PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari sumber hukum ?
2. Bagaimana undang-undang sebagai salah satu sumber hukum?
3. Jelaskan kebiasaan sebagai sumber hukum?
4. Bagaimana Yurisprudensi sebagai sumber hukum?
5. Jelaskan traktat sebagai salah satu sumber hukum?
6. Jelaskan doktrin/pendapat ahli hukum sebagai sumber hukum?
II. PEMBAHASAN
1
C.S.T. Kansil, Penantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia(Jakarta:Balai
Pustaka, cetakan ke-8 1989) halaman 46
b. Menunjukan hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan pada hukum yang
sekarang berlaku seperti hukum Perancis, hukum Romawi dan lain-lain.
4. Pengertian Sumber Hukum Menurut L.J. van Apeldoorn
Istilah sumber hukum dipakai dalam arti sejarah, kemasyarakatan, filsafat, dan arti
normal.
5. Pengertian Sumber Hukum Menurut Joeniarto
sumber hukum dapat dibedakan dalam tiga pengertian. Pertama, sumber hukum
dalam pengertian sebagai asalnya hukum positif, wujudnya dalam bentuk yang
konkert ialah berupa “ keputusan dari yang berwenang” untuk mengambil keputusan
mengenai soal yang bersangkutan. Kedua, sumber hukum dalam pengertianya
sebagai tempat ditemukanya aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan hukum positif.
Wujudnya ialah berupa peraturan-peraturan atau ketetapan-ketetapan entah tertulis
atau tidak tertulis.
Terdapat beberapa pengertian tentang sumber hukum: segala sesuatu yang berupa
tulisan, dokumen, naskah yang dipergunakan oleh suatu bangsa sebagai pedoman
hidupnya pada masa tertentu.
Istilah sumber hukum dapat digunakan dalam berbagai arti, yaitu sumber hukum
dalam arti sejarah, sosiologis, filosofi dan formal. Keempat arti tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Sumber hukum dalam arti ini adalah faktor-faktor yang menentukan isi hukum
positif, misalnya keadaan-keadaan ekonomi, polotik, pandangan agama dan
sebagainya, yang memengaruhi pembentuk undang-undang pada saat pembuatan
peraturan.
a. Undang-undang dalam arti formal: ialah setiap keputusan pemerintah yang merupakan
undang-undang karena cara pembuatanya (misalnya: dibuat oleh Dewan Perwakilan
Rakyat atau Parlemen);
b. Undang-undang dalam arti material: ialah setiap keput pemerintah yang menurut isinya
mengikat langsung setiap penduduk.
Yang dimaksud dengan undang-undang sebagai salah satu sumber hukum yakni
undang-undang dalam arti material atau peraturan perundang-undangan.
1. Syarat berlakunya undang-undang
Syarat mutlak untuk berlakunya suatu undang-undang ialah diundangkan dalam
lembaran negara (LN) oleh sekretaris negara (dahulu: Menteri Kehakiman).
Tanggal mulai berlakunya suatu undang-undang menurut tanggaal yang ditentukaan
dalam undan-undang itu sendiri. Jika tanggal berlakunya itu tidak disebutkan dalam
undang-undang, maka undang-undang itu mulai berlaku 30 hari sesudah diundangkan
dalam LN untuk Jawa dan Madura, dan untuk daerah-daerah lainya baru berlaku 100 hari
setelah pengundangan dalam LN. Sesudah syarat itu dipenuhi, maka berlakulah suatu
fictie dalam hukum: setiap orang mengetahui adanya sesuatu undang-undang. Hal ini
berarti bahwa jika ada seseorang yang melanggar undang-undang tersebut, ia tidak
diperkenakan membela atau membebaskan diri dengan alasan: “saya tidak tahu menahu
adanya undang-undang itu.
2. Undang-undang tidak berlaku lagi jika:
a. Jangka waktu yang berlaku yang telah ditentukan oleh undang-undang itu sudah
lampau;
b. Keadaan atau hal untuk mana undang-undang itu diadakan sudah tidak ada lagi;
c. Undan-undang dengan tegas dicabut oleh instasi yang membatasi atau instasi yang
lebih tinggi;
d. Telah diadakan undang-undang yang baru yang isinya bertentangan dengan undang-
undang yang dulu berlaku.
