Anda di halaman 1dari 52

BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM

KODE MATERI : HK.103/1/16/DJPL-17


TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PELAYANAN JASA
PEMANDUAN DAN PENUNDAAN KAPAL PADA PERAIRAN PANDU
LUAR BIASA DI SELAT MALAKA DAN SELAT SINGAPORE ...

KOMPETESI DASAR : PELAYANAN PEMANDUAN LAUT DALAM


MATERI POKOK :
1.PENGERTIAN DAN TERMINOLOGI
2.PERATURAN NASIONAL DAN INTERNASIANAL
3.BATAS-BATAS PERAIRAN PANDU
4.A.L.K.I =ALUR LAUT KEPULAUAN INDONESIA
5.SISPRO / PROTAP
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : I (SATU)
MATERI POKOK :
1.PENGERTIAN DAN TERMINOLOGI

TERMINOLOGI (BAHASA LATIN : TERMINUS ) ATAU PERISTILAHAN :


ADALAH ILMU TENTANG ISTILAH DAN PENGGUNAANNYA. DALAM HAL
INI TENTU DENGAN ILMU PELAYARAN / PEMANDUAN KAPAL YANG
PANJANGNYA > 285 METER DAN DRAFT > 15 METER
KAJIAN TERMINOLOGI ANTARA LAIN MENCAKUP PEMBENTUKANNYA
SERTA KAIATAN ISTILAH DENGAN SUATU BUDAYA. AHLI DALAM
TERMINOLOGI DISEBUT DENGAN JURU ISTILAH “TERMINOLOGIST “
Perairan Selat Malaka dan Selat Singapura merupakan salah satu
kawasan terpenting jalur laut di Kawasan Asia Tenggara. Kawasan
sepanjang 550 mil laut ini merupakan salah satu jalur laut sempit
namun banyak dilalui ribuan kapal dari berbagai n egara setiap
tahunnya.
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : I (SATU)
MATERI POKOK :
1.PENGERTIAN DAN TERMINOLOGI

TERMINOLOGI (BAHASA LATIN : TERMINUS ) ATAU PERISTILAHAN :


Guna mewujudkan target tersebut, lanjut Tonny maka
Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut telah menerbitkan Peraturan Direktur
Jenderal Perhubungan Nomer. HK.103/2/4/DJPL-17 tentang
Sistem dan Prosedur Pelayanan Jasa Pemanduan dan
Penundaan Kapal pada Perairan Pandu Luar Biasa di Selat
Malaka dan Selat Singapura serta Keputusan Direktur Jenderal
Perhubungan Laut Nomor. PU.63/1/8/DJPL.07 tentang Penetapan
Perairan Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura.
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : I (SATU)
MATERI POKOK :
1.PENGERTIAN DAN TERMINOLOGI

Selain itu, Kementerian Perhubungan juga telah


menunjuk Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I sebagai
operator yang memandu kapal asing dan domestik di
Selat Malaka/ melalui Keputusan  Direktur Jenderal
Perhubungan Laut Nomor. BX.428/PP 304 tanggal 25
November 2016 tentang Pemberian Izin Kepada PT.
Pelabuhan Indonesia I (Persero) untuk melaksanakan
Pelayanan Jasa Pemanduan dan Penundaan Kapal
pada Perairan Pandu Luar Biasa di Selat Malaka dan
Selat Singapura.
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : I (SATU)
MATERI POKOK : 1.PENGERTIAN DAN TERMINOLOGI
MATERI POKOK :
Terkait dengan penunjukan Kementerian Perhubungan
kepada PT. Pelabuhan Indonesia I untuk melaksanakan
pemanduan di perairan ini, Dirjen Hubla Tonny Budiono
meminta agar PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) dapat
melaksanakan  pelayanan pemanduan secara professional
dan kompetetif dengan menyiapkan tenaga pandu yang
professional/ kapal pandu serta kapal tunda guna pelayanan
pemanduan bagi kapal-kapal yang melintas di Selat Malaka
dan Selat Singapura sehingga akan terjamin keselamatan
pelayarannya,” tegas Tonny.

Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Nomer. HK.103/2/4/DJPL-17


BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : I (SATU)
MATERI POKOK : 1.PENGERTIAN DAN TERMINOLOGI

Adapun kapal yang memanfaatkan jasa pemanduan PT.


