FAKULTAS HUKUM
JL. PAWIYATAN LUHUR BENDAN DUWUR TELP/FAKS. (024) 8446280 SEMARANG
JL. PEMUDA NO. 70 TELP. (024) 3546280 SEMARANG
JAWABAN UJIAN:
Suatu undang-undang dapat berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat maka undang-undang itu
harus diundangkan dalam lembaran negara oleh Menteri Sekretaris Negara undang-undang
diberikan tahun terbentuknya dan diberi nomor urut. Bagi undang-undang yang telah diundangkan
dalam lembaran negara, berlakulah asas fictie hukum yang artinya bahwa setiap orang dianggap
telah mengetahui berlakunya undang-undang yang telah diundangkan dengan demikian jika ada
seseorang yang melanggar undang-undang tersebut maka ia tidak diperkenankan memberikan
alasan bahwa ia tidak mengetahui telah berlakunya undang-undang.
b. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan
yang lebih tinggi pula (asas Lex Superior deregrat legi Priori)
Aliran aliran yang mempermasalahkan tentang penting atau tidaknya Yurisprudensi sebagai
sumber hukum
a. Aliran Legisme
Aliran ini mengatakan bahwa yurisprudensi tidak penting oleh karena dianggap bahwa semua
hukum terdapat dalam undang-undang. Hakim di dalam menjalankan tugas terkait pada undang-
undang, sehingga pekerjaannya hanya melakukan pelaksanaan undang-undang belaka.
Aliran ini beranggapan bahwa di dalam melaksanakan tugasnya seorang Hakim bebas untuk
melakukan menurut undang-undang atau tidak, hal ini disebabkan oleh karena pekerjaan Hakim
adalah melakukan penciptaan hukum.
c. Aliran Rechtsvinding
Aliran ini berpendapat bahwa memang benar bahwa hakim terikat pada undang-undang, namun
hakim mempunyai kebebasan, akan tetapi kebebasan hakim bukan seperti anggapan aliran freie
recthsbewegung. sehingga dalam melakukan tugasnya hakim mempunyai kebebasan terikat.
2. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap
kepentingan umum, pelanggaran dan kejahatan tersebut diancam dengan hukuman yang merupakan
penderitaan atau siksaan bagi yang bersangkutan.
Kejahatan adalah perbuatan pidana yang berat. Ancaman hukuman dapat berupa hukuman denda
hukuman penjara dan hukuman mati dan kadangkala masih bertambah dengan penyitaan barang-
barang tertentu, pencabutan hak-hak tertentu serta pengumuman putusan hakim.
Pelanggaran adalah perbuatan pidana yang ringan, yang ancaman hukumannya berupa benda atau
kekurangan.
maka setiap orang mempunyai kepentingan terhadap jiwa (dalam hukum pidana setiap
orang melarang untuk melakukan pembunuhan).
Setiap orang mempunyai kepentingan terhadap raga / badan ( dalam UU pidana setiap
orang melarang untuk melakukan penganiayaan)
a. Hukum pidana objektif ( Ius poenale), ialah peraturan yang memuat tentang keharusan dan
larangan dengan disertai ancaman hukuman bagi yang melanggar. Hukum pidana objektif dibagi
menjadi dua :
− Hukum pidana umum, yaitu hukum yang berlaku bagi semua orang
− Hukum pidana khusus, yaitu hukum pidana yang berlaku orang-orang tertentu
seperti anggota TNI atau untuk perkara-perkara tertentu hukum pidana formil,
yaitu hukum yang menentukan bagaimana cara memelihara dan mempertahankan
hukum pidana materiil.
ii. Hukum pidana formil mengatur antar lain bagaimana menerapkan sanksi seseorang yang
melanggar hukum pidana materiil.
b. Hukum pidana subjektif ( Ius puniendi) adalah hak untuk menghukum seseorang berdasarkan
hukum pidana objektif.
4. Pemidanaan bagi pelaku delik lokika sanggraha dilakukan dengan pembebanan kewajiban adat bagi
pelaku untuk melaksanakan upacara yang bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan yang telah
terganggu karena perbuatan tersebut. Hakim juga dapat memeriksa perkara dan menjatuhkan pidana
kepada pelaku berdasarkan Pasal 359 Kitab Adhigama, yang disebutkan perlindungan Hukum
Agama terhadap korban delik lokika sanggraha dilakukan dengan penjatuhan sanksi berupa 24.000
uang kepeng.
Dalam upaya untuk memberikan rasa keadilan, terutama bagi perempuan yang telah hamil tanpa
pertanggungjawaban dari pihak laki-laki, maka delik lokika sanggraha dapat diadili di pengadilan.
Proses peradilan terhadap delik lokika sanggraha dapat ditemukan pada Putusan Mahkamah Agung
Nomor 3191 K/Pdt/1984 atas penyelesaian ingkar janji perkawinan (lokika sanggraha). Pengadilan
di Bali pernah mengadili delik lokika sanggraha ini dengan hukuman yang dijatuhkan hakim
berupa hukuman penjara atau hukuman percobaan. Hukuman penjara paling rendah yang pernah
dijatuhkan adalah satu bulan dan paling tinggi selam sembilan bulan. Masa percobaan yang
diberikan paling rendah lima bulan dan paling tinggi dua tahun.
5. Pasal 1330 KUH perdata menentukan bahwa mereka yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum
adalah:
a) Orang-orang yang belum dewasa. menurut undang-undang, saat seorang laki-laki dewasa adalah
ketika ia berumur 21 tahun atau telah berumur 19 tahun bagi perempuan. Orang-orang yang
belum dewasa Ini semua perbuatan hukumnya diwakili oleh orang tua atau walinya
b) Orang-orang yang ditaruh bawah pengampunan, yaitu orang gila atau hilang ingatan. Orang-
orang yang berada dibawah pengampuan semua perbuatan hukumnya diwakili oleh
pengampunya.
c) Perempuan dalam hal-hal yang telah ditetapkan oleh undang-undang. misalnya penjualan harta
bersama dalam perkawinan yang dilakukan oleh istri harus mendapat persetujuan suami. Tanpa
adanya persetujuan suami, maka seorang istri dapat dianggap tidak cakap.
6. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu.
Dengan perumusan pada Pasal 2 ayat (1) ini, tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Yang dimaksud
dengan hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu termasuk ketentuan perundang-
undangan yang berlaku bagi golongan agamanya dan kepercayaannya itu sepanjang tidak
bertentangan atau tidak ditentukan lain dalam Undang-undang ini.”
7. Pengertian tentang Hak Milik Atas Tanah Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan
terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hak ini dapat beralih dan dialihkan kepada pihak
lain.
Dalam pasal 21 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (“UUPA”). Dalam Pasal 21 ayat (1) UUPA dikatakan bahwa hanya warga-negara
Indonesia dapat mempunyai hak milik. Akan tetapi, dalam Pasal 21 ayat (2) UUPA diberikan
pengecualian, yaitu bahwa Pemerintah dapat menetapkan badan-badan hukum yang dapat
mempunyai hak milik.
Pengecualian subjek hukum yang dapat mempunyai tanah hak milik ini dapat dilihat
dalam Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum Yang
Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah (“PP No. 38/1963”). Berdasarkan Pasal 1 PP No.
38/1963, badan-badan hukum yang dapat mempunyai tanah hak milik, yaitu:
a. Bank-bank yang didirikan oleh Negara (selanjutnya disebut Bank Negara);
b. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasar atas Undang-
Undang No. 79 Tahun 1958 (Lembaran-Negara Tahun 1958 No. 139);
c. Badan-badan keagamaan, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah
mendengar Menteri Agama;
d. Badan-badan sosial, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah mendengar
Menteri Kesejahteraan Sosial.
Pasal 22 UUPA, maka hak milik atas tanah dapat terjadi melalui 3 (tiga) cara, yaitu :
Hak milik atas tanah yang terjadi menurut hukum adat, yang diatur dengan peraturan
pemerintah. Penjelasan Pasal 22 UUPA memuat bahwa sebagai misal dari cara terjadinya
hak milik menurut hukum adat ialah pembukaan tanah.
Hak milik atas tanah terjadi karena penetapan pemerintah.
Hak milik atas tanah terjadi karena ketentuan undang-undang
8. Seluruh bumi, air, ruang angkasa dan seluruh kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh Negara masuk dalam asas nasionalisme yang ada di dalam pasal 9 ayat UUPA, yang
menyatakan bahwa hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan penuh dengan
bumi dan ruang angkasa. Ini berarti bahwa semua warga negara Indonesia pria dan wanita memiliki
kesempatan yang sama untuk memperoleh hak atas tanah serta untuk mendapatkan manfaat dan
hasilnya baik untuk diri sendiri maupun keluarganya.
Asas ini dapat kita ketahui dari pasang pasal 24 (4), 25 (4) 26 (40), 27 (4) dan 28 (4) KUHP
yang pada umumnya dalam pasal-pasal tersebut ditentukan bila telah lewat waktu penahanan
seperti tercantum dalam ayat sebelumnya, penyidik penuntut umum dan hakim harus sudah
mengeluarkan tersangka atau terdakwa dari tahanan demi hukum. Ketentuan tersebut mengandung
konsekuensi bahwa penyidik penuntut umum dan hakim wajib mempercepat penyelesaian perkara
tersebut.
Pasal 102 KUHP (1) menentukan bahwa penyidik yang menerima Laporan atau
pengaduan tentang terjadinya peristiwa yang patut diduga sebagai peristiwa pidana wajib segera
melakukan tindakan penyelidikan. pasal 106 107 ayat (3), 110, 138 dan 140 KUHP
menunjukkan juga keharusan tentang cepatnya penyelesaian suatu perkara pidana.
10. Pengertian dan perbedaan Jaksa Penuntut Umum, Hakim, dan Advokat/Penasehat hukum :
Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak
sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Tugas dan kewenangan
jaksa adalah sebagai penuntut umum dan pelaksana (eksekutor) putusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara pidana. Untuk perkara perdata, pelaksana
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap adalah juru sita dan panitera
dipimpin oleh ketua pengadilan.
Hakim adalah orang yang bertindak sebagai pemimpin dalam persidangan. Seorang hakim
bisa menjalankan tugas peradilan (yudisial) di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Tata
Usaha Negara, atau Peradilan Agama.
Tugas utama hakim, yaitu menyelesaikan perselisihan hukum secara final dan terbuka,
secara tidak langsung hakim menegaskan adanya supremasi hukum. Hakim sebagai pejabat
negara mempunyai wewenang kekuasaan yang signifikan dalam pemerintahan. Mereka
mengawasi prosedur persidangan yang diikuti, dengan tujuan untuk memastikan konsistens,
ketidakberpihakan, dan juga penyalahgunaan wewenang. Selain itu hakim dapat
memberikan perintah pada militer, polisi, atau pejabat pengadilan agar proses penyelidikan
berjalan dengan lancar. Perintah dapat berupa penggeledahan, penangkapan, pemenjaraan,
gangguan, penyitaan, deportasi, dan tidak kriminal lainnya.
Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat)
menyatakan bahwa advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di
dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan dan berdasarkan ketentuan
UU Advokat.
Kedudukan advokat adalah semua orang yang memiliki profesi untuk memberikan jasa
hukum baik di dalam maupun di luar Pengadilan sesuai dengan ketentuan advokat.