Anda di halaman 1dari 15

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Setiap manusia memiliki kepentingan, dan acap kali kepentingan tersebut berlainan,
bahkan ada juga yang bertentangan, sehingga dapat menimbulkan pertikaian yang
mengganggu keserasian hidup bersama. Apabila ketidak-seimbangan perhubungan
masyarakat yang menjadi perselisihan itu dibiarkan, maka mungkin akan timbul
perpecahan dalam masyarakat. Oleh karena itu, dari pemikiran manusia dalam
masyarakat makhluk sosial, kelompok manusia menghasilkan suatu kebudayaan yang
bernama kaidah atau aturan atau hukum tertentu yang mengatur segala tingkah
lakunya agar tidk menyimpang dari hati sanubari manusia.
Seiring dengan berjalan waktu dan perkembangan zaman, kebudayaan manusia
mengalami perkembangan pula, termasuk perkembangan hukum. Peradaban yang
semakin berkembang membuat kehidupan manusia sangat membutuhkan aturan yang
dapat membatasi perilaku manusia sendiri yang telah banyak menyimpang seiring
dengan perkembangan pemikiran manusia yang semakin maju.
Pada umumnya orang untuk mengetahui serta mengenal hukum, maka orang itu akan
mencari dari mana sumber yang menimbulkan hukum atau sumber terbentuknya
hukum itu sendiri. Hal ini berarti peinjauan mengeai faktor-faktor yang mempengaruhi
timbulnya hukum, dari mana hukum itu dapat diketemukan, dari mana asal mulanya
hukum dan sebagainya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari sumber hukum ?
2. Bagaimana undang-undang sebagai salah satu sumber hukum?
3. Jelaskan kebiasaan sebagai sumber hukum?
4. Bagaimana Yurisprudensi sebagai sumber hukum?
5. Jelaskan traktat sebagai salah satu sumber hukum?
6. Jelaskan doktrin/pendapat ahli hukum sebagai sumber hukum?
II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Sumber Hukum


Sumber hukum adalah segala sesuatau yang menimbulkan aturan-aturan yang mengikat
dan memaksa, sehingga apabila aturan-aturan itu dilanggar akan menimbulkan sanksi yang
tegas dan nyata bagi pelanggarnya.1 Yang dimaksud dengan segala apa saja (sesuatu) yakni
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya hukum itu dapat ditemukan.
1. Pengertian sumber hukum menurut pasal 1 ketetapan MPR No. III/MPR/2000
Ditetapkan bahwa: (1) Sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk
penyusunan peraturan perundan-undangan; (2) Sumber hukum terdiri atas sumber
hukum tertulis dan tidak tertulis; (3) Sumber hukum dasar nasional, adalah: (i)
Pancasila sebagai yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945. (ii) batang tubuh UUD
1945 (ialah peraturan yang memuat ketentuan-ketentuan pokok dan menjadi salah
satu sumber daripada perundang-undangan lainya yang kemudian dikeluarkan oleh
negara).
2. Pengertian Sumber Hukum menurut Hans Kelsen
Sumber hukum merupakan “General Theorybof law and state”, istilah sumber
hukum itu ( sources of law) dapat mengandung banyak pengertian, karena sifatnya
yang figurative(kiasan) and highly ambiguous(sangat ambigu). Pertama, yang lazimya
dipahami ada dua macam, yaitu custom(adat) and statute(undang-undang). Oleh
karena itu, sources of law biasa dipahami sebagai metode menciptakan hukum, adat
dan undang-undang,yaitu customary and statutory creation of law. Kedua, sources of
law juga dapat dikaitkan dengan cara untuk menilai alasan atau the resson for the
validity of law. Semua norma yang lebih tinggi merupakan sumber hukum bagi norma
yang lebih rendah. Oleh karena itu, pengertian sumber hukum itu identik dengan
hukum itu sendiri. Ketiga, sources of law juga dipakai untuk hal-hal yang bersifat non-
juridis, seperti norma moral, etika, prinsip-prinsip politik, ataupun pendapat para ahli
dan sebagainya yang dapat mempengruhi pembentukan suatu norma hukum itu
sendiri.
3. Pengertian Sumber Hukum Menurut Sudikno Mertokusumo
a. Sebagai asas hukum, sebagai sesuatu yang merupakan permulaan hukum,
misalnya: kehendak tuhan, akal manusia, jiwa bangsa dan sebagainya.