Pelabuhan Indonesia I (Persero) di Perairan Pandu Luar
Biasa di Selat Malaka dan Selat Singapura adalah Kapal
S.S. Tangguh Batur.  Kapal jenis LNG Tanker yang di
Nakhodai Capt. Boris Muskardin merupakan kapal
berbendera Singapura dengan panjang kapal 285,4 meter
dan memiliki bobot kapal 97.432  GT berlayar dari
Lhokseumawe menuju Bintuni.

Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Nomer. HK.103/2/4/DJPL-17


BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : II (DUA)

MATERI POKOK : 1.PENGERTIAN DAN TERMINOLOGI


Pandu adalah : pelaut yang mempunyai keahlian di bidang nautika yang telah memenuhi
persyaratan untuk melaksanakan pemanduan kapal.

Pemanduan adalah : kegiatan pandu dalam membantu, memberikan saran dan informasi
kepada Nakhoda tentang keadaan perairan setempat yang penting agar navigasi-pelayaran
dapat dilaksanakan dengan selamat, tertib, dan lancar demi keselamatan kapal dan
lingkungan.
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : II (DUA)

MATERI POKOK : 1.PENGERTIAN DAN TERMINOLOGI


Syahbandar adalah pejabat pemerintah di pelabuhan yang diangkat oleh Menteri
dan memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan dan melakukan
pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan
untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran.
Pengawas Pemanduan adalah pejabat pelaksana fungsi keselamatan pelayaran,
dalam hal ini Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama, Kepala Kantor Pelabuhan,
Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan, dan Kepala Kantor Unit
Penyelenggara Pelabuhan.
Terminal Khusus adalah terminal yang terletak di luar Daerah Lingkungan Kerja
dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan yang merupakan bagian dari
pelabuhan terdekat untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha
pokoknya.
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : II (DUA)

MATERI POKOK : 1.PENGERTIAN DAN TERMINOLOGI


Sarana Bantu Pemanduan adalah peralatan atau sistem yang berada di luar kapal serta didesain dan
dioperasikan secara langsung digunakan pandu dalam melakukan tugas-tugas pemanduan untuk
meningkatkan keselamatan, efisiensi dalam berolah- gerak kapal.
Prasarana Pemanduan adalah peralatan atau sistem yang didesain untuk meningkatan keselamatan dan
efisiensi secara tidak langsung digunakan untuk membantu pandu dalam melakukan tugas-tugas pemanduan.
Kapal Tunda yang berfungsi sebagai Sarana Bantu Pemanduan adalah kapal dengan karakteristik tertentu
digunakan untuk kegiatan mendorong, menarik, menggandeng, mengawal (escort), dan membantu (assist)
kapal yang berolah-gerak di alur- pelayaran, daerah labuh jangkar maupun kolam pelabuhan, baik untuk
bertambat ke atau untuk melepas dari dermaga, jetty, trestle, pier, pelampung, dolphin, kapal, dan fasilitas
tambat lainnya.
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : II (DUA)

MATERI POKOK : 1.PENGERTIAN DAN TERMINOLOGI


Kapal Pandu yang berfungsi sebagai Sarana Bantu Pemanduan adalah kapal dengan karakteristik tertentu
digunakan untuk kegiatan mengangkut pandu dari atau ke kapal yang akan dipandu.
Kapal Kepil yang berfungsi sebagai Sarana Bantu Pemanduan adalah kapal dengan karakteristik tertentu
digunakan untuk kegiatan mengambil atau membawa tali tambat kapal ke dermaga, bolder, dolphin, dan
pelampung.
Perairan Wajib Pandu adalah suatu wilayah perairan yang karena kondisi perairannya wajib dilakukan
pemanduan bagi kapal berukuran tonase kotor tertentu.
Perairan Pandu Luar Biasa adalah suatu wilayah perairan yang karena kondisi perairannya tidak wajib
dilakukan pemanduan, namun apabila Nakhoda atau pemimpin kapal memerlukan pemanduan dapat
mengajukan permintaan untuk menggunakan fasilitas pemanduan.
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : II (DUA)

MATERI POKOK : 1.PENGERTIAN DAN TERMINOLOGI


Penundaan Kapal adalah bagian dari pemanduan yang meliputi kegiatan
mendorong, menarik, menggandeng, mengawal (escort, dan membantu (assist)
kapal yang berolah-gerak di alur-pelayaran, daerah labuh jangkar maupun kolam
pelabuhan, baik untuk bertambat ke atau untuk melepas dari dermaga, jetty,
tresile, pier, pelampung, dolphin, kapal, dan fasilitas tambat lainnya dengan
mempergunakan kapal tunda sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan.
Sumber Daya Manusia (SDM) Pemanduan adalah personil yang memiliki
kualifikasi dan kompetensi tertentu dalam kegiatan pelaksanaan pemanduan
dan penundaan kapal.
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : II (DUA)

