a. Menurut sumbernya
Menurut sumbernya hukum dapat dibagi dalam:
1) Undang-undang (wettenrech) : Undang-undang adalah hukum yang tercantum dalam
peraturan
perundang-undangan.
2) Kebiasaan (gewoonte-en adatrech) : Kebiasaan adalah hukum yang terletak di dalam
peraturan
peraturan kebiasaan (adat).
3) Traktat (tractaten recht) : Traktat adalah hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di
dalam
suatu perjanjian antarnegara. Perjanjian tersebut biasanya meliputi bidang-bidang politik
dan
ekonomi.
4) Yurisprudensi (yurisprudentie recht) : Yurisprudensi adalah hukum yang terbentuk
karena putusan
hakim. Keputusan hakim kemudian dijadikan rujukan oleh hakim pada selanjutnya untuk
memutuskan sesuatu perkara.
5) Hukum ilmu (wetenscaps recht) : Hukum ilmu adalah hukum yang pada dasarnya berupa
ilmu
hukum yang terdapat dalam pandangan para ahli hukum yang terkenal dan sangat
berpengaruh.
b. Menurut bentuknya
Menurut bentuknya hukum dapat dibagi dalam hukum yang dikodifikasikan, tertulis, dan
tidak tertulis.
1) Hukum tertulis
Hukum tertulis adalah hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan
perundangan. Hukum tertulis ada dua macam, antara lain sebagai berikut :
a) Hukum tertulis yang telah dikodifikasikan seperti KUH Perdata/BW (Burgerlijk Wetboek)
dan
KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana). Kodifikasi adalah pembukuan bahan-
bahan hukum
yang sejenis secara sistematis dan lengkap dalam satu kitab undang-undang.
b) Hukum tertulis yang belum terkodifikasikan misalnya hukum perkoperasian.
1) Ius Constitutum (Hukum positif) : Hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat
tertentu dalam suatu daerah tertentu. Contohnya UUD 1945.
2) Ius Constituendum : Hukum yang diharapkan dapat berlaku di masa yang akan datang
(hukum yang dicita-citakan). Contohnya Aturan Peralihan Pasal 1 UUD 1945.
3) Ius Naturale/Hukum Asasi (Hukum alam) : Hukum yang berlaku di mana-mana dalam
segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia. Hukum ini tidak mengenal batas waktu
melainkan berlaku untuk selama-lamanya (abadi) terhadap siapapun juga di seluruh tempat.
Contohnya keadilan.
Ketiga macam hukum ini merupakan hukum duniawi.
2) Hukum formil (Hukum proses atau hukum acara) : Hukum yang memuat peraturan-
peraturan yang mengatur bagaimana cara-cara melaksanakan dan mempertahankan hukum
material atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan
sesuatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana cara-caranya hakim memberi putusan.
Contoh:
a) Hukum acara pidana.
b) Hukum acara perdata.
c) Hukum acara peradilan tata usaha negara
Sumber Hukum
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai
kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu aturan-aturan yang jika di langgar mengakitbatkan
sanksi tegas dan nyata.
UU adalah perturan negara yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang diadakan dan di
pelihara oleh negara.
Tingkatan pertuaran: UU45-UU-PERPU-KEPRES-PERDA-PERDES
Berlakunya UU: menurut tanggal yang ditentukan sendiri oleh UU itu sendiri:
a) Pada saat di undangkan
b) Pada tanggal tertentu
c) Ditentukan berlaku surut
d) Ditentukan kemudian/dengan peraturan lain
Berakhirnya UU.
a) Ditentukan oleh UU itu sendiri
b) Di cabut secara tegas
c) UU lama bertentangan dengan UU baru
d) Timbulnya hukum kebiasaan yang bertentangan dengan UU/UU sudah tidak di taati
lagi
Sebuah peraturan hukum biar berlaku terus harus (extraordineri)
Di indonesia hanya ada 2 yaitu: 1. Pembrantasan teroris. 2. Pelanggaran ham.
Asas-asas berlakunya UU
a) LEX SUPERIOR DEROGAT LEGI INFERIORI: UU yang kedudukannya lebih
rendah tidak boleh bertentangan dengan UU yang kedudukannya lebih tinggi dalam
mengatur hal yang sama.
Jadi UU yang telah diundangkan di anggap telah di ketahui setiap orang sehingga pelanggar
UU mengetahui UU yang bersangkutan.
