69
Peter Mahmud Marzuki, Introduction to Indonesian Law, Malang: Setara Press, 2011, h.35
1
5. sebagai sumber terjadinya hukum, sumber yang menimbulkan
hukum.70
70
Sudikno Martokusomo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 1996,
h.69
71
L.J. Van Apeldoorn, Op.cit, h. 87-163
72
Bagir Manan, Konvensi Ketatanegaraan, Bandung: Armico, 1987, h.9
73
Muchtar Kusumaatmadja dan Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, Bandung: Alumni,
2000, h. 54
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim menyatakan : “ sumber hukum materiil
merupakan sumber hukum yang menentukan isi hukum. Sedangkan sumber
hukum formil adalah sumber hukum yang dikenal dari bentuknya”.74
Akan tetapi, dalam pandangan Hans Kelsen dalam bukunya “General
Theory of Law and State”, istilah sumber hukum itu (sources of law) dapat
mengandung banyak pengertian, karena sifatnya yang figurative and highly
ambiguous. Pertama, yang lazimnya dipahami sebagai sources of law ada 2
(dua) macam, yaitu custom dan statute. Oleh karena itu, sources of law biasa
dipahami sebagai a method of creating law, custom, and legislation, yaitu
customary and statutory creation of law. Kedua, sources of law juga dapat
dikaitkan dengan cara untuk menilai alasan atau the reason for the validity of
law. Semua norma yang lebih tinggi merupakan sumber hukum bagi norma
hukum yang lebih rendah. Oleh karena itu, pengertian sumber hukum
(sources of law) itu identik dengan hukum itu sendiri (the source of law is
always itself law). Ketiga, sources of law juga dipakai untuk hal-hal yang
bersifat non- juridis, seperti norma moral, etika, prinsip-prinsip politik,
ataupun pendapat para ahli, dan sebagainya yang dapat mempengaruhi
pembentukan suatu norma hukum, sehingga dapat pula disebut sebagai
sumber hukum atau the sources of the law.
Nilai dan norma agama dapat pula dikatakan menjadi sumber yang
penting bagi terbentuknya nilai dan norma etika dalam kehidupan
bermasyarakat, sementara nilai-nilai dan norma etika itu menjadi sumber bagi
74
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Op.cit, h.45
proses terbentuknya norma hukum yang dikukuhkan atau dipositifkan oleh
kekuasaan negara. Dalam dinamika kehidupan bermasyarakat, ketiga jenis
nilai dan norma itu pada pokoknya sama-sama berfungsi sebagai sarana
pengendalian dan sekaligus sistem referensi mengenai perilaku ideal dalam
setiap tatanan sosial (social order). Sebab, jika ketiga jenis norma tersebut
saling menunjang, maka ketiga sistem referensi perilaku itu dapat bekerja
secara simultan dan saling mendukung. Akan tetapi, jika ketiganya saling
bersitegang atau saling bersaing satu sama lain, niscaya akan timbul konflik
antar norma yang justru tidak sehat bagi ketiga sistem norma itu sendiri. Jika
demikian, maka pada gilirannya fungsi ketiga jenis norma itu dalam
menuntun manusia ke arah perilaku ideal tidak akan bekerja dengan efektif.
Oleh karena itu, ketiganya harus dapat saling mengisi satu sama lain secara
sinergis. Norma etika dapat menjadi sumber nilai bagi norma hukum,
sementara norma agama dapat menjadi sumber bagi norma etika. Dalam
konteks ini, pengertian sumber dapat dikatakan sebagai tempat dari mana
sesuatu nilai atau norma berasal.
