
sertifikasi, skim pelatihan
Metode
nakhoda dan kelasi kapal,
Analisis:
peraturan untuk mencegah
Deskriptif
tubrukan di laut, .dan
penangkapan ikan yang
bertanggungjawab. Badan
penerbit 6 peraturan
Internasional untuk
keselamatan kapal penangkap
ikan yakni IMO, ILO dan
FAO baik secara
sendiri-sendiri atau saling
bekerjasama.
22

4. Benny A S, Variabel yang Peristiwa Kecelakaan


Murdiyanto, diteliti : beruntun yang terjadi dalam
1. Keselamatan waktu yang sangat singkat
2010
dan Keamanan belakangan ininmenjadi
Pengaruh Safety Pelayaran sebuah kejadian yang sangat
Equipment 2. Sarana menarik perhatian kita.
Terhadap Penunjang Terlebih mengingat jumlah
Keselamatan Keselamatan korban yang tidak sedikit.
Berlayar Pelayaran Seperti tenggelamnya kapal
Metode Levina I dan KM Senopati
Analisa : Nusantara yang menewaskan
Deskriptif ratusan
penumpangnya.Menyaksikan
peristiwa tersebut, salah satu
pelajaran penting yang harus
sangat dibenahi adalah
jaminan keselamatan
transportasi. Jaminan
dimaksud adalah sebuah
sistem yang baku,
tersistematisasi, dan mudah
dimenerti oleh para
penumpang sehingga ketika
terjadi kecelakaan, prosedur
tersebut langsung berlaku.

5. Randy Y C A, Variabel yang Tanggung jawab syahbandar


2013, diteliti : sangatlah penting karena
1.Keselamatan keamanan dan keselamatan
Tanggung
Pelayaran pelayaran adalah sudah
Jawab
menjadi tugasnya. Tindakan-
Syahbandar 2. Peran
23

dalam Syahbandar tindakan yang dilakukannya


keselamatan dalam adalah / agar untuk
pelayaran keselamatan meningkatkan pengawasan
ditinjau dari UU dan keamanan keamanan dan keselamatan
Pelayaran No. pelayaran terhadap hal - hal yang
17 Tahun 2008 berhubungan dengan
Metode
tentang pelayaran. Tugas pengawasan
Analisis :
Pelayaran yang di lakukan seorang
Kepustakaan syahbandar dalam rangka
(Library pengaturan sarana dan
Research) prasarana pelaksanaan
operasional transportasi laut
sangatlah penting. Seorang
syahbandar dalam tugasnya
harus juga memastikan
kesadaran para pemakai jasa
transportasi laut seperti
perusahaan, pemilik kapal,
awak kapal untuk menaati
hukum dan ketentuan
perundang-undangan yang
berlaku di bidang
keselamatan pelayaran yang
pada umumnya masih rendah.

Sumber Tabel : Dari Berbagai Jurnal Penelitian Terdahulu, 2017


Pada penelitian terdahulu diatas masing-masing peneliti
menggunakan tidak lebih dua variabel independen (variabel
bebas),sedangkan pada penelitian yang sekarang menggunakan empat
variabel independen (variabel bebas).Sehingga pengembangan penelitian
ini dibandingkan penelitian terdahulu ialah mengenai jumlah variabel
24

