Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

SUMBER – SUMBER HUKUM

PENGANTAR ILMU HUKUM

Dosen Pengampu : Dr. Indah Sri Utari, S.H., M.H.

Salsabila Fakhriyyah Ar Raidah

8111418404

International Class

Fakultas Hukum

Universitas Negeri Semarang


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan
hidayah-Nya. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Agung
Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum dengan judul
“Sumber-Sumber Hukum”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 7 Oktober 2018

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, pasti tidak terlepas dalam benak kita
menganai Teori Stuffenbau Hans Kelsen. Hans Kelsen dalam Teori Stuffenbau membahas
mengenai jenjang norma hukum, dimana ia berpendapat bahwa norma-norma hukum itu
berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan. Teori Stufenbauadalah
teori mengenai sistem hukum oleh Hans Kelsen yang menyatakan bahwa sistem hukum
merupakan sistem anak tangga dengan kaidah berjenjang dimana norma hukum yang paling
rendah harus berpegangan pada norma hukum yang lebih tinggi, dan kaidah hukum yang
tertinggi (seperti konstitusi) harus berpegangan pada norma hukum yang paling mendasar
(grundnorm). Teori Stuffenbau semakin diperjelas dalam hukum positif di Indonesia dalam
bentuk undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Undang-undang
menganai pembentukan peraturan perundang-undangan pertama kali dipositifkan dalam Undang-
Undang Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.

B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan tentang macam-macam hukum nasional Indonesia
2. Menjelaskan hirarki perundang-undangan Indonesia

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah disamping untuk memenuhi
tugas dalam perkuliahan juga agar kami khususnya dan semua mahasiswa pada umumnya
mampu memahami sumber-sumber hukum.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Macam-macam Sumber Hukum Nasional Indonesia

Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai

kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu aturan-aturan yang jika di langgar mengakitbatkan sanksi

tegas dan nyata. Hakikatnya: tempat menemukan dan menggali hukum. arti sumber hukum:

1. Sebagai asas hukum, sesuatu yang merupakan permulaan hukum.

2. Menunjukkan hukum terdahulu menjadi/memberi bahan hukum yang kemudian.

3. Sumber berlakunya yang memberikekuatan berlaku secara formal kepada peraturan hukum.

4. Sumber dari mana kita dapat mengenal hukum.

5. Sumber terjadinya hukum. Sumber yang menimbulkan hukum.

Sumber hukum ada 2 yaitu:

1. Suber hukum materiil: tempat dari mana materi hukum di ambil, jadi merupakan faktor

pembantu permbertukan hukum, dapat di tinjau dari berbagai sudut.

2. Sumber hukum formil ada 5 yaitu:

a. UU (statute)

b. Kebiasaan (custom)

c. Keputusan hakim (jurisprudentie)

d. Trakta

e. Pendapat sarjana hukum (doktrin)

UU adalah perturan negara yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang diadakan

dan di pelihara oleh negara.

Tingkatan pertuaran: UU45-UU-PERPU-KEPRES-PERDA-PERDES


1. UU Ada 2 Yaitu:

a. UU (formil) keputusan pemerintah yang merupakan UU karena cara pembuatannya. UU dibuat

oleh president dan DPR.

b. UU (Materil) adalah setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung setiap

penduduk.

Berlakunya UU: menurut tanggal yang ditentukan sendiri oleh UU itu sendiri:

a. Pada saat di undangkan

b. Pada tanggal tertentu

c. Ditentukan berlaku surut

d. Ditentukan kemudian/dengan peraturan lain

Berakhirnya UU.

a. Ditentukan oleh UU itu sendiri

b. Di cabut secara tegas

c. UU lama bertentangan dengan UU baru

d. Timbulnya hukum kebiasaan yang bertentangan dengan UU/UU sudah tidak di taati lagi

Sebuah peraturan hukum biar berlaku terus harus (extraordineri). Di indonesia hanya

ada 2 yaitu: 1. Pembrantasan teroris. 2. Pelanggaran ham.

