Anda di halaman 1dari 19

Hukum PTUN

BAB I
NEGARA HUKUM DAN PERADILAN ADMINISTRASI

A. Negara Hukum
Negara hukum menghendaki segala tindakan atau perbuatan penguasa mempunyai
dasar hukum yang jelas atau ada legalitasnya baik berdasarkan hukum
tertulismaupun berdasarkan hukum tidak tertulis. Negara hukum pada dasarnya
tertuma bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi rakyat. Menurut
Philipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindakan
pemerintahan dilandasi oleh dua prinsip, prinsip HAM dan Prinsip Negara Hukum.
Menurut Philipus M. Hadjon Negara hukum hanya 3 macam konsep yaitu
rechtsstaat, the rule of law, dan Pancasila.
M. Tahir Azhari Negara hukum ada 5 konsep yaitu:
1. Nomokrasi Islam: konsep Negara hukum yang pada umumnya diterapkan di
Negara-negara Islam.
2. rechtsstaat: konsep Negara yang diterapkan di Negara-negara Eropa Kontinental,
misalnya: Belanda, Jerman, Prancis.
3. Rule of Law: Konsep Negara yang di terapkan di Negara Aglo Saxon, Misal:
Inggris, Amerika Serikat.
4. Socialist Legality: Konsep Negara hukum yang diterpkan di Negara komunitas.
5. Konsep Negara hukum Pancasila adalah konsep Negara hukum yang diterapkan
di Indonesia. Salah satu cirri-ciri pokok dalam Negara hukum Pancasila ialah
adanya jaminan terhadap fredoom of religion atau kebebasan beragama, Tetapi
kebebasan beragama di Negara hukum Pancasila selalu dalam konotasi yang
positif, artinya tiada tempat bagi ateisme atau propaganda anti agama di Bumi di
Indonesia.

B. Negara Hukum Pancasila dan Peradilan Administrasi


Dasar peradilan dalam UUD 45 dapat ditemukan dalam pasal 24. Sebagai
pelaksanaan dalam pasal 24 UUd 1945, dikeluarkanlah UU No. 14 tahun 1970
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan kehakiman.kekuasan kehakiman
dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan:
1. Peradilan Umum
2. Peradilan Agama
3. Peradilan militer
4. Peradilan Tata Usaha Negara
Dengan berlakunya UU No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
yang berdasarkan Pasal 144 dapat disebut UU peradilan Administrasi Negara,
maka dewasa ini perlindungan hukum terhadap warga masyarakat atas perbuatan
yang dilakukan oleh penguasa dapat dilakukan melalui badan yakni:
a. Badan Tata Usaha Negara, dengan melalui upaya administrative.
b. Peradilan Tata Usaha Negara, Berdasarkan UU No. 5 tahun 1986 tentang PTUN.
c. Peradilan Umum, melalui Pasal 1365 KUHPer.

BAB II
PENGERTIAN, ASAS-ASAS, DAN KOMPETENSI PTUN

A. Pengertian
Menurut Rozali Abdullah, hukum acara PTUN adalah rangkaian perturan-
peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak, satu sama lain
untuk melaksanakan berjalannya peraturan Tata Usaha Negara. Pengaturan
terhadap hukum formal dapat digolongkan menjadi dua bagian, Yaitu:
1. Ketentuan prosedur berperkara diatur bersama-sama dengan hukum materiilnya
peradilan dalam bentuk UU atau perturan lainnya.
2. Ketentuan prosedur berperkara diaturtersendiri masing-masing dalam bentuk
UU atau bentuk peraturan lainnya.
Hukum acara PTUN dalam UU PTUN dimuat dalam Pasal 53 samapai dengan
pasal 141. UU PTUN terdiri atas 145 pasal. Dengan demikian komposisi hukum
materiil dan hukum formilnya adalah hukum materiil swebanyak 56 pasal,
sedangkan hukum materiil sebanyak 89 pasal.

B. Asas Hukum Acara PTUN


Menurut Scholten memberikan definisi asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar
yang terdapat didalam dan di belakang system hukum masing-masing dirumuskan
dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim,yang
berkenaan dengannya ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual
dapat dipandang sebagai penjabarannya.
Asas Hukum PTUN
1. Asas praduga Rechtmating ( Vermoeden van rechtmatigheid, prasumptio iustae
causa). Ini terdapat pada pasal 67ayat 1UU PTUN.
2. Asas gugatan pada dasarnya tidak dapat menunda pelaksanaan KTUN yang
dipersengketakan, kecuali ada kepentingan yang mendesak dari penggugat.
Terdapat pada pasal 67ayat 1dan ayat 4 huruf a.
3. Asas para pihak harus didengar (audi et alteram partem)
4. Asas kesatuan beracara dalam perkara sejenis baik dalam pemeriksaan di
peradilan judex facti, maupun kasasi dengan MA sebagai Puncaknya.
5. Asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas dari
segala macam campur tangan kekuasaan yang lain baik secara langsung dan tidak
langsung bermaksud untuk mempengaruhi keobyektifan putusan peradilan. Pasalb
24 UUD 1945 jo pasal 4 4 UU 14/1970.
6. Asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan ringan ( pasal 4 UU
14/1970).
7. Asas hakim aktif. Sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap pokok sengketa
hakim mengadakan rapat permusyawaratn untuk menertapakan apakah gugatan
dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar atau dilengkapi dengan pertimbangan
(pasal 62 UU PTUN), dan pemeriksaan persiapan untuk mengetahui apakah
gugatan penggugat kurang jelas, sehingga penggugat perlu untuk melengkapinya
(pasal 63 UU PTUN).
8. Asas siding terbuka untuk umum. Asas inimembawa konsekuensi bahwa semua
putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila di ucapkan
dalam siding terbuka untuk umum (pasal 17 dan pasal 18 UU 14/1970 jo pasal 70
UU PTUN).
9. Asas peradilan berjenjang. Jenjang peradilan di mulai dari tingkat yang paling
bawah yaitu Pengadilan Tata Usaha Negara, kemudian Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara, dan puncaknya adalah Mahkamah Agung.
10. Asas pengadilan sebagai upaya terakhir untuk mendapatkan keadilan. Asas ini
menempatkan pengadilan sebagai ultimatum remedium. ( pasal 48 UU PTUN).
11. Asas Obyektivitas. Untuk tercapainya putusan yang adil, maka hakim atau
panitera wajib mengundurkan diri, apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau
semenda sampai derajat ketiga atau hubngan suami atau istri meskipun telah
bercerai dengan tergugat, penggugat atau penasihat hukum atau antara hakim
dengan salah seorang hakim atau panitera juga terdapat hubungan sebagaimana
yang di sebutkan di atas, atau hakim atau paniteratersebut mempunyai kepentingan
langsung dan tidak langsung dengan sengketanya. (pasal 78 dan pasal 79 UU
PTUN).

C. Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara


Kompetensi dari suatu pengadilan untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan
suatu perkara berkaitan dengan jenis dan tingkatan pengadilan yang ada
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Cara untuk dapat mengetahui Kompetensi suatu pengadilan:
1. Dapat dilihat dari pokok sengketanya (geschilpunt, fundamentum petendi)
2. Dengan melakukan pembedaan atas atribusi (absolute competentie atau
attributie van rechtmacht) dan delegasi (relatieve competentie atau distributie van
rechtsmacht).
3. Dengan melakukan pembedaan atas kompetensi absolute dan kompetensi relatif.

BAB II
Persamaan dan Perbedaan Hukum Acara PTUN dengan Hukum Acara
Perdata.

A. Persamaan Antara Hukum Acara Pengadilan TUN dengan Hukum acara Perdata
1. Pengajuan gugatan.
Pengajuan gugatan menurut hukum acara PTUN di atur dalam Pasal 54 UU PTUN,
Hukum acara perdata di atur dalam pasal 118 HIR. Berdasarkan itu bahwa gugatan
sama-sama diajukan ke pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal
tergugat.
2. Isi Gugatan
Isi gugatan hukum acara PTUN diatur dalam pasal 56 UU PTUN, dan Hukum
acara perdata diatur dalam pasal 8 Nomor 3 Rv.
Isi gugatan terdiri dari yaitu:
a. Identitas para pihak
b. Posita
c. Petitum
3. Pendaftaran Perkara
Pendaftaran perkara Hukum acara PTUN diatur dalam Pasal 59 UU PTUN, dan
Hukum acara Perdata pada pasal 121 HIR. Persamaannya adalah penggugat
membayar uang muka biaya perkara, gugatan kemudian kemudian di daftarkan
panitera dalam buku daftar perkara. Bagi penggugat yang tidak mampu boleh tidak
untuk membayar uang muka biaya perkara, dengan syarat membawa surat
keterangan tidak mampu dari kepala desa atau lurah setempat (pasal 60 UU PTUN
dan Pasal 237 HIR).
4. Penetapan Sidang
Penetapan hari siding di atur dalam pasal 59 ayat 3 dan pasal 64 UU PTUN,
Hukum Acara perdata pada pasal 122 HIR. Setelah di daftarkan dalam buku daftar
perkara maka hakim menentukan hari, jam, tempat persidangan, dan pemanggilan
para pihak untuk hadir. Dan hakim harus sudah menentukan selambat-lambatnya
30 hari setelah gugatan terdaftar.

5. Pemanggilan Para Pihak


Pemanggilan para pihak menurut hukum acara PTUN diatur dalam pasal 65 dan 66
UU PTUN, sedangkan hukum acara perdata diatur dalam pasal 121 ayat 1 HIR dan
pasal 390 ayat 1 dan pasal 126 HIR. Dalam Hukum acara TUN jangka waktu
antara pemanggilan dan hari siding tidak boleh kurang dari 6 hari, kecuali
sengketanya tersebut diperiksa dengan acara cepat. Panggilan dikirim dengan surat
tercatat.
6. Pemberian Kekuasaan
Pemberian kekuasaan terhadap kedua belah pihak menurut hukum acara PTUN
diatur dalam pasal 57 UU PTUN, hukum acara perdata diatur dalam pasal 123 ayat
1 HIR. Pemberian kuasa dialkukan sebelumperkara diperiksa harus secara tertulis
dengan membuat surat kuasa khusus. Dengan ini si penerima kuasa bisa
melakukan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan jalannya pemeriksaan perkara
untuk dan atas nama si pemberi kuasa.
7. Hakim Majelis
Pemerisaan perkara dalam hukum acara PTUN dan acara perdata dilakukan dengan
hakim majelis (3 orang hakim), yang terdiri atas satu orang bertindak selaku hakim
ketua dan dua orang lagi bertindak selaku hakim anggota (pasal 68 UU PTUN).
8. Persidangan Terbuka untuk Umum
Ketentuan ini diatur dalam pasal 70 ayat 1 UU PTUN, sedangkan hukum acara
perdata diatur dalam pasal 179 ayat 1 HIR. Setiap orang dapat untuk hadir dan
mendengarkan jalannya pemeriksaan perkara tersebut. Apabila hakim menyatakan
sidang yang tidak dinyatakan terbuka untuk umum berarti putusan itu tidak sah dan
tidak mempunyai kekuatan hukum serta mengakibatkan batalnya putusan itu
menurut hukum, kecuali hakim memandang bahwa perkara tersebut manyangkut
ketertiban umum, keselamatan Negara, atau alasan-alasan lainnya yang di muat
dalam berita acara.
9. Mendengar Kedua Belah Pihak
Dalam pasal 5 ayat 1 UU 14/1970 disebutkan bahwa pengadilan mengadili
menurut hukum dengan tidak membedakan orang. Hakim boleh mengangkat
orang-orang sebagai juru bahasa, juru tulis, dan juru alih bahasa demi kelancaran
jalannya persidangan.