3. KEBIASAAN
Kebiasaan merupakan sumber hukum tertua. Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang
tetap dan berulang. Sehingga merupakan pola tingkah laku yang tetap, ajeg, lazim, dan
normal/perilaku yang di ulang yang mnimbulkan kesadaran bahwa perbuatan itu baik.
Kebiasaan/adat/custom akan menimbulkan hukum jika UU menunjukkan pada kebiasaan
untuk di berlakukan. Pasal 15 AB: kebiasaan tidak menimbulkan hukum, kecuali jika UU
menunjuk pada kebiasaan untuk di berlakukan kebiasaan dapat menjadi sumber hukum,
Syarat-syaratnya yaitu:
1) Perbuatan itu harus sudah berlangsung lama.
2) Menimbulkan keyakinan umum bahwa perbuatan itu merupakan kwajiban hukum.
“Demikian Selanjutnya”
3) Ada akibat hukum jika kebiasaan hukum dilanggar.
Pasal 1339 “BW” persutujuan tidak hanya mengikat untuk apa yang telah di tetapkan
dengan tegas oleh persetujuan, tetapi juga untuk segala sesuatu menurut sifat persetujuan itu
di wajibkan oleh kebiasaan.
Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang
diajukan, dengan dalih bahwa hukum tidak/ kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa
dan mengadilinya.
5. TRAKTAT
Traktat adalah perjanjian yang diadakan oleh 2 negara/lebih.
a) Negara: bilateral.
b) Lebih dari 2 negara: multilateral.
c) Perjanjian terbuka/kolektif: perjanjian multilateral yang memberi kesempatan negara
lain yang tidak ikut mengadakan perjanjian untuk menjadi pihak.
Perjanjian antar negara di bedakan mendadi treaty dan agreement treaty adalah
perjanjian yang kurang penting.
Treaty harus di sampaikan kepada parlement untuk mendapat persetujuan sebelum
diratifikasi president/kepala negara.
MATERI-MATERI TREATY:
a) Masalah-masalah politik/yang lain yang dapat mempengaruhi haluan politik negeri.
b) Ikatan-ikatan sedemikian rupa yang mempengaruhi haluan politik negara.
c) Masalah-masalah yang menurut UUD/peraturan perundang-undangn harus diatur
dengan UU.
AGREMENT merupakan perjanjian dengan menteri-menteri lain yang hanya
disampingkan kepada parlement/DPR untuk di ketahui setelah di shkan kepala negara.
Fase/tahap traktat.
a) Sluiting: penetapan isi perjanjian oleh delegasi pihak-pihak yang bersangkutan,
melahirkan/menghasilkan konsep trakta/sluiting soor konde.
b) Persutujuan masing-masing parlement yang bersangkutan.
) Ratifikasi (pengesahan) oleh masing-masing kepala negara. Maka berlaku untuk semua
wilayah negara.
Di afkondiging (pengumuman) saling menyampaikan piagam perjanjian. Traktat berlaku
setelah ratifikasi.
5. DOKTRIN
Doktrin menjadi sumber hukum karena UU perjanjian internasional dan yurisprudensi
tidak memberi jawaban hukum sehingga di carilah pendapat ahli hukum.
Berlaku: communis opinio doctorum: pendapat umum tidak boleh menyimpang dari
pendapat para ahli.
a) Commentaries on the laws at england oleh sir william black stone.
b) Ajaran imam syafi’i, banyak di gunakan oleh PA (pengadilan agama) dalam putusan
c) Trias politika
Sistem Hukum
Sistem hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya
berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang
akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya
Kodifikasi ini merupakan kodifikasi hukum yang berlaku di Kekaisaran Romawi pada
masa pemerintahan Kaisar Justianus abad IV sebelum masehi. Peraturan hukumnya
merupakan kumpulan dari perbagai kaidah hukum yang ada sebelum masa Justianus
yang disebut Corpus Juris Civilis
Dalam perkembangannya, prinsip – prinsip hukum yang terdapat pada Corpus Juris
Civilis ini dijadikan dasar perumusan dan kodifikasi hukum di negara – negara eropa
daratan seperti Jerman, Belanda, Perancis, Italia, Amerika Latin dan Asia, termasuk
Indonesia
Prinsip utama : hukum memperoleh kekuatan mengikat karena diwujudkan dalam
peraturan yang berbentuk undang – undang dan tersusun secara sistematik di dalam
kodifikasi atau kompilasi tertentu
Nilai utama yang dianut yang merupakan tujuan hukum adalah : kepastian hukum.