Asas-asas berlakunya UU

a. LEX SUPERIOR DEROGAT LEGI INFERIORI: UU yang kedudukannya lebih rendah tidak

boleh bertentangan dengan UU yang kedudukannya lebih tinggi dalam mengatur hal yang sama.

b. LEX SPECIALE DEROGAT LEGI GERERALI: UU bersifat khusus mengesampingkan UU

yang bersifata umum, apabila UU tersebut sama kedudukannya.


c. LEX POSTERIOR DEROGAT LEGI PRIORI: UU yang berlaku belakangan membatalakan UU

terdahulu sejauh UU itu mengatur hal yang sama

d. NULLUM DELICTIM NOELLA POENA SINC PRAEVIA LEGI POENATE: tidak ada

pembuatan dapat di hukum kecuali sudah ada peraturan sebelum perbuatan dilakukan.

Jadi UU yang telah diundangkan di anggap telah di ketahui setiap orang sehingga

pelanggar UU mengetahui UU yang bersangkutan.

2. Kebiasaan

Kebiasaan merupakan sumber hukum tertua. Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang

tetap dan berulang. Sehingga merupakan pola tingkah laku yang tetap, ajeg, lazim, dan

normal/perilaku yang di ulang yang mnimbulkan kesadaran bahwa perbuatan itu baik.

Kebiasaan/adat/custom akan menimbulkan hukum jika UU menunjukkan pada kebiasaan

untuk di berlakukan. Pasal 15 AB: kebiasaan tidak menimbulkan hukum, kecuali jika UU

menunjuk pada kebiasaan untuk di berlakukan kebiasaan dapat menjadi sumber hukum,

Syarat-syaratnya yaitu:

a. Perbuatan itu harus sudah berlangsung lama.

b. Menimbulkan keyakinan umum bahwa perbuatan itu merupakan kwajiban hukum.“Demikian

Selanjutnya”

c. Ada akibat hukum jika kebiasaan hukum dilanggar.

Pasal 1339 “BW” persutujuan tidak hanya mengikat untuk apa yang telah di tetapkan dengan

tegas oleh persetujuan, tetapi juga untuk segala sesuatu menurut sifat persetujuan itu di wajibkan

oleh kebiasaan.
Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang

diajukan, dengan dalih bahwa hukum tidak/ kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan

mengadilinya.

3. Yurrisprudentie (presedent)

Yurrisprudentie adalah putusan hakim (pengadilan) yang mengikuti/mendasarkan

putusan hakim terdahulu dalam perkara yang sama. Ada 3 penyebab (alasan) seorang hakim

mengikuti 2 putusan hakim yang lain (menurut utrecht, yaitu:)

a. Psikologis: seorang hakim mengikuti putusan hakim lainnya kedudukannya lebih tinggi, karena

hakim adalah pengwas hakim di bawahnya. Putusan hakim yang lebih tinggi membpunyai

“GEZAG” karena di anggap lebih brpengalaman.

b. Praktisi: mengikuti 2 putusan hakim lain yang kedudukannya lebih tinggi yang sudah ada.

Karena jika putusannya beda dengan hakim yang lebih tinggi maka pihak yang di kalahkan akan

melakukan banding/kasasi kepada hakim yang pernah memberi putusan dalam perkara yang

sama agar perkara di beri putusan sama dengan putusan sebelumnya.

c. Sudah adil, tepat dan patut: sehingga tidak ada alasan untuk keberatan mengikuti putusan hakim

yang terdahulu.

4. Traktat

Traktat adalah perjanjian yang diadakan oleh 2 negara/lebih.

a. Negara: bilateral.

b. Lebih dari 2 negara: multilateral.

c. Perjanjian terbuka/kolektif: perjanjian multilateral yang memberi kesempatan negara lain yang

tidak ikut mengadakan perjanjian untuk menjadi pihak.


