KEGIATAN PEMBELAJARAN
Pengaturan Peserta Didik
Berkelompok (5-6 orang)
Metode
Ceramah
Diskusi
Presentasi
MATERI, ALAT DAN BAHAN
Materi Ajar
Ruang Lingkup Materi:
1. Prosedur Darurat
2. K3LH
PROSEDUR DARURAT
A. Deskripsi
Kecelakaan dapat terjadi pada kapal dalam pelayaran, sedang berlabuh atau sedang
melakukan kegiatan bongkar muat di pelabuhan/terminal meskipun sudah dilakukan usaha
supaya yang kuat untuk menghindarinya. Untuk melindungi pelaut dan mencegah resiko dalam
suatu aktifitas di kapal, manajemen harus memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Health
and Safety work Act, 1974 terutama menyangkut kesehatan dan keselamatan kerja, baik dalam
keadaan normal maupun darurat. Karena suatu keadaan darurat biasanya terjadi sebagai akibat
tidak bekerja normalnya suatu sistem secara prosedural ataupun karena gangguan alam.
Kapal sebagai bangunan terapung yang bergerak dengan daya dorong pada kecepatan
yang bervariasi melintasi berbagai daerah pelayaran dalam kurun waktu tertentu akan
mengalami berbagai problematika yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti cuaca,
keadaan alur pelayaran, manusia, kapal itu sendiri dan lain-lain yang belum dapat diduga oleh
kemampuan manusia, yang pada akhirnya menimbulkan gangguan pelayaran dari kapal.
Prosedur adalah suatu tata cara atau pedoman kerja yang harus diikuti dalam
melaksanakan suatu kegiatan agar mendapat hasil yang baik. Keadaan darurat adalah Keadaan
yang lain dari keadaan normal yang mempunyai kecenderungan atau potensi tingkat yang
membahayakan baik bagi keselamatan manusia, harta benda maupun lingkungan. Dari
pengertian tersebut diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa Prosedur keadaan darurat adalah
tata cara/pedoman kerja dalam menanggulangi suatu keadaan darurat, dengan maksud untuk
mencegah atau mengurangi kerugian lebih lanjut atau semakin besar. Di bawah ini akan di
uraikan Jenis jenis Prosedur Keadaan Darurat antara lain :
1. Prosedur intern (lokal) Prosedur Ini merupakan pedoman pelaksanaan untuk masing-
masing bagian/ departemen, dengan pengertian keadaan darurat yang terjadi masih dapat
di atasi oleh bagian-bagian yang bersangkutan, di kapal secara terkoordinasi dan
terintegrasi dari semua unit satuan tugas di kapal dan di darat (Manajemen Respon
Team/MRT) sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP), antara lain :
Tugas dan tanggung jawab awak kapal sesuai peraturan dinas awak kapal (PDAK) dan
penanggulangan keadaan darurat sesuai Muster List.
Tindakan penanggulangan keadaan darurat (Contingen Plant).
Ketentuan meninggalkan kapal (Abandon Ship)
Cara bertahan hidup di laut (Sea Survival).
Prosedur umum (utama)
Prosedur umum merupakan pedoman perusahaan secara keseluruhan dan telah
menyangkut keadaan darurat yang cukup besar atau paling tidak dapat membahayakan
kapal-kapal lain atau dermaga/terminal. Dari segi penanggulangannya diperlukan
pengerahan tenaga yang banyak atau melibatkan kapal-kapal / pengusaha pelabuhan
setempat (MRT).
Kesiapan menghadapi keadaan darurat adalah kemampuan atau kecakapan awak
kapal dan orang-orang pekerja lainnya untuk bekerja di kapal secara profesional (terlatih)
sehingga mampu menanggulangi keadaan darurat di kapal dan apabila harus meninggalkan
kapal dapat bertahan hidup di laut (sea Survival) sampai bantuan tiba atau dapat
menyelamatkan diri. Untuk dapat memahami dalam menghadapi keadaan darurat
diperlukan :
a. Pemahaman (sosialisasi) prosedur penanggulangan keadaan darurat
b. Familiarisasi tugas individu dan kelompok
c. Latihan penanggulangan keadaan darurat secara rutin
d. Kegiatan fisik dan mental
e. Kerjasama kelompok.
2. Jenis-Jenis Keadaan Darurat
Gangguan pelayaran pada dasarnya dapat berupa gangguan yang dapat langsung
diatasi, bahkan perlu mendapat bantuan langsung dari pihak tertentu, atau gangguan yang
mengakibatkan Nakhoda dan seluruh anak buah kapal harus terlibat baik untuk mengatasi
gangguan tersebut atau untuk hares meninggalkan kapal. Keadaan gangguan pelayaran tersebut
sesuai situasi dapat dikelompokkan menjadi keadaan darurat yang didasarkan pada jenis
kejadian itu sendiri, sehingga keadaan darurat ini dapat disusun sebagai berikut :
a. Tubrukan
b. Kebakaran/ledakan
c. Kandas
d. Kebocoran/tenggelam.
e. Orang jatuh ke laut
f. Pencemaran
Dan bahaya-bahaya lain yang mengancam keselamatan kapal sehingga dapat digolongkan
keadaan darurat antara lain :
a. Kerusakan mesin induk atau mesin bantu
b. Kehilangan kemudi, baling-baling dan jangkar
c. Cuaca buruk (kabut, ombak, badai, taipon badai pasir dan salju)
d. Berlayar masuk pada daerah berbahaya alur pelayaran sempit dan dangkal
e. Berlayar masuk daerah musuh/ranjau
f. Terjadi perompakan, teroris dan perusakan
Keadaan darurat di kapal dapat merugikan Nakhoda dan anak buah kapal serta pemilik
kapal maupun Iingkungan taut bahkan juga dapat menyebabkan terganggunya 'ekosistem' dasar
taut, sehingga perlu untuk memahami kondisi keadaan darurat itu sebaik mungkin guna
memiliki kemampuan dasar untuk dapat mengindentifikasi tanda-tanda keadaan darurat agar
situasi tersebut dapat diatasi oleh Nakhoda dan anak buah kapal maupun kerjasama dengan
pihak yang terkait.
Dibawah ini akan diuraikan jenis-jenis keadaan darurat :
1) Tubrukan
Keadaan darurat karena tubrukan kapal dengan kapal atau kapal dengan dermaga
maupun dengan benda tertentu akan mungkin terdapat situasi kerusakan pada kapal, korban
manusia, tumpahan minyak ke laut (kapal tangki), pencemaran dan kebakaran. Situasi Iainnya
adalah kepanikan atau ketakutan petugas di kapal yang justru memperlambat tindakan,
pengamanan, penyelamatan dan penanggulangan keadaan darurat tersebut.
Gambar 1. Tubrukan di laut
(Google Image, 2021)
2) Kebakaran / ledakan
Kebakaran di kapal dapat terjadi di berbagai lokasi yang rawan terhadap kebakaran,
misalnya di kamar mesin, ruang muatan, gudang penyimpanan perlengkapan kapal, instalasi
listrik dan tempat akomodasi Nakhoda dan anak buah kapal.
Sedangkan ledakan dapat terjadi karena kebakaran atau sebaliknya kebakaran terjadi
karena ledakan, yang pasti kedua-duanya dapat menimbulkan situasi darurat serta perlu
untuk diatasi.
Keadaan darurat pada situasi kebakaran dan ledakan tentu sangat berbeda dengan
keadaan darurat karena tubrukan, sebab pada situasi yang demikian terdapat kondisi yang
panas dan ruang gerak terbatas dan kadangkadang kepanikan atau ketidaksiapan petugas
untuk bertindak mengatasi keadaan maupun peralatan yang digunakan sudah tidak layak
atau tempat penyimpanan telah berubah.
3) Kandas
Kapal kandas pada umumnya didahului dengan tanda-tanda putaran baling-baling
terasa berat, asap di cerobong mendadak menghitam, badan kapal bergetar dan kecepatan
kapal berubah kemudian berhenti mendadak.Pada saat kapal kandas tidak bergerak, posisi
kapal akan sangat tergantung pada permukaan dasar taut atau sungai dan situasi di dalam
kapal tentu akan tergantung juga pada keadaan kapal tersebut.
Pada kapal kandas terdapat kemungkinan kapal bocor dan menimbulkan
pencemaran atau bahaya tenggelam kalau air yang masuk ke dalam kapal tidak dapat
diatasi, sedangkan bahaya kebakaran tentu akan dapat saja terjadi apabila bahan bakar atau
minyak terkondisi dengan jaringan listrik yang rusak menimbulkan nyala api dan tidak
terdeteksi sehingga menimbulkan kebakaran. Kemungkinan kecelakaan manusia akibat
kapal kandas dapat saja terjadi karena situasi yang tidak terduga atau terjatuh saat terjadi
perubahan posisi kapal.
Kapal kandas sifatnya dapat permanen dan dapat pula bersifat sementara
tergantung pada posisi permukaan dasar laut atau sungai, ataupun cara mengatasinya
sehingga keadaan darurat seperti ini akan membuat situasi di lingkungan kapal akan terjadi
rumit.
Gambar 2. Kapal Kandas
4) Kebocoran/Tenggelam
Kebocoran pada kapal dapat terjadi karena kapal kandas, tetapi dapat juga terjadi
karena tubrukan maupun kebakaran serta kerusakan kulit pelat kapal ka rena korosi,
sehingga kalau tidak segera diatasi kapal akan segera tenggelam.
Air yang masuk dengan cepat sementara kemampuan mengatasi kebocoran
terbatas, bahkan kapal menjadi miring membuat situasi sulit diatasi. Keadaan darurat ini
akan menjadi rumit apabila pengambilan keputusan dan pelaksanaannya tidak didukung
sepenuhnya oleh seluruh anak buah kapal, karena upaya untuk mengatasi keadaan tidak
didasarkan pada azas keselamatan dan kebersamaan.
5) Orang jatuh ke laut
Orang jatuh ke laut merupakan salah satu bentuk kecelakaan yang membuat situasi
menjadi darurat dalam upaya melakukan penyelamatan. Pertolongan yang diberikan tidak
dengan mudah dilakukan karena akan sangat tergantung pada keadaan cuaca saat itu serta
kemampuan yang akan memberi pertolongan, maupun fasilitas yang tersedia.
6) Pencemaran
Pencemaran laut dapat terjadi karena buangan sampah dan tumpahan minyak saat
bunkering, buangan limbah muatan kapal tangki, buangan limbah kamar mesin yang
melebihi ambang 15 ppm dan karena muatan kapal tangki yang tertumpah akibat tubrukan
atau kebocoran.
Upaya untuk mengatasi pencemaran yang terjadi merupakan hal yang sulit karena
untuk mengatasi pencemaran yang terjadi memerlukan peralatan, tenaga manusia yang
terlatih dan kemungkinan-kemungkinan resiko yang harus ditanggung oleh pihak yang
melanggar ketentuan tentang pencegahan pencemaran.
Sesuai dengan kemungkinan terjadinya situasi darurat di kapal, isyarat bahaya yang
umumnya dapat terjadi adalah :
1) Isyarat kebakaran (fire)
Apabila terjadi kebakaran di atas kapal maka setiap orang di atas kapal yang
pertama kali melihat adanya kebakaran wajib melaporkan kejadian tersebut pada mualim
jaga di anjungan.