1
C.S.T. Kansil, Penantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia(Jakarta:Balai
Pustaka, cetakan ke-8 1989) halaman 46
b. Menunjukan hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan pada hukum yang
sekarang berlaku seperti hukum Perancis, hukum Romawi dan lain-lain.
4. Pengertian Sumber Hukum Menurut L.J. van Apeldoorn
Istilah sumber hukum dipakai dalam arti sejarah, kemasyarakatan, filsafat, dan arti
normal.
5. Pengertian Sumber Hukum Menurut Joeniarto
sumber hukum dapat dibedakan dalam tiga pengertian. Pertama, sumber hukum
dalam pengertian sebagai asalnya hukum positif, wujudnya dalam bentuk yang
konkert ialah berupa “ keputusan dari yang berwenang” untuk mengambil keputusan
mengenai soal yang bersangkutan. Kedua, sumber hukum dalam pengertianya
sebagai tempat ditemukanya aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan hukum positif.
Wujudnya ialah berupa peraturan-peraturan atau ketetapan-ketetapan entah tertulis
atau tidak tertulis.

Adapun Sumber Hukum Menurut Pendapat Para Pakar Hukum:

Terdapat beberapa pengertian tentang sumber hukum: segala sesuatu yang berupa
tulisan, dokumen, naskah yang dipergunakan oleh suatu bangsa sebagai pedoman
hidupnya pada masa tertentu.

a. Menurut Zevenbergen, sumber hukum adalah sumber terjadinya hukum; atau


sumber yang menimbulkan hukum.
b. C.S.T. Kansil menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan sumber hukum
ialah, segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan
yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan
sanksi yang tegas dan nyata.
c. Menurut Achmad Ali, sumber hukum adalah tempat dimana kita
dapat menemukan hukum. Namun, perlu diketahui pula bahwa adakalanya sumber
hukum juga sekaligus merupakan hukum, contohnya putusan hakim.

Istilah sumber hukum dapat digunakan dalam berbagai arti, yaitu sumber hukum
dalam arti sejarah, sosiologis, filosofi dan formal. Keempat arti tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:

1). Sumber hukum dalam arti sejarah


Sumber hukum dalam arti sejarah adalah sumber dari mana
pembentuk undang-undang dilihat dari aspek sejarah. Contohnya, Code Civil Prancis
merupakan sumber hukum bagi Burgerlijk Wetboek (kitab undang-undang hukum
perdata) Belanda. Hal ini karena Prancis pernah menduduki Belanda dan
memberlakukan Code Civil Prancis itu. Demikian pula, Burgerlijk Wetboek Belanda
merupakan sumber hukum bagi Burgerlijk Wetboek Hindia Belanda.
2). Sumber hukum dalam arti sosiologis

Sumber hukum dalam arti ini adalah faktor-faktor yang menentukan isi hukum
positif, misalnya keadaan-keadaan ekonomi, polotik, pandangan agama dan
sebagainya, yang memengaruhi pembentuk undang-undang pada saat pembuatan
peraturan.

3). Sumber hukum dalam arti filosofi


Sumber hukum dalam arti filosofi, menurut L.J. van Apeldoorn,
mempunyai dua arti, yaitu sebagai sumber untuk isi hukum dan sebagai sumber
untuk kekuatan mengikat dari hukum.

4). Sumber hukum dalam arti formal


Sumber hukum dalam arti formal berarti format (wujud) dari mana
kita dapat melihat isi hukum yang berlaku. Sebagai sumber hukum dalam arti formal
dapat disebut seluas-luasnya mencakup:
a). Undang-undang;
b). Kebiasaan;
c). Traktat;
d). Yurisprudensi;
e). Pendapat ahli hukum.

