SUMBER-SUMBER HUKUM
Assalamualaikum wr.wb. Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-
Nya sehingga makalah dengan berjudul sumber-sumber hukum.
Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas dari Bapak Windy Makmur,S.Pd.,M.Pd.
mata kuliah pengantar ilmu hukum Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan
menambah wawasan kepada pembaca tentang sumber-sumber hukum.
saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Windy Makmur, S.Pd.,M.Pd.mata
kuliah pengantar ilmu hukum. Berkat tugas yang diberikan ini, dapat menambah wawasan
saya berkaitan dengan topik yang diberikan. Saya juga mengucapkan terima kasih yang
sebesarnya kepada semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak
kesalahan. Oleh karena itu saya memohon maaf atas kesalahan dan ketaksempurnaan
yang pembaca temukan dalam makalah ini. Saya juga mengharap adanya kritik serta saran
dari pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.
Penyusun:
MOH RISKI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………….
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………………………..
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………
C. Tujuan Penulisan……………………………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN
A. MACAM-MACAM SUMBER
HUKUM……………………………………………………………………………..
B. HIRARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
INDONESIA……………………………………………………………………………………………
A. Latar Belakang
Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, pasti tidak terlepas dalam benak
kita menganai Teori Stuffenbau Hans Kelsen. Hans Kelsen dalam Teori Stuffenbau
membahas mengenai jenjang norma hukum, dimana ia berpendapat bahwa norma-norma
hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan. Teori
Stufenbauadalah teori mengenai sistem hukum oleh Hans Kelsen yang menyatakan bahwa
sistem hukum merupakan sistem anak tangga dengan kaidah berjenjang dimana norma
hukum yang paling rendah harus berpegangan pada norma hukum yang lebih tinggi, dan
kaidah hukum yang tertinggi (seperti konstitusi) harus berpegangan pada norma hukum yang
paling mendasar (grundnorm). Teori Stuffenbau semakin diperjelas dalam hukum positif di
Indonesia dalam bentuk undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-
undangan. Undang-undang menganai pembentukan peraturan perundang-undangan pertama
kali dipositifkan dalam Undang-Undang Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan tentang macam-macam hukum nasional Indonesia
2. Menjelaskan hirarki perundang-undangan Indonesia
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah disamping untuk memenuhi
tugas dalam perkuliahan juga agar kami khususnya dan semua mahasiswa pada umumnya
mampu memahami sumber-sumber hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai
kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu aturan-aturan yang jika di langgar mengakitbatkan
sanksi tegas dan nyata. Hakikatnya: tempat menemukan dan menggali hukum. arti sumber
hukum:
1. Sebagai asas hukum, sesuatu yang merupakan permulaan hukum.
2. Menunjukkan hukum terdahulu menjadi/memberi bahan hukum yang kemudian.
3. Sumber berlakunya yang memberikekuatan berlaku secara formal kepada peraturan hukum.
4. Sumber dari mana kita dapat mengenal hukum.
5. Sumber terjadinya hukum. Sumber yang menimbulkan hukum.
Sumber hukum ada 2 yaitu:
1. Suber hukum materiil: tempat dari mana materi hukum di ambil, jadi merupakan faktor
pembantu permbertukan hukum, dapat di tinjau dari berbagai sudut.
2. Sumber hukum formil ada 5 yaitu:
a. UU (statute)
b. Kebiasaan (custom)
c. Keputusan hakim (jurisprudentie)
d. Trakta
e. Pendapat sarjana hukum (doktrin)
UU adalah perturan negara yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang
diadakan dan di pelihara oleh negara.
Tingkatan pertuaran: UU45-UU-PERPU-KEPRES-PERDA-PERDES
1. UU Ada 2 Yaitu:
a. UU (formil) keputusan pemerintah yang merupakan UU karena cara pembuatannya. UU
dibuat oleh president dan DPR.
b. UU (Materil) adalah setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung
setiap penduduk.
Berlakunya UU: menurut tanggal yang ditentukan sendiri oleh UU itu sendiri:
a. Pada saat di undangkan
b. Pada tanggal tertentu
c. Ditentukan berlaku surut
d. Ditentukan kemudian/dengan peraturan lain
Berakhirnya UU.
a. Ditentukan oleh UU itu sendiri
b. Di cabut secara tegas
c. UU lama bertentangan dengan UU baru
d. Timbulnya hukum kebiasaan yang bertentangan dengan UU/UU sudah tidak di taati lagi
Sebuah peraturan hukum biar berlaku terus harus (extraordineri). Di indonesia
hanya ada 2 yaitu: 1. Pembrantasan teroris. 2. Pelanggaran ham.
Asas-asas berlakunya UU
a. LEX SUPERIOR DEROGAT LEGI INFERIORI: UU yang kedudukannya lebih rendah
tidak boleh bertentangan dengan UU yang kedudukannya lebih tinggi dalam mengatur hal
yang sama.
b. LEX SPECIALE DEROGAT LEGI GERERALI: UU bersifat khusus mengesampingkan UU
yang bersifata umum, apabila UU tersebut sama kedudukannya.
c. LEX POSTERIOR DEROGAT LEGI PRIORI: UU yang berlaku belakangan membatalakan
UU terdahulu sejauh UU itu mengatur hal yang sama
d. NULLUM DELICTIM NOELLA POENA SINC PRAEVIA LEGI POENATE: tidak ada
pembuatan dapat di hukum kecuali sudah ada peraturan sebelum perbuatan dilakukan.