Mualim jaga akan terus memantau perkembangan upaya pemadaman kebakaran
dan apabila kebakaran tersebut tidak dapat di atasi dengan alat-alat pemadam portable dan
dipandang perlu untuk menggunakan peralatan pemadam kebakaran tetap serta
membutuhkan peran seluruh anak buah kapal, maka atas keputusan dan perintah Nakhoda
isyarat kebakaran wajib dibunyikan dengan kode suling atau bel satu pendek dan satu
panjang secara terus menerus seperti berikut :
Setiap anak buah kapal yang mendengar isyarat kebakaran wajib melaksanakan
tugasnya sesuai dengan perannya pada sijil kebakaran dan segera menuju ke tempat
tugasnya untuk menunggu perintah lebih lanjut dari komandan regu pemadam kebakaran.
2) Isyarat sekoci / meninggalkan kapal
Dalam keadaan darurat yang menghendaki Nakhoda dan seluruh anak buah kapal
harus meninggalkan kapal maka kode isyarat yang dibunyikan adalah melalui bel atau suling
kapal sebanyak 7 (tujuh) pendek dan satu panjang secara terus menerus seperti berikut :
3) Isyarat orang jatuh ke Laut
Dalam pelayaran sebuah kapal dapat saja terjadi orang jatuh ke laut, bila seorang
awak kapal melihat orang jatuh ke laut, maka tindakan yang harus dilakukan adalah :
• Berteriak "Orang jatuh ke laut"
• Melempar pelampung penolong (lifebuoy)
• Melapor ke Mualim jaga.
Selanjutnya Mualim jaga yang menerima laporan adanya orang jatuh ke laut dapat
melakukan manouver kapal untuk berputar mengikuti ketentuan "Willemson Turn" atau
"Carnoevan turn" untuk melakukan pertolongan. Bila ternyata korban tidak dapat ditolong
maka kapal yang bersangkutan wajib menaikkan bendera internasional huruf "O".
3) Isyarat Bahaya lainnya
Dalam hal-hal tertentu bila terjadi kecelakaan atau keadaan darurat yang sangat
mendesak dengan pertimbangan bahwa bantuan pertolongan dari pihak lain sangat
dibutuhkan maka setiap awak kapal wajib segera memberikan tanda perhatian dengan
membunyikan bel atau benda lainnya maupun berteriak untuk meminta pertolongan.
Tindakan ini dimaksud agar mendapat bantuan secepatnya sehingga korban dapat
segera ditolong dan untuk mencegah timbulnya korban yang lain atau kecelakaan maupun
bahaya yang sedang terjadi tidak meluas.
Dalam keadaan bahaya atau darurat maka peralatan yang dapat digunakan adalah
peralatan atau mesin-mesin maupun pesawat-pesawat yang mampu beroperasi dalam
keadaan tersebut. Sebuah kapal didesain dengan memperhitungkan dapat beroperasi pada
kondisi normal dan kondisi darurat.
Oleh sebab itu pada kapal dilengkapi juga dengan mesin atau pesawat yang mampu
beroperasi pada kondisi darurat. Adapun mesin-mesin atau pesawat-pesawat yang dapat
beroperasi pada keadaan darurat terdiri dari :
Emergency steering gear
Emergency generator
Emergency radio communication
Emergency fire pump
Emergency ladder
Emergency buoy
Emergency escape trunk
Emergency alarm di kamar pendingin, cargo space, engine room space,
accomodation space
Setiap mesin atau pesawat tersebut di atas telah ditetapkan berdasarkan ketentuan
SOLAS 1974 tentang penataan dan kapasitas atau kemampuan operasi. Sebagai contoh
Emergency Fire Pump (pompa pemadam darurat) berdasarkan ketentuan wajib dipasang di
luar kamar mesin dan mempunyai tekanan kerja antara 3 - 5 kilogram per sentimeter persegi
dan digerakkan oleh tenaga penggerak tersendiri. Sehingga dalam keadaan darurat bila
pompa pemadam utama tidak dapat beroperasi, maka alternatif lain hanya dapat
menggunakan pompa pemadam darurat dengan aman di luar kamar mesin
Untuk mampu bertindak dalam situasi darurat maka setiap awak kapal harus
mengetahui dan terampil menggunakan perlengkapan keselamatan jiwa di laut dan mampu
menggunakan sekoci dan peralatannya maupun cakap menggunakan peralatan pemadam
kebakaran. Adapun perlengkapan keselamatan jiwa di laut meliputi:
Life saving
Appliances
Life boatLife jacket
Life raft
Bouyant apparatus
Life buoy
Line throwing gun
Life line
Emergency signal (parachute signal, red hand flare, orange smoke signal)
a) Fire fighting equipment
Emergency fire pump, fire hydrants
Hose dan nozzles
Fire extinguishers (fixed and portable)
Smoke detector and fire detector system
C02 Installation
Sprinkler system (Automatic water spray)
Axes and crow bars - Fireman outfits and breathing apparatus
Sand in boxes.
b) Tata cara khusus dalam prosedur keadaan darurat
1. Kejadian Tubrukan (Imminent collision)
Bunyikan sirine bahaya (Emergency alarm sounded)
Menggerakkan kapal sedemikian rupa untuk mengurangi pengaruh tubrukan
Pintu-pintu kedap air dan pintu-pintu kebakaran otomatis di tutup
Lampu-lampu dek dinyalakan
Nakhoda diberi tahu
Kamar mesin diberi tahu
VHF dipindah ke chanel 16
Awak kapal dan penumpang dikumpulkan di stasiun darurat
Posisi kapal tersedia di ruangan radio dan diperbaharui bila ada perubahan.
Setelah tubrukan got-got dan tangki-tangki di ukur.
2. Kandas, Terdampar (Stranding)
Stop mesin
Bunyikan sirine bahaya
Pintu-pintu kedap air di tutup
Nakhoda diberi tahu
Kamar mesin diberi tahu fVHF di pindah ke chanel 16
Tanda-tanda bunyi kapal kandas dibunyikan
Lampu dan sosok-sosok benda diperlihatkan
Lampu dek dinyalakan
Got-got dan tangki-tangki diukur/sounding
Kedalaman laut disekitar kapal diukur.
Posisi kapal tersedia di kamar radio dan diperbaharui bila ada perubahan.
3. Kebakaran/Fire
Sirine bahaya dibunyikan (internal clan eksternal)
Regu-regu pemadam kebakaran yang bersangkutan siap dan mengetahui lokasi
kebakaran.
Ventilasi, pintu-pintu kebakaran otomatis, pintu-pintu kedap air di tutup.
Lampu-lampu di dek dinyalakan
Nakhoda diberi tahu
Kamar mesin diberi tahu
Posisi kapal tersedia di kamar radio dan diperbaharui bila ada perubahan
4. Air masuk ke dalam ruangan (Flooding)
Sirine bahaya dibunyikan (internal dan eksternal)
Siap-siap dalam keadaan darurat
Pintu-pintu kedap air di tutup
Nakhoda diberi tahu
Kamar mesin diberi tahu
Posisi kapal tersedia di kamar radio dan diperbaharui bila ada perubahan
5. Berkumpul di sekoci/rakit penolong (meninggalkan kapal)
Sirine tanda berkumpul di sekoci/rakit penolong untuk meninggalkan kapal,
misalnya kapal akan tenggelam yang dibunyikan atas perintah Nakhoda
Awak kapal berkumpul di sekoci/rakit penolong
6. Orang jatuh ke laut (Man overboard)
Lemparkan pelampung yang sudah dilengkapi dengan lampu apung dan asap
sedekat orang yang jatuh
Usahakan orang yang jatuh terhindar dari benturan kapal dan baling-baling
Posisi dan letak pelampung diamati
Mengatur gerak untuk menolong (bila tempat untuk mengatur gerak cukup
disarankan menggunakan metode "Williamson" Turn)
Tugaskan seseorang untuk mengawasi orang yang jatuh agar tetap terlihat
Bunyikan tiga suling panjang dan diulang sesuai kebutuhan
Regu penolong slap di sekoci
Nakhoda diberi tahu
Kamar mesin diberi tahu
Letak atau posisi kapal relatif terhadap orang yang jatuh di plot Posisi kapal
tersedia di kamar radio dan diperbaharui bila ada perubahan
7. Pencarian dan Penyelamatan (Search and Rescue)
Mengambil pesan bahaya dengan menggunakan radio pencari arah
Pesan bahaya atau S.O.S dipancarkan ulang
Mendengarkan poly semua frekwensi bahaya secara terus menerus
Mempelajari buku petunjuk terbitan SAR (MERSAR)
Mengadakan hubungan antar SAR laut dengan SAR udara pada frekwensi 2182 K
dan atau chanel 16
Posisi, haluan dan kecepatan penolong yang lain di plot
K3LH (Kesehatan, Keselamatan, Kerja dan Lingkungan Hidup)
B. Deskripsi
Menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970, kecelakaan diartikan suatu kejadian
yang tidak diinginkan yang mengakibatkan cedera terhadap manusia atau kerusakan terhadap
harta benda serta lingkungan kerja, yang meliputi:
1) Kecelakaan kerja
2) Kebakaran
3) Peledakan
4) Penyakit akibat kerja
Peraturan Kerja adalah Peraturan yang digunakan untuk mengatasi keselamatan dari
pekerjaan sipekerja serta untuk membatasi perintah sewenangwenang dari majikan yang tidak
sesuai dengan peraturan.
Kecelakaan kerja adalah suatu kecelakaan yang terjadi pada seseorang karena
hubungan kerja dan kemungkinan besar disebabkan karena adanya kaitan bahaya dengan
pekerja dalam jam kerja. Keselamatan kerja adalah suatu bentuk usaha atau kegiatan untuk
menciptakan lingkungan kerja yang aman dan mencegah semua bentuk kecelakaan. Kesehatan
kerja adalah suatu usaha tentang cara-cara peningkatan dan pemeliharaan kesehatan tenaga
kerja pada tahap yang setinggi-tingginya baik jasmani, rohani maupun sosial. Bahaya adalah
suatu keadaan atau perubahan lingkungan yang mengandung potensi untuk menyebabkan
cedera, penyakit, kerusakan harta benda
Peraturan International Maritim Of Organization (IMO) mengenai pencegahan
kecelakaan dan kesehatan kerja, dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja
terutama bagi pelaut. Faktor kecelakaan di laut menjadi perhatian berbagai pihak termasuk
usaha pencegahannya. Untuk itu IMO membuat petunjuk yang berkenaan dengan pencegahan
kelelahan agar siap untuk melaksanakan tugas (Fitness Duty), petunjuk-petunjuk tersebut
antara lain
1. Maksimum jam kerja di kapal rata-rata tidak lebih dari 12 jam perhari. Setiap perwira dan
rating yang akan diberikan tugas jaga harus minimal 10 jam istirahat dalam periode 24 jam.
2. Jumlah jam istirahat boleh dibagi tidak lebih dari 2 periode yang salah satu periodenya
paling sedikit 6 jam lamanya.
3. Pengecualian dari kondisi butir 1 dan 2 diatas, sepuluh jam minimal istirahat boleh
dikurangi, akan tetapi tidak boleh kurang dari 6 jam secara terus menerus dan pengurangan
tersebut tidak melebihi dari 2 hari dan tidak kurang dari 70 jam istirahat untuk periode 7
hari.