B. Peraturan Perundang-Udndangan Ialah Sumber Hukum


Undang-undang ialah suatu peraturan negara yang memounyai kekuatan hukum yang
mengikat, diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara. Menurut Buys, undang-undang
mempunyai dua arti, yakni:

a. Undang-undang dalam arti formal: ialah setiap keputusan pemerintah yang merupakan
undang-undang karena cara pembuatanya (misalnya: dibuat oleh Dewan Perwakilan
Rakyat atau Parlemen);
b. Undang-undang dalam arti material: ialah setiap keput pemerintah yang menurut isinya
mengikat langsung setiap penduduk.
Yang dimaksud dengan undang-undang sebagai salah satu sumber hukum yakni
undang-undang dalam arti material atau peraturan perundang-undangan.
1. Syarat berlakunya undang-undang
Syarat mutlak untuk berlakunya suatu undang-undang ialah diundangkan dalam
lembaran negara (LN) oleh sekretaris negara (dahulu: Menteri Kehakiman).
Tanggal mulai berlakunya suatu undang-undang menurut tanggaal yang ditentukaan
dalam undan-undang itu sendiri. Jika tanggal berlakunya itu tidak disebutkan dalam
undang-undang, maka undang-undang itu mulai berlaku 30 hari sesudah diundangkan
dalam LN untuk Jawa dan Madura, dan untuk daerah-daerah lainya baru berlaku 100 hari
setelah pengundangan dalam LN. Sesudah syarat itu dipenuhi, maka berlakulah suatu
fictie dalam hukum: setiap orang mengetahui adanya sesuatu undang-undang. Hal ini
berarti bahwa jika ada seseorang yang melanggar undang-undang tersebut, ia tidak
diperkenakan membela atau membebaskan diri dengan alasan: “saya tidak tahu menahu
adanya undang-undang itu.
2. Undang-undang tidak berlaku lagi jika:
a. Jangka waktu yang berlaku yang telah ditentukan oleh undang-undang itu sudah
lampau;
b. Keadaan atau hal untuk mana undang-undang itu diadakan sudah tidak ada lagi;
c. Undan-undang dengan tegas dicabut oleh instasi yang membatasi atau instasi yang
lebih tinggi;
d. Telah diadakan undang-undang yang baru yang isinya bertentangan dengan undang-
undang yang dulu berlaku.
3. Hukum dan Undang-undang
Jelas undang-undang tidak sama dengan hukum, melainkan hanya salah satu sumber dari
hukum; sekalipun dapat dikatakan sebagai sumber yang terpenting. Hukum lebih luas dari
pada undang-undang. Jika hendak dicari perbandinganya, hukum dapat disamakan dengan
manusia sedangkan undang-undang adalah potretnya. Hukum demikian juga manusia,
senantiasa berkembang pesat, sedangkan undang-undang sebagai potret, bentuknya
tetap sama sampai dicabut atau diubah. Jadi, undang-undang hanya rekaman sesaat
mengenai hukum di suatu saat tertentu.
4. Tata urutan peraturan perundang-undangan
Menurut pasal 7 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2004, jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan dalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang;
c. Peraturan pemerintah;
d. Peraturan presiden;
e. Peraturan daerah.

Dalam pasal 7 ayat (2) ditentukan bahwa peraturan daerah sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:

a. Peraturan daerah provinsi dibuat oleh DPRD Provinsi bersama dengan Gubernur;
b. Peraturan daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah
kabupaten/kota bersama bupaati/walikota;
c. Peraturan desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa
atau nama lainya bersama dengan kepala desa atau nama lainya.
Menurut Pasal 7 ayat (5) UU No. 10 Tahun 2004, kekuatan hukum peraturan
perundang- undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).

