Abstrak
Istilah sumber hukum digunakan dalam berbagai macam makna karena
hukum itu dapat ditinjau dari berbagai cara. Dengan demikian sumber
hukum itu dapat dilihat dari Sumber hukum dalam arti material ialah
sumber hukum sebagai tempat asalnya hukum itu, Sumber hukum dalam
arti formal ialah sumber hukum dimana hukum itu diketemukan. Kodifikasi
adalah pengumpulan peraturan-peraturan yang sejenis ke dalam suatu
kitab perundang-undangan secara sistematis, lengkap, dan tuntas.
LATAR BELAKANG
PEMBAHASAN
1
Rizma Febriani Devi, ‘Sumber - Sumber Hukum Administrasi Negara Dan Kodifikasi Hukum
Administrasi Negara’, Society, October, 2019, 12 (p. 2).
2
Dianah Rofifah, ‘Sumber Hukum Administrasi Negara’, Paper Knowledge . Toward a Media
History of Documents, 2020, 12–26.
3
Rizma Febriani Devi, p. 3.
sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan
aturan hukum serta tempat ditemukannya aturan hukum.
Banyaknya penafsiran tentang sumber hukum bergantung pada
pendekatan yang digunakan oleh para penulis. Hal ini disebabkan
perbeda- an pendekatan yang digunakan akan menghasilkan
penafsiran yang berbeda-beda4. Selanjutnya, perbedaan tersebut
menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai sumber-sumber
hukum.
e. Menurut Ridwan H.R., setiap orang memandang hukum dan
sumber hukum secara berbeda-beda, sesuai dengan
kecenderungan dan latar belakang pendidikan dan keilmuannya.
Menurut Sudikno Mertokusumo, kata sumber hukum sering diguna-
kan dalam beberapa arti berikut.
4
Sahya Anggara, Hukum Administrasi Negara by Dr. Sahya Anggara, M.Si. (Bandung: CV.
PUSTAKA SETIA, 2018), p. 53.
kemasyarakatan dan keagamaan sebagai pengejawantahan dari Budi
Nurani Manusia. Dalam Tap MPRS No. XX/MPR/1966, bahwa
Pancasila itu mewujudkan dirinya dalam:
1. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 (Yang dimaksud adalah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dibacakan oleh Ir. Soekarno.);
2. Dekrit 5 Juli 1959 (Suatu keputusan Presiden RI, yang isinya:
5
Muhamad Rahkmat, ‘Dr. H. Muhamad Rakhmat., SH., MH. HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
INDONESIA’, Universitas Majalengka, 2016, pp. 71–72.
6
Yusri Munaf and Luis Enrique García Reyes, Hukum Administrasi Negara Sektoral, Journal of
Chemical Information and Modeling, 2013, LIII, p. 12.
7
Nazaruddin Lathif, Mustika Mega Wijata, and R. Muhammad Mihradi, Hukum Administrasi
Negara (Aphtn-Han), Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Pakuan
(Bogor, 2021), L, p. 22.
8
Nazaruddin Lathif, Mustika Mega Wijata, and R. Muhammad Mihrad.
Dalam arti yang pertama, sumber hukum historis meliputi undang-
undang, putusan-putusan hakim, tulisan-tulisan ahli hukum, juga tulisan-
tulisan yang tidak bersifat yuridis sepanjang memuat pemberitahuan
mengenai lembaga-lembaga hukum. Adapun dalam arti kedua, sumber
hukum historis meliputi sistem-sistem hukum masa lalu yang pernah
berlaku pada tempat tertentu seperti sistem hukum Romawi, sistem
hukum Perancis, dan sebagainya. Di samping itu juga dokumen-dokumen
dan surat-surat keterangan yang berkenaan dengan hukum pada saat dan
tempat tertentu.
a. Undang-Undang
Undang-undang yang dimaksudkan sebagai sumber hukum formil
HAN adalah Undang-undang dalam arti materiil atau UU dalam arti yang
luas. Buys menyatakan bahwa yang dimaksud dengan UU dalam arti
materiil adalah setiap keputusan pemerintah yang berdasarkan materinya
mengikat langsung setiap penduduk pada suatu daerah. Dengan demikian
yang dimaksud dengan UU dalam arti materiil adalah semua peraturan
perundang-undangan dari tingkat yang tinggi sampai tingkat yang rendah
yang isinya mengikat setiap penduduk. Di Indonesia yang dimaksudkan
dengan UU dalam arti materiil atau UU dalam arti yang luas meliputi
semua peraturan perundang-undangan yang tertuang dalam TAP MPRS
No.XX/MPRS/1966 sebagaimana telah disempurnakan dengan TAP MPR
No.II Tahun 2000 mengenai Sumber Hukum dan Tata Urutan
Peraturan Perundang-Undangan, yaitu :
1. UUD 1945;
2. Ketetapan MPR;
3. UU;
4. Peraturan Pemerintah pengganti UU (Perpu);
5. Peraturan Pemerintah;
6. Keputusan Presidan;
7. Peraturan Daerah;
8. Dan peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya.
9
W Riawan Tjandra, Hukum Administrasi Negara (Jakarta: Sinar Grafika, 2021)
<https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=NIwmEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA1&dq=Tjandra
,+W+Riawan&ots=owzlk1XWgb&sig=ZItFuWm2BGcZoQEgEMTRopsMM6o&redir_esc=y#v=onepa
ge&q=Tjandra%2C W Riawan&f=false>.
10
Munaf and García Reyes, LIII, p. 13.
11
Munaf and García Reyes, LIII, p. 5.
12
Zaki Ulya, Hukum Administrasi Negara (Universitas Samudra, 2020), p. 11.