MATERI POKOK : 1.PENGERTIAN DAN TERMINOLOGI


Mooring Master/POAC (Person in Overall Advicer Control) adalah pelaut yang
mempunyai sertifikat pandu dan telah mengikuti pelatihan kecakapan khusus tentang
manajemen penanganan muatan, keselamatan, dan operasional kapal pada saat kapal
melakukan kegiatan bongkar muat sesuai ketentuan yang berlaku.
Operator Radio Pemanduan adalah operator radio di stasiun pandu yang memenuhi
persyaratan, bertugas memberikan layanan komunikasi dan informasi terhadap
pelayanan pemanduan, serta memiliki sertifikat operator radio pemanduan yang
diterbitkan oleh Direktur Jenderal.
Manajemen Operasional Pemanduan adalah seluruh aktivitas untuk mengatur dan
mengkoordinir faktor- faktor pelaksanaan pemanduan secara selamat, efektif, dan
efisien.
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : III (TIGA)

MATERI POKOK : 2.PERATURAN NASIONAL DAN INTERNASIANAL


2.1 PERATURAN NASIONAL
a.bahwa dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 53 Tahun 2011 tentang Pemanduan,
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 75 Tahun 2014,
dalam pelaksanaannya masih terdapat kekurangan dan belum dapat menampung perkembangan
terkait dengan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keselamatan pelayaran serta
perlindungan lingkungan maritim, sehingga perlu diganti,
b.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan untuk
melaksanakan ketentuan mengenai pemanduan sebagaimana diatur dalam Pasal 201 Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Pasal 118 Peraturan Pemerintah Nomor 5
Tahun 2010 tentang Kenavigasian, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang
Pemanduan dan Penundaan Kapal,
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : III (TIGA)

MATERI POKOK : 2.PERATURAN NASIONAL DAN INTERNASIANAL


2.1 PERATURAN NASIONAL
c.Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4849),
d.Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3929):
e.Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4227),
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : III (TIGA)

MATERI POKOK : 2.PERATURAN NASIONAL DAN INTERNASIANAL


2.1 PERATURAN NASIONAL
f.Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak yang Berlaku pada Departemen Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4973), sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 181,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5461):
g.Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070),
h.Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5093),
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : III (TIGA)

MATERI POKOK : 2.PERATURAN NASIONAL DAN INTERNASIANAL


2.1 PERATURAN NASIONAL
i.Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5108),
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208),
j.Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5109),
k.Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2012 tentang Sumber Daya Manusia di Bidang Transportasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5310),
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : III (TIGA)

MATERI POKOK : 2.PERATURAN NASIONAL DAN INTERNASIANAL


2.1 PERATURAN NASIONAL
l.Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara
serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 273),
m.Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8),
n.Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 45 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jenis dan Tarif
Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut,
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 68 Tahun 2010:
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : III (TIGA)

MATERI POKOK : 2.PERATURAN NASIONAL DAN INTERNASIANAL


2.1 PERATURAN NASIONAL
o.Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 60 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Perhubungan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM
68 Tahun 2013,
p.Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 62 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Unit Penyelenggara Pelabuhan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor
PM 44 Tahun 2011,
q.Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 65 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Pelabuhan Batam, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 47 Tahun
2011:
r.Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 25 Tahun 2011 tentang Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran,
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : III (TIGA)

MATERI POKOK : 2.PERATURAN NASIONAL DAN INTERNASIANAL


2.1 PERATURAN NASIONAL
s.Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 26 Tahun 2011 tentang Telekomunikasi-Pelayaran,
t.Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM S1 Tahun 2011 tentang Terminal Khusus dan Terminal Untuk
Kepentingan Sendiri, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 73
Tahun 2014,
u.Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 68 Tahun 2011 tentang Alur-Pelayaran di Laut,
v.Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 34 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Kesyahbandaran Utama,
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : III (TIGA)