10. Pencabutan dan Perubahan Gugatan


Penggugat dapat sewaktu-waktu mencabut gugatannya, sebelum tergugat
memberikan jawaban. apabila sudah memberikan jawabannya yang di ajukan
penggugat maka akan dikabulkan oleh hakim (pasal 76 UU PTUN dan pasal 271
Rv). Dalam hukum acara perdata berdasarkan pasal 127Rv, perubahan dapat
dilakukan sepanjang tidak mengubah atau menambahkan petitum.
11. Hak Ingkar
Untuk tercapainya putusan yang adil, maka hakim atau panitera wajib
mengundurkan diri, apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda
sampai derajat ketiga atau hubngan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan
tergugat, penggugat atau penasihat hukum atau antara hakim dengan salah seorang
hakim atau panitera juga terdapat hubungan sebagaimana yang di sebutkan di atas,
atau hakim atau paniteratersebut mempunyai kepentingan langsung dan tidak
langsung dengan sengketanya (pasal 78 dan pasal 79 UU PTUN).
12. Pengikutsertaan Pihak Ketiga
Ketentuan ini diatur dalam pasal 83 UU PTUN. Pihak hadir selama pemeriksaan
perkara berjalanbaik atas prakarsa dengan mengajukan permohonan maupunatas
prakarsa hakim dapat masuk sebagai pihak ketiga(intervenient) yang membela
kepentingannya. Karena pangkal sengketa atau obyek sengketa TUN adalah
KTUN, maka masuknya pihak ketiga ke dalam sengketa tersebut tetap harus
memperhatikan kedudukan para pihak.
13. Pembuktian
Penggugat terlebih dahulu memberikan pembuktian, lalu kewajiban tergugat untuk
membuktikan adalah dalam rangka membantah bukti yang di ajukan oleh
penggugat dengan mengajukan bukti yang lebih kuat(pasal 100 sampai dengan
pasal 107 UU PTUN dan pasal 163 dan 164 HIR. Yang di buktikan peristiwanya
bukan hukumnya karena ex offocio hakim dianggap tahu tentang hukumnya( ius
curia novit).
14. Pelaksanaan Putusan Pengadilan
Ketentuan ini diatur dalam pasal 115 UU PTUNdan pasal 116 UU PTUN dan pasal
195 HIR. Apabila yang dikalahkan tidak mau secara suka rela memenuhi isi
putusan yang dijatuhkan, maka pihak yang dimenangkan dapat mengajukan
permohonan pelaksanaan putusan kepada pengadilan yang menjatuhkan putusan
itu dalam tingkat pertama ( pasal 116 UU PTUN dan Pasal 196 dan pasal 197 HIR.
15. Juru Sita
Ketentuan ini pada pasal 33 ayat 3 UU No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan
pokok kekuasaan kehakiman (UUKPKK-70), makahanya mengatur tugas jurusita
perkara perdata, yang menyebutkan bahwa pelaksanaan keputusan pengadilan
dalam perkara perdata dilakukan oleh panitera dan juru sita dipimpin oleh ketua
pengadilan.
B. Perbedaan Antara Hukum Acara PTUN dengan Hukum Acara Perdata
1. Obyek Gugatan
Objek gugatan TUN adalah KTUN yang mengandung perbuatan
onrechtsmatingoverheid daad (perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
penguasa. Hukum acara perdata adalah onrechtmating daad (perbuatan melawan
hukum)
2. Kedudukan Para Pihak
Kedudukan para pihak dalam sengketa TUN, selalu menempatkan seseorang atau
badan hukum perdata sebagai pihk tergugat dan badan atau pejabat TUN sebagai
pihak tergugat. Pada hukum acara perdata para pihak tidakn terikat pada
kedudukan.
3. Gugat Rekonvensi
Dalam hukum acara perdata dikenal dengan gugat rekonvensi (gugat balik), yang
artinya gugatan yang diajukan oleh tergugat terhadap penggugat dalam sengketa
yang sedang berjalan antar mereka.
4. Tenggang Waktu Pengajuan Gugatan
Dalam hukum acara TUN pengajuan gugatan dapat dilakukan dalam tenggang
waktu 90 Hari.
5. Tuntutan Gugatan
Dalam hukum acara perdata boleh dikatakan selalu tuntutan pokok itu (petitum
primair) disertai dengan tuntutan pengganti atau petitum subsidiar. Dalam hukum
acara PTUN hanya dikenal satu macam tuntutan poko yang berupa tuntutan agar
KTUN yang digugat itu dinyatakan batal atau tidak sah atau tuntutan agar KTUN
yang dimohonkan oleh penggugat dikeluarkan oleh tergugat.