Mengenai perundang-undangan ini, pemerintah mengeluarkan UU No.10
Tahun 2004 yang mengatur tentang tata urutan perundang-undangan di
Indonesia. Namun, UU No. 10 Tahun 2004 tersebut telah diubah dengan
UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan, dimana Pasal 7 Ayat (1) menyebutkan hirarkhis peraturan
perundang-undangan mencakupi beberapa macam diantaranya:
(1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
(2) Ketetapan MPR;
(3) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(Perpu);
(4) Peraturan Pemerintah (PP);
(5) Peraturan Presiden (Perpres);
(6) Peraturan Daerah Provinsi;
(7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Adapun yang dimaksudkan dengan UU dalam arti sempit atau UU
dalam arti fomil adalah setiap keputusan pemerintah yang merupakan UU
disebabkan oleh cara terjadinya, jadi dilihat dari segi bentuk. Di Indonesia
yang dimaksudkan dengan UU dalam arti formil adalah semua
keputusan pemerintah yang ditetapkan oleh presiden dengan
persetujuan wakil-wakil rakyat.
13
S H Darda Syahrizal, Hukum Administrasi Negara & Pengadilan Tata Usaha Negara (Yogyakarta:
Medpress Digital, 2013)
<https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=_uogEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA3&dq=Darda+S
yahrizal,+S+H&ots=DaDqwtKTu4&sig=Xcdmgv5kBtXeqPbXSG8bnhG_x90&redir_esc=y#v=onepag
e&q=Darda Syahrizal%2C S H&f=false>.
lebih cepat dari pada lajunya peraturan perundang-undangan yang dibuat
olah pemerintah, sehingga kadang-kadang untuk menyelesaikan masalah
konkrit peraturan perundang-undangannya belum ada. Ataupun kalau ada
peraturan tersebut sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
Untuk mengatasi keadaan yang demikian ini maka kepada alat
Administrasi Negara diberikan suatu kebebasan bertindak yang sering
kita kenal dengan asas freies ermessen atau pouvoir discretionnaire, yaitu
kebebasan untuk bertindak dengan tidak berdasarkan pada peraturan
perundang-undangan.
Alat Administrasi Negara melaksanakan tugas dan fungsinya
berlandaskan pada praktek administrasi negara atau sering dikenal
dengan hukum kebiasaan yang telah dilakukan dalam praktek administrasi
negara tanpa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang telah
ada, karena mungkin juga peraturan- peraturan itu sudah ketinggalan
zaman sehingga tidak cocok lagi dengan keadaan, situasi dan kondisi
pada saat pengambilan keputusan. Oleh karena itu dasar dari
pengambilan keputusan untuk menyelesaikan masalah konkrit yang harus
dilakukan oleh alat Administrasi Negara yang terdahulu, yang tugas dan
fungsinya sama. Dengan demikian akhirnya tindakan atau praktek alat
Administrasi Negara terdahulu itu dijadikan sumber hukum bagi tindakan
alat Administrasi Negara yang lain. Namun perlu diketahui bahwa
keputusan alat Administrasi terdahulu (praktek administrasi negara)
yang dapat dijadikan sumber hukum formil HAN adalah keputusan yang
sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Yurisprudensi
Dimaksudkan dengan yurisprudensi ini adalah suatu keputusan
hakim atau keputusan suatu badan peradilan yang sudah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap. Yurisprudensi sebagai sumber hukum ini
berkaitan dengan prinsip bahwa hakim tidak boleh menolak mengadili
perkara yang diajukan kepadanya dengan alas an belum ada peraturan
perundang-undangan yang mengatur perkara tersebut, sehingga seorang
hakim harus melihat juga nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan
keputusan hakim yang terdahulu, apabila ia bertugas menyelesaikan
permasalahan yang belum da peraturan perundang- undangannya.
Traktat
Traktat sebagai sumber hukum formal dari sumber hukum
administrasi negara ini berasal dari perjanjian internasional yang
kemudian diratifikasi oleh pemerintah untuk dilaksanakan di negara
yang telah meratifikasi perjanjian internasional tersebut. Namun demikian
perjanjian internasional yang dapat dijadikan sumber hukum formal
hanyalah perjanjian internasional yang penting, lazimnya berbentuk traktat
atau traty. Kalau tidak dibatasi demukian menurut Sudikno Mertokusumo
pemerintah tidak mempunyai cukup keleluasaan bergerak untuk
menjalankan hubungan internasional dengan sewajarnya. Apalagi untuk
berlakunya traktat di suatu negara ini diharuskan mendapatkan
persetujuan terlebih dahulu dari wakil-wakil rakyat.
14
Wibowo T Tunardy, ‘Sumber Hukum Materiil Dan Sumber Hukum Formil’, Jurnal Hukum, 2020
<https://jurnalhukum.com/sumber-sumber-hukum/#sumber-hukum-materiil>.
15
Rizma Febriani Devi, pp. 11–12.
PENUTUP
Sumber hukum materiil adalah faktor-faktor masyarakat yang
mempengaruhi pembentukan hukum (pengaruh terhadap pembuat
undang- undang, pengaruh terhadap keputusan hakim, dan sebagainya),
atau faktor- faktor yang ikut mempengaruhi materi dari aturan-aturan
hukum, atau tempat dari mana materiil hukum itu diambil. Disamping
digunakan dalam berapa arti, masing-masing orang akan memandang
hukum dan sumber hukum secara berbeda-beda, sesuasi dengan
kecenderungan dan latar belakang pendidikan dan keilmuannya. Para
sosiolog akan melihat hukum dan sumber hukum yang berbeda
dibandingkan dengan para filosof, sejarawan atau ahli hukum, dan pula
sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Munaf, Yusri, and Luis Enrique García Reyes, Hukum Administrasi Negara
Sektoral, Journal of Chemical Information and Modeling, 2013, LIII