MATERI POKOK : 2.PERATURAN NASIONAL DAN INTERNASIANAL


2.1 PERATURAN NASIONAL
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 35 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Otoritas Pelabuhan Utama,
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 36 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan,
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 70 Tahun 2013 tentang Pendidikan dan Pelatihan, Sertifikasi
serta Dina Jaga Pelaut, Menetapkan
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 6 Tahun 2013 tentang Jenis, Struktur, dan Golongan Tarif Jasa
Kepelabuhanan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 15 Tahun
2014:
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : III (TIGA)

MATERI POKOK : 2.PERATURAN NASIONAL DAN INTERNASIANAL


2.1 PERATURAN NASIONAL TENTANG
HK.103/1/16/DJPL-17
BAB.I KETENTUAN UMUM PASAL 1 DAN TOTAL 7 SUB BAHAGIAN YAITU
:
SUB.1 PEMANDUAN
SUB.2 PANDUSERTIFIKASI
SUB.3 SYAHBANDAR
SUB.4 SILABUS
SUB.5 DIEKTORAT JENDERAL
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : III (TIGA)

MATERI POKOK : 2.PERATURAN NASIONAL DAN INTERNASIANAL


2.1 PERATURAN NASIONAL TENTANG
HK.103/1/16/DJPL-17
BAB.II RUANG LINGKUP
PASAL 2 :
SUB.1 SILABUS a.pendidkan dan
pelatihan pandu tk.II
b.pendidkan dan pelatihan pandu tk.I
c.silabus pendidkan pandu laut dalam (deep sea)
d.pelatihan operator pandu dan
e.penyegaran (refreshing)
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : III (TIGA)

MATERI POKOK : 2.PERATURAN NASIONAL DAN INTERNASIANAL


2.1 PERATURAN NASIONAL TENTANG
HK.103/1/16/DJPL-17
BAB.II RUANG LINGKUP
PASAL 2 :
SUB.2 SERTIFIKASI UNTUK :
a.pendidkan dan pelatihan pandu tk.II
b.pendidkan dan pelatihan pandu tk.I
c.silabus pendidkan pandu laut dalam (deep sea)
d.pelatihan operator pandu dan
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : III (TIGA)

MATERI POKOK : 2.PERATURAN NASIONAL DAN INTERNASIANAL


2.1 PERATURAN NASIONAL TENTANG
HK.103/1/16/DJPL-17
BAB.II RUANG LINGKUP
PASAL 3 :
(1)Pendidikan dan pelatihan yang diselenggaran oleh Direktorat
Jenderal dilaksanakan berdasarkan silabus
(2) Silabus sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditetapkan
oleh Direktur Jenderal
PASAL 4 : Terdapat sub 1 – sub
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : III (TIGA)

MATERI POKOK : 2.PERATURAN NASIONAL DAN INTERNASIANAL


2.1 PERATURAN NASIONAL TENTANG
HK.103/1/16/DJPL-17
BAB.III SERTIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA PEMANDUAN KAPAL
PASAL 5 :
Terdiri dari ayat a hingga f
PASAL 6 :
Terdiri dari ayat 1 hingga ayat 6
PASAL 7 : Terdiri dari 1(satu)
ayat
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : IV (EMPAT)

MATERI POKOK : 2.PERATURAN NASIONAL DAN INTERNASIANAL


2.1 PERATURAN NASIONAL TENTANG
HK.103/1/16/DJPL-17
BAB.IV KETENTUAN PERALIHAN
PASAL 10 :
Bagi pemegang sertifikat pandu selat Malaka dan selat Singapore
harus menyesuaikan sertifikatnya dengan mengikuti pelatihan
pemutahiran (updating) yang diselenggarakan oleh Direktorat
Jenderal paling lambat 2(dua) tahun sejak peraturan Direktorat
Jenderal ditetapkan.
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : IV (EMPAT)

MATERI POKOK : 2.PERATURAN NASIONAL DAN INTERNASIANAL


2.1 PERATURAN NASIONAL TENTANG
HK.103/1/16/DJPL-17
BAB.IV KETENTUAN PERALIHAN
PASAL 12 :
Dengan berlakunya peraturan Direktorat Jenderal ini , maka
Keptusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut nomer
SM.102.3/1/DJPL-11 tentang Silabus dan sertifikasi Pandu, dicabut
dan dinyatak tidak berlaku.
PASAL 13 :
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : IV (EMPAT)

MATERI POKOK : 2.PERATURAN NASIONAL DAN INTERNASIANAL


2.2 PERATURAN INTERNASIONAL TENTANG
COLLISION REGLATION / PERATURAN PENCEGAHAN TUBRUKAN DI
LAUT ( P2TL ) 1972
COLREG :
Terdiri dari 38 (tiga puluh delapan) aturan dan
Terdiri dari 4 (empat) aturan tambahan
The content, application and intent of international regulations for
preventing collisions at sea, 1972
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : IV (EMPAT)