Kepastian hukum ini dapat diwujudkan kalau tindakan – tindakan hukum manusia di
dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan – peraturan hukum yang tertulis.
Hakim tidak dapat dengan leluasa untuk menciptakan hukum yang mempunyai
kekuatan mengikat umum. Hakim hanya berfungsi menetapkan dan menafsirkan
peraturan – peraturan dalam batas wewenangnya.
Sumber hukum : undang – undang yang dibentuk oleh pemegang kekuasaan legislatif.
Selain itu diakui juga “peraturan – peraturan” yang dibuat oleh pemegang kekuasaan
eksekutif berdasarkan wewenang yang telah ditetapkan oleh undang – undang (peraturan
– peraturan hukum administrasi negara) dan “kebiasaan – kebiasaan” yang hidup dan
diterima sebagai hukum oleh masyarakat selama tidak bertentangan dengan undang-
undang.
• Penggolongan hukum :
a) Hukum Publik
Hukum Publik mencakup peraturan – peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan
wewenang penguasa/negara serta hubungan – hubungan antara masyarakat dan negara
Termasuk dalam hukum publik ialah :
1. Hukum Tata Negara
2. Hukum Admistrasi Negara
3. Hukum Pidana
b) Hukum Privat
Hukum privat mencakup peraturan – peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan
antara individu – individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya.
Termasuk dalam hukum privat ialah :
1. Hukum Sipil
2. Hukum Dagang
• Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia sekarang, maka batas – batas antara
hukum publik dan hukum privat semakin sulit, karena :
a. Terjadi proses sosialisasi di dalam hukum sebagai akibat dari makin banyaknya bidang
– bidang kehidupan masyarakat
b. Makin banyaknya ikut campur negara di bidang kehidupan yang sebelumnya hanya
menyangkut hubungan perorangan, Misalnya bidang perdagangan, bidang perjanjian.
Yang berperan dalam menjalankan sistem hukum adat adalah pemuka adat
(pengetua-pengetua adat), karena ia adalah pimpinan yang disegani. Pengemuka adat itu
dianggap sebagai orang yang paling mampu menjalankan dan memelihara peraturan serta
selalu ditaati oleh anggota masyarakatnya berdasarkan kepercayaan kepada nenek
moyang. Peranan inilah yang sebenarnya dapat mengubah hukum adat sesuai kebutuhan
masyarakat tanpa menghapus kepercayaan dan kehendak suci nenek moyang.
Contoh :
1. Di Tapanuli
Ruhut Parsaoran di Habatohan (kehidupan social di tanah Batak), Patik Dohot Uhum ni
Halak Batak (Undang-Undang dan ketentuan-ketentuan Batak).
2. Di Jambi
Undang-Undang Jambi
3. Di Palembang
Undang-Undang Simbur Cahaya (Undang-Undang tentang tanah di dataran tinggi daerah
Palembang).
4. Di Minangkabau Undang-Undang nan dua puluh (Undang-Undang tentang hukum
adat
delik di Minangkabau)
5. Di Sulawesi Selatan
Amana Gapa (peraturan tentang pelayaran dan pengangkatan laut bagi orang-orang
wajo)
6. Di Bali
Awig-awig (peraturan Subak dan desa) dan Agama desa (peraturan desa) yang ditulis
didalam daun lontar.
Bila kita ditanya tentang masalah jual beli dan riba, maka kita dapatkan hukum hal
tersebut dalam Kitab Allah (QS. Al baqarah: 275). Dan masih banyak contoh-contoh
yang lain yang tidak memungkinkan untuk di perinci satu persatu.
2. Sunnah Nabi (hadist), yaitu cara hidup dari nabi Muhammad SAW atau cerita
tentang Nabi Muhammad SAW.
Contoh perbuatan:
Apa yang diriwayatkan oleh Bukhari (Bukhari no. 635, juga diriwayatkan oleh Tirmidzi
no. 3413, dan Ahmad no. 23093, 23800, 34528) bahwa ‘Aisyah pernah ditanya: “Apa
yang biasa dilakukan Rasulullah di rumahnya?” Aisyah menjawab: “Beliau membantu
keluarganya; kemudian bila datang waktu shalat, beliau keluar untuk menunaikannya.”
