Halaman: …-…
ABSTRAK
Studi ini bertujuan untuk melihat proses perawatan alat keselaman jiwa dalam lingkup
sekoci penolong di kapal SPOB. Wijaya Kusuma II selama 368 hari praktek laut
terhitung dari tanggal 09 Maret 2021. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan
metode pengumpulan data menggunakan metode observasi, studi Pustaka, dan
wawancara. Hasil dari penelitian yang didapat ialah kurang optimalnya perawatan alat
keselamatan jiwa di kapal terutama bagian sekoci. Dimana, sekoci tidak dapat
diturunkan saat dilaksanakan inspeksi dari pihak audit karena terdapat plat penahan
roller sekoci yang keropos.
Saran penulis adalah lebih di tingkatkan lagi pengawasan perawatan dan
dimaksimalkan lagi dalam proses perawatan alat keselamatan jiwa.
1. PENDAHULUAN
Setiap Perawatan alat keselamatan jiwal adalah hall wajib yang dilakukan
bagil para mualim dan crew diatas kapal. Namunl pada umumnyal sering
dianggap remehl dan terabaikan. Merawat alat keselamatan jiwal bukan hanya
merupakan rutinitasl dari pelaksanaan pekerjaanl seorang lmualim tetapi
memerlukanl perhatian danl kepedulian semua crew terhadapl pekerjaan
ltersebut.
Dalam penelitian ini penulis fokus melihat terhadap proses perawatan alat
keselamatan jiwa terkhususnya di sekoci penolong. Karena kurangnya
kepedulian crew dan pengawasan officer terhadap alat keselamatan jiwa yang
mengakibatkan alat keselamatan jiwa tidak dapat di gunakan dengan
sempurna.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan Perlengkapan keselamatan kapal
tidak dirawat dengan baik dan tidak berfungsi dengan baik. pada saat SPOB.
WIJAYA KUSUMA II sedang sandar di Jetty Pertamina Tg. Uban Ketika
diadakan pengecekan dari pihak audit terdapat penemuan terkait plat penahan
1
roller sekoci yang keropos. Sehingga dengan terjadinya hal tersebut
menyebabkan sekoci tidak jadi diturunkan karena dilihat dari kondisi yang tidak
memungkinkan.
Dengan demikian masalah yang timbul pada kasus ini adalah tidak
optimalnya perawatan alat keselamatan jiwa di atas kapal.
2. KAJIAN PUSTAKA
Secara umum, kapal tempat para pelaut bekerja adalah tempat yang
paling aman untuk berlindung selama pelayaran di laut. Para pelaut harus
selalu mempertahankan tetap tinggal di atas kapal dalam keadaan darurat,
terlepas dari seberapa parah keadaan tersebut. Namun, pada titik tertentu,
kapal tidak dapat dipertahankan sebagai tempat berlindung atau tempat tinggal.
Meninggalkan kapal adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan jiwa di laut
agar dapat bertahan hidup dalam situasi musibah. Menurut prosedur
meninggalkan kapal, semua orang yang terlibat harus memahami dan
memahami dengan baik tentang penyelamatan di laut. Setiap orang yang
terlibat dalam penyelamatan diri di laut harus sadar bahwa keselamatan jiwa
mereka sangat bergantung pada orang lain. Sebagai contoh, dalam operasi
penyelamatan, seseorang harus menaiki sekoci atau rakit penolong sebelum
terjun ke laut. Pertama, orang tersebut harus mampu terjun ke laut dengan
benar; kedua, dia harus dapat mencapai dan menaiki sekoci; dan ketiga, orang
lain harus membantunya naik ke sekoci. Jika dia gagal naik ke sekoci,
kemungkinan besar dia tidak akan mampu bertahan hidup di laut. Kemungkinan
lain yang lebih berbahaya adalah kesalahan dalam prosedur menaiki sekoci
atau disebut dengan rakit penlong yang mampu memnyelamatkan
keselamantan jiwa di laut dan apabila tebalik maka dapat menjadi bahaya dan
membahayakan keselamatan orang banyak.
Konvensi internasional tentang keselamatan jiwa di laut (SOLAS) tahun
1974 SOLAS peraturan no. 10 paradraf 2, 3, 4 dan 5 Bab II menetapkan bahwa
semua kapal, baik kapal barang maupun kapal penumpang, harus memenuhi
standar minimum berikut::
a. Ada anggota awak kapal yang cukup terlatih dan memiliki pengalaman yang
cukup untuk menjaga alat keselamatan dan membantu orang yang tidak
terlatih atau tidak memiliki pengalaman yang cukup sebelumnya.
b. Sampai semua orang terevakuasi, hanya beberapa perwira atau personil
2
yang memiliki sertifikat yang diizinkan untuk mengoperasikan dan
menurunkan alat penolong dan segala perlengkapan yang dibutuhkan pada
saat meninggalkan kapal sesuai dengan aturan yang berlaku untuk kegiatan
meninggalkan kapal (Abandon Ship).
c. Penurunan dan pengoperasian penolong diawasi oleh setidaknya satu
perwira atau individu dengan kualifikasi setara. Dari semua diskusi di atas,
kita dapat mengambil simpulan yaitu:
1). Setiap orang harus memahami pentingnya menjaga keselamatan laut
untuk diri mereka sendiri dan orang lain maka dari itu pelatihan sangat
penting perannya dalam pelaksanaan ini.