Jadi UU yang telah diundangkan di anggap telah di ketahui setiap orang sehingga
pelanggar UU mengetahui UU yang bersangkutan.
2. Kebiasaan
Kebiasaan merupakan sumber hukum tertua. Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang
tetap dan berulang. Sehingga merupakan pola tingkah laku yang tetap, ajeg, lazim, dan
normal/perilaku yang di ulang yang mnimbulkan kesadaran bahwa perbuatan itu baik.
Kebiasaan/adat/custom akan menimbulkan hukum jika UU menunjukkan pada
kebiasaan untuk di berlakukan. Pasal 15 AB: kebiasaan tidak menimbulkan hukum, kecuali
jika UU menunjuk pada kebiasaan untuk di berlakukan kebiasaan dapat menjadi sumber
hukum,
Syarat-syaratnya yaitu:
a. Perbuatan itu harus sudah berlangsung lama.
b. Menimbulkan keyakinan umum bahwa perbuatan itu merupakan kwajiban hukum.“Demikian
Selanjutnya”
c. Ada akibat hukum jika kebiasaan hukum dilanggar.
Pasal 1339 “BW” persutujuan tidak hanya mengikat untuk apa yang telah di tetapkan dengan
tegas oleh persetujuan, tetapi juga untuk segala sesuatu menurut sifat persetujuan itu di
wajibkan oleh kebiasaan.
Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang
diajukan, dengan dalih bahwa hukum tidak/ kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa
dan mengadilinya.
3. Yurrisprudentie (presedent)
Yurrisprudentie adalah putusan hakim (pengadilan) yang mengikuti/mendasarkan
putusan hakim terdahulu dalam perkara yang sama. Ada 3 penyebab (alasan) seorang hakim
mengikuti 2 putusan hakim yang lain (menurut utrecht, yaitu:)
a. Psikologis: seorang hakim mengikuti putusan hakim lainnya kedudukannya lebih tinggi,
karena hakim adalah pengwas hakim di bawahnya. Putusan hakim yang lebih tinggi
membpunyai “GEZAG” karena di anggap lebih brpengalaman.
b. Praktisi: mengikuti 2 putusan hakim lain yang kedudukannya lebih tinggi yang sudah ada.
Karena jika putusannya beda dengan hakim yang lebih tinggi maka pihak yang di kalahkan
akan melakukan banding/kasasi kepada hakim yang pernah memberi putusan dalam perkara
yang sama agar perkara di beri putusan sama dengan putusan sebelumnya.
c. Sudah adil, tepat dan patut: sehingga tidak ada alasan untuk keberatan mengikuti putusan
hakim yang terdahulu.
4. Traktat
Traktat adalah perjanjian yang diadakan oleh 2 negara/lebih.
a. Negara: bilateral.
b. Lebih dari 2 negara: multilateral.
c. Perjanjian terbuka/kolektif: perjanjian multilateral yang memberi kesempatan negara lain
yang tidak ikut mengadakan perjanjian untuk menjadi pihak.
Perjanjian antar negara di bedakan mendadi treaty dan agreement treaty adalah
perjanjian yang kurang penting.
Treaty harus di sampaikan kepada parlement untuk mendapat persetujuan sebelum
diratifikasi president/kepala negara.
Materi-materi treaty:
a. Masalah-masalah politik/yang lain yang dapat mempengaruhi haluan politik negeri.
b. Ikatan-ikatan sedemikian rupa yang mempengaruhi haluan politik negara.
c. Masalah-masalah yang menurut UUD/peraturan perundang-undangn harus diatur dengan
UU.
Agrement merupakan perjanjian dengan menteri-menteri lain yang hanya disampingkan
kepada parlement/DPR untuk di ketahui setelah di shkan kepala negara.
Fase/tahap traktat.
a. Sluiting: penetapan isi perjanjian oleh delegasi pihak-pihak yang bersangkutan,
melahirkan/menghasilkan konsep trakta/sluiting soor konde.
b. Persutujuan masing-masing parlement yang bersangkutan.
c. Ratifikasi (pengesahan) oleh masing-masing kepala negara. Maka berlaku untuk semua
wilayah negara.
Di afkondiging (pengumuman) saling menyampaikan piagam perjanjian. Traktat berlaku
setelah ratifikasi.
5. Doktrin
Doktrin menjadi sumber hukum karena UU perjanjian internasional dan yurisprudensi
tidak memberi jawaban hukum sehingga di carilah pendapat ahli hukum.
Berlaku: communis opinio doctorum: pendapat umum tidak boleh menyimpang dari
pendapat para ahli.
a. Commentaries on the laws at england oleh sir william black stone.
b. Ajaran imam syafi’i, banyak di gunakan oleh PA (pengadilan agama) dalam putusan
c. Trias politika
A. Kesimpulan
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang
mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu aturan-aturan yang jika di langgar
mengakitbatkan sanksi tegas dan nyata.
Sumber hukum ada 2 yaitu:
1. Suber hukum materiil: tempat dari mana materi hukum di ambil, jadi merupakan faktor
pembantu permbertukan hukum, dapat di tinjau dari berbagai sudut.
2. Sumber hukum formil ada 5 yaitu:
a. UU (statute)
b. Kebiasaan (custom)
c. Keputusan hakim (jurisprudentie)
d. Traktat
e. Pendapat sarjana hukum (doktrin)
Adapun jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan dalam Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembetukan Peraturan Perundang-undangan ditegaskan dalam
Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, yang menegaskan bahwa, jenis dan hierarki Peraturan Perundang-
undangan terdiri atas :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
DAFTAR PUSTAKA