Contoh persetujuan:
Apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (Hadits no. 1267) bahwa Nabi pernah melihat
seseorang shalat dua rakaat setelah sholat subuh, maka Nabi berkata kepadanya:
“Shalat subuh itu dua rakaat”, orang tersebut menjawab, “sesungguhnya saya belum
shalat sunat dua rakaat sebelum subuh, maka saya kerjakan sekarang.” Lalu Nabi
shollallahu’alaihiwasallam terdiam. Maka diamnya beliau berarti menyetujui
disyari’atkannya shalat Sunat Qabliah subuh tersebut setelah shalat subuh bagi yang
belum menunaikannya.
As-Sunnah adalah sumber kedua setelah al Qur’an. Bila kita tidak mendapatkan hukum
dari suatu permasalahn dalam Al Qur’an maka kita merujuk kepada as-Sunnah dan
wajib mengamalkannya jika kita mendapatkan hukum tersebut. Dengan syarat, benar-
benar bersumber dari Nabi shollallahu’alaihiwasallam dengan sanad yang sahih.
As Sunnah berfungsi sebagai penjelas al Qur’an dari apa yang bersifat global dan
umum. Seperti perintah shalat; maka bagaimana tatacaranya didapati dalam as Sunnah.
Oleh karena itu Nabi bersabda:
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (Bukhari no. 595)
3. Ijma, yaitu kesepakatan para ulama besar tentang suatu hak dalam cara hidup.
Ijma’ merupakan sumber rujukan ketiga. Jika kita tidak mendapatkan didalam Al
Qur’an dan demikian pula sunnah, maka untuk hal yang seperti ini kita melihat, apakah
hal tersebut telah disepakatai oleh para ulama muslimin, apabila sudah, maka wajib
bagi kita mengambilnya dan beramal dengannya.
Contohnya:
Ijma para sahabat ra bahwa kakek mendapatkan bagian 1/6 dari harta warisan bersama
anak laki-laki apabila tidak terdapat bapak.
4. Qiyas, yaitu analogi dalam mencari sebanyak mungkin persamaan antara dua
kejadian.
Contohnya :
Allah mengharamkan khamer dengan dalil Al Qur’an, sebab atau alasan
pengharamannya adalah karena ia memabukkan, dan menghilangkan kesadaran. Jika
kita menemukan minuman memabukkan lain dengan nama yang berbeda selain
khamer, maka kita menghukuminya dengan haram, sebagai hasil Qiyas dari khamer.
Karena sebab atau alasan pengharaman khamer yaitu “memabukkan” terdapat pada
minuman tersebut, sehingga ia menjadi haram sebagaimana pula khamer.
Sistem hukum Islam dalam ”Hukum Fikh” terdiri dari dua bidang hukum, yaitu :
1. Hukum rohaniah (ibadat), ialah cara-cara menjalankan upacara tentang kebaktian
terhadap Allah (sholat, puasa, zakat, menunaikan ibadah haji), yang pada dasarnya
tidak dipelajari di fakultas hukum. Tetapi di UNISI diatur dlm mata kuliah fiqh Ibadah.
2. Hukum duniawi, terdiri dari :
Muamalat, yaitu tata tertib hukum dan peraturan mengenai hubungan antara manusia
dalam bidang jual-bei, sewa menyewa, perburuhan, hukum tanah, perikatan, hak milik,
hak kebendaan dan hubungan ekonomi pada umumnya.
Nikah (Munakahah), yaitu perkawinan dalam arti membetuk sebuah keluarga yang
tediri dari syarat-syarat dan rukun-rukunnya, hak dan kewajiban, dasar-dasar
perkawinan monogami dan akibat-akibat hukum perkawinan.
Jinayat, yaitu pidana yang meliputi ancaman hukuman terhadap hukum Allah dan
tindak pidana kejahatan.
Sistem hukum Islam menganut suatu keyakinan dan ajaran islam dengan keimanan
lahir batin secara individual.Negara-negara yang menganut sistem hukum Islam dalam
bernegara melaksanakan peraturan-peraturan hukumnya sesuai dengan rasa keadilan
berdasarkan peraturan perundangan yang bersumber dari Qur’an.Dari uraian diatas
tampak jelas bahwa di negara-negara penganut asas hukum Islam, agama Islam
berpengaruh sangat besar terhadap cara pembentukan negara maupun cara bernegara
dan bermasyarakat bagi warga negara dan penguasanya.
PENGANTAR ILMU HUKUM
1604552143
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
1604552144
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
2016