2). Semua orang atau tiap-tiap bagian individu diharuskan memahami
peraturan internasional dan nasional yang berkaitan dengan keselamatan
jiwa di laut dan segala perangkatnya.
3). Semua orang yang terlibat atau terlibat atau meliki suatu peran dalam
tujuan bersama yaitu penyelamatan jiwa di laut harus memahami dasar-
dasar penyelamatan di laut.
4).Setiap awak kapal dan juga tiap-tiap dari penumpang diharuskan benar-
benar memahami prosedur meninggalkan kapal.
Menurut Noeralim (2001:3) sekoci penolong adalah sekoci atau alat
keselamatan yang dibangun dan dilengkapi sesuai dengan peraturan yang
berlaku, termasuk jumlah orang yang dapat diangkat di atasnya. Perahu kecil
yang disebut sekoci terletak di deck kapal di kanan atau kiri. Sekoci dikapal
jumlahnya tergantung kebutuhan dan ukuran kapal. Sekoci ini biasanya dibuat
dari bahan logam, kayu, dan serat fiber. Salah satu persyaratan pembuatan
kapal termasuk konstruksi mekanis dan perlengkapan untuk menurunkan dan
mengangkat sekoci. Jika ini dapat dilakukan dengan baik, akan tercipta
kondisi kerja yang baik untuk peralatan di atas kapal, termasuk alat alat
keselamatan, seperti sekoci penolong yang dapat dirawat dengan baik.
Tenaga penggerak sekoci biasanya dibagi menjadi dua bagian: satu
digerakkan oleh mesin atau motor, dan yang lain dilengkapi dengan dayung.
Perlengkapan keselamatan jiwa seperti makanan, minuman, obat-obatan, dan
alat bantu untuk mencari pertolongan ke kapal lain yang sedang berlayar di
sekitar sekoci biasanya tersedia di dalam sekoci dalam hal ini prosedur dari
keselamatan sekoci sudah diatur dalam konvensi SOLAS sejak peristiwa
tengelamnya kapal titanic pada masa lampau.Atas peristiwa ini terciptalah
3
konvensi SOLAS yang dipakai sampai saat ini dalam untuk menyelamatkan
keselamatan jiwa di laut..
Fungsi sekoci dibagi menjadi 3 bagian :
a. Sekoci Penolong, yang digunakan untuk membantu awak jika terjadi
suatu kecelakaan di laut.
b. Sekoci yang memiliki fungsi sebagai penyeberangan ke laut atau kepantai.
c. Sekoci Meja yakni yang digunakan untuk memindahkan alat-alat berat
untuk perlengkapan perbaikan kapal.
Sesuail Bab IIIl SOLAS 2020, Life boats penolong yangl diizinkan ada
beberapal jenis yaitu :
3. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di atas kapal SPOB. Wijaya kusuma II dimulai dari
tanggal 09 Maret 2021 hingga 28 Januari 2022. Data yang tampilkan pada
penelitian ini didapatkan dengan metode observasi dengancara melihat dan
mengamati semua aspek yang berhubungan dengan skripsi dan wawancara
dengan beberapa crew di kapal. Dan juga skripsi ini menggunakan jenis
penelitian deskriptif kualitatif
4
pertanyaan “ Apakah inspeksi perawatan sekoci sudah dilakukan sesuai
dengan jadwal yang dibuat dengan rutin?”.
6
1. Prosedur Perawatan Dan Pemeliharaan Sekoci.
Semua alat keselamatan harus dievaluasi secara berkala sesuai
dengan prosedur pemeliharaan alat keselamatan. Selama pengecekan,
kondisi alat keselamatan harus dicatat dan dilakukan perbaikan,
perbaikan, atau penggantian alat sesuai dengan kondisi dan situasi yang
dihadapi oleh kapal.Pemeliharaan harus juga dilaksanakan
memperhatikan pengaruh luar yang mempengaruhi pemeliharaan sekoci..
Pada perusahaan pelayaran PT. Adhi Karya Inti Sejati (AKIS) penulis
mengadakan penelitian tepatnya SPOB. Wijaya Kusuma II Perusahaan
telah menetapkan aturan dan prosedur yang sesuai dengan aturan
SOLAS. Misalnya, peralatan keselamatan dan kelancaran prosedur dari
sekociakan dicek pada sekoci penolong di minggu pertama setiap bulan.
