Anda di halaman 1dari 14

FUNGSI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

“Disusun untuk memenuhi tugas kelompok


Mata Kuliah Legal Drafting”

Dosen Pengampu:
Syafaruddin Panjaitan, S.HI., MH

Disusun oleh:
Kelompok 2—HTN VI D

1. Wahyudi Tanjung (0203193158)


2. Dhendy Setiawan (0203193144)

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA/ SIYASAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2022 M/ 1443 H

i
KATA PENGANTAR

‫من ِبسْ ِم ا‬
ِ ْ‫ِيم الرَّ ح‬
ِ ‫الرَّ ح‬
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa atas
terselesaikannya makalah ini yang berjudul Fungsi Peraturan Perundang-
Undangan. Karena tanpa izin dan kehendak-Nya kami selaku penulis tidak
mampu menyelesaikan makalah ini dengan kekuatan sendiri.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak yang terkait dalam


penyelesaian makalah ini, terutama kepada Bapak Syafaruddin Panjaitan, S.HI.,
MH selaku dosen yang telah memberikan tema dan bimbingan terkait pengerjaan
makalah ini. Begitu juga kepada pihak yang kami jadikan sumber acuan
pembuatan makalah ini seperti para penulis yang buku-buku beliau kami gunakan
sebagai referensi.

Kami sebagai penulis mengetahui masih banyak sekali kesalahan yang


terdapat dalam tulisan makalah ini. Kami meminta maaf dan dengan kerendahan
hati mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak yang
membaca guna kemajuan dan kebaikan makalah ini ke depannya.

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah guna menyelesaikan tugas mata
kuliah Legal Drafting—UIN SUMATERA UTARA MEDAN yang dibebankan
oleh dosen pengampu mata kuliah tersebut.

Medan, Mei 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER...........................................................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG......................................................................1


1.2. RUMUSAN MASALAH.................................................................1
1.3. TUJUAN PENULISAN...................................................................1

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. JENIS-JENIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.........2


2.2. FUNGSI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.................9

BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN..............................................................................10
3.2. KRITIK DAN SARAN..................................................................11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Untuk mendapatkan peraturan perundang-undangan yang baik melalui
pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan dengan cara dan
metode yang pasti, baku, dan standar, maka diperlukan pula ketentuan yang pasti,
baku, dan standar tentang jenis dan materi muatan peraturan perundang-undangan.
Menurut A. Hamid S. Attamimi pembentukan peraturan peraturan perundang-
undangan adalah pembentukan norma hukum yang berlaku keluar dan mengikat
secara umum yang dituangkan dalam jenis-jenis peraturan perundang-undangan
sesuai hierarkinya.
Untuk dapat menuangkan norma hukum tersebut dalam berbagai jenis
peraturan perundang-undangan, penting memperhatikan materi muatannya.
Pentingnya pemahaman dan ketentuan tentang jenis, hierarki, dan materi muatan
peraturan perundang-undangan ditunjukkan pula dengan adanya salah satu asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yakni asas “kesesuaian
antara jenis, hierarki, dan materi muatan”. Yang dimaksud dengan asas tersebut
adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-
benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki
Peraturan Perundang-undangan.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun permasalahan yang akan dibahas diantaranya adalah:
a) Apa saja jenis peraturan perundang-undangan?
b) Apa saja fungsi daripada peraturan perundang-undangan?

1.3. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dibuat makalah ini diantaranya adalah:
1. Untuk memahami jenis-jenis dari peraturan perundang-undangan.
2. Untuk memahami fungsi-fungsi dari peraturan perundang-undangan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 JENIS-JENIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


Bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan sangat penting dalam
perancangan atau penyusunan peraturan perundang-undangan, karena:
Pertama: Setiap pembentukkan peraturan perundang-undangan harus
mempunyai landasan atau dasar yuridis yang jelas, dan apabila tidak terdapat
landasan tersebut maka batal demi hukum atau dapat dibatalkan.
Kedua: Hanya peraturan perundang-undangan yang sederajat atau yang
lebih tinggi daripada peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk dapat
dijadikan landasan atau dasar yuridis.
Ketiga: Pembentukan peraturan perundang-undangan berlaku prinsip
bahwa peraturan perundang-undangan yang sederajat atau yang lebih tinggi dapat
menghapuskan peraturan perundang-undangan sederajat atau yang lebih rendah.
Prinsip ini mengandung:
1. Pencabutan peraturan perundang-undangan yang ada hanya mungkin
dilakukan oleh peraturan perundang-undangan sederajat atau yang lebih
tinggi.
2. Peraturan perundang-undangan yang sederajat bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan sederajat lainnya, maka berlaku peraturan
perundang-undangan yang dianggap terbaru dan yang lama telah
dikesampingkan.
3. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah,
maka berlaku peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
tingkatannya.
4. Peraturan perundang-undangan yang mengatur bidang-bidang umum yang
diatur oleh peraturan yang sederajat, maka berlaku peraturan perundang-
undangan yang mengatur bidang khusus tersebut.