5. Teori tangga
Hubungan antara peraturan yang lebih tinggi dengan peraturan yang lebih rendah,
dijelaskan oleh Hans Kelsen dalam teori bersifat tangga (Stufanbau theorie). Menurut
Hans Kelsen kekuatan mengikat suatu peraturan (norma) adalah terletak pada suatu
peraturan(norma) yang lebih tinggi. Dalam tata aturan perundang-undangan di Indonesia,
dasar kekuatan mengikat suatu peraturan daerah terletak pada peraturan presiden atau
peraturan pemerintah atau undang-undang ataupun ketetapan MPR atau UUD 1945.
Dasar kekuatan mengikat suatu peraturan presiden terletak pada peraturan pemerintah,
atau seterusnya ke atas. Dengan dasar kekuatan mengikat yang bertingkat-tigkat ini akaan
terbentuk suatu keadaan bersifat tangga dari tatanan hukum ( Stufenbau der
Rechtsordnung).
Menurut Hans Kelsen dasar kekuatan mengikat suatu undan-undang dasar terletak pada
suatu Grundnorm (norma dasar) atau Ursprugnorm (norma asal). Grundnorm merupakan
norma yang tidak mempunya isi melainkan hipotesis, seperti: “orang seharusnya meaati
Undang-Undang Dasar”.
6. Makna undang-undang bagi masyarakat indonesia
Sampai sekarang, akar masyarakat Indonesia masih sebagai masyarakat tradisional
dengan tipe hukum yang oleh Rene David digambarkan sebagai tipe hukum di mana
hubungan-hubungan sosisal dikuasai oleh cara-cara luar hukum (extra-legal means) yang
lain, yang sasaran pokoknya adalah untuk mempertahankan atau memulihkan keselarasan
(harmony), di mana sasaran ini dipandang sebagai lebih tinggi daripada penghargaaan
terhadap hukum.2 tipe hukum ini memiliki sejumlah asas yang berbeda dengan hukum
“modern”, antara lain bahwa tiap kerugian mewajibkan pemulihan, terlepas dari sosial ada
tidaknya kesalahan apda pelaku3. Jelas pada tekanan asas tersebut adalah untuk
mempertahankan atau memulihkan keselarasan (harmany). Di lain pihak agama Islam,
yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia, merupakan suatu tipe hukumyang oleh
Rene David digambarkan sebagai tipe hukum di amna kuat pandangan bahwa ada hukum
yang lebih tinggi dari pada kebiasaan setempat (yang dipandang sebagai “a phenomenon
of fact”) maupun hukum penuasa (yang dipandang semata-mata bersifat administratif),
sehingga kebiasaan setempat dan hukum penguasa ini diapandang tidak mempunyai
martabat yang penuh sebagai hukum.4

2
Rene David dan J.E.C. Brierly, Major Legal Syistems in the Word Today.ens & Sons, 2nd ed.1978, hlm.26
3
C. Van Vollenhoven. Suatu kitab hukum adat untuk seluruh Hindia’(Jakarta:Bhratara, 1972).
4
David dan Brierly, op.cit.,hlm.26,27
Dengan latar belakang ini, maka masyarakat indonesia memiliki persepsi bahwa
undang-undang bukan suatu yang istimewa. Persepsi ini cenderung diperburuk oleh
kenyataan sejarah bahwa “tipe hukum yang meneempatkan undang-undang sebagai
pengatur masyarakat” merupakan tipe hukum yang dibawa oleh bangsa Belanda yang
dikenal sebagai penjajah dan juga pengalaman-pengalaman masa sebelumnya, dimana
sering sering undang-undang merupakan sarana memperkuat kepentingan penguasa dan
pihak-pihak yang dekat dengan penguasa.

C. Kebiasaan Salah Satu dari Sumber Hukum


Di Eropa, pengaruh buku Montesquieu (1689-1755), L’essprit des Lois (1748), telah
melahirkan paham legisme dan kodifiaksi-kodifikasi hukum. dalam bukunya itu
Montesquieu menulis bahwa “Hakim adalah mulut yang menyuarakan kata-kata undang-
undang; ia dalah tubuh tidak berjiwa yang tidak boleh dilemahkan kekuatan dan kekerasan
undang-undang.5 Pandangan Montesquieu tersebut melahirkan paham legisme, yaitu
undang-undang merupakan satu-satunya sumber hukum. paham ini berpengaruh besar di
Prancis, sehingga detelah Revolusi Prancis (1789) peraturan-peraturan hukum yang sejenis
dihimpun dalam suatu kitab undang-undang (code), sehingga terbentuk antara lain Code
Civil dan Code Penal.
Kodifikasi atau pembukuan hukum ini kemudian menjadi karakteristik dari
sistem-sistem hukumdi Negara-negara Eropa Barat. Dengan adanya pengaruh kuat dari
legisme dan sistem kodifikasi, maka di Eropa Barat pada awal abad ke-19, maka kebiasaan,
pada dasarnya tidak diterima sebagai salah satu sumber hukum, kecuali apabila undang-
undang secara tegas membolehkan hal tertentu.
Hal ini tampak jelas dalam ketentuan pasal 15 peraturan umum tentang
perundang-undangan (Algemew Bepalingen van Wetgevmg, Staatsblad 1847 No. 23) yang
menentukan bahwa “Dengan pengecualian mengenai ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan bagi orang-orang yang berkebangsaan Indonesia dan orang-orang yang
disamakan dengan itu, adat kebiasaan tidak merupakan hukum, kecuali apabila undang-
undang menyatakan itu”. Dengan demikian, bagi orang Eropa dan yang
disamakan, pada dasarnya kebiasaan bukan sumber hukum. pengecualian hanya apabila
undang-undang secara tegas membolehkan, contohnya pasal 1339 KUHPerdata:
“perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya,
tetapi juga untuk segala sesuatu yang menuntut sifat persetujuan, diharuskan oleh
kepatutan, krbiasaan atau undang-undang”. Tetapi kemudian, akibat pengaruh mazhab
sejarah, di Eropa kebiasaan telah umum diterima sebagai salah satu sumber hukum.
Dengan demikian, sekalipun pasal 15 AB tidak pernah dicabut secara tegas dengan suatu