MATERI POKOK : 2.PERATURAN NASIONAL DAN INTERNASIANAL


2.2 PERATURAN INTERNASIONAL TENTANG COLLISION REGLATION / PERATURAN PENCEGAHAN
TUBRUKAN DI LAUT ( P2TL ) 1972
The content, application and intent of international regulations for preventing collisions at sea, 1972
-The application of the rules as set out in Rule 1
-defines the term 'traffic separation scheme‘
-describes the responsibility to comply with the rules as set out in Rule 2
-describes and cites examples of precautions which may be required bythe
ordinary practice of seamen or by the special circumstances of the case
-gives examples of circumstances which may make a departure from the rules necessary
-describes the general definitions which apply throughout the rules
-explains the term 'vessel constrained by her draught'
-distinguishes between 'under way' and 'making way'
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : IV (EMPAT)

MATERI POKOK : 2.PERATURAN NASIONAL DAN INTERNASIANAL


2.2 PERATURAN INTERNASIONAL TENTANG COLLISION REGLATION /
PERATURAN PENCEGAHAN TUBRUKAN DI LAUT ( P2TL ) 1972
-Explains 'a proper lookout' and and interprets the intent of 'full appraisal of the
situation and the risk of collision'
-explains the use of radar in the context of Rule 5 :
Speed
-Explain what is meant by risk collision:
-Describes the proper use of radar equipment in determining wheather a risk of collision
exists
-Explain the dangers of making assumptions on the basic of scanty information, citing
examples from clear weather as well as the use of radar
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : IV (EMPAT)

MATERI POKOK : 2.PERATURAN NASIONAL DAN INTERNASIANAL


2.2 PERATURAN INTERNASIONAL TENTANG COLLISION
REGLATION / PERATURAN PENCEGAHAN TUBRUKAN DI LAUT ( P2TL ) 1972
-llustrate, using examples from court decisions, the following actions to avoid
collision referred in rule 8: -Positive
action in ample time large enough to be readily apparent
-Alteration of course alone
-Passing at a safe distance
-Checking the effectivenesss of action taken
-Reduction of speed
-Taking all way off
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : IV (EMPAT)

MATERI POKOK : 2.PERATURAN NASIONAL DAN INTERNASIANAL


2.2 PERATURAN INTERNASIONAL TENTANG COLLISION REGLATION /
PERATURAN PENCEGAHAN TUBRUKAN DI LAUT ( P2TL ) 1972
-Demonstrate an understanding of rule 9 by:
-Defining the terms ‘narrow channel’ and ‘fairway’
-Describing how to procees along the course of a narrow channel
-Describing the navigation of small craft and sailing vessels in
a narrow channel
-Stating the restrictions on crossing the channel of fairway
-Describing the conduct of vessels engaged in fishing
-Stating the procedure for overtaking in a narrow channel
-Describing the actions to be taken on nearing a bend in a narrow channel or
fairway
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : IV (EMPAT)

MATERI POKOK : 2.PERATURAN NASIONAL DAN INTERNASIANAL


2.2 PERATURAN INTERNASIONAL TENTANG COLLISION REGLATION /
PERATURAN PENCEGAHAN TUBRUKAN DI LAUT ( P2TL ) 1972
-Defines ‘traffic lanes’, ‘separation zone’,’in shore traffic zone’
-Describes how to navigate in a traffic separation scheme with reference to:
-Entering and leaving the traffic separation scheme
-Entering and leaving traffic lane crossing lanes
the use of inshore traffic zonescrossing separation lines or entering separationzon
es other than -when crossing, joining or leaving a lane
- describes the requirements for vessels:
maintenance of safety of navigation
laying, servicing or picking up of a submarine cable
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : IV (EMPAT)

MATERI POKOK : 2.PERATURAN NASIONAL DAN INTERNASIANAL


2.2 PERATURAN INTERNASIONAL TENTANG COLLISION REGLATION /
PERATURAN PENCEGAHAN TUBRUKAN DI LAUT ( P2TL ) 1972
- maintenance of safety of navigation
laying, servicing or picking up of a submarine cable -
explains the meaning of'precautionary area'
-t he giveway vessel is not taking appropriate action
collision cannot be avoided by the action of the giveway vessel alone
- explains the responsibilities between vessels with reference to Rules 18 and 3
- explains the application of Rule 19
restricted visibility
- describes the application of the rules concerning Lights and shape
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : IV (EMPAT)