3. Hukum dan Undang-undang
Jelas undang-undang tidak sama dengan hukum, melainkan hanya salah satu sumber dari
hukum; sekalipun dapat dikatakan sebagai sumber yang terpenting. Hukum lebih luas dari
pada undang-undang. Jika hendak dicari perbandinganya, hukum dapat disamakan dengan
manusia sedangkan undang-undang adalah potretnya. Hukum demikian juga manusia,
senantiasa berkembang pesat, sedangkan undang-undang sebagai potret, bentuknya
tetap sama sampai dicabut atau diubah. Jadi, undang-undang hanya rekaman sesaat
mengenai hukum di suatu saat tertentu.
4. Tata urutan peraturan perundang-undangan
Menurut pasal 7 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2004, jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan dalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang;
c. Peraturan pemerintah;
d. Peraturan presiden;
e. Peraturan daerah.
Dalam pasal 7 ayat (2) ditentukan bahwa peraturan daerah sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:
a. Peraturan daerah provinsi dibuat oleh DPRD Provinsi bersama dengan Gubernur;
b. Peraturan daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah
kabupaten/kota bersama bupaati/walikota;
c. Peraturan desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa
atau nama lainya bersama dengan kepala desa atau nama lainya.
Menurut Pasal 7 ayat (5) UU No. 10 Tahun 2004, kekuatan hukum peraturan
perundang- undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
5. Teori tangga
Hubungan antara peraturan yang lebih tinggi dengan peraturan yang lebih rendah,
dijelaskan oleh Hans Kelsen dalam teori bersifat tangga (Stufanbau theorie). Menurut
Hans Kelsen kekuatan mengikat suatu peraturan (norma) adalah terletak pada suatu
peraturan(norma) yang lebih tinggi. Dalam tata aturan perundang-undangan di Indonesia,
dasar kekuatan mengikat suatu peraturan daerah terletak pada peraturan presiden atau
peraturan pemerintah atau undang-undang ataupun ketetapan MPR atau UUD 1945.
Dasar kekuatan mengikat suatu peraturan presiden terletak pada peraturan pemerintah,
atau seterusnya ke atas. Dengan dasar kekuatan mengikat yang bertingkat-tigkat ini akaan
terbentuk suatu keadaan bersifat tangga dari tatanan hukum ( Stufenbau der
Rechtsordnung).
Menurut Hans Kelsen dasar kekuatan mengikat suatu undan-undang dasar terletak pada
suatu Grundnorm (norma dasar) atau Ursprugnorm (norma asal). Grundnorm merupakan
norma yang tidak mempunya isi melainkan hipotesis, seperti: “orang seharusnya meaati
Undang-Undang Dasar”.
6. Makna undang-undang bagi masyarakat indonesia
Sampai sekarang, akar masyarakat Indonesia masih sebagai masyarakat tradisional
dengan tipe hukum yang oleh Rene David digambarkan sebagai tipe hukum di mana
hubungan-hubungan sosisal dikuasai oleh cara-cara luar hukum (extra-legal means) yang
lain, yang sasaran pokoknya adalah untuk mempertahankan atau memulihkan keselarasan
(harmony), di mana sasaran ini dipandang sebagai lebih tinggi daripada penghargaaan
terhadap hukum.2 tipe hukum ini memiliki sejumlah asas yang berbeda dengan hukum
“modern”, antara lain bahwa tiap kerugian mewajibkan pemulihan, terlepas dari sosial ada
tidaknya kesalahan apda pelaku3. Jelas pada tekanan asas tersebut adalah untuk
mempertahankan atau memulihkan keselarasan (harmany). Di lain pihak agama Islam,
yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia, merupakan suatu tipe hukumyang oleh
Rene David digambarkan sebagai tipe hukum di amna kuat pandangan bahwa ada hukum
yang lebih tinggi dari pada kebiasaan setempat (yang dipandang sebagai “a phenomenon
of fact”) maupun hukum penuasa (yang dipandang semata-mata bersifat administratif),
sehingga kebiasaan setempat dan hukum penguasa ini diapandang tidak mempunyai
martabat yang penuh sebagai hukum.4
2
Rene David dan J.E.C. Brierly, Major Legal Syistems in the Word Today.ens & Sons, 2nd ed.1978, hlm.26