5
Apeldoorn, op.dt.,hlm.380
undang-undang, tetapi asal tersebut telah kehilangan kekuatanya.
Di Indonesai, ini dipertegas dengan
UU No. 14 Tahun 1970 tentang kekuasaan kehakiman_sekarang telah digantikan oleh UU
No. 2 Tahun 2004, yang dalam penjelasan pasal demi pasal terhadap pasal 14 ayat (1)
menyatakan bahwa,”hakim sebagai organ pengadilan dianggap memahi hukum. pencari
keadilan datang padanya untuk memohom keadilan. Andaikata ia tidak menemukan hukum
tertulis, ia wajib menggali hukum tidak tertulis untuk memutus berdasarkan hukum sebagai
seorang yang bijaksana dan bertanggung jawab penuh kepada Tuhan yang Maha Esa, diri
sendiri, masyarakat, bangsa dan negara”.

Syarat-syarat untuk terbentuknya hukum kebiasaan, yaitu:


1. Syarat material: pemakaian yang tetap; dan
2. Syarat psikologis: keyakinan tentang adanya kewajiban hukum (opinio
necessitatis). Yang dimaksud dengan syarat psikologis di sini bukanlah
psikologis perseprangan melainkan psikologis kelompok.

D. Trakat Salah Satu Sumber Hukum


Trakat (treaty) atau konvensi (conventiaon) adalah perjanjian itar negara. Sudah tentu
trakat merupakan sumber hukum internasional. Tetapi apakah juga trakat langsung
mengikat warga negara dari negara pembuat atau peserta?.

1. Pembentukan melalui tiga tahap yaitu: (1) perudingan, (2) penandatanganan, dan
(3) ratifikasi.
Prosedur ini biasanya dilakukan untuk hal-hal yang dianggap
penting sehingga memerlukan persetujuan dari badan-badan tertentu dalam suatu
negara. Di Indonesia, dengan ratifikasi, yang memerlukan persetujuan DPR, barulah
apa yang disetujui oleh DPR itu mengikat warga negara Indonesai. Tetapi, pada
umumnya prosedur ratifikasi menghasilkan undang-undang, sehingga dapat
dikatakan bahwa yang mengikat rakyat bukan lagi trakat itu langsung melainkan
undang-undang nasioal.
2. Pembentukan melalui dua tahap: (1) perundingan, (2) penandatanganan. Ini
dilakukan untuk perjanjian-perjanjian yayng dianggap tidak begitu penting dan
memerlukan penyelesaian yang cepat. Contohnya: perjanjian perdangangan yang
berjangka pendek.