MATERI POKOK : 2.PERATURAN NASIONAL DAN INTERNASIANAL


2.2 PERATURAN INTERNASIONAL TENTANG COLLISION
REGLATION / PERATURAN PENCEGAHAN TUBRUKAN DI LAUT ( P2TL ) 1972

- describes the application of the rules concerning Lights and shape
- explains the definitions in Rule 21
- describes the visibility oflights as prescribed by Rule 22
- describes the use of signals to attract attention
lists the distress signals setout in Annex IV of COLREGS 1972
- states that the officer of  the watch is responsible  for navigating safely, with
particular regard to avoid ing collision and stranding
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : IV (EMPAT)

MATERI POKOK : 2.PERATURAN NASIONAL DAN INTERNASIANAL


2.2 PERATURAN INTERNASIONAL TENTANG COLLISION REGLATION /
PERATURAN PENCEGAHAN TUBRUKAN DI LAUT ( P2TL ) 1972
- describes the principlesto be observed in keeping a  navigational watch asset
out in regulation AVIII  1of STCW, 1978  regarding:
- navigation
 -navigational equipment
 navigational duties and  responsibilities handing over and taking  over the watch
lookout
 navigation with a pilot  embarked
- protection of the marine  environment
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : IV (EMPAT)

MATERI POKOK : 2.PERATURAN NASIONAL DAN INTERNASIANAL


2.2 PERATURAN INTERNASIONAL TENTANG COLLISION REGLATION /
PERATURAN PENCEGAHAN TUBRUKAN DI LAUT ( P2TL ) 1972
- Blind pilotage technique
- General principles for  ship reporting systems and with VTS procedures
- describes the recommendation on operational guidance for officers incharge
of a navigational watchcontained in Chapter VIII, Section AVIII/2 of the STCW
code: maintenance of an efficient lookout
 the use of engines and sound signalling apparatus
- taking over the navigational watch
- states that arrangements for keeping watch in port should:
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : IV (EMPAT)

MATERI POKOK : 2.PERATURAN NASIONAL DAN INTERNASIANAL


2.2 PERATURAN INTERNASIONAL TENTANG
COLLISION REGLATION / PERATURAN PENCEGAHAN TUBRUKAN DI
LAUT ( P2TL ) 1972
- observe international,  national and local rules
- maintain order and the  normal routine of the ship
- describes taking over the  watch and lists the infor
ation which the officer being relieved should passto 
the relieving officer
-
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : V (LIMA)

MATERI POKOK : 3.BATAS-BATAS PERAIRAN PANDU 3.1


BATAS-BATAS PERAIRAN PANDU INI DI DAPATI PADA PM 57 TAHUN 2015 YAITU
BAB II PERAIRAN PANDU Pasal 2
Untuk kepentingan keselamatan, keamanan
berlayar, perlindungan lingkungan maritim, serta kelancaran berlalu lintas di
perairan, pelabuhan, dan terminal khusus, serta perairan tertentu dapat
ditetapkan sebagai perairan pandu.
a. Perairan pandu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
b. perairan wajib pandu, dan perairan pandu luar biasa.
c. Perairan wajib pandu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
diklasifikasikan dalam:
d. perairan wajib pandu Kelas I,
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : V (LIMA)

MATERI POKOK : 3.BATAS-BATAS PERAIRAN PANDU 3.1


BATAS-BATAS PERAIRAN PANDU INI DI DAPATI PADA PM 57 TAHUN 2015 YAITU
BAB III TATA CARA DAN PERSYARATAN PENETAPAN PERAIRAN PANDU
Pasal 3 Penetapan suatu perairan pandu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) didasarkan pada tingkat kesulitan berlayar. Tingkat
kesulitan berlayar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas:
a. faktor kapal yang mempengaruhi keselamatan berlayar, dan
b. faktor di luar kapal yang mempengaruhi keselamatan berlayar.
Kriteria faktor kapal yang mempengaruhi keselamatan berlayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a, meliputi: a. frekuensi kepadatan lalu lintas kapal,
b. ukuran kapal (tonase kotor, panjang, dan sarat kapal),
c. jenis kapal, dan jenis muatan kapal.
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : V (LIMA)

