Anda di halaman 1dari 17

ASAS-ASAS DI DALAM HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA

Pada dasarnya asa-asas dalam hukum acara pidana terbagi 2:


 Asas-asas yang menyangkut peradilan
 Asas-asas yang menyangkut hak-hak asasi manusia.

1. AZAS ISONAMIA ATAU EQUALITY BEFORE THE LAW, yaitu perlakuan yang sama atas
diri setiap orang dimuka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan.
(Pasal 4 Ayat (1) UU No. 48/2009)

2. ASAS AKUSATOIR BUKAN INKUSATOIR (pelaku sebagai subjek bukan objek)

3. FAIR TRIAL (pengadilan yang adil dan tidak memihak)

4. PERADILAN DILAKUKAN OLEH HAKIM KARENA JABATANNYA DAN TETAP

5. ASAS PERINTAH TERTULIS, yaitu segala tindakan hukum hanya dapat dilakukan
berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang berwenang sesuai dengan UU.

Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan dengan perintah tertulis


oleh pejabat yang diberi wewenang oleh UU dan hanya dalam hal dan dengan cara
yang diatur dengan UU.
6. ASAS LEGALITAS dan OPORTUNITAS (sebagai pengecualian)

Zaman Romawi sampai zaman Louis XVI di Perancis, kesalahan seseorang ditentukan oleh raja

Ide legalitas • Montesqueau : L’esprit des Lois (1748)


reaksi
• J.J. Rousseau : Du Contract Social (1762)

hasil

Revolusi Perancis (1789)


Pasal 8 Declaration des droits de L’homme et du citoyen (1789)

Anselm von Feuerbach


Lehrbuch des peinlichen Recht (1801)
“nullum delictum nulla poena siena praevia lege
poenali”

Napoleon Bonaparte Pasal 4 Code Penal 1810 → Pasal 1 WvS Nederland 1881 → Pasal 1 WvSNI
1918 → Pasal 1 (1) KUHP:
“Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-
undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan”.
Konsekuensi :

1. Tindak pidana harus disebutkan dalam peraturan perundang-undangan.


Konsekuensi:
a. Yang tidak tercantum dalam undang-undang tidak dapat dipidana.
b. Larangan analogi
2. UU itu harus ada sebelum terjadi tindak pidana.
Konsekuensi: aturan pidana tidak boleh berlaku surut (retro aktif)

Asas legalitas formil


Perbuatan yang dianggap “jahat”
menurut hukum adat/agama?

Pasal 5 (3) sub b UU No. 1 Drt. 1951.

Pasal 27 ayat (1) UUNo. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok


Kekuasaan Kehakiman → Pasal 5 Ayat (1) UU No. 48/2009

Asas legalitas materiel

RUU KUHP :
“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) (tentang asas legalitas formil, pen.)
tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup yang menentukan bahwa menurut adat
setempat seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam
perundang-undangan.”
Pasal 5 (3) sub b Undang-undang No. 1 Drt. 1951.
“Bahwa suatu perbuatan menurut hukum yang hidup harus dianggap suatu perbuatan pidana, akan tetapi tiada
bandingannya dalam Kitab Hukum Pidana Sipil, maka dianggap dengan hukuman yang tidak lebih tiga bulan penjara
dan/atau denda lima ratus rupiah, yaitu sebagai hukuman pengganti bilamana hukuman adat yang dijatuhkan tidak
diikuti oleh pihak yang terhukum dan penggantian yang dimaksud dianggap sepadan oleh hakim dengan dasar
kesalahan si terhukum.
Bahwa hukuman adat yang dijatuhkan itu menurut pikiran hakim melampaui padanya dengan hukuman kurungan atau
denda yang dimaksud di atas, maka atas kesalahan terdakwa dapat dikenakan hukuman pengganti setinggi 10 tahun
penjara, dengan pengertian bahwa hukuman adat yang menurut paham hakim tidak selaras lagi dengan zaman
senantiasa diganti seperti tersebut di atas.

suatu perbuatan menurut hukum yang hidup harus dianggap suatu perbuatan pidana dan yang ada bandingannya dalam
Kitab Hukum Pidana Sipil, maka dianggap diancam dengan hukuman yang sama dengan hukuman bandingannya
yang paling mirip kepada perbuatan pidana itu.”

b. Pasal 27 ayat (1) Undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
“Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup
dalam masyarakat.”