Perjanjian antar negara di bedakan mendadi treaty dan agreement treaty adalah
perjanjian yang kurang penting.
Treaty harus di sampaikan kepada parlement untuk mendapat persetujuan sebelum
diratifikasi president/kepala negara.

Materi-materi treaty:

a. Masalah-masalah politik/yang lain yang dapat mempengaruhi haluan politik negeri.

b. Ikatan-ikatan sedemikian rupa yang mempengaruhi haluan politik negara.

c. Masalah-masalah yang menurut UUD/peraturan perundang-undangn harus diatur dengan UU.

Agrement merupakan perjanjian dengan menteri-menteri lain yang hanya disampingkan kepada

parlement/DPR untuk di ketahui setelah di shkan kepala negara.

Fase/tahap traktat.

a. Sluiting: penetapan isi perjanjian oleh delegasi pihak-pihak yang bersangkutan,

melahirkan/menghasilkan konsep trakta/sluiting soor konde.

b. Persutujuan masing-masing parlement yang bersangkutan.

c. Ratifikasi (pengesahan) oleh masing-masing kepala negara. Maka berlaku untuk semua wilayah

negara.

Di afkondiging (pengumuman) saling menyampaikan piagam perjanjian. Traktat berlaku setelah

ratifikasi.

5. Doktrin

Doktrin menjadi sumber hukum karena UU perjanjian internasional dan yurisprudensi

tidak memberi jawaban hukum sehingga di carilah pendapat ahli hukum.

Berlaku: communis opinio doctorum: pendapat umum tidak boleh menyimpang dari

pendapat para ahli.


a. Commentaries on the laws at england oleh sir william black stone.

b. Ajaran imam syafi’i, banyak di gunakan oleh PA (pengadilan agama) dalam putusan

c. Trias politika

B. Hirarki Peraturan Perundang-undangan Indonesia


Peraturan perundang-undangan, dalam konteks negara Indonesia, adalah peraturan

tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang mengikat secara umum.

Hierarki maksudnya peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Jenis dan hierarki Peraturan

Perundang-undangan diatur dalam Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Adapun jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan dalam Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembetukan Peraturan Perundang-undangan ditegaskan dalam

Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan, yang menegaskan bahwa, jenis dan hierarki Peraturan Perundang-

undangan terdiri atas :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

4. Peraturan Pemerintah;

5. Peraturan Presiden;

6. Peraturan Daerah Provinsi; dan


7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Definisi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1994 sebagaimana

diatur dalam Pasal 3 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan meyebutkan :

”Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar

dalam Peraturan Perundang-undangan.”

Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan hukum dasar tertulis Negara Republik

Indonesia dalam Peraturan Perundang-undangan, memuat dasar dan garis besar hukum dalam

penyelenggaraan negara. UUD 1945 ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

UUD1945 mulai berlaku sejak 18 agustus 1945 sampai 27 desember 1949. Setelah itu terjadi

perubahan dasar negara yang mengakibatkan UUD 1945 tidak berlaku, namun melalui dekrit

presiden tanggal 5 juli tahun 1959, akhirnya UUD 1945 berlaku kembali sampai dengan

sekarang.

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

TAP MPR merupakan putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai

pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sidang MPR atau bentuk putusan

Majelis Permusyawaratan Rakyat yang berisi hal-hal yang bersifat penetapan (beschikking).

Dimasukkannya kembali TAP MPR dalam tata urutan perundang-undangan berdasarkan apa

yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan, hanya merupakan bentuk penegasan saja bahwa produk hukum yang
dibuat berdasarkan TAP MPR, masih diakui dan berlaku secara sah dalam sistem perundang-

undangan Indonesia.

3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Definisi ”Undang-Undang” sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 UU Nomor 12

Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan:

”Undang-Undang adalah Peraturan Perundangundangan yang dibentuk oleh Dewan

Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. ”

Undang-Undang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama

Presiden. Perlu diketahui bahwa undang-undang merupakan produk bersama dari presiden dan

DPR (produk legislatif), dalam pembentukan undang-undang ini bisa saja presiden yang

mengajukan RUU yang akan sah menjadi Undang-undang jika DPR menyetujuinya, dan begitu

pula sebaliknya.