3
C. Van Vollenhoven. Suatu kitab hukum adat untuk seluruh Hindia’(Jakarta:Bhratara, 1972).
4
David dan Brierly, op.cit.,hlm.26,27
Dengan latar belakang ini, maka masyarakat indonesia memiliki persepsi bahwa
undang-undang bukan suatu yang istimewa. Persepsi ini cenderung diperburuk oleh
kenyataan sejarah bahwa “tipe hukum yang meneempatkan undang-undang sebagai
pengatur masyarakat” merupakan tipe hukum yang dibawa oleh bangsa Belanda yang
dikenal sebagai penjajah dan juga pengalaman-pengalaman masa sebelumnya, dimana
sering sering undang-undang merupakan sarana memperkuat kepentingan penguasa dan
pihak-pihak yang dekat dengan penguasa.
5
Apeldoorn, op.dt.,hlm.380
undang-undang, tetapi asal tersebut telah kehilangan kekuatanya.
Di Indonesai, ini dipertegas dengan
UU No. 14 Tahun 1970 tentang kekuasaan kehakiman_sekarang telah digantikan oleh UU
No. 2 Tahun 2004, yang dalam penjelasan pasal demi pasal terhadap pasal 14 ayat (1)
menyatakan bahwa,”hakim sebagai organ pengadilan dianggap memahi hukum. pencari
keadilan datang padanya untuk memohom keadilan. Andaikata ia tidak menemukan hukum
tertulis, ia wajib menggali hukum tidak tertulis untuk memutus berdasarkan hukum sebagai
seorang yang bijaksana dan bertanggung jawab penuh kepada Tuhan yang Maha Esa, diri
sendiri, masyarakat, bangsa dan negara”.
1. Pembentukan melalui tiga tahap yaitu: (1) perudingan, (2) penandatanganan, dan
(3) ratifikasi.
Prosedur ini biasanya dilakukan untuk hal-hal yang dianggap
penting sehingga memerlukan persetujuan dari badan-badan tertentu dalam suatu
negara. Di Indonesia, dengan ratifikasi, yang memerlukan persetujuan DPR, barulah
apa yang disetujui oleh DPR itu mengikat warga negara Indonesai. Tetapi, pada
umumnya prosedur ratifikasi menghasilkan undang-undang, sehingga dapat
dikatakan bahwa yang mengikat rakyat bukan lagi trakat itu langsung melainkan
undang-undang nasioal.
2. Pembentukan melalui dua tahap: (1) perundingan, (2) penandatanganan. Ini
dilakukan untuk perjanjian-perjanjian yayng dianggap tidak begitu penting dan
memerlukan penyelesaian yang cepat. Contohnya: perjanjian perdangangan yang
berjangka pendek.
Kesimpulan
Sumber hukum ada dua macam, yaitu sumber hukum formal dan materil. Sumber
hukum formal adalah perwujudan bentuk dari isi hukum materil yang menentukan
berlakunya hukum itu sendiri. Sedangkan sumber hukum materil yaitu keyakinan dan
perasaan (kesadaran) hukum individu dan pendapat umum yang menentukan isi atau
materi hukum. sumber hukum formal antara lain: undang-undang. Kebiasaan(hukum
tidak tertulis), yurisprudensi(keputusan hakim), traktat(perjanjian), dan
doktrin(pendapat ahli hukum).
Daftar Pustaka
Zainuddin, Asriadi. Pengantar Ilmu Hukum. Gorontalo: Sultan Amai Press IAIN
IAIN Sultan Amai Gorontalo, 2015
SUMBER-SUMBER HUKUM
DISUSUN OLEH
kelompok 1
ABDUL BASHIR
SULEMAN RAHIM
NURCHOLIZAH ABDUL
NURAIN NANI
Jrusan: HPI A