MATERI POKOK : 3.BATAS-BATAS PERAIRAN PANDU 3.1


BATAS-BATAS PERAIRAN PANDU INI DI DAPATI PADA PM 57 TAHUN 2015 YAITU
BAB III TATA CARA DAN PERSYARATAN PENETAPAN PERAIRAN PANDU
Pasal 3 ……..Lanjutan
lebar alur perairan, rintangan/ bahaya navigasi di alur perairan, kecepatan arus,
kecepatan angin, tinggi ombak, ketebalan/kepekatan kabut, jenis tambatan kapal,
dan keadaan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran.
Pasal 4
Perairan wajib pandu dan pandu luar biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
Dalam menetapkan perairan pandu luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Menteri melimpahkan kepada Direktur Jenderal.
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : V (LIMA)

MATERI POKOK : 3.BATAS-BATAS PERAIRAN PANDU 3.1


BATAS-BATAS PERAIRAN PANDU INI DI DAPATI PADA PM 57 TAHUN 2015 YAITU
BAB III TATA CARA DAN PERSYARATAN PENETAPAN PERAIRAN PANDU
Pasal 4
Usulan penetapan perairan pandu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4,
disampaikan oleh pengawas pemanduan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal
dengan disertai dokumen yang terdiri atas:
peta lokasi perairan yang diusulkan dan dilengkapi dengan titik koordinat sesuai
dengan peta laut dan gambar situasi, usulan titik koordinat naik turun pandu
(pilot boarding ground),
data kriteria faktor kapal dan di luar kapal yang mempengaruhi keselamatan
berlayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan ayat (4),
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : V (LIMA)

MATERI POKOK : 3.BATAS-BATAS PERAIRAN PANDU 3.1


BATAS-BATAS PERAIRAN PANDU INI DI DAPATI PADA PM 57 TAHUN 2015 YAITU
BAB III TATA CARA DAN PERSYARATAN PENETAPAN PERAIRAN PANDU
Pasal 5
Data kunjungan kapal dan proyeksinya, serta permintaan pelayanan
jasa pemanduan dan penundaan kapal dari pengguna jasa,
laporan hasil pelaksanaan sosialisasi oleh pengawas pemanduan
terhadap rencana penetapan perairan pandu antara pengguna jasa,
stakeholder, Penyelenggara Pelabuhan, Distrik Navigasi setempat,
badan usaha pelabuhan/pengelola terminal khusus, serta pemerintah
daerah dan instansi terkait.
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : V (LIMA)

MATERI POKOK : 3.BATAS-BATAS PERAIRAN PANDU 3.1


BATAS-BATAS PERAIRAN PANDU INI DI DAPATI PADA PM 57 TAHUN 2015 YAITU
BAB III TATA CARA DAN PERSYARATAN PENETAPAN PERAIRAN PANDU
Pasal 6
Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Direktur Jenderal dengan
melibatkan Sekretariat Jenderal melakukan penelitian, evaluasi dan verifikasi terhadap:
nilai kesulitan faktor kapal dan di luar kapal yang mempengaruhi keselamatan berlayar
sebagaimana tercantum pada Lampiran I dan Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini, titik koordinat perairan yang diusulkan sebagai
perairan pandu, usulan titik koordinat naik turun pandu (pilot boarding ground),
jumlah kebutuhan sumber daya manusia pemanduan, sarana bantu dan prasarana
pemanduan pada perairan dimaksud, dan jumlah kebutuhan badan usaha
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : VI (ENAM)

MATERI POKOK : 3.BATAS-BATAS PERAIRAN PANDU 3.1


BATAS-BATAS PERAIRAN PANDU INI DI DAPATI PADA PM 57 TAHUN 2015 YAITU
BAB III TATA CARA DAN PERSYARATAN PENETAPAN PERAIRAN PANDU
Pasal 6
Hasil penelitian, evaluasi dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a berupa penetapan kelas perairan pandu, sebagaimana tercantum pada Lampiran
III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Hasil
penelitian, evaluasi dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam Berita Acara.
Berdasarkan hasil penelitian, evaluasi dan verifikasi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e yang tertuang dalam
Berita Acara belum terpenuhi, permohonan dikembalikan oleh Direktur Jenderal
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : VI (ENAM)