6. Rapat Permusyawaratan
Dalam hukum acara perdata tidak dikenal Rapat permusyawaratan. Dalam hukum
acara PTUN, ketentuan ini diatur pasal 62 UU PTUN.
7. Pemeriksaan Persiapan
Dalam hukum acara PTUN juga dikenal Pemeriksaan persiapan yang juga tidak
dikenal dalam hukum acara perdata. Dalam pemeriksaan persiapan hakim wajib
member nasehat kepada pengugat untuk memperbaiki gugatan dalam jangka waktu
30 hari dan hakim memberi penjelasan kepada badan hukum atau pejabat yang
bersangkutan.
8. Putusan Verstek
Kata verstek berarti bahwa pernyataan tergugat tidak dating pada hari sidang
pertama. Apabila verstek terjadi maka putusan yang dijatuhkan oleh hakim tanpa
kehadiran dari pihak tergugat. Ini terjadi karena tergugat tidak diketahui tempat
tinggalnya. PTUN tidak mengenal Verstek.
9. Pemeriksaan Cepat
Dalam hukum acara PTUN terdapat pada pasal 98 dan 99 UU PTUN, pemeriksaan
ini tidak dikenal pada hukum acara perdata. Pemerikasaan cepat dilakukan karena
kepentingan penggugat sangat mendesak, apabila kepentingan itu menyangkut
KTUN yang berisikan misalnya perintah pembongkaran bangunan atau rumah
yang ditempati penggugat.
10. Sistem Hukum Pembuktian
Sistem pembuktian vrij bewijsleer) dalam hukum acara perdata dilakukan dalam
rangka memperoleh kebenaran formal, sedangkan dalam hukum acara PTUN
dilakukan dalam rangka memperoleh kebenaran materiil (pasal 107 UU PTUN).
11. Sifat Ega Omnesnya Putusan Pengadilan
Artinya berlaku untuk siapa saja dan tidaka hanya terbatas berlakunya bagi pihak-
pihak yang berperkara, sama halnya dalam hukum acara perdata.
12. Pelaksanaan serta Merta (executie bij voorraad)
Dalam hukum acara PTUN tidak dikenal pelaksanaan serta merta sebagaimana
yang dikenaldalam hukum acara perdata. Ini terdapat pada pasal 115 UU PTUN.

13. Upaya pemaksa Agar Putusan Dilaksanakan


Dalam hukum acara perdata apabila pihak yang dikalahkan tidak mau
melaksanakan putusan secara sukarela, maka dikenal dengan upaya emaksa agar
putusan tersebut dilaksanakan. Dalam hukum acara PTUN tidak di kenal karena
bukan menghukum sebagaimana hakikat putusan dalam hukum acara perdata.
Hakikat hukum acara PTUN adalah untuk membatalkan KTUN yang telah
dikeluarkan.
14. Kedudukan Pengadilan Tinggi
Alam hukum acara perdata kedudukan pebgadilan tinggi selalu sebagai pengadilan
tingkat banding, sehingga tiap perkara tidak dapat langsung diperiksa oleh
pengadilan tinggi tetapi harus terlebih dahulu melalui pengadilan tingkat pertama
(pengadilan Negeri). Dalam hukum acara PTUN kedudukan pengadilan tinggi
dapat sebagai pengadilan tingkat pertama.
15. Hakim Ad Hoc
Hakim Ad Hoc tidak dikenal dalam hukum acara perdata, apabila diperlukan
keterangan ahli dalam bidang tertentu, hakim cukup mendengarkan keterangan dari
saksi ahli. Dalam hukum acara PTUN diatur pasal 135 UU PTUN. Apabila
memerlukan keahlian khusus maka ketua pengadilan dapat menujuk seorang hakim
Ad Hoc sebagai anggota majelis.

BAB IV
Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara

A. Pangkal Sengketa
Pangkal sengketa tata usaha negara dapat diketahui dengan menentukan apa yang
menjadi tolak ukur sengketa tata usaha negara. Tolak ukur sengketa tata usaha
negara adalah tolak ukur subyek dan pangkal sengketa. Tolak ukur subyek adalah
para pihak yang bersengketa dalam hukum administrasi negara (tata usaha negara).
Tolak ukur pangkal sengketa adalah sengketa administrasi yang diakibatkan oleh
ketetapan sebagai hasil perbuatan administrasi negara.
Sengketa administrasi (pasal 1 angka 4 UU PTUN) dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Sengketa Intern
Sengketa intern adalah menyangkut persoalan kewenangan pejabat TUN yang
disengketakan dalam satu departemen (instansi), atau kewenangan suatu
departemen (instansi) terhadap departemen lainnya yang disebabkan tumpang
tindih kewenangan, sehingga menimbulkan kekaburan kewenagan.
2. Sengketa Ekstern
Sengketa ekstern atau sengketa administrasi negara dengan rakyat adalah perkara
administrasi yang menimbulkan sengketa antara administrasi negara dengan rakyat
sebagai subyek-subyek yang berperkara ditimbulkan oleh unsur dari unsur
peradilan administrasi murni yang mensyaratkan adanya minimal dua pihak dan
sekurang-kurangnya salah satu pihak harus administrasi negara, yang mencakup
administrasi negara di tingkat pusat, adminstrasi negara tingkat daerah, maupun
administrasi negara pusat yang ada di daerah.
Unsur-unsur KTUN (pasal 1 angka 3 UU PTUN) yaitu:
1. Suatu penetapan tertulis
Penetapan tertulis ini semata-mata untuk kemudahan segi pembuktian, terutama
menunjuk kepada isi bukan bentuk (form).
2. Badan atau pejabat TUN
Badan atau pejabat TUN di pusat dan di daerah yang melakukan kegiatan yang
bersifat eksekutif.
3. Tindakan hukum TUN
Perbuatan hukum badan atau pejabat TUN yang bersumber pada suatu ketentuan
hukum TUN yang menimbulkan hak atau kewajiban apada orang lain.
4. Bersifat konkret
Objek yang di putuskan KTUN tidak Abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat
ditentukan.
5. Bersifat individual
KTUN tidak ditujukan pada umum tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang
dituju kalau yang dituju itu lebih dari seorang, tiap-tiap nama orang yang dikena
keputusan itu disebutkan. Missal: keputusan pelebaran jalan.
6. Bersifat Final
KTUN yang dikeluarkan itu bersifat definitif dan karenanya dapat menimbulkan
akibat hukum. KTUN yang masih memerlukan persetujuan belum bersifat final.
misal: Pengangkata seorang PNS perlu persetujuan dari BAKN.