Berdasarkan penjelasan di atas, ketahui bahwa sumber hukum dalam
pengertiannya adalah “asalnya hukum” ialah berupa keputusan penguasa
yang berwenang untuk memberikan keputusan tersebut Artinya, keputusan
itu haruslah dari penguasa yang berwenang untuk itu. Sumber hukum dalam
arti sebagai asalnya hukum, membawa kepada suatu penyelidikan tentang
wewenang, untuk menyelidiki apakah suatu keputusan berasal dari penguasa
yang berwenang atau tidak. Keputusan penguasa yang berwenang dapat
berupa peraturan dapat pula berupa ketetapan. Selanjutnya, Sumber
hukum dalam
pengertiannya sebagai “tempat” dikemukakannya peraturan-peraturan hukum
yang berlaku. Sumber hukum dalam pengertian ini membawa hukum dalam
penyelidikan tentang macam-macam, jenis-jenis dan bentuk- bentuk dari
peraturan dan ketetapan. Baik sumber hukum tersebut undang-undang,
kebiasaan/adat, traktat, yurusprudensi, atau doktrin maupun peraturan-
perturan hukum tersebut terdapat dalam UUD 1945, ketetapan MPR, UU atau
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri.
Selain itu pengertian sumber hukum dalam pengertiannya sebagai
“hal- hal yang dapat atau seyogianya mempengaruhi kepada pengusa di
dalam menentukan hukumnya.” Misalnya keyakinan akan hukumnya, rasa
keadilan, perasaan akan hukumnya entah dari penguasa atau rakyatnya, dan
juga teori- teori, pendapat-pendapat dan ajaran-ajaran dari ilmu pengetahuan
hukum. Bagi ahli sejarah yang menjadi sumber hukum adalah:
1) Undang-undang serta sistem hukum yang tertulis dari suatu masa
misalnya abad ke-18.
2) Dokumen-dokumen surat-surat dan keterangan lain dari masa itu yang
memungkinkan untuk mengetahui hukum yang berlaku pada zaman itu.
Sedangkan bagi ahli filsafat yang menjadi sumber hukum adalah (1)
Apakah ukuran yang harus dipakai untuk menentukan sesuatu secara adil.
Sebab bukankah mencapai keadilan merupakan tujuan terakhir dari semua
orang yang berusaha membuat hukum. (2) Apakah sebab orang menaati
hukum.
Kemudian bagi ahli sosiologi dan antropologi budaya, yang menjadi
sumber hukum adalah masyarakat dengan segala lembaga sosial yang ada di
dalamnya. Apa yang dirasakan sebagai hukum oleh masyarakat dan
karenanya diberi sanksi bagi yang melanggarnya oleh penguasa masyarakat.
Sedangkan bagi ahli ekonomi yang menjadi sumber hukum adalah apa yang
tampak di lapangan ekonomi. misalnya sebelum pemerintah membuat
peraturan yang bertujuan membatasi persaingan di lapangan perdagangan,
maka ahli ekonomi harus mengetahui secara pasti hal-hal yang berhubungan
dengan persaingan dilapangan perdagangan itu.
Selanjutnya bagi ahli agama yang menjadi sumberhukum adalah kitab
suci serta dasar-dasar agamanya. Berikutya bagi ahli hukum, yang menjadi
sumber hukum adalah perasaan hukum yang telah tertuang dalam suatu
bentuk yang menyebabkan berlaku dan ditaati orang. Berdasarkan uraian di
atas dapat dipahami bahwa sumber hukum adalah segala sesuatu yang
menimbulkan aturan-aturan yang mengikat dan memaksa, sehingga apabila
aturan itu dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi
pelanggarnya.
Sumber-sumber yang melahirkan hukum bisa digolongkan dalam dua
kategori besar yaitu sumber-sumber yang bersifat hukum dan yang bersifat
sosial. Yang pertama merupakan sumber-sumber yang diakui oleh hukum
sendiri sehingga sesara langsung bisa melahirkan atau menciptakan hukum.
Adapun yang kedua merupakan sumber yang tidak mendapatkan pengakuan
secara formal oleh hukum, sehingga tidak secara langsung bisa diterima
sebagai hukum.75 Apabila kita melihatnya secara demikian maka yang kita
jadikan tolak ukur adalah keabsahan secara hukum dari substansi yang
dihasilkan oleh sumber hukum adalah ipso jure. Yang dengan sendirinya
sah,sedang yang lain tidak dan dengan demikian hanya bisa disebut sebagai
sumber- sumber kesejahteraan saja. Dengan demikian, maka sumber sosial
ini dapat disebut sebagai sumber bahan dan kekuatannya tidak otoritas
melainkan hanya persuasif.76
Situasi yang dihadapi oleh sumber-sumber hukum sebagaimana
dikemukakan di atas tidak terlepas dari dari perkembangan masyarakat
sendiri. Hal demikian telah dibicarakan model dikotomi oleh H.L.A. Hart,
yaitu yang membagi masyarakat kedalam rezim tatanan primer dan sekunder.