Dengan demikian, Indonesia yang mengakui hukum yang hidup yang tidak tertulis. Artinya tidak menganut asas legalitas
formil secara mutlak, namun juga berdasar asas legalitas materiil, yaitu menurut hukum yang hidup/tidak
tertulis/hukum adat.
Artinya suatu perbuatan yang menurut hukum yang hidup/adat dianggap sebagai tindak pidana, walaupun tidak
dicantumkan dalam undang-undang pidana, tetap dapat dianggap sebagai tindak pidana. Asas ini berdasar pada
Pasal 5 (3) sub b Undang-undang No. 1 Drt. 1951 dan Pasal 27 (1) Undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman tersebut di atas.
7. AZAS PRADUGA TAK BERSALAH (PRESUMPTION OF INNOCENCE)

Azas praduga tak bersalah (presumption of innocence), yaitu


setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut atau dihadapkan dimuka sidang
pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pasal 14 para 2,Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Hak Politik (1966) → Undang-
Undang No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan
Politik.
Solusi realistik telah diberikan oleh Kovenan, yaitu  dengan  merinci luas lingkup atas tafsir
hukum  ”hak untuk dianggap tidak bersalah”, yang meliputi 8 (delapan) hak, yaitu:

 
•hak untuk diberitahukan jenis kejahatan yang didakwakan;
•hak untuk disediakan waktu yang cukup dalam mempersiapkan pembelaannya dan
berkomunikasi dengan penasehat hukum ybs;
•hak untuk diadili tanpa ditunda-tunda;
•hak untuk diadili yang dihadiri oleh ybs;
•hak untuk didampingi penasehat hukum jika ybs tidak mampu;
•hak untuk diperiksa dan memeriksa saksi-saksi yang berlawan dengan ybs;
•hak untuk memperoleh penerjemah jika diperlukan oleh ybs;
•hak untuk tidak memberikan keterangan yang merugikan dirinya atau hak untuk tidak dipaksa
mengakui perbuatannya.  
8. ASAS PEMBUKTIAN

Pasal 66 KUHAP
Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.

KECUALI DITENTUKAN UU Pembuktian terbalik /omkering van bewijslast /


Reversal Burden of Proof / Onus of Proof

Pasal 37 Ayat (2) UU No. 20/2001


Dalam hal terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan korupsi, maka
pembuktian tersebut dipergunakan oleh pengadilan sebagai dasar untuk menyatakan bahwa
dakwaan tidak terbukti
9. PENGAWASAN PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN DALAM PERKARA PIDANA
DILAKUKAN OLEH KETUA PENGADILAN NEGERI YANG BERDASARKAN UU.

Pasal 55 Ayat (1) UU No. 48/2009


Ketua pengadilan wajib mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
10. ASAS PERADILAN CEPAT, SEDERHANA, BIAYA RINGAN, JUJUR, DAN TIDAK
MEMIHAK

yaitu serangkaian proses peradilan pidana (dari penyidikan sampai dengan putusan hakim)
dilakukan cepat, ringkas, jujur, dan adil

Pasal 50 KUHAP
(1) Tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat
diajukan kepada penuntut umum.
(2) Tersangka berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum.
(3) Terdakwa berhak segera diadili oleh pengadilan.

Pasal 2 Ayat (4) UU 48/2009


Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.
11. ASAS MEMPEROLEH BANTUAN HUKUM

“Bantuan Hukum” adalah pemberian jasa hukum (secara cuma-cuma) yang


meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa,
mewakili, mendampingi, membela, melakukan tindakan hukum
lain untuk kepentingan pencari keadilan (yang tidak mampu).
→ Penjelasan Pasal 56 Ayat (1) UU 48/2009
Tersangka/terdakwa berhak mendapatkan
bantuan hukum (pasal 69 s/d 74 KUHAP).
 Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum → Pasal 56 Ayat
(1) UU 48/2009 jo Pasal 68B Ayat (1) UU 49/2009
Pasal 54 KUHAP
Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum
dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat
pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini.

 Negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak mampu → Pasal 56 Ayat
(2) UU 48/2009 jo Pasal 68B Ayat (2) UU 49/2009
 Pihak yang tidak mampu harus melampirkan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan
tempat domisili yang bersangkutan → Pasal 68B Ayat (3) UU 49/2009
”kelurahan” termasuk desa, banjar, nagari, dan gampong → Penjelasan Pasal 68B Ayat (3) UU
49/2009
 Pada setiap pengadilan negeri dibentuk pos bantuan hukum untuk pencari keadilan yang
tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum → Pasal 57 Ayat (1) UU 48/2009 jo Pasal
68C Ayat (1) UU 49/2009
 Bantuan hukum diberikan secara cuma-cuma, kepada semua tingkat peradilan sampai
putusan terhadap perkara tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap → Pasal 57 Ayat (2)
UU 48/2009 jo Pasal 68C Ayat (2) UU 49/2009
12. ASAS TERBUKA
(Asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum)

Pasal 64 KUHAP
Terdakwa berhak untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum.

Pasal 153 Ayat (3) KUHAP


Untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka
untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.

Pasal 195 KUHAP


Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan di
sidang terbuka untuk umum.

Pasal 13 UU 48/2009
(1) Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang
menentukan lain.
(2) Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam
sidang terbuka untuk umum.
(3) Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
13. PEMERIKSAAN HAKIM YANG LANGSUNG DAN LISAN (TIDAK BOLEH DIWAKILI) ATAU
PENGADILAN MEMERIKSA DENGAN HADIRNYA TERDAKWA (Pasal 154-155 KUHAP).

Pasal 154 Ayat (1) KUHAP


Hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk dan jika ia
dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas.

Pasal 153 Ayat (2) huruf a KUHAP


Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan yang dilakukan
secara lisan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh terdakwa dan saksi;

Pasal 155 Ayat (1) KUHAP


Pada permulaan sidang. hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa
tentang nama Iengkap. tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaannya sertta mengingatkan
terdakwa supaya memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya di
sidang.
HADIRNYA TERDAKWA KECUALI

Pasal 173 KUHAP


Hakim ketua sidang dapat mendengar keterangan saksi mengenai hal tertentu tanpa
hadirnya terdakwa, untuk itu Ia minta terdakwa ke luar dari ruang sidang akan tetapi
sesudah itu pemeriksaan perkara tidak boleh diteruskan sebelum kepada terdakwa
diberitahukan semua hal pada waktu ia tidãk hadir.

Pasal 176 Ayat (1) KUHAP


Jika terdakwa bertingkah laku yang tidak patut sehingga mengganggu ketertiban sidang,
hakim ketua sidang menegurnya dan jika teguran itu tidak diindahkan ia memerintahkan
supaya terdakwa dikeluarkan dari ruang sidang, kemudian pemeriksaan perkara pada waktu
itu dilanjutkan tanpa hadirnya terdakwa.
14. GANTI RUGI DAN REHABILITASI

Kepada seorang yang ditangkap ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang
berdasarkan undang-undang dan karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang
ditetapkan wajib diberi ganti kerugian dan rahabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para
pejabat penegak hukum yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas
hukum tersebut dilanggar, dituntut,dipidana dan atau dikenakan hukuman administrasi.

Ganti kerugian adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang
berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa
alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau
hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 1 angka
22 KUHAP)
→ BAB XI Pasal 95-96 KUHAP

Rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan hanya dalam kemampuan,
kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan,
penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan
yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum
yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 1 angka 23
KUHAP).
→ BAB XII Pasal 97 KUHAP

Anda mungkin juga menyukai