B. Kedudukan Para Pihak dalam Sengketa TUN


Dalam pasal 1 angka 4 UU PTUN diketahui bahwa kedudukan para pihak dalam
sengketa tata usaha negara adalah orang (individu) atau badan hukum perdata
sebagai pihak penggugat dan badan atau pejabat tata usaha negara sebagai pihak
tergugat.
Orang (individu) atau badan hukum perdata yang di rugikan akibat dikeluarkannya
KTUN. Digolongkan menjadi 3:
1. Orang (individu) atau badan hukum perdata sebagai alamat yang dituju oleh
KTUN.
2. orang (individu) atau badan hukum perdata yang dapat disebut pihak ketiga yang
mempunyai kepentingan dan organisasi kemasyarakatan.
3. Badan atau pejabat TUN yang tidak boleh menggugat oleh UU PTUN.
Kepentingan ini dalam kaitannya yang berhak menggugat apabila bersifat
langsung, pribadi, obyek dapat ditentukan dan atau kepentingan berhubungan
dengan KTUN.

C. Para Pihak dalam Sengketa TUN


Para pihak dalam sengketa TUN adalah orang (individu) atau badan hukum perdata
sebagai pihak penggugat dan badan atau pejabat tata usaha negara sebagai pihak
tergugat.
D. Jalur Penyelesaian Sengketa TUN
Dalam pasal 48 UU P TUN nomor 5 tahun 1986 UU PTUNmenjelaskan upaya
administrative, itu merupakan prosedur yang ditentukan dalam suatu peraturan
perundang-undangan untuk menyelesaikan sengketa dalam TUN yang
dilaksanakan di lingkungan pemerintah sendiri yang terdiri dari prosedur keberatan
dan prosedur banding administratif.
Perbedaan penting antara upaya administratif dan PTUN adalah bahwa PTUN
hanayalah memeriksadan menilai dari segi hukumnya saja. Sedangkan penilaian
dari segi kebijasanaan bukan wewenang PTUN. Pemeriksaan melalui upaya
administrative, badan TUN selaian berwenang menilai segi hukumnya, juga
berwenang menilai segi kebijaksanaannya. Dengan demikian penyelesain sengketa
melalui upaya administratif menjadi lebih lengkap, tetapi, penilaian secara lengkap
tersebut tidak termasuk pasda prosedur banding. Pada prosedur banding, badan
hukum TUN hanya melakukan penilaian daregi hukumnya saja.

BAB V
Gugatan ke PTUN

A. Alasan Mengajukan Gugatan


Alasan mengajukan gugatan diatur dalam Pasal 53 ayat 2 UU PTUN. Dalam
mengajukan gugatan ada beberapa asas :
1. Asas kepastian hukum
2. Asas tertib penyelenggaraan negara
3. Asas kepentingan umum
4. Asas keterbukaan
5. Asas proposionalitas
6. Asas profesionalitas
7. Asas Akuntabilitas

B. Tenggang Waktu Mengajukan Gugatan


Tenggang waktu mengajukan gugatan diatur dalam pasal 55 UU PTUN. Tengang
waktu untuk mengajukan gugatan Sembilan puluh hari tersebut dihitung secara
bervariasi:
1. Sejak hari diterimanya KTUN yang digugat itu memuat nama penggugat.
2. Setelah lewatnya tenggang waktu yang ditetapkan dalam aturan perundang-
undangan yang memberikan kesempatan kepada administrasi negara untuk
memberikan keputusan namun ia tidak berbuat apa-apa.
3. Setelah 4 bulan apabila peraturan perundang-undangan tidak memberikan
kesempatan kepada administrasi negara untuk memberikan keputusan dan ternyata
ia tidak berbuat apa-apa.
4. Sejak hari pengumuman apabila KTUN itu harus di umumkan.

C. Syarat-Syarat Gugatan
Syarat gugatan diatur daljm pasal 56 UU PTUN. Syaratnya adalah:
1. Gugatan harus memuat:
a. Nama, kewaganegaraan, temap[at tinggal, dan pekerjaanpenggugat atau kuasa
hukumnya.
b. Nama jabatan, dan tempat kedudukan tergugat
c. Dasar gugatan dan hal-hal yang diminta untuk diputuskan pengadilan
2. Apabila gugatan dibuat oleh dan ditanda tangani oleh seorang kuasa pengugat
maka harus disertai surat kuasa yang sah.
3. Gugatan sedapat mungkin juga disertai KTUN yang disengketakan oleh
penggugat.
4. Surat Gugatan harus bermaterai

D. Tuntutan dalam Gugatan


Ketentuan dalam pasal 53 ayat 1 UU PTUN harus dikaitkan dengan pasal 3 UU
PTUN tentang KTUN negatif dan pasal 117 ayat 2 tentang tuntutan sejkumlah
uang atau kompensasi.
Dari situ diperoleh perihal tuntutan apa saja yang dapat diajukan dalam gugatan:
1. Tuntutan agar KTUN yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN itu
dinyatakan batal atau tidak sah atau
2. Tuntutan agar badan atau pejabat TUN yang digugat untuk mengeluarkan
KTUN yang di mohonkan penggugat atau tanpa
3. Tuntutan ganti rugi dan atau
4. Tuntutan rehabilitas dengan atau tanpa kompensasi

E. Permohonan Beracara dengan Cuma-Cuma


Pada dasarnya mengajukan gugatan ke pengadilan penggugat harus membayar
terlebih dahulu membayar uang muka biaya perkara. Tetapi dalam hal tertentu
penggugat membayar Cuma-Cuma (pasal 60 dan 62 UU PTUN). Penggugat dapat
tidak membayar uang perkara apabila tidak mampu. Ketidakmampuan itu sudah
diperiksa oleh ketua pengadilan dan telah dikabulkan, dan penggugat harus
membawa surat keterangan tidak mampu dari kepala desa.