Kecelakaan dalam berbagai bentuk dan akibatnya dapat merugikan pengusaha dan
masyarakat, karena kecelakaan akan menimbulkan penderitaan lahir bathin atau kerugian yang
bersifat ekonomis. Sebaliknya dengan terselenggaranya kesehatan dan keselamatan kerja
dengan baik dan tepat akan memberi ketenangan dan kegairahan kerja yang menunjang
pertumbuhan dan perkembangan produksidan produktifitas serta memberi iklim yang baik
dalam menimbulkan stabilitas sosial, terutama dikalangan masyakarakat ketenagakerjaan.
Sehingga dari permasalahan tersebut diatas diperoleh gambaran bahwa kesehatan dan
keselamatan kerja merupakan masalah bersama semua pihak yang terlibat dalam proses proses
produksi barang dan jasa yaitu pemerintah, pengusaha, tenaga kerja dan masyarakat.
Kecelakaan kerja dapat membawa akibat kerugian berupa tambahan pengeluaran
biaya berupa biaya nyata maupun biaya tidak nyata bagi pihak yang terkait dengan perusahaan.
Kerugian tersebut tersebut dapat berupa biaya nyata dan biaya biaya tidak nyata. Biaya yang
timbul akibat kecelakaan kerja yang merupakan tambahan biaya pada pihak terkait dengan
perusahaan (biaya Nyata) antara lain adalah :
1) Bagi karyawan
• Kematian/cacat tetap
• Persoalan kejiwaan akibat cacat tetap, kerusakan bentuk tubuh atau kehilangan harta.
• Kesedihan/penderitaan keluarga akibat kehilangan salah satu seorang anggota
keluarga.
• Beban masa depan.
2) Perusahaan
• Biaya pengobatan dan kegiatan pertolongan
• Biaya ganti rugi yang harus dibayar
• Upah yang dibayar selama korban tak bekerja
• Biaya lembur
• Hilangnya kepercayaan masyarakat
• Penurunan produktifitas korban setelah bekerja kembali
3) Bagi Masyarakat
• Menimbulkan korban jiwa/cacat,
• kerusakan lingkungan.
• Kerusakan harta, dan Lain-lain.
Seseorang melakukan tindakan tidak aman atau kesalahan yang mengakibatkan kecelakaan
karena :
a. Tidak tahu; Yang bersangkutan tidak mengetahui bagaimana melakukan pekerjaan dengan
aman dan tidak tahu bahaya-bahayanya sehingga terjadi kecelakaan.
b. Tidak mampu/tidak bisa; Yang bersangkutan telah mengetahui cara yang aman, bahaya-
bahayanya, tetapi karena belum/kurang terampil atau ahli, akhirnya melakukan kesalahan dan
gagal.
c. Tidak mau; Walaupun telah mengetahui dengan jelas cara kerja/peraturan dan bahaya-
bahaya yang ada serta yang bersangkutan dapat melakukannya, tetapi karena kemauan tidak
ada, akhirnya melakukan kesalahan atau mengakibatkan kecelakaan.
Berikut ini adalah peralatan dasar pelindung diri yang harus ada di kapal untuk menjamin
keselamatan pekerjaan:
1. Pakaian Pelindung
Pakaian pelindung adalah coverall yang melindungi tubuh anggota awak dari bahan-
bahan berbahaya seperti minyak panas, air, percikan pengelasan dan lainnya.
2. Helm
Bagian paling penting bagi tubuh manusia adalah kepala. Perlu perlindungan terbaik
yang disediakan oleh helm plastik keras di atas kapal. Sebuah tali dagu juga disediakan dengan
helm yang menjaga helm di tempat ketika perjalanan atau terjatuh.
3. Sepatu Safety
Maksimal dari ruang internal kapal digunakan oleh kargo dan mesin, terbuat dari logam
keras yang sangat berbahaya bagi pekerja. Manfaat Sepatu Safety di sini untuk memastikan
bahwa tidak ada luka yang terjadi di kaki para pekerja atau crew di atas kapal.
4. Sarung Tangan
Berbagai jenis sarung tangan disediakan di kapal, sarung tangan ini digunakan dalam
operasi di mana hal ini menjadi keharusan untuk melindungi tangan. Beberapa sarung tangan
yang diberikan adalah sarung tangan tahan panas untuk bekerja di permukaan yang panas,
sarung tangan kapas untuk operasi pekerjaan yang normal, sarung tangan las, dan sarung tangan
kimia.
5.Googless Mata
Bagian paling sensitif dari tubuh manusia dan pada operasi sehari-hari memiliki
kemungkinan besar untuk cedera mata, kaca pelindung atau kaca mata digunakan untuk
perlindungan mata, sedangkan kaca mata las digunakan untuk operasi pengelasan yang
melindungi mata dari percikan intensitas tinggi.
6.Plug
Di ruang mesin kapal menghasilkan frekuensi suara yang sangat tinggi untuk telinga
manusia, bahkan dalam beberapa menit dapat menyebabkan sakit kepala, iritasi dan gangguan
pendengaran. Sebuah penutup telinga atau stiker telinga digunakan pada kapal untuk
mengimbangi suara yang didengar oleh manusia dengan aman.
7.Safety Harness Operasi
Kapal rutin mencakup perbaikan dan pengecetan permukaan yang tinggi memerlukan
anggota crew untuk menjangkau daerah-daerah yang tidak mudah diakses. Safety harness
digunakan oleh operator di suatu ujung dan diikat pada titik kuat pada ujung talinya.
8.Masker Kain
Karbon yang melibatkan partikel berbahaya dan menor yang berbahaya bagi tubuh
manusia jika terhirup secara langsung. Untuk menghindari, masker wajah digunakan sebagai
perisai dari partikel berbahaya.
9.Chemical Suit
Bahan kiami di atas kapal sangat sering digunakan dan beberapa bahan kimia sangat
berbahaya bila berkontak langsung dengan kulit manusia. Chemical suit digunakan untuk
menghindari situasi seperti itu.
10. Welding Perisai
Welding adalah kegiatan yang umum di atas kapal untuk perbaikan struktural dan lain-
lain. Juru las yang dilengkapi dengan perisai las atau topeng yang melindungi mata dari kontak
langsung dengan sinar ultraviolet dari percikan las. Hal ini harus diperhatikan dan sebaiknya
pemakaian Welding perisai sangat diharuskan untuk keselamatan pekerja.
Adapun jenis-jenis perlengkapan kerja, seperti yang dimaksud pada pasal 13 dan pasal
14 Undang-undang Keselamatan Kerja N0.1 Tahun 1970 adalah :
a) Alat-alat pelindung batok kepala.
b) Alat-alat pelindung muka dan mata.
c) Alat-alat pelindung badan.
d) Alat-alat pelindung anggota badan seperti lengan dan kaki.
e) Alat-alat pelindung pernafasan.
f) Alat-alat Pencegah jantung.
g) Alat-alat pelindung pendengaran.
h) Alat-alat pencegah tenggelam.
Jenis dan Kegunaan Alat Keselamatan Kerja Adapun jenis peralatan keselamatan kerja beserta
kegunaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:’
Adi, D. Bambang Setiono dan kawan-kawan, 2008. Nautika Kapal Penangkap Ikan Untuk
SMK Jilid 1, 2 Dan 3. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan,
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta.
Dasar-Dasar Keselamatan Di Laut. Buku Kurikulum 2013. Paket Keahlian Teknika kapal
Penangkap Ikan. Kelas X Semester 1, 2. Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah
Kejuruan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Dit. PKK Pertamina, Personal Survival Techniques, Jakarta
Hartina. 2017. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Kapal Niaga. Direktorat Jenderal
Guru dan Tenaga Kependidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pusdiklat DKP, Konvensi STCW-F’95, Jakarta 2001
Prosedur Darurat dan SAR. 2013. Diklat Pelaut V (DP-V) Penjenjangan ANT Lima (ANTV).
Kementerian perhubungan.
a. Remedial
Remedial dilakukan apanila tujuan pembelajaran belum tercapai. Belum tercapainya tujuan
pembelajaran dapat diketahui apabila skor perolehan dari instrument penilaian/assesmen masih
dibawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal)
b. Pengayaan
Merujuk pada sumber belajar lainnya dalam menambah wawasan peserta didik disajikan pada
video https://www.youtube.com/watch?v=AEqEBUOUv8U
Dan penanganan kebakaran https://www.youtube.com/watch?v=MZqdI3HQge0
Lampiran
I. KOMPETENSI DASAR
Menerapkan prosedur darurat saat diatas kapal
Prosedur intern (lokal) Prosedur Ini merupakan pedoman pelaksanaan untuk masing-
masing bagian/ departemen, dengan pengertian keadaan darurat yang terjadi masih dapat
di atasi oleh bagian-bagian yang bersangkutan, di kapal secara terkoordinasi dan
terintegrasi dari semua unit satuan tugas di kapal dan di darat (Manajemen Respon
Team/MRT) sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP), antara lain :
Tugas dan tanggung jawab awak kapal sesuai peraturan dinas awak kapal (PDAK) dan
penanggulangan keadaan darurat sesuai Muster List.
Tindakan penanggulangan keadaan darurat (Contingen Plant).
Ketentuan meninggalkan kapal (Abandon Ship)
Cara bertahan hidup di laut (Sea Survival).
Prosedur umum (utama)
Prosedur umum merupakan pedoman perusahaan secara keseluruhan dan telah
menyangkut keadaan darurat yang cukup besar atau paling tidak dapat membahayakan
kapal-kapal lain atau dermaga/terminal. Dari segi penanggulangannya diperlukan
pengerahan tenaga yang banyak atau melibatkan kapal-kapal / pengusaha pelabuhan
setempat (MRT).
Kesiapan menghadapi keadaan darurat adalah kemampuan atau kecakapan awak
kapal dan orang-orang pekerja lainnya untuk bekerja di kapal secara profesional (terlatih)
sehingga mampu menanggulangi keadaan darurat di kapal dan apabila harus meninggalkan
kapal dapat bertahan hidup di laut (sea Survival) sampai bantuan tiba atau dapat
menyelamatkan diri. Untuk dapat memahami dalam menghadapi keadaan darurat
diperlukan :
f. Pemahaman (sosialisasi) prosedur penanggulangan keadaan darurat
g. Familiarisasi tugas individu dan kelompok
h. Latihan penanggulangan keadaan darurat secara rutin
i. Kegiatan fisik dan mental
j. Kerjasama kelompok.
IV. MARI BERDISKUSI
I. KOMPETENSI DASAR
Menerapkan prosedur darurat saat kebakaran diatas kapal
Kebakaran di kapal dapat terjadi di berbagai lokasi yang rawan terhadap kebakaran,
misalnya di kamar mesin, ruang muatan, gudang penyimpanan perlengkapan kapal, instalasi
listrik dan tempat akomodasi Nakhoda dan anak buah kapal.
Sedangkan ledakan dapat terjadi karena kebakaran atau sebaliknya kebakaran terjadi
karena ledakan, yang pasti kedua-duanya dapat menimbulkan situasi darurat serta perlu
untuk diatasi.
Keadaan darurat pada situasi kebakaran dan ledakan tentu sangat berbeda dengan
keadaan darurat karena tubrukan, sebab pada situasi yang demikian terdapat kondisi yang
panas dan ruang gerak terbatas dan kadangkadang kepanikan atau ketidaksiapan petugas
untuk bertindak mengatasi keadaan maupun peralatan yang digunakan sudah tidak layak
atau tempat penyimpanan telah berubah.