Perbedaan ini melahirkan pernyataan tentang adanya masyarakat dengan ciri-
ciri sosial saja dan masyarakat dengan ciri-ciri hukum atau masyarakat pra
hukum dam maryarakat yang sudah mengenal hukum. Perbedaan dalam
sumber-sumber yang bersifat sosial dan hukum itu tentulah berada pada
tingkat perkembangan masyarakat yang sudah diketahui perbedaan tajam
antara yang social dan yang hukum dengan segala perkaitannya. Dengan
demikian pula perbedaan sumber- sumber yang bersifat hukum dan social
tentunya tidak berlaku dalam masyarakat pra hukum tersebut.
Sementara itu, Allen mengunakan cara penjelasan yang berbeda,
sekalipun pada dasarnya sama saja dengan pembagian dalam dua sumber
75
Fitzgerald dalam Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung,
2000. h. 53
76
Ibid. h. 54
tersebut di atas sumber- sumber hukum itu dikaitkannya dengan satu pihak
pada kehendak dari yang berkuasa , sedang yang lain pada vitalitas dari
masyarakat sendiri yang pertama bersifat atas bawah dan yang ke dua bawah
atas.77 Dari segi teori perbedaan Allen mencerminkan terjadinya pertarungan
antara dua kutub teori sesuai dengan pengakuan pola tersebut. Kelompok atas
bawah dipimpin oleh Austin yang menunjuk kekuasaan yang berdaulat
sebagai satu-satunya sumber hukum. Teori Austin yang didasarkan pada
konsep yang demikian itu mengembangkan ilmu hukum yang bersifat
rasionalitis dan arena konsepnya yang begitu jelas Teori Austin kemudian
dikenal karena kesederhanaan dan konsistensinya.
Perbuatan hukum yang dilakukan secara sengaja oleh badan yang
berwenang untuk itu merupakan sumber yang bersifat hukum yang paling
utama. Kegiatan dari badan tersebut sebagai Perbuatan perundang undangan
yang menghasilkan substansi yang tidak diragukan Lagi kesalahannya yang
ipso jure. Tindakan yang dapat digolongkan kedalam kategori perundang-
undangan ini cukup bermacam, baik yang berupa penambahan tehadap
peraturan yang sudah ada maupun yang mngubahnya. Hukum yang
dihasilkan oleh proses seperti itu disebut sebagai hukum yang diundangkan
(enacted law, statute law) berhadapan dengan hukum yang tidak diundangkan
(unenacted law, common law). Suatu perundang-undangan menghasilkan
peraturan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
77
Allen dalam Zainal Asakin, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2013. h. 74
1. Bersifat umum dan komprehensif, yang dengan demikian
merupakan kebalikan dari sifat-sifat yang khusus dan terbatas.
2. Bersifat universal, ini diciptakan untuk menghadapi peristiwa-
peristiewa yang akan dating yang belum jelas bentuk kongkritnya.
Oleh karena itu ia tidak dapat dirumuskan untuk mengatasi
peristiwa-peristiwa tertentu saja.
3. Ia memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya
sendiri. Adalah lasim bagi suatu peraturan untuk mencantumkan
klausul yang memuat kemungkinan dilakukannya peninjauan
kembali.78
78
Ibid. h. 76
kepada bentuk formal diatas,perundang-undangan juga memberikan
kepastian mengenai nilai yang dipertaruhkan. Sekali suatu peraturan dibuat,
maka menjadi pastipilalah nilai yang hendak dilindungi oleh peraturan
tersebut. Adapun beberapa kelemahan yang terkandung dalam peraturan
perundang- undangan adalah:
1. Kekakuannya.Kelemahan ini sebetulnya segera tampil sehubungan
dengan kehendak perundang-undangan untuk menampilkan
kepastian. Apabila kepastian itu hendak dipenuhi, maka ia harus
membayarnya dengan membuat rumusan-rumusan yang jelas,
terperinci dan tegar dengan resiko menjadi norma-norma yang
kaku.