BAB VI
Acara Pemeriksaan di PTUN

A. Pemeriksaan dengan Acara Singkat


Pemeriksaan dengan acara singkat di PTUN dapat dilakukan apabila terjadi
perlawanan atas penetapan yang diputuskan oleh ketua pengadilan dalam rapat
permusyawaratan (pasal 62 UU PTUN).
Pemeriksaan dengan Acara Singkat mempunyai kelebihan dan kelemahan juga
yaitu Kelebihannya adalah
1. Dapat mengatasi berbagai rintangan yang mungkin akan terjadi penghalang
dalam penyelesaian secara cepat sengketa-sengketa TUN,
2. Dapat mengatasi harus masuknya perkara-perkara sebenarnya tidak memenuhi
syarat, dan
3. dapat dihindarkan pemeriksaan perkara-perkara menurut acara biasa yang tidak
perlu memakan banyak waktu dan biaya.
Kelemahannya adalah jangka waktu empat belas hari dalam melakukan
perlawanan terhitung sejak penetapan dismissal itu di ucapkan dapat menjadi tidak
realistis, karena dapat saja pada waktu itu diucapkan berhalangan hadir.

B. Pemeriksaan Persiapan
Setelah melalui tahap rapat permusyawaratan, maka dilakukan pemerksaan
persiapan terhadap gugatan yang di ajukan oleh penggugat (pasal 63 UU PTUN).
Tujuan pemerikasaan persiapan adalah untuk mematangkan perkara, dengan cara
memanggil penggugat untuk menyempurnakan gugatannya dan atau memanggil
tergugat untuk dimintai keterangan tentang keputusan yang digugat. Semua itu
harus diserahkan kepada kearifan dan kebijakan ketua majelis.

C. Pelaksanaan Permohonan Penangguhan Pelaksanaan KTUN.


Pelaksanaan permohonan penangguhan pelaksanaan KTUN diatur dalam pasal 67
UU PTUN. Pelaksanaan permohonan penangguhan pelaksanaan KTUN akan
dikabulkan apabila
1. Keadaan yang sangat mendesak, misal kerugian yang akan di tanggung
penggugat tidak seimbang dengan manfaat bagi kepentingan yang akan dilindungi
oleh pelaksanaan KTUN.
2. Pelaksanaan KTUN yang digugat tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan
umum dalam rangka pembangunan.

D. Pemeriksaan dengan Acara Cepat


Pemeriksaan dengan acara cepat diatur pasal 98 dan 99 UU PTUN. Dalam hukum
acara PTUN terdapat pada pasal 98 dan 99 UU PTUN, pemeriksaan ini tidak
dikenal pada hukum acara perdata. Pemerikasaan cepat dilakukan karena
kepentingan penggugat sangat mendesak, apabila kepentingan itu menyangkut
KTUN yang berisikan misalnya perintah pembongkaran bangunan atau rumah
yang ditempati penggugat.
Pemeriksaan dengan acara cepat dilakikan dengan hakim tunggal. Tenggang waktu
untuk jawaban dan pembuktian bagi kedua belah pihak masing-masing tidak
melebihi empat belas hari.

E. Pemeriksaan dengan Acara Biasa


Pemeriksaan dengan acara biasa diatur dalam pasal 97 UUPTUN. Dari pasal itu
dikemukakan Pemeriksaan dengan Acara Biasa adalah bahwa dengan Pemeriksaan
dengan Acara Biasa dilakukan dengan majelis hakim ( 3 hakim). Hakim ketua
sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali menyangkut
ketertiban umum atau keselamatan negara, persidangan dinyatakan dengan tertutup
untuk umum.

BAB VII
Pembuktian

A. Alat-alat Bukti
Dalam pasal 100 sampai dengan 106 UU PTUN alat-alat bukti yang yang dapat
diajukan dalam acara hukum PTUN adalah:
1. Surat atau tulisan
Surat sebagai alat bukti ada 3:
a. Akta aotentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat
umum yang menurut perturan perundang-undangan yang berwenang membuat
surat ini dengan maksud untuk dipergunakan alat bukti tentang peristiwa hukum
yang tercantum didalamnya.
b. Akta dibawah tangan yaitu surat yang di buat dan di tandatangani oleh pihak-
pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk digunakan sebagi alat bukti.
c. Surat-surat lain yang bukan ahli.
2. Keterangan ahli
Pendapat orang yang diberikan sumpah dalam persidangan dalam tentang hal yang
ia ketahui menurut pengetahuan dan pengalamnanya. Pasal 88 UU PTUN
menjelaskan tidsak boleh mendengarkan keterangan ahli. Atas permintaan kedua
belah pihak atau salah satu pihak atau karena jabatannya hakim ketua sidang dapat
menunjuk seorang atau beberapa ahli.
3. Keterngan saksi
Dalam pasal 88 UU PTUN disebutkan yang tidak boleh didengar sebagai saksi
adalah:
a. Keluarga sedarah
b. Istri atau suami salah seorang pihak meski sudah bercerai
c. Anak yang belum berusia tujuh belas tahun
d. Orang sakit ingatan
Dalam pasal 89 UU PTUN yang berhak mengundurkan diri sebagai ahli adalah:
a. Saudara laki-laki atau perempuan, ipar laki-laki dan perempuan salah satu pihak
b. Setiap orang yang karena martabat pekerjaan atau jabatannya diwajibkan
merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan martabat, pekerjaan atau
jabatanhnya itu.
4. Pengakuan para pihak
Pengakuan dari para pihak tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan alasan yang
kuatdan dapat diterima oleh hakim. Pengakuan adalah meruapakan pernyataan
sepihak sehingga tidak memerlukan persetujuan dari para pihak lain terutama dari
pihak lawannya. Pengakuan secara lisan harus dilakukan dalam persidangan dan
tidak boleh diluar persidangan. Pengakuan secara tertulis boleh dilakukan diluar
persidangan dan dihadapan hakim.
5. Pengetahuan hakim
Menurut Wirjono Prodjodikoro yang dimaksud pengetahuan hakim dalah hal yang
dialami oleh hakim sendiri selam pemeriksaan perkara dalam sidang. Missal kalau
salah satu pihak memajukan sebagai bukti suatu gambar atau suatu tongkat, atau
hakim melihat keadaan suatu rumah yang menjadi soal perselisihan d itempat.