E. Yurisprudensi Salah Satu Sumber Hukum


1. Istilah
Yurisprudensi adalah putusan pengadilan tertinggi yang bersifat menetapkan suatu
norma, di mana putusan tersebut diikuti oleh hakim lainya. Menurut suatu kamus
hukum, yurisprudensi adalah “kumpulan atau sari keputusan Mahkamah Agung
tentang berbagai vonis beberapa macam jenis perkara berdasarkan pemutusan
kebijaksanaan para hakim sendiri yang kemudian dianut oleh para hakim lainya dalam
memutuskan kasus-kasus perkara yang hampir sama.
2. Pandangan montesquieu, AB, dan Masa sekarang
Dalam membahas tentang kebiasaan, telah dikutipkan pandangan Montesquieu
(Apeldoorn, 2001: 380) bahwa “Hakim dalah mulut yang menyuarakan kata-kata
undang-undang; ia adalah tubuh tidak berjiwa yang tidak boleh melemahkan kekuatan
dan kekerasan undang-undang”. Dari sudut pandang montesquieu, karena undang-
undang itu sendiri tidak dapat bicara maka hakim yang menjadi mulut dari undang-
undang. Hakim harus menjadi semacam corong belaka bagi undang-undang.
Pandangan montesquieu ini terdapat dalam pasal 20 Ketentuan Umum Peraturan
Perundang-undangan untuk Indonesia, Staatsblad 1847 No. 23, yang menentukan
bahwa: “ hakim harus memutus perkara berdasarkan undang-undang. Kecuali yang
ditentukan dalam pasal 11, hakim sama sekali tidak diperkenankan menilai isi dan
keadilan dari undang-undang itu.
3. Pengembangan hukum melalui Yurisprudensi
Salah satu putusan pengadilan di negri Belanda yang telah memengaruhi arah
perkembangan hukum, yaitu putusan Hoge Raad (Mahkamah Agung Belanda), 31
Januari 1919, yang terkenal sebagai drukkers-arrest (arest percetakan). Putusan ini
berkenaan dengan istilah perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) dalam
pasal 1365 KUHPerdata (pasal 1401 lama KUHPerdata Belanda), yang menentukan
bahwa,” Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut.”
Kasus dalam drukkes-arrest, yaitu Cohen dan Lindenbaum merupakan dua
perusahaan percetakan, di mana perusahaan Cohen menyuap pesuruh perusahaan
Lindenbaum untuk mendapatkan antara lain penawaran-penawaran dari perusahaan
Lindenbaum kepada pihak ketiga. Atas gugatan Lindenbaum dengan dasar adanya
perbuatan melawan hukum, Hoge Raad memutuskan bahwa:
Perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) adalah perbuatan atau sikap tidak
berbuat yang:
a. Melanggar hak orang lain;
b. Bertentangan dengan kewajiaban hukum si pelaku;
c. Bertentangan dengan baik kesusilaan maupun kepatutan yang seharusnya
diperhatikan dalam pergaulan masyarakat, terhadap diri dan barang orang lain.
Dalam penafsiran ini, perbuatan melawan hukum mencakup juga perbuatan yang
“bertentangan dengan kesusilaan atau kepatutan dalam pergaulan masyarakat.”
4. Putusan hakim dalam sistem common law
Dalam sistem common law, yang berawal dari inggris, malahan sejak pertama
putusan-putusan hakim diterima sebagai sumber utama, yang dinamakan judge-made
law. Peran undang-undang relatif baru. Undang-undang terutama untuk mengatur hal-
hal yang belum diatur dalam common law yang telah terbentuk melalui putusan-
putusan pengadilan atau untuk membuat ketentuan-ketentuan khusus. Oleh karena
itu, dalam sistem commom law, undang-undang harus dituruti kata demi kata.
5. Pandangan Apeldoorn tentang pengadilan sebagai sumber hukum dalam arti formal
Oleh LJ. van Apeldoorn, peradilan_bersama-sama dengan doktrin dan
perjanjian_tidak dipandang sebagai sumber hukum dalam arti formal, malainkan hanya
sebagai faktor yang membantu pembentukan hukum saja. Alasanya karena:
a. Putusan pengadilan hanya mengikat para pihak yang berperkara saja;
b. Jika terbentuk yurisprudensi tetap, maka peraturan tersebut dapat merupakan
hukum objektif, tetapi bukan berdasar atas putusan hakim, melainkan atas
kebiasaan, yakni berdasarkan kesadaran hukum yang umum daripada hakim.