I. KOMPETENSI DASAR
Menerapkan fasilitas keselamatan diatas kapal sesuai tindakan isyarat bahaya
Sarana dan perlengkapan keselamatan yang harus dimiliki sebuah kapal sesuai
Amandemen 1983 adalah:
1) Alat-alat penolong perorangan
2) Pesawat luput maut
3) Sekoci penyelamat
4) Alat-alat peluncuran dan embarkasi
5) Isyarat-isyarat visual
Alat-alat penolong lain Pemakaian dan penempatan sarana dan perlengkapan
keselamatan diatur sedemikian rupa agar mudah terlihat, dijangkau dan dikenakan oleh
setiap orang dilengkapi dengan petunjuk penyimpanan dan pemakaian.
1. Sebutkan sarana dan prasarana yang harus dimiliki pada sebuah kapal?
Jawab:
............................................................................................................................
2.Bagaimana perancagan layak untuk rompi penolong ?
Jawab:
............................................................................................................................
3. Bagaimana pengaturan penyimpanan lifebuoy alat keselamatan agar dapat terlepas sendiri
?
Jawab:
…………………………………………………………………………………............
4. Berdasarkan kegiatan ini, bagaimana cara mengatur kapasistas sekoci penolong ? Jawab:
………………………………………………………………………………..
Rubrik Penilaian Individu
Kriteria penilaian:
Sangat Baik (SB) : apabila memperoleh skor rata-rata: 3 < skor rata-rata ≤ 4
Baik (B) : apabila memperoleh skor rata-rata: 2 < skor rata-rata ≤ 3
Cukup (C) : apabila memperoleh skor rata-rata: 1 < skor rata-rata ≤ 2
Kurang (K) : apabila memperoleh skor rata-rata: skor rata-rata ≤ 1
PERTEMUAN 2
(6JP)
TUJUAN PEMBELAJARAN KRITERIA KETERCAPAIAN
Memahami proses bisnis nautika kapal Memahami persyaratan sertifikat
penangkap ikan sebagai bagian integral dari Keahlian Pelaut sabagai ijazah atau
bisnis pelayaran perikanan surat izin yang menegaskan bahwa
pemegang memiliki pengetahuan dan
keahlian untuk berlayar
Memahami kontrak kerja di kapal untuk
mengetahui dasar hukum perjanjian
kerja laut antara pemberi pekerjaaan
dengan penerima pekerjaan
a. Prinsip, Tujuan dan Sasaran Perjanjian Kerja Laut (PKL) sebagai berikut:
PKL bagi Awak Kapal Perikanan dilaksanakan berdasarkan prinsip
Kesetaraan hak dan kewajiban
kesejahteraan, keamanan, kenyamanan, keselamatan, dan
kesehatan kerja
Jaminan asuransi
Jaminan hukum
PKL disusun dengan disusun dengan tujuan untuk memastikan terpenuhinya
persyaratan kerja, kondisi kerja, upah, jaminan kesehatan, jaminan asuransi
kecelakaan, musibah, kematian, jaminan hukum, serta jaminan keamanan bagi awak
Kapal Perikanan
PKL disusun dengan sasaran untuk menjamin:
Perlindungan dan kesejahteraan bagi Awak Kapal Perikanan
Awak Kapal Perikanan yang dipekerjakan memiliki kompetensi, dokumen Awak
Kapal Perikanan, dan bersedia bekerja
PKL disusun dalam rangka memberikan perlindungan bagi Awak Kapal
Perikanan dari risiko kerja dan bagi pemilik Kapal Perikanan, Operator Kapal
Perikanan, Agen Awak Kapal Perikanan, atau Nakhoda Kapal Perikanan dari risiko
usaha dalam hal tersebut perlunya persiapan menghadapi:
jam kerja yang tidak menentu dan cenderung lebih lama
tidak ada standar jam kerja dan/atau jam istirahat
musim Penangkapan Ikan menuntut Awak Kapal Perikanan bekerja terus-menerus
daerah operasi Penangkapan Ikan memiliki gelombang dan cuaca yang berbahaya
perbekalan makanan dan minuman di Kapal Perikanan terbatas
kecelakaan kerja
ketidakpastian hasil Penangkapan Ikan.
b. Wilayah hukum Perjanjian Kerja Laut
Wilayah hukum PKL bagi Awak Kapal Perikanan meliputi:
WPPNRI
Laut Lepas
Perairan Negara lain
PKL bagi Awak Kapal Perikanan dilaksanakan untuk:
Awak Kapal Perikanan yang bekerja di Kapal Perikanan berbendera Indonesia yang
beroperasi di WPPNRI
Awak Kapal Perikanan yang bekerja di Kapal Perikanan berbendera Indonesia yang
beroperasi di laut lepas
Awak Kapal Perikanan yang bekerja di Kapal Perikanan berbendera asing yang
beroperasi di perairan negara bendera kapal dan laut lepas (high seas)
Awak Kapal Perikanan yang bekerja di Kapal Perikanan berbendera asing yang
beroperasi di perairan negara lain.
PKL bagi Awak Kapal Perikanan yang bekerja pada Kapal Perikanan berbendera
asing dapat diperiksa oleh Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri di negara
operasional Penangkapan Ikan.
c. Jenis Perjanjian Kerja Laut
PKL bagi Awak Kapal Perikanan dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
PKL waktu untuk waktu terbatas
PKL untuk waktu satu kali operasi Kapal Perikanan
PKL untuk jangka waktu tidak terbatas
d. Kondisi dan Persyaratan Kerja di Kapal Perikanan
Setiap orang yang dipekerjakan sebagai Awak Kapal Perikanan harus memenuhi
persyaratan standar umur dan standar kesehatan
setiap orang dapat melaksanakan beberapa tugas di Kapal Perikanan
standar umur sebagai awak kapal perikanan paling rendah 18 tahun
tidak membahayakan kesehatan dan keselamatan serta tidak merusak moral
(penyalahgunaan seksual/sexsual abuse) Awak Kapal Perikanan
Awak Kapal Perikanan harus memenuhi persyaratan standar kesehatan dibuktikan
secara tertulis dalam bentuk surat keterangan sehat dari unit kesehatan setempat yang
menyatakan bahwa:
a. kondisi panca indera dan fisik memenuhi syarat untuk bekerja di Kapal Perikanan
b. tidak menderita penyakit yang mungkin bertambah buruk jika bekerja di Kapal
Perikanan atau membahayakan keselamatan atau kesehatan orang lain di Kapal
Perikanan.
Unit kesehatan yang ditunjuk dan ditetapkan oleh instansi yang berwenang di bidang
Perikanan tangkap atau di bidang ketenagakerjaan atau di bidang pelayaran.
SERTIFKASI KEAHLIAN PELAUT
A. Deskripsi
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Repubilk Indonesia
Nomor per.07/men/2011 tentang sistem standar mutu pendidikan dan pelatihan, ujian serta
sertifikasi pelaut kapal penangkap ikan bahwa :
1. untuk menjamin keselamatan pelayaran bagi kapal penangkap ikan diperlukan adanya
awak kapal yang memiliki keahlian dan keterampilan, sehingga cakap untuk
melakukan tugas di atas kapal penangkap ikan sesuai dengan posisinya
2. dalam rangka mewujudkan awak kapal penangkap ikan yang memiliki keahlian dan
keterampilan perlu adanya suatu sistem standar mutu pendidikan dan pelatihan, ujian,
dan sertifikasi pelaut kapal penangkap ikan
3. Standar mutu pendidikan dan pelatihan, ujian, serta sertifikasi pelaut kapal penangkap
ikan adalah kriteria minimum mengenai jenis dan tingkat mutu pendidikan dan
pelatihan, ujian, serta sertifikasi untuk pelaut kapal penangkap ikan.
4. Sistem standar mutu pendidikan dan pelatihan, ujian, serta sertifikasi pelaut kapal
penangkap ikan adalah keseluruhan komponen standar mutu yang saling terkait dan
terpadu untuk melakukan pendidikan dan pelatihan, ujian, dan sertifikasi pelaut kapal
penangkap ikan dalam rangka mewujudkan pelaut kapal penangkap ikan yang ahli dan
terampil.
5. Pelaut kapal penangkap ikan adalah setiap orang yang mempunyai kualifikasi keahlian
dan/atau keterampilan sebagai awak kapal penangkap ikan.
6. Pendidikan dan pelatihan keahlian pelaut kapal penangkap ikan adalah pendidikan dan
pelatihan berdasarkan jenis dan jenjang keahlian pelaut kapal penangkap ikan melalui
jalur pendidikan dan pelatihan profesional atau fungsional
Tabel 1. Sertifikat Keterampilan
SERTIFIKAT KETERANGAN
KETERAMPILAN
1 BST-F (Basic Safety Pelatihan Dasar Keselamatan
Training for All Fishing untuk semua kapal
Vessel Personnel) penangkapan ikan
2 BST Niaga (umum) Pelatihan Dasar Keselamatan
Niaga (umum)
3 BST-KLM (Kapal Layar Pelatihan Dasar Keselamatan
Motor) Kapal Layar Motor
4 AFF (Advanced Fire Sertifikat Lanjutan
Fighting) Penanggulangan Kebakaran
5 SAT (Security Awareness Pelatihan Kesadaran Keamanan
Training) Organisasi
6 Medical Emergency First Sertifikat Pertolongan Medis
Aid Darurat
7 Medical Care On Board Sertifikat Perawatan Medis di
atas Kapal
8 Radar Simulator Sertifikat Simulasi RADAR
9 ARPA Simulator Sertifikat Simulasi ARPA
10 General Radio Operator Sertifikat Operator Radio Umum
untuk GMDSS
11 Restricted Radio Operator Sertifikat Operator Radio
Terbatas untuk GMDSS
12 Profiency In Survival Craft Sertifikat Kecakapan Pesawat
and Rescue Boats Luput Maut dan Sekoci
Penyelamat
13 Ship Security Officer Sertifikat Perwira Keamanan
Kapl
7. Sertifikat keahlian pelaut kapal penangkap ikan adalah sertifikat yang diberikan
sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan pelaut kapal
penangkap ikan.
8. Sertifikat keterampilan pelaut kapal penangkap ikan adalah sertifikat yang diberikan
sebagai pengakuan terhadap keterampilan untuk melakukan pekerjaan tertentu di kapal
penangkap ikan.
9. Sertifikat pengukuhan pelaut kapal penangkap ikan adalah sertifikat yang diberikan
sebagai pengakuan pemberian kewenangan jabatan di atas kapal penangkap ikan bagi
seseorang sesuai dengan jenis dan tingkat sertifikat, ukuran kapal dan daerah
pelayaran.
Syarat untuk dapat bekerja di kapal adalah harus menandatangani:
1. Perjanjian kerja laut antara pengusaha dan nakhoda dan ABK.
2. Sijil awak kapal antara nakhoda/wakil dengan syahbandar/wakil.
3. Dan lain-lain sesuai dengan hukum perkapalan.
ABK yang siap bekerja di kapal harus memiliki persyaratan berikut:
1. Sertifikat Pre Sailing Health Certificate.
2. Buku Pelaut.
3. Ijazah bagi perwira.
4. Sertifikat ketrampilan Pelaut.
5. Surat Kontrak
PERSIAPAN PEMBELAJARAN
Proses bisnis meyeluruh bidang nautika kapal penangkap ikan
Netanyahu E.K., Emma V.T.Senewe. Friend. H. Anis. 2020. Perlindungan Hukum Terhadap
Pekerja Laut dalam Pemutusan Hubungan Kerja . Lex Administratum. Vol.