MATERI POKOK : 3.BATAS-BATAS PERAIRAN PANDU 3.1


BATAS-BATAS PERAIRAN PANDU INI DI DAPATI PADA PM 57 TAHUN 2015 YAITU
BAB III TATA CARA DAN PERSYARATAN PENETAPAN PERAIRAN PANDU
Pasal 6
Permohonan yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat
diajukan kembali kepada Direktur Jenderal setelah persyaratan dilengkapi.
Dalam hal hasil penelitian, evaluasi dan verifikasi persyaratan telah terpenuhi,
Direktur Jenderal menyampaikan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lama
14 (empat belas) hari kerja.
Dalam hal hasil penelitian, evaluasi dan verifikasi terhadap usulan penetapan
perairan wajib pandu belum memenuhi nilai kesulitan faktor kapal dan faktor di
luar kapal yang mempengaruhi keselamatan berlayar sebagaimana dimaksud pada
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : VI (ENAM)

MATERI POKOK : 3.BATAS-BATAS PERAIRAN PANDU 3.1


BATAS-BATAS PERAIRAN PANDU INI DI DAPATI PADA PM 57 TAHUN 2015 YAITU
BAB III TATA CARA DAN PERSYARATAN PENETAPAN PERAIRAN PANDU
Pasal 6
Menteri menetapkan perairan wajib pandu dalam
jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak
diterimanya hasil penelitian, evaluasi dan verifikasi
yang disampaikan oleh Direktur Jenderal.
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : VI (ENAM)

MATERI POKOK : 3.BATAS-BATAS PERAIRAN PANDU 3.1


BATAS-BATAS PERAIRAN PANDU INI DI DAPATI PADA PM 57 TAHUN 2015 YAITU
BAB III TATA CARA DAN PERSYARATAN PENETAPAN PERAIRAN PANDU
Pasal 7
Suatu perairan tertentu dapat ditetapkan sebagai perairan pandu luar biasa oleh
Direktur Jenderal dengan pertimbangan:
a. perairan yang akan ditetapkan adalah perairan ALKI,
b. perairan yang akan ditetapkan adalah perairan yang berbatasan dengan negara
tetangga,
c. adanya peraturan internasional yang melarang perairan tersebut untuk
ditetapkan sebagai perairan wajib pandu, dan
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : VI (ENAM)

MATERI POKOK : 3.BATAS-BATAS PERAIRAN PANDU 3.1


BATAS-BATAS PERAIRAN PANDU INI DI DAPATI PADA PM 57 TAHUN 2015 YAITU
BAB III TATA CARA DAN PERSYARATAN PENETAPAN PERAIRAN PANDU
Pasal 8
Perairan pandu yang telah ditetapkan menjadi
perairan wajib pandu atau perairan pandu luar
biasa, wajib disosialisasikan oleh pengawas
pemanduan kepada pengguna jasa dan pemangku
kepentingan, pemerintah daerah, serta instansi
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : VI (ENAM)

MATERI POKOK : 3.BATAS-BATAS PERAIRAN PANDU 3.1


BATAS-BATAS PERAIRAN PANDU INI DI DAPATI PADA PM 57 TAHUN 2015 YAITU
BAB III TATA CARA DAN PERSYARATAN PENETAPAN PERAIRAN PANDU
Pasal 9
(1) Direktur Jenderal melakukan evaluasi terhadap perairan yang telah ditetapkan
sebagai perairan wajib pandu maupun perairan pandu luar biasa untuk jangka
waktu paling lama 5 (lima) tahun.
(2) Evaluasi penetapan perairan pandu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal terhadap: titik koordinat perairan pandu,
verifikasi dan inventarisir ulang faktor-faktor yang mempengaruhi keselamatan
berlayar, kesesuaian status perairan pandu, dan
kebutuhan terkait keselamatan, keamanan berlayar, perlindungan lingkungan
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM
PERTEMUAN : VI (ENAM) TERAKHIR

MATERI POKOK : 3.BATAS-BATAS PERAIRAN PANDU 3.1


BATAS-BATAS PERAIRAN PANDU INI DI DAPATI PADA PM 57 TAHUN 2015 YAITU
BAB III TATA CARA DAN PERSYARATAN PENETAPAN PERAIRAN PANDU
Pasal 10
Pengawas pemanduan wajib menyampaikan titik
koordinat naik turun pandu (pilot boarding ground)
pada perairan wajib pandu dan perairan pandu luar
biasa yang telah ditetapkan kepada Direktorat
Kenavigasian untuk dilakukan penyiaran dalam
BAHAN AJAR PANDU LAUT DALAM

Anda mungkin juga menyukai