6. Doktrin/Pendapat Ahli Hukum


1. Istilah
Pendapat ahli hukum sering disebut juga sebagai doktrin. Dalam bahasa latin,
doctrina atau doctrine, yang berarti “ajaran ilmu”. Oleh Oetarid Sadino, dalam
menerjemahlan buku LJ. van Apeldoorn, digunakan istilah “ajaran hukum” (rechtsleer).
2. Dokrtin di zaman romawi dan abad pertengahan
Pada abad Romawi, doktrin merupakan sumber hukum dalam arti formal. Ini
terlihat dari salah satu bagian Corpus Luris Civilis yang terdiri dari empt bagian, yaitu
bagian pertama Digestoe atau Pttndectae yang merupakan himpunan tulisan-tulisan
hukum para ahli hukum, yaitu sebanyak 39 ahli hukum, walau karya Ulpianus dan Paulus
hampir separu dari buku ini. Dengan dimasukan sebagai salah satu bagian dari Corpus
Luris Civilis maka tulisan-tulisan perorangan para ahli hukum itu memiliki kekuatan
mengikat sebagai undang-undang.
3. Doktrin dalam piagam Mahkamah Internasioanal
Dalam hukum internasional, pendapat ahli hukum mempunyai kedudukan sebagai
sumber tambahan. Pasal 38 ayat (1), piagam Mahkamah Internasional menetukan bahwa
dalam mengadili perkara-perkara yang diajukan kepadanya, Mahkamah Internasioanal
akan mempergunakan:
1. Perjanjian-perjanjian internasioanl, baik yang bersifat umum maupun khusus, yang
mengandung ketentuan-ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-
negara yang bersengketa.
2. Kebiasaan-kebiasaan internasional, sebagai bukti daripada suatu kebiasaan umum
yang telah diterima sebagai hukum.
3. Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab
4. Keputusan pengadilan dan ajaran-ajaran sarjana-sarjana yang paling terkemuka dari
berbagai negara sebagai sumber tambahan bagi menetapkan norma-norma hukum.
Dalam pasal ini, ajaran-ajaran dari sarjana-sarjana yang paling
terkemuka_bersama-sama dengan keputusan pengadilan_dipandang sebagai
sumber tambahan(subsidiary means). Kedudukan dari keputusan pengadilan dan
ajaran-ajaran sarjana-sarjana yang paling terkemuka dari berbagai negara dibedakan
dari kedudukan perjanjian internasioanal, kebiasaan internasional, dan prinsip-
prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab.

4. doktrin di masa sekarang


Di masa sekarang ini, pendapat ahli hukum, doktrin, ajaran hukum pada dasarnya
bukan sumber langsung dari hukum. Hakim tidak terikat pada doktrin, melainkan
hakim dapat mengutip pendapat ahli hukum untuk memperkuat pertimbangan
hukumnya sendiri.
Oleh L.J. Apeldoorn, doktrin_bersama-sama dengan pengadilan dan
perjanjian_tidak dipandang sebagai sumber hukum dalam arti forma, melainkan hanya
sebagai faktor-faktor yang membantu pembentukan hukum saja. Alasanya karena:
1. hakim tidak terikat pada communis opino doctorun (pendapat umum para ahli
hukum);
2. dalam pasal 38 ayat (1) butir 4 piagam Mahkamah Internasional, ajaran-ajaran
sarjana-sarjana yang paling terkemuka hanya dipandang sebagai sumber
tambahan dalam menetapkan kaidah-kaidah hukum.
III. PENUTUP

Kesimpulan
Sumber hukum ada dua macam, yaitu sumber hukum formal dan materil. Sumber
hukum formal adalah perwujudan bentuk dari isi hukum materil yang menentukan
berlakunya hukum itu sendiri. Sedangkan sumber hukum materil yaitu keyakinan dan
perasaan (kesadaran) hukum individu dan pendapat umum yang menentukan isi atau
materi hukum. sumber hukum formal antara lain: undang-undang. Kebiasaan(hukum
tidak tertulis), yurisprudensi(keputusan hakim), traktat(perjanjian), dan
doktrin(pendapat ahli hukum).
Daftar Pustaka

Kansil, C.S.T. Pengantar Ilmu Hukum Indonesia. Jakarta: PT.Rineka


Cipta, 2014

Zainuddin, Asriadi. Pengantar Ilmu Hukum. Gorontalo: Sultan Amai Press IAIN
IAIN Sultan Amai Gorontalo, 2015
SUMBER-SUMBER HUKUM

DISUSUN OLEH
kelompok 1
ABDUL BASHIR

SULEMAN RAHIM

NURCHOLIZAH ABDUL

NURAIN NANI

NUR FADILAH PAKAYA

Jrusan: HPI A

IAIN Sultan Amai Gorontalo


2019/2020

Anda mungkin juga menyukai