VII/No.5/Nov/EdisiKhusus
Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 42/Permen-Kp/2016
Tentang Perjanjian Kerja Laut Bagi Awak Kapal Perikanan
Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
Per.07/Men/2011Tentang Sistem Standar Mutu Pendidikan Dan Pelatihan, Ujian,
Serta Sertifikasi Pelaut Kapal Penangkap Ikan
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 9 Tahun 2005 tentang Pendidikan dan Pelatihan,
Ujian, serta Sertifikasi Pelaut Kapal Penangkap Ikan
Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pengesahan STCW-F 1995
REMEDIAL
a. Remedial
Remedial dilakukan apanila tujuan pembelajaran belum tercapai. Belum tercapainya tujuan
pembelajaran dapat diketahui apabila skor perolehan dari instrument penilaian/assesmen masih
dibawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal)
b. Pengayaan
Tugas
1. Diskusikan lah pernyataandi bawah ini bersama teman sebangkumu, Peraturan Menteri
yang berhubungan dengan Perjanjian Kerja laut, beserta hak-hak sebagai seorang pelaut
2. Kedudukan perjanjian kerja laut pada dasarnya sama dengan perjanjian kerja pada
umumnya, yang membedakan perjanjian kerja laut khusus dibuat untuk pelaut yang
memiliki keahlian atau keterampilan khusus sebagai awak kapal. Bagaimana tindakanmu
apabila sebagai seorang pelaut anda berada di posisi diperlakukan tidak sesuai Peraturan
menteri
3. Presentasikan di depan kelas hasil belajarmu
LEMBAR KERJA SISWA
Tugas
a. Carilah pelanggaran dalam Perjanjian Kerja Laut yang bersumber dari Undang-
undang yang berlaku
b. Catat dan identifikasi, Bagaimana Upaya pemerintah menanggapi pelanggaran
terkait PKL
c. Presentasikan di depan Kelas untuk berbagi informasi dengan teman belajar
Tes Formatif
1. Beberapa kesepakatan awak kapal Perikanan dengan pemilik Kapal Perikanan yang
digunakan dalam Perjanjian Kerja Laut di bawah ini adalah. . .
2. Setiap orang atau perusahaan baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum
dan berdasarkan akta notaris memiliki Kapal Perikanan dan bertanggung jawab
terhadap operasional Kapal Perikanan adalah. . .
a.Agen Awak Kapal
b.Pemilik Kapal
c.Operator Kapal Perikanan
d. Penangkapan Ikan
3. Awak Kapal Perikanan yang menjadi pimpinan di Kapal Perikanan yang mempunyai
wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan di bidang keselamatan pelayaran adalah. . .
a.Agen Awak Kapal
b.Pemilik Kapal
c.Nahkoda Kapal Perikanan
d.Penangkapan Ikan
4. Berikut ini resiko yang harus dihadapi sebagai pemilik kapal, awak kapal, nahkoda
kapal dan operator kapal perikanan
a.Musim penangkapan ikan menuntut Awak kapal Perikanan bekerja terus menerus
b. Musim tangkap yang menentu
c.Terdapat standart kerja
d.Jam kerja yang menentu
5. Berikut ini Wilayah Hukum Perjanjian Kerja Laut
a. ZEEI, zona tambahan
b. Perairan kepulauan
c. Laut Teritorial, zona tambahan
d.WPPNRI, Laut Lepas, Perairan Negara Lain
6. Setiap orang yang dipekerjakan sebagai Awak Kapal Perikanan harus memenuhi
persyaratan standar umur dan standar kesehatan, unit kesehatan yang ditunjuk untuk
pemeriksaan kesehatan adalah
10. Pendidikan dan pelatihan keahlian pelaut kapal penangkap ikan adalah pendidikan
dan pelatihan berdasarkan jenis dan jenjang keahlian pelaut kapal penangkap ikan
melalui jalur pendidikan dan pelatihan profesional atau fungsional
a. SD, SMP dan SMA
b. Nelayan, SMK, Akademisi
c. SMA,SMK, Perkuliahan umum
d. SMA, SMK, Nelayan
RUBRIK DAN KRITERIA PENILAIAN
5. Aspek Menyimpulkan
3. Aspek Menjawab
c. Rubrik Presentasi
Skor
No Aspek
4 3 2 1
1. Kejelasan Presentasi
2. Pengetahuan
3. Penampilan
1. Kejelasan Presentasi
Skor 4 : Sistematika penjelasan logis dengan bahasa dan suara yang sangat
jelas
Skor 3 : Sistematika penjelasan logis dan bahasa sangat jelas tetapi suara
kurang jelas
Skor 2 : Sistematika penjelasan tidak logis meskipun menggunakan bahasa
dan suara cukup jelas
Skor 1 : Sistematika penjelasan tidak logis meskipun menggunakan bahasa
dan suara cukup jelas
2. Pengetahuan
Skor 4 : Penampilan menarik, sopan dan rapi, dengan penuh percaya diri
serta menggunakan alat bantu
Skor 3 : Penampilan cukup menarik, sopan, rapih dan percaya diri
menggunakan alat bantu
Skor 2 : Penampilan kurang menarik, sopan, rapi tetapi kurang percaya
diri serta menggunakan alat bantu
Skor 1 : Penampilan kurang menarik, sopan, rapi tetapi tidak percaya diri
dan tidak menggunakan alat bantu
Skor 4 : jika seluruh alat dan bahan disiapkan sesuai dengan prosedur
Skor 3 : jika sebagian besar alat dan bahan disiapkan sesuai dengan
prosedur
Skor 2 : jika sebagian kecil alat dan bahan disiapkan sesuai dengan
prosedur
Skor 1 : jika alat dan bahan tidak disiapkan sesuai dengan prosedur
2. Proses Pelaksanaan Selama Praktikum
Skor 4 : jika seluruh alat dibersihkan dan ditata kembali dengan benar
Skor 3 : jika sebagian besar alat dibersihkan dan ditata kembali dengan
benar
Skor 2 : jika sebagian kecil alat dibersihkan dan ditata kembali dengan
benar
Skor 1 : jika tidak ada hasil alat dibersihkan dan ditata kembali dengan
benar
CAPAIAN PEMBELAJARAN
Pada akhir fase E, peserta didik dapat memahami proses bisnis nautika kapal penangkap
ikan sebagai bagian integral dari bisnis pelayaran perikanan, antara lain tentang penerapan
prosedur darurat dan K3LH, persyaratan kerja di kapal, kontrak kerja, buku pelaut,
sertifikasi, hukum maritim dan hukum perikanan, penangkapan ikan
PERTEMUAN 3
(6JP)
TUJUAN PEMBELAJARAN KRITERIA KETERCAPAIAN
Memahami proses bisnis nautika kapal Memahami dan menerapkan hukum
penangkap ikan sebagai bagian integral dari maritim dan hukum perikanan untuk
bisnis pelayaran perikanan mengetahui kebijakan dan pencegahan
polusi laut
Menerapkan penangkapan dan
penanganan pasca penangkapan ikan
untuk memahami perikanan
berkelanjutan dan tanggung jawab
KEGIATAN PEMBELAJARAN
Pengaturan Peserta Didik
Berkelompok (5-6 orang)
Metode
Ceramah
Diskusi
Presentasi
MATERI, ALAT DAN BAHAN
Materi Ajar
Ruang Lingkup Materi:
1. Hukum maritim dan hukum perikanan
2. Penangkapan dan penanganan pasca penangkapan ikan
HUKUM MARITIM DAN HUKUM PERIKANAN
A. Deskripsi
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2019 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, bahwa
:
1. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan sumber
daya perikanan.
2. Sumber Daya Perikanan adalah potensi semua sumber daya ikan,
sumber daya lingkungan, dan segala sumber daya buatan manusia yang
digunakan untuk memanfaatkan sumber daya ikan.
3. Sumber Daya Ikan adalah potensi semua jenis ikan dan organisme lain
yang berhubungan dengan ikan.
4. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari
siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan.
5. Pengelolaan Perikanan adalah upaya pelindungan, pemanfaatan, dan
pelestarian Perikanan, untuk mencapai kelangsungan produktivitas
Sumber Daya Perikanan yang berkelanjutan.
6. Penangkapan Ikan adalah kegiatan untuk memperoleh Ikan di perairan
yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat dan cara yang
mengedepankan asas keberlanjutan dan kelestarian, termasuk kegiatan
yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan,
mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.
Pengelolaan Perikanan dalam WPPNKRI dilakukan untuk melindungi,
memanfaatkan, dan melestarikan Sumber Daya Perikanan secara optimal
dan berkelanjutan, dengan mempertimbangkan potensi Sumber Daya
Perikanan Indonesia. Setiap Orang yang melakukan usaha Perikanan di WPPNKRI wajib
memiliki SIUP, Kewajiban memiliki SIUP dikecualikan bagi Nelayan Kecil, Nelayan
Tradisional, dan/atau Pembudi Daya Ikan Kecil. Nelayan Kecil, Nelayan Tradisional, dan
Pembudi Daya Ikan Kecil harus mendaftarkan diri, usaha, dan kegiatannya kepada instansi
Perikanan setempat tanpa dikenakan biaya. SIUP untuk jenis usaha Penangkapan Ikan
mencantumkan koordinat daerah Penangkapan Ikan, jumlah dan ukuran kapal Perikanan,
jenis alat penangkap Ikan yang digunakan, dan pelabuhan pangkalan.
Pemerintah sendiri sebagai upaya menjaga keberlanjutan aktivitas
penangkapan ikan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 29
tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Perikanan
Bidang Penangkapan Ikan, pasal 8, disebutkan apabila tingkat pemanfaatan
statusnya sudah mencapai O (Over fishing) atau F (Fully Fishing) untuk
sementara pemerintah, dalam permen yang sama pasal 9 telah mengeluarkan
kebijakan antara lain:
Tabel 4. Kebijakan Pemerintah Menghadapi Over dan Fully Exploited
3 Moderatly Exploited Stok sumber daya ikan sudah terekspoitasi ½ dari MSY.
Pada kondisi ini peningkatan jumlah upaya penangkapan
masih dianjurkan tanpa mengganggu kelestarian sumber
daya ikan, akan tetapi hasil tangkapan per unit upaya
mungkin makin menurun
4 Fully Exploited Stok sumber daya ikan sudah tereksploitasi mendekati nilai
MSY. Disini peningkatan jumlah upaya penangkapan
sangat tidak dianjurkan, walaupun hasil tangkapan masih
dapat meningkat. Peningkatan upaya
penangkapan akan mengganggu kelestarian
sumber daya ikan, dan hasil tangkapan per
unit upaya pasti turun
5 Over Exploited Stok sumber daya ikan sudah menurun,
karena tereksplotasi melebihi nilai MSY. Pada kondisi ini,
upaya penangkapan harus diturunkan agar kelestarian
sumber daya ikan tidak terganggu.
6 Depleted Stok sumber daya ikan dari tahun ke tahun
jumlahnya mengalami penurunan secara
drastis, dan upaya penangkapan sangat dianjurkan untuk
dihentikan. Hal ini
berkaitan dengan kondisi kelestarian sumber daya ikan yang
sudah sangat terancam
Sumber: Suyasa (2007)
Untuk mempermudah pengawasan dan penandaan status wilayah pengelolaan
perikanan, Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI nomor Per.02/MEN/
2011 memberikan kejelasan, Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia adalah yang
selanjutnya disebut WPPRI adalah wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan
yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan dan Zona
Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI). Khusus pada wilayah ZEE ini, Indonesia hanya memiliki
hak berdaulat dalam pengelolaan sumber daya ikan sehingga dalam penerapan hukum nasional
di wilayah ini perlu memperhatikan juga hukum internasional. Misalnya dalam UNCLOS 1982
pasal 62, negara pantai wajib memberikan kesempatan atau akses kepada pihak asing untuk
memanfaatkan potensi sumber daya perikanan di ZEE-nya. Pembagian WPPRI ini berdasarkan
pada daerah tempat ikan hasil tangkapan didaratkan dipelabuhan.