Berikut prosedur perawatan sekoci penolong diatas kapal SPOB. Wijaya
Kusuma II agar menjadi optimal
a. Pemeliharaan dan pengecekan kelengkapan inventory lifeboat
b. Pemeliharaan peralatan penurunan lifeboat sehingga dapat
diturunkan dalam waktu yang cepat.
c. Inspeksi mingguan
d. Inspeksi bulanan
2. Langkah-langkah Perawatan
Di SPOB. Wijaya Kusuma II tempat penulis melaksanaka prala
terdapat tatacara dari prosedur perawatan sekoci yaitu sebagai berikut :
a. Pada Bagian davit/dewi-dewi
1) Prosedur pertama adalah melakukan inspeksi fisik pada
lifeboat, baik di dalam maupun di luar. Ini mencakup
inventaris dan peralatan di dalam sekoci serta dewi-dewi
pada sekoci itu sendiri.
2) Baglan dewi yang bergerak diperiksa, terutama jika
terdapat karat, dan pelumasan dilakukan segera untuk
mencegah kembalinya karat yang dapat menyebabkan
peralatan tidak berfungsi.
3) Bagian dewi-dewi yang dapat bergerak atau
berputar memiliki lubang gemuk—juga dikenal sebagai
nepel grease gun—di mana pelumasan dilakukan dengan
7
alat grease gun atau pelumasan baru,
4) Kawat dewi juga harus dipoles dengan gemuk. Ini harus
diterapkan pada kawat dan pada nepel blok pengantar
untuk memberikan pelumasan yang optimal.Hal ini juga
dapat memberikan umur yang lebih tehadap ketahanan
dari suku cadang tersebut.Hal ini adalah tambahan fungsi
selain dari fungsi pelumasan.
5) Untuk menjaga peralatan tetap aman dan dapat
digunakan, bagian yang tidak terlindungi langsung dari
cuaca dan angin ditutup dengan bahan yang kedap air
dan tahan cuaca, seperti terpal.
6) Melaksanakan pemeriksaan dan pemeliharaan
terhdap alat-alat pengangkat, khususnya gear
pengangkat, dengan memperhatikan kemampuan sekoci
untuk diangkat baik dalam kondisi kosong maupun
dengan beban (jika ada awak kapal di dalam sekoci).
b. Pengecekan Sekoci
Hasill wawancara denganl salah satu informan masinis 3
(Irfan Afandy, 24 tahun)
Mengenai tugas dan tanggung jawab orang mesin
terhadap perawatan mesin sekoci, menyatakan bahwa :
“Didalam life boat itu sendiri terdapat 2 mesin yang
menggerakkan propeller, dan juga mesin untuk menurunkan life
boat, yang dimana untuk perawatannya dilakukan monthly,
untuk wirenya juga kita selalu grease agar ketika release itu
tidak terjadi kegagalan.”
“Untuk mesin kita memastikan oil lubricating tercukupi dan
bahan bakar selalu terisi penuh.” (November 2021)
5. PENUTUP
Dengan mempertimbangkan temuan penelitian dan analisis di BAB IV,
adalah proses perawatan alat keselamatan jiwa terutama sekoci masih belum
optimal dengan baik. Faktor yang menyebabkan perawatan sekoci kurang
optimal yakni waktu yang kurang efisian untuk melakukan perawatan,
perawatan yang tidak sesuai prosedur serta tidak terencananya perawatan
sekoci.
9
Sesuai kesimpulan yang di dapat penulis mengajukan saran bahwa untuk
meningkatkan optimalisai perawatan alat keselamatan jiwa diatas kapal
dengan baik perlu adanya:
1. Perwira yang bertanggung jawab atas alat keselamatan. Sangat penting
untuk mengadakan pertemuan keselamatan untuk meningkatkan
kesadaran akan ancaman yang dapat terjadi kapan saja yang dapat
menyebabkan korban jiwa atau kerugian harta benda. Selain itu, penting
untuk mengganti bagian yang sudah usang dan mengganti bagian yang
sudah tidak berfungsi dengan baik untuk memastikan kondisi sekoci
penolong dan bagian lain yang relevan.
2. Sebaiknya pemeriksaan mingguan, bulanan, dan tahunan harus dilakukan
sesuai dengan prosedur peraturan SOLAS (Keselamatan Kehidupan di
Laut). Disarankan agar Nakhoda mengadakan evaluasi dan pertemuan
keselamatan untuk meningkatkan pemahaman seluruh crew tentang
pentingnya perawatan sekoci penolong.
6. DAFTAR PUSTAKA
[2]. IMO. (2009). Safety Of Life At Sea (SOLAS) Consolidated Edition 2020.
[4]. Elden, Rodney M. (2011). Perawatan Kapal. Jakarta: Rineka Cipta. Gianto (2020).
Pengertian Kapal Menurut Para Ahli (online)
[5]. Goetsch. (1993). Construction Safety and Health. Englewood Cliffs, Prentice Hall,
New Jersey
[6]. Handoko, T.H. (2005). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: Gadjah Mada University
[7]. Politeknik Ilmu Pelayaran Makassar, Pedoman Penulisan Skripsi, 2020.
10