B. Beban Pembuktian
Beban Pembuktian dalam pasal 107 UU PTUN bahwa hakim menentukan apa
yang harus di buktikan, beban pembuktian dan untuk sahnya pembuktian
diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan hakim.

BAB VIII
Putusan dan Pelaksanaan Putusan PTUN

A. Pengertian Putusan
Pada dasarnya penggugat mengajukan suatu gugatan ke pemngadilan adalah
bertujuan agar pengadilan melalui hakim dapat menyelesaikan perkaranya dengan
mengambil suatu putusan. Putusan yang di ucapkan di persidangan (uitspraak)
tidak boleh berbeda dengan yang tertulis (vonnis). Dalam literature Belanda
dikenal vonnis dan gewijsde. Vonnis adalah putusan yang mempunyai kekuhukum
yang yang pasti, sehingga masih tersedia upaya hukum biasa. Gewijsde adalah
putusan yang asudah mempunyai kekuatan hukum yang pasti sehingga hanya
tersedia upaya hukum Khusus.
Dalam kaitannya hukum acara PTUN, putusan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap adalah:
1. Putusan pengadilan tingkat pertama (PTUN) yang sudah tidak dapat dimintakan
upaya banding
2. Putusan pengadilan Tinggi (PTUN) yang tidak dimintakan kasasi.
3. Putusan mahkamah agung dalam tingkat kasasi.

B. Putusan PTUN
Putusan Pengadilan diatur dalam pasal 97 UU PTUN. Ketentuamn pasal tersebut
memuat prosedur pengambilan putusan yang harus diambil dengan musyawarah di
antara majelis hakim, putusan yang diambil dengan suara terbanyak baru dapat
dikatakan apabila musyawarah untuk mencap[ai kesepakatan bulat mengalami
jalan buntu, apabila keputusan suara terbanyak itu juga mengalami kemacetan,
maka barulah putusan dapat diambil oleh ketua majelis.

C. Isi Putusan
Isi putusan dari pasal 97 ayat 7 maka dapat diketahui bahwa isi putusan pengadilan
TUn dapat berupa:
1. Apabila isi putusan pengadilan TUN adalah berupa penolakan tewrhadap
gugatan pengguagat berarti memperkuat KTUN yang akan dikeluarkan oleh badan
atau pejabat TUN yang bersangkutan. Pada umumnya suatu gugatan ditolak oleh
majelis hakim, karena alat bukti yang di ajukan pienggugat tidak dapat mendukung
gugatannya, atau alat-alat bukti yang diajukan pihak tergugat lebih kuat.
2. Gugatan Dikabulkan
Gugatan dikabulkan adakalnya pengabulan seluruhnya atau menolak sebagian
lainnya. Isi pengadilan yang mengabulkan gugatan pihak penggugat itu, berarti
tidak membenarkan KTUN yang dikeluarkan oleh pihak tergugat atau tidak
membenarkan sikap tidak berbuat apa-apa yang dilakukan oleh tergugat, padahal
itu sudah merupakan kewajibannya.
Dalam hal gugatan dikabulkan maka dalam putusan tersebut ditetapkan
kewajibyang harus dilakukan oleh tergugat yang dapat berupa:
a. Pencabutan KTUN yang bersangkutan
b. Pencaburtan KTUN yang bersangkutan dan menerbitkan KTUN ynag baru
c. Penerbitan KTUN dalam hal gugatan didasarkan pada pasal 3. Dan pengadilan
dapat menetapkan kewajiban piahk tergugat untuk membayar ganti rugi,
kompensasi dan rehabilitasi untuk sengketa kepegawaian.
3. Gugatan Tidak Di terima
Putusan pengadilan yang berisi tidak menerima gugatan pihak penggugat, berarti
gugatan itu tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan. Persyaratan tersebut
sebagaimana yang dimaksud dalam prosedur dismissal dan atau pemeriksaan
persiapan.
4. Gugatan Gugur
Putusan pengadilan yang menytakan gugatan gugur dalam hal para piatau
kuasanya tidak hadir dalam persidangan yang telah ditentukan dan mereka telah
dipanggil secara patut atau perbaikan gugatan yang diajukan oleh pihak
pengguagat telah melampaui tenggang waktu yang ditentukan.