Siombo (2010) menjelaskan, pengaturan WPPRI ini dimaksudkan agar tercapainya
pemanfaatan yang optimal dan berkelanjutan dalam pengelolaan perikanan serta terjaminnya
kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan. Baru-baru ini pada tahun 2011 pemerintah
melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 45 tahun 2011 tentang Estimasi
Potensi Sumber Daya Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia,
mengeluarkan hasil perhitungan terakhir yang menyatakan kelimpahan potensi ikan Indonesia
pada tahun 2011 adalah sekitar 6,520 juta ton / tahun. Potensi kekayaan bangsa ini
ditabulasikan dari potensi 11 (sebelas) Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia
(WPPRI).
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan di atas membagi wilayah perairan Republik
Indonesia ke dalam 11 (sebelas) Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia yang
diberikan kode angka berdasarkan wilayahnya
NO WPPRI Wilayah
1 5-71 Selat Malaka dan laut Andaman
2 5-72 Samudera Hindia, sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda
3 5-73 Samudera Hindia, Selatan Jawa sampai sebelah selatan Nusa
Tenggara, Laut Sawu dan Laut Timor Bagian Barat
4 7-11 Laut China Selatan, Perairan Selat Karimata dan Laut Natuna
5 7-12 Perairan Laut Jawa
6 7-13 Selat Makasar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali
7 7-14 Laut Banda dan Perairan teluk Tolo
8 7-15 Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan
Teluk Berau
9 7-16 Laut Sulawesi dan Sebelah Utara Pulau Halmahera
10 7-17 Perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik
11 7-18 Laut Aru, Laut Arafura dan Laut Timor Bagian Timur
WPPRI ini selanjutnya dibagi menjadi jalur-jalur penangkapan yang bertujuan untuk
membatasi ruang gerak penangkapan ikan yang berlebihan. Pembatasan ini diuraikan didalam
pasal 4 Kepmen Kelautan dan Perikanan nomor 02 /MEN/ 2011 yang nantinya akan terkait
dengan pengaturan jenis dan ukuran alat tangkap serta ukuran Gross Tonage (GT) kapal
penangkap ikan yang dioperasikan. Berikut pembagian Jalur Penangkapan Ikan berdasarkan
Kepmen di atas:
Tabel 7. Pembagian Jalur Penangkapan Ikan berdasarkan Kepmen KP No. 02 /
2011 Tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkap Ikan dan Alat
Bantu Penangkapan Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia.
Polusi laut merupakan suatu peristiwa masuknya material pencemar seperti partikel
kimia, limbah industri, limbah pertanian dan perumahan, ke dalam laut, yang bisa merusak
kondisi lingkungan laut. Material berbahaya tersebut memiliki dampak yang bermacam-
macam dalam lingkungan laut dan dalam kehidupan manusia. Ada yang berdampak langsung,
maupun tidak langsung
Sebagian besar sumber pencemaran laut berasal dari daratan, baik tertiup angin,
terhanyut dari sungai , gunung, maupun melalui tumpahan apapun yang tidak dihasilkan oleh
alam. Salah satu penyebab pencemaran laut adalah operasional kapal yang dapat mencemari
sungai dan samudera dalam banyak cara. Melalui tetesan dan tumpahan minyak, air penyaring
dan residu bahan bakar. Pencemaran dari kapal dapat mencemari pelabuhan, sungai dan lautan.
Kapal juga membuat polusi suara yang mengganggu kehidupan organisme perairan, dan air
dari balast tank yang bisa mempengaruhi suhu air sehingga menganggu kenyamanan organisme
yang hidup dalam air.
Pola masuknya bahan pencemar tersebut bisa berupa masukan langsung maupun
masukan tidak langsung. Beberapa masukan langsung bisa didapat dari:
a. Estuaria;
b. Kota pantai;
c. Industri di pantai;
d. Sungai;
e. Kapal/perkapalan;
f. Masukan dari lepas pantai
g. Dredging;
h. Lumpur;
i. Industri lepas pantai; dan
j. Masukan dari atmosfer.
Sedangkan masukan yang tidak langsung contoh disebabkan oleh terjadinya booming
beberapa jenis organisme di laut (seperti alga-algaan) sehingga mempengaruhi kualitas air di
perairan tersebut. Akibatnya akan terjadi mortalitas pada organisme lain yang tak mampu
menyesuaikan diri dengan kualitas lingkungannya.
PENTINGNYA PEMBERLAKUAN KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG
PENCEGAHAN POLUSI LAUT
Sejarah mencatat, sejak tahun 1885 kapal pengangkut minyak pertama dilayarkan
dengan menggunakan mesin diesel. Sejak itulah ancaman terbesar terhadap pencemaran laut
dimulai. Dunia internasional selah terjadinya perang dunia ke II mulai serius membahas
pencegahan dan penanggulangan pencemaran laut yang disebabkan oleh tumpahan minyak.
Terlebih setelah terbentuknya lembaga International Maritime Organization (IMO) dalam
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1948.
Upaya dunia internasional semakin serius ketika pada tahun 1967 terjadi bencana
terbesar ketika kapal tanker Torrey Canyon yang kandas di pantai selatan Inggris telah
menumpahkan 35 juta gallons crude oil dan mengakibatkan pencamaran dalam skala besar.
Sebagai hasil dari tragedi di atas lahirlah International for prevention of Pollution from Ship
pada tahun 1973 yang kemudian disempurnakan dengan Tanker Safety and Pollution
Prevention (TSPP) sesuai protokol tahun 1978 dan konvensi ini terkenal dengan istilah
MARPOL 1973/19 Selanjutnya pada tahun 1970-an IMO membuat peraturan yang lebih
berhubungan dengan maritime pollution, yakni melakukan kontrol yang ketat pada struktur
kapal untuk mencegah jangan sampai terjadi tumpahan minyak atau pembuangan campuran
minyak ke laut.
Dengan pendekatan demikian, MARPOL ’73/78 memuat peraturan untuk mencegah
sebanyak mungkin minyak yang akan mencemari laut. Tapi kemudian pada tahun 1984
dilakukan beberapa modifikasi oleh IMO yang menitik beratkan pencegahan pada kegiatan
operasi tanker pada Annex I dan yang terutama adalah keharusan kapal untuk dilengkapi
dengan Oil Water Separating Equipment dan Oil Dischare Monitoring System.
Karena itu pada peraturan MARPOL ’73/78 dapat dibagi dalam 3 (tiga) kategori :
a. Peraturan untuk mencegah terjadinya pencemaran;
b. Peraturan untuk menanggulangi pencemaran ;dan
c. Peraturan untuk melaksanakan ketentuan tersebut
Berikut ini adalah isi dan bentuk dari dokumen dimaksud berdasarkan MARPOL ‘73/78
seperti terlampir
1. List of Oil atau daftar minyak sesuai Appendix I MARPOL ’73/78; adalah daftar dari
minyak yang akan menyebabkan pencemaran apabila tumpah ke laut dimana daftar tersebut
tidak akan sama dengan daftar minyak sesuai kriteria industri perminyakan.
2. International Oil Pollution Prevetion Certificate (IOCP Certificate); Untuk semua kapal
dagang dimana supplement atau lampiran mengenai ”Record of Contruction an Equiepment
for Other tahn Oil Tankers and Oil Tankers” dijelaskan secara terpisah di dalam Appendix
II MARPOL ‘73/78 dimana struktur, peralatan, system, kelengkapan perencanaan dan
kondisi kapal memuaskan dan memenuhi ketentuan sesuai Annex I Konvensi MARPOL
1973.
3. Oil Record Book Buku ini merupakan buku catatan minyak yang ditempatkan di atas kapal,
untuk mencatat semua kegiatan penanganan pembuangan sisa-sisa minyak, campuran
minyak dan air got (bilga) di kamar mesin, semua jenis kapal dan untuk kegiatan bongkar
muat muatan dan air ballast pada kapal tank
Kapal ukuran 400 GT atau lebih tetapi lebih kecil dari 1000 GT harus dilengkapi
dengan Oil Separator Equipment yang dapat menjamin pembuangan minyak kel laut
setalh melalui system tersbut denga kandunga minyak kurang dari 100 ppm.
Kapal ukuran 10.000 GT atau lebih harus dilengkapi dengan: kombinasi antara Oily
Water Separating Equipment dengan Oil Discharge and Controling system atau
dilengkapi dengan oil Filter Equipment yang dapat mengatur buangan. Campurkan
minyak ke laut tidak lebih dari 15 ppm, (alarm akan berbunyi bila melebihi ukuran
tersebut).
Penangkapan ikan ada yang membagi dalam kategori alat yang aktif dan pasif. Alat
penangkap ikan yang pasif ikan harus datang dengan sendirinya, seperti dalam perangkap,
gillnet, dan juga pada beberapa tipe penangkapan dengan pancing. Sedangkan alat yang aktif
seperti, draggers, trawl, dan cast nets, dan juga tombak dan harpoon dan beberapa alat tangkap
drive-in fisheries tergantung pada keahlian operatornya.
Pengelompokkan ke dalam alat yang pasif dan aktif tidak ada kaitannya dengan prinsip
menangkap. Sebagai contoh dalam beberapa kelompok metoda penangkapan ikan terdapat satu
jenis alat penangkap ikan. Harus dipahami bahwa tidak saja ukuran tapi juga kecepatan
penarikan (towing speed) dari satu alat aktif akan mempengaruhi efisiensinya. Peningkatan
ukuran dan kecepatan memerlukan tenaga ekstra untuk mengoperasikan suatu alat aktif. Jangan
terkelirukan dengan alat penangkap ikan bergerak (moving) dan diam (stasioner). Stasioner set
line dan troll line keduanya termasuk alat pasif, keduanya harus disukai oleh ikan dan juga
merupakan metoda alat penangkap ikan pasif dengan pancing. Sebaliknya ripping hook (otrek,
Jawa Tengah) digerakkan naik dan turun, dalam beberapa kasus, alat penangkap ikan aktif,
menangkap (dalam hal ini menipu ikan) secara acak dengan bentuk tertentu tali dan pancing.
Prinsip menangkap dapat digunakan dalam berbagai cara dan kadang-kadang harus
ditunjang oleh taktik penangkapan ikan (fishing tactics), yang sebagian besar didasarkan pada
metoda memikat ikan, tanpa harus menakut-nakutinya.
Konstruksi, pengoperasian alat dan taktik penangkapan ikan dianggap sebagai bagian
dari teknologi penangkapan ikan. Namun demikian, teknologi penangkapan ikan menyertakan
bahan dalam konstruksi alat, sejauh hal itu diperlukan disertakan pula kapal penangkapan ikan
Berbagai alat penangkap ikan awalnya telah dibuat dari kayu, termasuk cabang-
cabangnya, dll. Kontrasnya terhadap alat penangkap ikan ini sekarang dibuat dari serat, alami
atau serat buatan, terkadang juga dari wire, dan ada juga alat penangkap ikan yang seutuhnya
atau sebagian terbuat dari besi atau baja, atau cetakan plastik
Pada dasarnya pemasangan alat tangkap ikan memiliki penempatan yang berbeda yaitu
pada dasar perairan, ditarik, didorong, dilempar, diangkat, mengapung atau dihanyutkan. Akan
menarik pula jika dijelaskan apakah dioperasikan dengan tangan, atau mekanik sehingga
memerlukan penataan khusus seperti gallows, dan/atau memerlukan sebuah kapal.