Undang-Undang memiliki kedudukan sebagai aturan main bagi rakyat untuk konsolidasi

posisi politik dan hukum, untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan tujuan

dalam bentuk Negara.

4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)

Definisi ”Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang” diatur dalam Pasal 1 angka 4

UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan:

”Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan

yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.”
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang

memaksa (negara dalam keadaan darurat), dengan ketentuan sebagai berikut:

a) Perpu dibuat oleh presiden saja, tanpa adanya keterlibatan DPR.

b) Perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut.

c) DPR dapat menerima atau menolak Perpu dengan tidak mengadakan perubahan.

d) Jika ditolak DPR, Perpu tersebut harus dicabut.

5. Peraturan Pemerintah (PP)

Definisi ”Peraturan Pemerintah” diatur dalam Pasal 1 angka 5 UU Nomor 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan:

“Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang undangan yang ditetapkan oleh Presiden
untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.”
Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan di Indonesia yang ditetapkan
oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Materi muatan
Peraturan Pemerintah adalah materi untuk menjalankan Undang-Undang. Di dalam UU No.12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dinyatakan bahwa Peraturan
Pemerintah sebagai aturan organik daripada Undang-Undang menurut hirarkinya tidak boleh
tumpangtindih atau bertolak belakang.
”Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan

yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.”

Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal

kegentingan yang memaksa (negara dalam keadaan darurat), dengan ketentuan sebagai berikut:

a) Perpu dibuat oleh presiden saja, tanpa adanya keterlibatan DPR.

b) Perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut.

c) DPR dapat menerima atau menolak Perpu dengan tidak mengadakan perubahan.
d) Jika ditolak DPR, Perpu tersebut harus dicabut.

6. Peraturan Presiden (Perpres)

Peraturan Presiden merupakan Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh

Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Peraturan Presiden adalah

Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah

Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan

pemerintahan.

7. Peraturan Daerah Provinsi

Peraturan Daerah Provinsi atau Perda Provinsi merupakan Peraturan Perundang-


undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan
bersama Gubernur. Peraturan daerah dan keputusan kepala daerah Negara Indonesia adalah
Negara yang menganut asas desentralisasi yang berarti wilayah Indonesia dibagi dalam beberapa
daerah otonom dan wilayah administrasi. Daerah otonom ini dibagi menjadi daerah tingkat I dan
daerah tingkat II. Dalam pelaksanaannya kepala daerah dengan persetujuan DPRD dapat
menetapkan peraturan daerah. Peraturan daerah ini tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundangan diatasnya.

8. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota


Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten atau Kota dengan persetujuan bersama Bupati atau Walikota.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang
mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu aturan-aturan yang jika di langgar
mengakitbatkan sanksi tegas dan nyata dan dibentuk oleh badan yang berwenang.
Sumber hukum ada 2 yaitu:
1. Suber hukum materiil: tempat dari mana materi hukum di ambil, jadi merupakan faktor
pembantu permbertukan hukum, dapat di tinjau dari berbagai sudut.
2. Sumber hukum formil ada 5 yaitu:
a. UU (statute)
b. Kebiasaan (custom)
c. Keputusan hakim (jurisprudentie)
d. Traktat
e. Pendapat sarjana hukum (doktrin)
Adapun jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan dalam Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembetukan Peraturan Perundang-undangan ditegaskan dalam
Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, yang menegaskan bahwa, jenis dan hierarki Peraturan Perundang-
undangan terdiri atas :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
DAFTAR PUSTAKA

CST Kansil,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum indonesia ,Jakarta :Pradnya Paramita,1990

DR.Chairul Anwar,S.H.Dasaar-Dasar Ilmu Hukum

Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pembentukan Dan

R.Soeroso,Pengantar Ilmu Hukum,Jakarta :Rajawali Press,2001

Undang –undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Anda mungkin juga menyukai