D. Susunan Isi Putusan


Dalam pasal 109 UU PTUN disebutkan Susunan isi putusan yaitu:
1. Kepala Putusan
Setiap putusan pengadialan haruslah mempunyai kepala putusan bagian atas
putusan yang berbunyi “ demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Apabila tidak ada kalimat itu maka hakim tidak dapat melaksanakan putusan
tersebut.
2. Identitas para pihak
Suatu perkara atau gugatan harus ada suekurang-kurangnya dua pihak yaitu
penggugat dan tergugat, lalu dimuat dimuat identitas diri.
3. Pertimbangan
Dalam hukum perdata suatau putusan pengadilan harus memuat pertimbangan-
pertimbangan yang lazim, karena sebagai pertanggungjawaban kepada masyarakat
mengapa ia mengambil putusan yang demikian itu sehingga dapat bernilai
obyektif.
4. Amar
Mereupakan jawaban atas petitum dari gugatan sehinngga amar juga merupakan
tanggapan atas petitum itu sendiri. Hakim wajib mengadili semua bagian dari
tuntutan yang diajukan pihak pengguagat dan dilarang menjatuihkan purtusan atas
perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih dari yang dituntut.
I]
E. Biaya Perkara
Seluruh biaya ditanggung oleh pihak yang dikalahkan kecuali menggunakan
perkara biaya Cuma-Cuma dan mendapat persetujuan.
Biaya perkara mencakup:
1. Biaya kepaniteraan
2. Biaya saksi, ahli, dan alih bahasa, dengan catatan meminta persetujuan lebih dari
5 orang saksi harus membayarnya meskipun pihak itu memengkannya.
3. Biaya pemeriksaan di tempat lain dari ruangan sidang dan biaya lain atas
perintah hakim ketua sidang.

F. Pelaksanaan Putusan (Eksekusi)


Dalam pasal 115 UU PTUN bahwa hanya putusan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan., jadi putusan pengadilan yang
belum memperoleh kekuatan hukum tetap tidak memiliki kekuatan eksekusi.

BAB IX
Upaya-Upaya Hukum

A. Perlawanan
Perlawanan (verzet) merupakan upaya hukum terhadap penetapan yang diputuskan
oleh ketua pengadilan dalam rapat permusyawaratan (prosedur dismissal).
Perlawanan diajukan oleh penggugat terhadap penetapan dismissal tersebut pada
dasarnya membantah alasan-alasan yang digunakan oleh ketua pengadilan.
Perlawanan diperiksa dan diputuskan oleh pengadilan dengan acara singkat. Dalam
hala perlawanan dibenarkan oleh pengadilan maka penetapan ketua pengadilan
tersebut diatas menjadi gugur demi hukum dan poko gugatanakan diperiksa,
diputus, dan diselesaikan menurut acara biasa dan juga sebaliknya.

B. Banding
Dalam pasal 122 UU PTUN bahwahadap putusan PTUN dapat dimintakan
pemeriksaan banding oleh penggugat dan tergugat kepada PTTUN. Kedua belah
pihak mempunyai hak untuk mengajukan banding.Permohonan pemeriksaan
banding diajukan secara tertulis oleh pemohon atau kuasanya yang khusus
dikuasakan untuk PTUN yang menjatuhkan putusan dalam tenggang waktu 14 hari
setelah putusan yang sah.
Menurut Sudikno Mertokusumo dalam tingkat bandingpun hakim tidak boleh
mengabulkan lebih dari pada yang dituntut atau memutuskan hal-hal yang tidak
dituntut. Berarti hakim dalam tingkat banding harus membiarkan putusan dalam
tingkat peradilan pertama sepanjang tidak dibantah dalam tingkat banding (tantum
devolutum quantum apellatum).
Putusan yang tidak dapat dimintakan upaya hukum banding adalah yaitu :
1. Penetapan ketua pengadilan TUN mengenai permohonan secara Cuma-Cuma
2. Penetapan dismissal dari ketua pengadilan TUN, upaya hukum dengan cara
perlawanan.
3. Putusan PTUN terhadap Perlawanan yang diajukan penggugat atas penetapan
dismissal pada pasal 62 ayat 6 UU PTUN tidak dapat diajukan banding
4. Putusan pengadilan mengenai gugatan perlawanan pihak ketiga sebelum
pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan tetap (pasal 118 ayat 2 dan 62 dan 63
UU PTUN). Putusan PTUN sebagaiengadilan tingkat pertama yang sudah tidak
dapat dilawan atau dimnintakan pemeriksaan banding lagi.

C. Kasasi
Kasasi diatur dalam pasal 131 UU PTUN. Pemeriksaan kasasi untuk perkara yang
diputuskan oleh pengadilan di lingkungan peradilan agama atau di lingkungan
PTUN. Tenggang waktu mengajukan kasasi 14 hari setelah putusan yang dimaksud
diberitahu kepada pemohon. (UU nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
dalam pasal 46 ayat 1).
Permohonan upaya hukum kasasi dapat diajukan dalam hal:
1. Upaya hukum kasasi belum pernah diajukan
2. Permohonan kasasi dapat dilakukan apabila telah melakukan upaya hukum
banding.
3. Pihak yang dapat melakukan upaya hukum kasasi adalah pihak yang berperkara,
pihak ketiga tidak boleh.
Mahkamah Agung membatalakan putusan atau penetapan pengadilan karena :
1. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang
2. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan yang mengancam.
Alasan diatas karena diketahui bahwa didalam tingkat kasasi tidak diperiksa
tentang duduknya perkara atau faktanya tetapi tentang hukumnya sehingga terbukti
tidaknya peristiwa tidak akan diperiksa.

D. Peninjauan Kembali
Pasal 132 UU PTUN tentang peninjauan kembali. Alasan-alasan mengajukan
permohonan peninjauan kembali pada pasal 67 UUMA. Tenggang waktu
mengajukan peninjauan kembali adalah 180 hari setelah keputusan pengadilan
(pasal 69 UUMA).
Berdasarkan pasal 68 UUMA dapat diketahui bahwa yang dapat mengajukan
permohonan peninjauan kembali adalah para pihak yang berperkara atau ahli
warisnya atau seorang wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu. Selama
peninjauan kembali berlangsung pemohon meninggal dunia, permohonan itu dapat
dilanjutkan oleh ahli warisnya.

Anda mungkin juga menyukai