2. Keinginan perundang-undangan untuk membuat perumusan-
perumusan yang bersifat umum mengandung resiko bahwa ia
mengabaikan dan dengan demikian memperkosa perbedaan-
perbedaan atau ciri khusus yang tidak dapat disamaratakan begitu
saja. Terutama sekali dalam suasana kehidupan modern yang
cukup kompleks dan spesialistis ini kita tidak muda membuat
perumusan yang bersifat umum (generatizations).79
79
Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Sinar Grafika, Jakarta, 2001. h. 43
hukum yang atas bawah dan bawah atas tersebut. Apababila
batas-batas itu sudah merasuki satu sama lain maka menjadi
penting pulalah untuk mendekati masalah perundang-undangan
ini secara sosial.
Keadaan dan susunan masyarakar modern yang mengenal
pelapisan yang makin tajam menambah sulitnya usaha untuk
mengatasi kecenderungan hukum atau perundang-undangan untuk
memihak tersebut. Dalam suasana kehidupan sosial itu mereka
yang bisa bertindak efektif adalah orang yang dapat mengontrol
institusi-institusi ekonomi dan politik dalam masyarakat. Oleh
karena itu sulit untuk ditolak bahwa perundang- undanan itu lebih
menguntungkan pihak yang makmur.Yaitu mereka yang lebih
aktif melakukan kegiatan-kegiatan politik. Masyarakat yang
menjunjung liberalism dan ekonominya kapitalisme akan lebih
menampilkan karakteristik sosial yang demikian itu dari pada
masyararakat yang menekankan pada unsur kebersamaan dalam
kehidupan sosial dan politiknya. Didalam masyarakat yang
disebut pertama, perundang-undangan dilakukan untuk
menndonrong kepentingan golongan yang satu diatas yang lain.
Dalam perundang-undangan itu tidak dapat menghindari
terjadinya kemajuan dalam pengutamaan kepentingan orang-
orang tetentu sedang golongan lain akan menjadi lebih sengsara.
Perkataan “sumber hukum” lebih menunjuk kepada
pengertian tempat dari mana asal-muasal suatu nilai atau norma
tertentu berasal. Dalam Pasal 1 Ketetapan MPR No. III/MPR/
2000 ditentukan bahwa:
1) Sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan
untuk penyusunan peraturan perundang-undangan;
2) Sumber hukum terdiri atas sumber hukum tertulis dan
11
sumber hukum tidak tertulis.
12
3.2. Sumber Hukum Tata Negara
a. Sumber hukum materiil HTN adalah sumber yang menentukan isi kaidah hukum
tata negara, termasuk di dalamnya dasar dan pandangan hidup bernegara serta
kekuatan-kekuatan politik pada saat kaidah-kaidah dirumuskan. Seperti yang kita
ketahui bersama segala sesuatu yang ada di Indonesia haruslah berasal dan bersumber
dari Pancasila. Pancasila merupakan sumber hukum materiil bagi semua hukum yang
ada di Indonesia. Begitu juga dengan sumber hukum tata negara Indonesia. Nilai-nilai
Pancasila menjadi Inspirasi sekaligus bahan (materi) dalam menyusun semua
peraturan Hukum Tata Negara sekaligus sebagai alat penguji setiap peraturan Hukum
Tata Negara yang berlaku.
13
Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan Berdasarkan
1 Ketetapan MPRS No. a) Undang-Undang Dasar 1945;
XX/MPRS/1966 b) Ketetapan MPR (S);
c) Undang-Undang/Perpu;
d) Peraturan Pemerintah;
e) Keputusan Presiden;
f) Peraturan Pelaksanaan lainnya, seperti:
- Peraturan Menteri
- Instruksi Menteri - dllnya.
2 Ketetapan MPR Nomor a) Undang-Undang Dasar 1945;
III/MPR/2000 b) Ketetapan MPR;
c) Undang-Undang;
d) Perpu;
e) Peraturan Pemerintah;
f) Keputusan Presiden;
g) Peraturan Daerah.