Sebagian besar klasifikasi alat penangkap ikan terbatas hanya untuk satu negara saja,
kawasan yang lebih sempit, atau metoda yang digunakan untuk menangkap ikan tertentu.
Secara keseluruhan, klasifikasi di seluruh dunia, sering berdasarkan penggunaan yang
dilakukan secara etnologis. Namun demikian, dari kesemuanya dapat dirangkum sebagai
berikut:
Melukai (wounding) dengan metoda menusuk atau menancapkan seperti harpoon, panah
Tali dan pancing (Lines) seperti hand line dan long line
Perangkap (Traps) seperti pots, fyke nets, weirs, dan pound nets.
Trawl seperti trawl dasar (bottom trawl) dan trawl pertengahan (mid-water trawl)
Seine nets, seperti soma dampar (beach seine), boats seine, dan Danish seine.
Surrounding nets seperti lampara, purse seine, dan rings nets.
Lift net
Gillnets, yang dipasang tetap (set gillnet) atau dihanyutkan (drift gillnet)
Trammel net.
Tujuan penangkapan menentukan kelompok utama. Bagaimana ikan dibawa, atau
datang, hubungannya dengan alat dapat diperlakukan cara yang berbeda bahkan dengan alat
yang sama. Oleh karenanya tidak dapat menjadi bagian dari kelompok utama. Ikan dapat
dipikat dengan menggunakan sarana kemikal (umpan), optical (cahaya), acoustical (suara) atau
electrical. Oleh karenanya “light fishing” tidak dapat dimasukkan ke dalam kelompok utama.
Sebagian orang tidak merasa keberatan jika “electrical fishing” merupakan metoda
penangkapan ikan khusus. Tapi ada beberapa kasus dimana memabukkan dengan listrik
merupakan bagian esensial daripada metoda, dan alat yang digunakan (caduk kecil) tidak akan
berguna tanpa menggunakan listrik. Dalam hal ini bukan alat penangkap yang dilistriki hanya
untuk meningkatkan efisiensi, tapi kaitannya dengan tujuan penangkapan harus dimasukkan ke
dalam metoda penangkapan ikan.
B. Penanganan ikan pasca Penangkapan
Teknik penangkapan dan cara mati ikan merupakan faktor utama yang memengaruhi
laju kecepatan perubahan biokimiawi dalam tubuh ikan. Ikan yang langsung dibunuh pada saat
penangkapan akan mempunyai laju kecepatan rigor mortis yang lebih lambat daripada ikan
yang tidak langsung mati pada saat penangkapan (terjerat dan meronta-ronta dalam jaring
penangkap terlebih dahulu). Rigor mortis adalah kondisi ketika jaringan otot ikan tidak mampu
lagi mempertahankan fleksibilitasnya (kekenyalannya) karena terjadinya penurunan proses
metabolisme dalam tubuh ikan. Ukuran tubuh dan tinggi rendahnya suhu penyimpanan ikan
segar juga akan memengaruhi laju kecepatan perubahan biokimiawi dalam tubuh ikan tersebut.
Semakin besar ukuran tubuh dan semakin rendah suhu penyimpanan, semakin rendah laju
kecepatan fase rigor mortis ikan.Tahapan kegiatan penanganan ikan di kapal penangkap
sebagai berikut:
1. Pengangkatan ikan dari air dan melepasnya dari alat tangkap.
2. Pendinginan ikan.
3. Penyiangan ikan untuk ikan besar.
4. Pencucian ikan dengan air dingin.
5. Penempatan ikan dalam wadah portable sesuai dengan jenis, ukuran, dan mutu ikan.
6. Sortasi ikan.
7. Pemberian es dengan jumlah yang cukup.
8. Penyimpanan dalam palka.
9. Menjaga kondisi ikan selama penyimpanan hingga saat pembongkaran
Hasil perikanan laut merupakan yang terbesar dengan berbagai macam ikan yang bisa
diperoleh. Laut merupakan daerah penangkapan ikan yang terluas dan terbanyak dibandingkan
air payau ataupun air tawar. Hasil perikanan laut berdasarkan jenis tempat hidupnya terbagi
atas berikut ini.
1. Golongan Demersal
Golongan ini merupakan ikan yang hidup di dasar laut dan umumnya diperoleh dari
lautan yang dalam, misalnya ikan kod dan kakap merah.
a. Ikan kod
Ikan kod termasuk jenis ikan yang sangat mudah berkembang biak. Dalam sekali
bertelur, induk betina bisa menghasilkan jutaan telur. Hal ini menyebabkan populasi ikan ini
melimpah di lautan. Minyak ikan kod mengandung asam lemak omega 3, yaitu
eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) yang berfungsi untuk
membantu mengoptimalkan perkembangan fungsi otak pada anak-anak yang sedang dalam
proses tumbuh kembang.
b. Ikan kakap merah
Ikan kakap merah mempunyai badan yang memanjang, dapat mencapai panjang 200
cm, umumnya 25-100 cm, gepeng, batang sirip ekor lebar, mulut lebar, sedikit serong, dan
gigi-gigi halus. Ikan kakap merah merupakan salah satu ikan yang mengandung protein tinggi.
Bagian ikan kakap merah yang paling banyak dimanfaatkan adalah bagian daging dan bagian
kepala. Filet diproduksi untuk diekspor dan dijual ke supermarket atau pasar semimodern,
sedangkan kepala ikan kakap merah biasanya dijual ke rumah makan padang yang
menyediakan masakan gulai kepala kakap atau dijual ke pelelangan ikan dan pasar tradisional.
2. Golongan Pelagik Kecil
Golongan ini merupakan jenis ikan kecil yang hidupnya di daerah permukaan laut,
contohnya ikan teri dan kembung.
a. Ikan teri
Ikan teri atau ikan bilis adalah sekelompok ikan laut kecil anggota keluarga
Engraulidae. Nama ini mencakup berbagai ikan dengan warna tubuh perak kehijauan atau
kebiruan, tetapi ada yang memiliki panjang maksimum 23 cm. Nama ikan teri biasanya
diberikan bagi ikan dengan panjang maksimum 5 cm. Moncongnya tumpul dengan gigi yang
kecil dan tajam pada kedua rahangnya. Mangsa utama ikan teri ialah plankton. Ikan teri biasa
digoreng dan dihidangkan dengan sambal serta nasi hangat atau nasi lemak.
b. Ikan kembung
Kembung termasuk ikan pelagis kecil yang memiliki nilai ekonomis menengah
sehingga terhitung sebagai komoditas yang cukup penting bagi nelayan lokal. Kembung
biasanya dijual segar atau diproses menjadi ikan pindang dan ikan asin yang lebih tahan lama.
Ikan kembung yang masih kecil juga sering digunakan sebagai umpan hidup untuk memancing
cakalang.
3. Golongan Pelagik Besar
Golongan ini merupakan jenis ikan besar yang hidupnya di permukaan laut, contohnya
ikan tuna, cakalang, dan tongkol.
a. Ikan tuna
Daging ikan tuna berwarna merah muda sampai merah tua. Warna daging ini
disebabkan oleh otot tuna lebih banyak mengandung mioglobin daripada ikan lainnya.
Beberapa spesies tuna yang lebih besar, seperti tuna sirip biru (Thunnus thynnus), dapat
menaikkan suhu darahnya di atas suhu air dengan aktivitas ototnya. Hal ini menyebabkan
mereka dapat hidup di air yang lebih dingin dan dapat bertahan dalam kondisi yang beragam.
Ikan tuna umumnya bertubuh besar dan memiliki nilai komersial tinggi.
b. Ikan cakalang
Ikan cakalang juga merupakan ikan bernilai komersial tinggi dan dijual dalam bentuk
segar, beku, atau diproses sebagai ikan kaleng, ikan kering, atau ikan asap. Di Manado dan
Maluku, ikan cakalang diawetkan dengan cara pengasapan dan disebut cakalang fufu (cakalang
asap). Cakalang dibudidayakan sebagai salah satu sumber devisa negara. Cakalang merupakan
salah satu sumber protein hewani dengan kandungan omega 3 yang tinggi.
4. Golongan Anadromus
Golongan ini merupakan jenis ikan atau hasil perikanan yang mula-mula hidupnya di
laut, kemudian mengadakan migrasi ke air tawar, lalu ke pertemuannya, contohnya ikan salem.
Ikan salem kembali ke perairan air tawar yang deras untuk berkembang biak. Metode navigasi
kemungkinan dilakukan dengan indra penciumannya. Setengah dari salmon dewasa akan mati
dalam beberapa hari hingga minggu setelah berkembang biak. Salmon dewasa akan kembali
ke tempat di mana dia dilahirkan untuk berkembang biak. Salmon dapat mengarungi arus
sungai sejauh 1.400 km dan mendaki setinggi 2.100 m dari lautan menuju tempat di mana
mereka dilahirkan
.
5. Golongan Katradromus
Golongan ini merupakan jenis-jenis ikan atau hasil perikanan yang mula-mula
hidupnya di air tawar, kemudian mengadakan migrasi ke laut, lalu ke pertemuannya, contohnya
belut laut.
6. Pencegahan Kerusakan ikan pasca penangkapan
Prinsip mencegah atau menghambat kerusakan ikan oleh faktor komposisi fisik dan
kimiawi ikan sebagai berikut.
1. Memberi perlakuan suhu rendah terhadap ikan segera setelah ditangkap atau dipanen.
Proses enzimatis dan aktivitas mikroba pengurai daging akan sangat dihambat pada suhu
mendekati 0ºC (3 s/d 5ºC). Suhu rendah ikan ini harus dipertahankan selama pencucian,
penyiangan, pengemasan, penyimpanan, dan distribusinya.
2. Mempercepat dan mempermudah kematian ikan segera setelah diangkat dari air dengan
cara mendinginkannya dalam air es dingin atau segera memukul kepalanya tepat di bagian
otak untuk ikan-ikan berukuran besar, seperti tuna dan layaran, yang ditangkap dengan alat
penangkapan pancing.
3. Mencuci ikan segera setelah ditangkap, mati, dan disiangi dengan tujuan membersihkan
lendir di permukaan tubuhnya yang merupakan salah satu pusat konsentrasi mikroba
pembusuk yang secara alami ada di tubuh ikan dan sisa-sisa darah selama proses
penyiangan.
Waktu perjalanan di kapal harus diperhitungkan. Jumlah ikan yang berhasil ditangkap
dan diangkut harus disesuaikan dengan jumlah es yang dibutuhkan. Apabila kapal pencari ikan
berencana untuk melaut dalam waktu yang cukup panjang, sangat dianjurkan dalam kapal ini
terdapat fasilitas pendinginan dan pembekuan.
Proses pendinginan akan lebih efektif jika dilaksanakan sebelum fase rigor mortis
berakhir. Pertama-tama, pisahkan ikan yang akan didinginkan menjadi beberapa kelompok
berdasarkan jenis, ukuran, dan tingkat kesegarannya. Ikan besar harus disiangi lebih dahulu,
lalu dibuang isi perut dan insangnya. Ikan kecil tidak perlu disiangi, cukup dicuci sampai
bersih.