independen (variabel bebas). Hal ini bertujuan untuk mendapatkan


penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keselamatan pelayaran
kapal ikan dengan cakupan yang lebih luas dengan menggunakan empat
variabel independen (variabel bebas) dan satu variabel dependen (variabel
terikat).
2.2 Hipotesis
Hipotesis adalah sebagai jawaban sementara terhadap masalah
penelitian yang ingin dipecahkan (Ferdinand, 2011). Pengujian hipotesis
dimaksudkan untuk memutuskan apakah akan menerima dan menolak.
Hipotesis berdasarkan pada data yang diperoleh dari sampel.
Dalam penelitian ini, hipotesis dikemukakan dengan tujuan untuk
mengarahkan serta memberi pedoman bagi penelitian yang akan dilakukan.
Apabila ternyata hipotesis tidak terbukti dan berarti salah, maka masalah
dapat dipecahkan dengan kebenaran yang ditentukan dari keputusan yang
berhasil dijalankan selama ini. Adapun hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah :
H1 Diduga semakin baik kualitas sumber daya awak kapal ikan l maka
semakin tinggi tingkat keselamatan pelayaran kapal ikan di PPP
Bajomulyo, Juwana
H2 Diduga semakin baik alat-alat keselamatan kapa maka semakin
tinggi tingkat keselamatan pelayaran kapal ikan di PPP Bajomulyo,
Juwana
H3 Diduga semakin baik tugas syahbandar maka semakin tinggi tingkat
keselamatan pelayaran kapal ikan di PPP Bajomulyo, Juwana
H4 Diduga semakin baik peranan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran
(SBNP) yang ada maka semakin tinggi tingkat keselamatan
pelayaran kapal ikan di PPP Bajomulyo, Juwana
H5 Diduga sumber daya awak kapal ikan, alat-alat keselamatan, peran
syahbandar, peranan SBNP berpengaruh secara simultan terhadap
keselamatan pelayaran kapal ikan di PPP Bajomulyo, Juwana
25

2.3 Diagram Alir Penelitian

Latar Belakang Masalah

Identifikasi Permasalahan

Penentuan Daerah Studi

Pengumpulan Data

Sumber Alat-alat Peran


Daya Awak Keselamatan Peran SBNP
Syahbandar
Kapal ikan (X2) (X4)
(X3)
(X1)

Keselamatan
Pelayaran Kapal
Ikan (Y)
Data Tidak Cukup Data Cukup
Pengolahan Data

Analisis Data

Implikasi Manajerial

Kesimpulan dan Saran


Gambar 2.1
Diagram Alir Penelitian
Keterangan :
= Langkah Penyusunan Skripsi
= Apabila terjadi kekurangan data pada tahap pengolahan
data maka dapat dilakukan pengumpulan data kembali
26

2.4 Kerangka Pemikiran

X1.1
Sumber Daya
X1.2 Awak Kapal
Ikanl (X1)
X1.3

H1
X2.1
Alat-alat
X2.2 Keselamatan H2
Y1.1
X2.3
(X2) Keselamatan
Pelayaran
Y1.2
Kapal Ikan
H3 (Y)
X3.1
Y1.3
Peran
X3.2
Syahbandar
(X3)
X3.3
H4

X4.1

X4.2 Peran SBNP


(X4)
X4.3
H5

Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran
Keterangan :

: Variabel : Pengaruh

: Indikator : Pengukur

H : Hipotesis
27

Variabel ini meliputi :

1. Sumber daya awak kapal ikan (X1) :


a. Memiliki skill sesuai yang dipersyaratkan
b. Mempunyai sertifikat keahlian pelaut
c. Telah disijil oleh Syahbandar
2. Alat-alat keselamatan kapal (X2) :
a. Jumlah alat-alat keselamatan sesuai dengan jumlah kapasitas awak
kapal
b. Alat-alat keselamatan sesuai yang dipersyaratkan dan berstandar
Nasional
c. Pemeliharaan / perawatan terhadap alat-alat keselamatan
3. Peran Syahbandar (X3)
a. Memeriksa Kondisi Kapal
b. Memeriksa Crew Kapal
c. Menerbitkan surat persetujuan berlayar
4. Peran saran bantu navigasi pelayaran (X4) :
a. Tanda adanya bahaya atau rintangan pelayaran
b. Sebagai penunjuk kawasan atau kegiatan khusus diperairan
c. Menunjukan batas-batas alur pelayaran yang aman.
5. Keselamatan pelayaran kapal ikan (Y) :
a. Keamanan dan keselamatan kapal dan ABK
b. Keselamatan dan kelancaran arus lalu lintas kapal
c. Keamanan alur pelayaran

Anda mungkin juga menyukai