- Perda Propinsi
- Perda Kabupaten/Kota
- Peraturan Desa.
3 Undang-Undang Nomor 10 a) UUD NRI Tahun 1945;
Tahun 2004 b) Undang-Undang/Perpu;
c) Peraturan Pemerintah;
d) Peraturan Presiden;
e) Peraturan Daerah
- Perda Propinsi
- Perda Kabupaten/Kota
- Peraturan Desa.
4 Undang-Undang Nomor 12 a) UUD NRI Tahun 1945;
Tahun 2011 b) Ketetapan MPR;
c) Undang-Undang/Perpu;
d) Peraturan Pemerintah;
e) Peraturan Presiden;
f) Peraturan Daerah Provinsi;
g) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
14
dikeluarkan oleh MPR, DPR, DPD, MA, MK, BPK, BI, Menteri, Kepala Badan,
Lembaga, atau Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh Undang Undang atau
Pemerintah atas perintah UU, DPRD Propinsi, Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota,
Bupati/-Walikota, Kepala Desa (setingkat) dan diakui keberadaannya dan
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan yang
lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan (Pasal 8 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011).
15
6. Pengaruh pendapat umum, pelanggaran konvensi akan menimbulkan reaksi
umum.
Konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan merupakan sumber dari hukum tata negara
Indonesia. Kebiasaan dalam Praktek Ketatanegaraan yang Dilakukan Berulang-
ulang, sehingga Mempunyai Kekuatan yang Sama dengan Undang-undang. Karena
Diterima dan Dijalankan, Tidak Jarang Dapat Menggeser Peraturan Hukum
Tertulis. Contoh :
(1) Pidato Presiden Setiap Tanggal 17 Agustus
(2) Pidato Presiden Setiap Awal Tahun Minggu Pertama Bulan Januari.
Ad.3) Yurisprudensi
Yurisprudensi adalah keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap, artinya para pihak tidak menggunakan upaya hukum yang tersedia atau semua
upaya hukum telah dilakukan, termasuk yurisprudensi Mahkamah Agung dan
Mahkamah Konstitusi.
Ad.4) Perjanjian Internasional (Treaty)
Perjanjian Internasional (Bilateral Maupun Multilateral) terkait dengan Hukum
Tatanegara Suatu Negara. Perjanjian Internasional (Bilateral Maupun Multilateral)
yang Terkait dengan Hukum Tatanegara Indonesia. Misalnya : Traktat Asean, UDHR
PBB. Dalam Pasal 11 UUD NRI 1945 Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan
perang, membuat perdamaian dan “perjanjian dengan negara lain”. Kewenangan
tersebut ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang Undang No. 24 Tahun 2000
tentang Perjanjian Internasional. Perjanjian internasional dapat disahkan dengan
Pengesahan dengan Undang Undang atau dengan Keputusan Presiden (Perpres),
dengan melalui tahap Penjajakan, Perundingan, Perumusan naskah, Penerimaan, dan
Penandatanganan. Pengesahan perjanjian internasional dengan Undang Undang
apabila berkenaan dengan:
(1) masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara;
(2) perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik Indonesia;
(3) kedaulatan atau hak berdaulat negara;
(4) hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
16
(5) pembentukan kaidah hukum baru;
(6) pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
Ad. 5) Doktrin
Pendapat hukum dapat menjadi sumber hukum sebagai doktrin dengan persyaratan ;
a. ilmuwan yang bersangkutan dikenal dan diakui luas sebagai ilmuwan yang
memiliki otoritas di bidangnya dan memiliki integritas yang dpt dipercaya;
b. terhadap persoalan tersebut memang tidak ditemukan dalam peraturan hukum
tertulis;
c. diakui keunggulannya dan diterima di kalangan ilmuwan hukum (ius comminis
opinion doctorum)
Dengan demikian Sumber hukum formal HTN Indonesia terdiri dari:Peraturan Perundang-
undangan; Konvensi ketatanegaraan; Yurisprudensi Ketatanegaraan; Traktat Internasional
dan Doktrin ketatanegaraan.
17