Bahan-bahan yang umum digunakan dalam proses pendinginan hasil perikanan dengan
pendinginan es curai, es curai merupakan es yang berbentuk butiran-butiran yang sangat halus
dengan diameter 2 mm dan tekstur lembek, umumnya sedikit berair. Es ini lebih cepat meleleh
sehingga proses pendinginan lebih cepat terjadi. Di lain pihak, akan banyak es yang hilang
sehingga dibutuhkan lebih banyak es. Hal yang sama juga terjadi dengan es yang berukuran
kecil. Ukuran es yang semakin kecilmenyebabkan ikan akan lebih cepat mendingin. Untuk
mengatasi kelemahan tersebut, es halus perlu disimpan dan diangkut di dalam kotak yang
berinsulasi atau jika memungkinkan dengan mesin pendingin. Keuntungan lainnya adalah lebih
mudah penggunaannya, tidak perlu dihancurkan sebelum digunakan. Kelemahan es curai
memerlukan ruang penyimpanan yang lebih besar karena permukaan es lebih luas dan banyak
rongga udara sehingga meleleh lebih cepat karena dalam proses pembuatannya kurang dari titik
beku.
Metode pendinginan dengan pemberian es dianggap paling menguntungkan karena
a. dapat menurunkan suhu tubuh ikan dengan cepat;
b. biaya lebih murah;
c. tidak merusak fisik ikan secara berlebihan;
d. membersihkan kotoran-kotoran ikan.
Prosedur kerja pendinginan ikan melalui pemberian es sebagai berikut.
a. Mula-mula ikan disiangi dan mulut ikan ditutup dengan menggunakan kawat pengikat.
b. Rongga insang dan perut diisi es curai yang lembut. Hal ini harus dilakukan dengan hati-
hati karena, apabila terlalu lebar membuka insang, hal itu akan merusak otot punggung.
c. Tempat penyimpanan ikan harus bersih dan diupayakan sedemikian rupa sehingga air
lelehan es tidak menggenangi bagian bawah ikan.
d. Selanjutnya, dalam palka, ikan harus disimpan dalam rak yang ditimbuni dengan es. Suhu
ruang palka kapal ikan adalah sekitar 2oC-5oC.
Contoh cara menghitung jumlah es yang diperlukan untuk mendinginkan satu peti ikan
yang suhunya 10oC dan beratnya 15 kg agar suhunya menjadi 0oC adalah sebagai berikut.
Tahap pertama yang harus dihitung adalah jumlah panas yang dilepaskan oleh ikan.
Panas yang dilepaskan = berat ikan × perbedaan suhu × panas spesifik ikan
= 15 kg × (10 – 0)oC × 0,84 kilo kalori/kg0C
= 126 kilo kalori
Oleh karena es menyerap 80 kilokalori per kg es yang meleleh, berat es yang
dibutuhkan untuk mendinginkan ikan itu menjadi 00C adalah 126/80 = 1,575 kg es dibulatkan
menjadi 1,6 kg es. Pada kenyataannya, untuk mendinginkan ikan yang akan diangkut dari
pelabuhan ke pasar di pedalaman, sebagian dari es digunakan untuk mendinginkan petinya
sendiri dan sebagian lainnya lagi meleleh selama perjalanan karena panas yang masuk ke dalam
peti sehingga es yang diperlukan lebih dari 1,6 kg. Volume kotak yang lebih luas akan
mempercepat pencairan es. Semakin besar luas permukaan kotak, panas yang masuk ke dalam
kotak akan semakin besar pula.
Jenis material kotak peng-es-an yang saat ini sering digunakan oleh para pelaku
penanganan ikan di Indonesia, antara lain kayu, plastik polietilen, fiberglass, dan styrofoam.
Dari berbagai macam kemasan tersebut, urutan jenis kemasan yang dapat memperlambat
peleburan es adalah styrofoam, kemudian diikuti dengan plastik polietilen, fiberglass, dan
kayu. Namun, dalam praktiknya, kotak atau wadah untuk pendinginan ikan dengan es
umumnya dibuat dari kombinasi berbagai jenis material, misalnya styrofoam dengan kayu atau
plastik dengan kayu. Penggunaan isolasi dalam wadah pendingin dimaksudkan untuk
memperkecil jumlah panas yang masuk dari luar ke dalam kemasan sehingga es menjadi lebih
lama untuk melebur. Suhu luar kemasan yang tinggi akan menyebabkan panas yang masuk ke
dalam kemasan juga besar sehingga peleburan es semakin cepat.
REFLEKSI
Adi, BS dkk. 2008. Nautika Kapal Penangkap Ikan, Jilid 2 . Departemen Pendidikan Nasional,
Jakarta.
Ardidja Supardi. 2007. Metode Penangkapan Ikan. Program Studi Teknologi Penangkapan
Ikan. Jurusan Teknologi Penangkapan Ikan. Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta
Astawan Made. Penanganan dan Pengolahan Hasil Perikanan di Atas Kapal.
PANG4314/Modul 1
FAO. 1995. Tata Laksana Untuk Perikanan Yang Bertanggung Jawab (Code Of Conduct For
Responsible Fisheries). FAO. Jakarta.
Hukum Maritim, Peraturan Perikanan dan Pencegahan Polusi Lingkungan Laut. Buku
Kurikulum 2013. Paket Keahlian Nautika kapal Penangkap Ikan. Kelas X Semester
1. Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kejuruan Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia
a. Remedial
Remedial dilakukan apabila tujuan pembelajaran belum tercapai. Belum tercapainya tujuan
pembelajaran dapat diketahui apabila skor perolehan dari instrument penilaian/assesmen masih
dibawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal)
c. Pengayaan
Tugas
1. Buatlah tugas makalah tentang potensi daerah penangkapan di Indonesia sesuai dengan
WPPNRI
LEMBAR KERJA SISWA
Hukum Maritim
Kelompok : 1
Anggota : …
Kelas : ...
I. KOMPETENSI DASAR
Memahami dan menjelaskan Hukum maritim
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah menyimak materi hukum maritime, peserta didik dapat mengidentifikasi
kebijakan yang harus di patuhi saat berada di laut
Polusi laut merupakan suatu peristiwa masuknya material pencemar seperti partikel kimia,
limbah industri, limbah pertanian dan perumahan, ke dalam laut, yang bisa merusak kondisi
lingkungan laut. Material berbahaya tersebut memiliki dampak yang bermacam-macam dalam
lingkungan laut dan dalam kehidupan manusia. Ada yang berdampak langsung, maupun tidak
langsung
Sebagian besar sumber pencemaran laut berasal dari daratan, baik tertiup angin,
terhanyut dari sungai , gunung, maupun melalui tumpahan apapun yang tidak dihasilkan oleh
alam. Salah satu penyebab pencemaran laut adalah operasional kapal yang dapat mencemari
sungai dan samudera dalam banyak cara. Melalui tetesan dan tumpahan minyak, air penyaring
dan residu bahan bakar. Pencemaran dari kapal dapat mencemari pelabuhan, sungai dan lautan.
Kapal juga membuat polusi suara yang mengganggu kehidupan organisme perairan, dan air
dari balast tank yang bisa mempengaruhi suhu air sehingga menganggu kenyamanan organisme
yang hidup dalam air.
Berbagai jenis sampah yang sampai ke laut seperti pestisida dan plastik, merupakan
jenis sampah buatan manusia, sebagai zat asing yang muncul dan tidak ada di alam secara
alami. Berbeda dengan beberapa bahan berikut ini memang ada dan disediakan di alam secara
alami:
a. Bahan organik yang bisa terdegradasi;
b. Logam dari pengikisan batuan;
c. Minyak dari rekahan alam;
d. Bahan tersuspensi dari erosi;
e. Air panas dari sumber air panas;
f. Radioaktif dari alam
Sedangkan untuk kata “polusi” biasa digunakan untuk memberi arti khusus pada
kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh sampah yang dibuang ke laut. Sehingga Polusi
Laut (Marine Pollution) sering diartikan sebagai kerusakan lingkungan laut akibat masuknya
berbagai jenis “sampah” buata manusia yang tidak ada di alam sehingga menghasilkan efek
berbahaya bagi ekologi manusia maupun bagi ekologi di laut itu sendiri. Sebagian besar sumber
pencemaran laut berasal dari daratan, baik tertiup angin, terhanyut maupun melalui tumpahan.
Berikut beberapa sumber polutan yang masuk ke laut.
h. Buangan Kapal
i. Plastik
j. Racun
k. Eutrofikasi
l. Peningkatan keasaman
m. Polusi Kebisingan
n. Tindakan Pencegahan
Beberapa jenis bahan pencemar yang mudah ditemui di laut
Beberapa jenis “bahan” pencemar yang mudah kita temui di laut antara lain:
a. Keberadaan sampah di laut;
b. Sampah itu sendiri;
c. Sampah terdegradasi;
d. Pupuk;
e. Sampah / Polusi yang dihamburkan;
f. Sampah konservatif: logam berat, pestisida, radioaktif;dan
g. Sampah padat: dredging, hasil tambang
Pola masuknya bahan pencemar tersebut bisa berupa masukan langsung maupun
masukan tidak langsung. Beberapa masukan langsung bisa didapat dari:
a. Estuaria;
b. Kota pantai;
c. Industri di pantai;
d. Sungai;
e. Kapal/perkapalan;
f. Masukan dari lepas pantai
g. Dredging;
h. Lumpur;
i. Industri lepas pantai; dan
j. Masukan dari atmosfer.
Sedangkan masukan yang tidak langsung contoh disebabkan oleh terjadinya booming
beberapa jenis organisme di laut (seperti alga-algaan) sehingga mempengaruhi kualitas air di
perairan tersebut. Akibatnya akan terjadi mortalitas pada organisme lain yang tak mampu
menyesuaikan diri dengan kualitas lingkungannya.
IV. MARI BERDISKUSI
I. KOMPETENSI DASAR
Memahami dan menjelaskan Hukum Perikanan
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah menyimak materi hukum maritime, peserta didik dapat mengidentifikasi
kebijakan yang harus di patuhi saat berada di laut
I. KOMPETENSI DASAR
Memahami dan menjelaskan tentang Penanganan pasca penangkapan ikan
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah menyimak materi Penanganan pasca penangkapan ikan, peserta didik dapat
menerapkan penanganan ikan diatas kapal
Setelah memahami ringkasan materi di atas, diskusikan dengan teman sekelompok anda
mengenai pertanyaan kasus di bawah ini:
1. Ketika dilakukan proses penangkapan ikan, pastilah yang harus dilakukan setelah itu
adalah penanganan ikan diatas kapal, Jelaskan fase-fase saat proses ikan mati!
Jawab:
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
2. Dapatkah kita mempertahanlan kesegaran ikan saat tiba di pelabuhan perikanan? Dengan
cara apa?
Jawab:
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
Rubrik Penilaian Individu
Kriteria penilaian:
Sangat Baik (SB) : apabila memperoleh skor rata-rata: 3 < skor rata-rata ≤ 4
Baik (B) : apabila memperoleh skor rata-rata: 2 < skor rata-rata ≤ 3
Cukup (C) : apabila memperoleh skor rata-rata: 1 < skor rata-rata ≤ 2
Kurang (K) : apabila memperoleh skor rata-rata: skor rata-rata ≤ 1