Anda di halaman 1dari 6

.

Kekuasaan Kehakiman

4.1. Tinjauan tentang Kekuasaan Kehakiman

Kekuasaan kehakiman dalam konteks negara Indonesia adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi
terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia.

Kekuasaan Kehakiman dilaksanakan :

1.Mahkaman Agung dan Badan Peradilan yang ada dibawahnya: Peradilan Umum, Peradilan Agama,
Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Militer.

2.Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk:

- Menguji UU terhadap UUD

-Memutuskan sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan UUD

- Memutus pembubaran Partai Politik

- Memutus sengketa hasil Pemilu.

(Pasal 24 ayat 2 UUD 1945; Pasal 2, 10, dan 12 Undang-Undang No.48/2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman).

4.2. Asas-asas Kekuasaan Kehakiman

Asas-asas Kekuasaan Kehakiman berdasar ketentuan Undang-Undang No. 48/2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman dalam;

Pasal 1 :Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka.

Pasal 4 :Peradilan dilakukan “Demi keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”

Pasal 8 : “Asas Praduga tak bersalah”

Pasal 10:Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah MA dan badan Peradilan yang ada dibawahnya
dan oleh sebuah MK.

Pasal 12:MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final
untuk :

- Menguji UU terhadap UUD 1945.


- Memutus Sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD Negara RI
1945.

- Memutus pembubaran Parpol dan

- Memutus Perselisihan tentang hasil Pemilu.

Pasal 16 :Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang
diajukan dengan dalih bahwa Hukum tidak atau kurang jela, melainkan wajib untuk memeriksa dan
mengadilinya.

Pasal 11 :MA Berwenang menguji Peraturan Perundang-undangan di bawah ayat 2.b UU


terhadap UU.

Pasal 19 :Sidang Pemeriksaan Pengadilanadalah terbuka untuk umum, kecuali UU menentukan


lain.

Pasal 28 :Hakim wajib Menggali,mengikuti dan memahami nilai-nilai Hukum dan rasa keadilan
yang hidup dalam masyarakat.

Pasal 20 :Semua peraturan Peradilan hanya sah dan mempunyai kekuatan Hukum apabila di
ucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

Pasal 37 :Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan Hukum.

4.3. Kekuasaan Peradilan Umum dan Khusus

(a) Kekuasan Peradilan Umum (UU No. 49/2009)

- Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Umum dilaksanakan oleh PengadilanTinggi (Pasal 3


UU No. 2/1986).

- PengadilanNegeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana
dan perdata di tingkat pertama (Pasal 50 UU No. 2/1986).

- PengadilanTinggi bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan perfata di tingkat banding
(Pasal 51 (1) dan mengadili tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara PN
dan daerah hukumannya (Pasal 51 (2) UU No.2/1986).

(b). Kekuasaan Pengadilan Agama (UU No. 50/2009)

Pasal 49 UU No.50/2009:
- PengadilanAgama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-
perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang :

1. Perkawinan:

Perkawinan adalah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan Undang-undang Perkawinan yang
berlaku dan dilakukan menurut syari’ah (Penjelasan UU No. 50 Tahun 2009 Pasal 49).

2. Kewarisan :

Waris adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan,
penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut,
serta penetapan Pengadilanatas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli
waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris.

3. Wasiat :

Wasiat adalah perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau
lembaga badan Hukum, yang berlaku setelah yang member tersebut meningal dunia.

4. Hibah :

Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan
Hukum kepada orang lain atas badan Hukum untuk dimiliki.

5. Wakaf :

Wakaf adalah perbuatan seorang atau sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
syari’ah.

6. Zakat :

Zakat adalahharta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan Hukum yang memiliki oleh
orang islam sesuai dengan ketentuan syari’ah untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya.

7. Infaq :

Infaq adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan,
baik berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan risky (karuania) atau menafkahkan
sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas, dank arena Allah S.W.T.

8. Shodagoh dan

9. Ekonomi Syari’ah.

- PengadilanTinggi Agama Kewenangannya diatur dalam Pasal 51 ayat 1 dan 2 UU No. 50/2009.
(c). Kekuasaan PengadilanTUN (UU No. 5/1986 & UU No. 9/2004)

- Kewenangan PTUN diatur dalam Pasal 47 UU no. 5/1986 Sengketa TUN.

- Kewenangan PTUN diatur dalam Pasal 51 UU no. 5/1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

(d). Kekuasaan Peradilan Militer.

- UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

(e). Kekuasaan MA (UU No. 14/1985 Jo. UU No.5/2004)

- MA Bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan :

1. Permohonan Kasasi.

2. Sengketa tetang kewenangan mengadili.

3. Permohonan meninjauh kembali putusan Pengadilan yang yelah memperoleh kekuatan Hukum tetap
(Pasal 28 UU No.14/1985)

- MA dalam tingkat kasasi membatalkan putusan datau penetapa Pengadilandari semua lingkungan
peradilan karena :

1. Tidak berwenang dan melampaui batas kewenangan.

2. Salah menerapkan atau melanggar Hukum yang berlaku.

3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh Peraturan Perundang-Undangan yang mengancam
kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan (Pasal 30 ayat 1 UU No. 5/2004).

4.4. Kompetensi/ Kewenangan Mengadili

Hukum Acara Perdata mengenal dua macam kewenangan yaitu :

1. Kewenangan Mutlak/Absolut.

2. Kewenangan Relative/ Nisbi.


Pasal 133 HIR, Pasal 159 RBg, Pasasl 136 HIR ataun 162 RBg, menyangkut pembagian kekuasaan
mengadili antar Pengadilanyang serupa tergantung dari tempat tinggal tergugat, azasnya adalah yang
berwenang adalah PengadilanNegeri tempat tinggal tergugat, azas ini dengan bahasa latin dikenal
“Actor Sequitoir Forum Rei”.

Terhadap azas diatas terdapat beberapa pengecualian, misalnya yang terdapat dalam Pasal 118 HIR dan
142 RBg.

1. P.N. tenpat kediaman Tergugat, bila tempat tingal tergugat tidak diketahui.

2. Jika tergugat 2 orang atau lebih, gugat diajukan pada tempat tinggal salah satu tergugat, terserah
pilih Penggugat.

3. Akan tetapi dalam ad. 2 diatas, bila pihak tergugat ada 2 orang, yang seorang berhutang, dan yang
lainnya penjaminnya, maka gugatan harus di P.N tempat tinggal yang berhutang.

4. Bila tempat tingal dan tempat kediaman, tergugat tidak dikenal, gugatan diajukan kepada P.N
tempat tinggal penggugat atau dari salah seorang dari Penggugat.

5. Dalam ad.4 gugatan mengenai barang tetap, dapat juga diajukan melalui P.N dimana barang tetap
itu terletak, hal ini berbeda dengan ketentuan Pasal 99 (8) RV dan Pasal 142 (5) RBg. Dalam hal gugat
menyangkut barang tetap gugat diajukan di P.N di mana barang tersebut terletak.

6. Bila ada tempat tinggal yang dipilih dengan suatu akta, gugatan diajukan sesuai dengan akta, bila
penggugat mau, ia dapat mengajukan gugat di tempat tinggal tergugat.

Pengecualian lain misalnya yang terdapat :

1. Pasal 21 BW, jika Tergugat tidak cakap, maka gugatan diajukan di P.N tempat tinggal orang tua, wali
atau Pengampu, Pasal 20 BW, Jika tergugat PNS gugatan diajukan di P.N dimana ia bekerja atau dinas.
Pasal 22 BW, gugatan terhadap buruh yang tinggal di rumah majikan, maka gugatan di ajukan di mana
majikannya tinggal.

2. Pasal 99 ayat 15 RV, Gugatan kepailitan diajukan di P.N yang menyatakan tergugat pailit.

3. Pasal 99 ayat 14 RV, Gugatan Vrijwaring/ Penjaminan (Gugatan Interfensi) di ajukan di P.N yang
sedang memeriksa gugatan asal.

4. Pasal 38 ayat 1 dan 2 PP No. 9/1975 : Gugatan pembatalan perkawinan dapat diajukan di
Pengadilantempat berlangsungnya perkawinan itu.

5. Pasal 20 ayat 2 dan 3 Pp No. 9/1975 : Gugatan perceraian diajukan di P.N tempat tinggal penggugat,
bila tergugat berdiam di luar negeri.

Pasal 17 BW :

- Setiap orang dianggap punya tempat tinggalnya dimana ia menempatkan pusat kediamannya.
- Dalam hal tak ada tempat, maka tempat kediaman sewajarnya dianggap sebagai tempat tinggal.

Pasal 118 ayat 1 HIR :

Gugatan perdata, yang pada tingkat pertama, masuk kekuasaan P.N, harus dimasukkan dengan surat
permintaan yang di tandatangani oleh Penguggat atau oleh wakilnya menurut P{asal 123, kepada Ketua
P.N didaerah Hukum siapa yang tergugat bertempat diam atau jika tidak diketahui tempat diamnya,
tempat tinggalnya sebetulnya.

Pasal 66 (2) UU No.7/1989 :

Pengajuan cerai talaq diajukan ke Pengadilan tempat kediaman termohon, Pasal 73 (1) UU No.7/1989.

Pasal 73 (1) UU No.7/1989 :

Gugatan Perceraian/cerai gugat diajukan kepada Pengadilan tempat kediaman tempat penggugat,
kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan kediamannya bersama tanpa ijin tergugat.

Anda mungkin juga menyukai