2
Keempat: pengetahuan mengenai seluk beluk peraturan perundang-
undangan untuk menciptakan suatu sistem peraturan peraundang-undangan yang
tertib sebagai salah satu unsur perundang-undangan yang baik. Dalam
perkembangan ketatanegaraan di Indonesia dikenal ada berbagai jenis peraturan
perundang-undangan.
Secara eksplisit dalam UUD Tahun 1945 hanya menyebutkan jenis
peraturan perundang-undangan yaitu: Undang-Undang, Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perpu), dan Peraturan Pemerintah (PP), sedangkan
peraturan lainnya tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan praktek
ketatanegaraan Indonesia.
Berikut jenis peraturan perundang-undangan di Indonesia berdasarkan
sejarahnya pada Masa Hindia Belanda. Belanda datang ke Indonesia pada Tahun
1596, dimana hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum tidak tertulis
(Hukum Adat). Namun dengan masuknya Belanda ke Indonesia dan mendirikan
perserikatan dagang yang dikenal dengan nama VOC (Vereenigde Oostindische
Compagnie) maka terjadi perubahan terkait hukum yang ada.
Masuknya VOC akibat diberikannya hak octrooi kepada VOC oleh Staten
Generaal, yaitu badan federatif tertinggi negara-negara Belanda, hal ini
berdampak pada terjadinya dualisme hukum yakni adanya Hukum Adat dan
Hukum yang dibuat oleh pemerintah Belanda. Hukum Belanda adalah hukum
yang diberlakukan bagi orang eropa, khususnya Belanda di pusat-pusat dagang
VOC, yang pada awalnya berlaku bagi kapal-kapal VOC. Hukum tersebut
terutama berupa hukum disiplin (tucht recht). Namun pada akhirnya hukum
Belanda juga diberlakukan kepada pribumi dalam beberapa hal. Menurut Utrecht,
hukum Belanda yang berlaku di daerah kekuasaan VOC terdiri dari :
1. Hukum Statuta (yang termuat dalam statuten van Batavia),
2. Hukum Belanda yang kuno, dan
3. Asas-asas hukum Romawi.

3
Pada masa ini, peraturan yang tertinggi adalah perintah dari Raja Belanda,
kemudian yang ada dibawahnya adalah “Heeren Zewentie” yaitu peraturan yang
dibuat di plakat-plakat buatan VOC untuk mengatasi keadaan-keadaan yang perlu
penanganan secara khusus. Pada masa Gubernur Jenderal Van Diemen (1636-
1646) meminta bantuan Joan Maetsyucker, seorang pensiunan dari Hof Van
Justitie (setingkat MA) untuk mengumpulkan dan menyusun plakaat yang telah
diterbitkan. Pada Tahun 1642, “Heeren Zewentie” berhasil dihimpun
(dikodifikasi), kemudian diumumkan dengan nama Statuten Van Batavia (Statuta
Betawi). Statuta tersebut berlaku sebagai hukum positif dan memiliki kekuatan
berlaku yang sama sebagaimana peraturan lain yang telah ada. Mengenai
pemberlakuannya, Statuta Betawi ditujukan kepada orang pribumi maupun orang
pendatang. Kemudian pada Tahun 1766 dihasilkan kumpulan plakat ke-2 diberi
nama Statuta Bara.
Selanjutnya pada masa penjajahan Belanda berdasarkan Pasal 36
Netherland Gronwet 1814, menentukan bahwa “Raja yang berdaulat punya
kekuasaan tertinggi atas daerah-daerah jajahan dan harta milik negara di daerah-
daerah lain.” Dalam melaksanakan kekuasaannya raja membuat peraturan bersifat
umum yang biasa disebut dengan Algemene Verordering (peraturan pusat) atau
Koninklijk Besluit (besluit raja = keputusan/ penetapan) yang berlaku dibidang
eksekutif untuk daerah jajahan dan Aglemene Maatregel van Bestuur (AmvB)
yang berlaku untuk pemerintah Belanda. Peraturan ini dibuat oleh raja (kroon)
bersama dengan parlemen Belanda (staten general).

Berikut dijelaskan jenis-jenis peraturan perundang-undangan sebagaimana


ditentukan dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011:
a. Undang-Undang Dasar
Salah satu jenis peraturan perundang-undangan yang mempunyai
kedudukan yang tertinggi dalam hierarchi peraturan perundang-undangan adalah
UUD Tahun 1945. Hal tersebut telah diatur dengan tegas dalam Pasal 7 ayat (1)
UU No. 12 Tahun 2011. Dengan kedudukan yang tertinggi itu berarti bahwa
peraturan yang berada dibawahnya harus berdasar atau bersumber pada UUD

4
Tahun 1945. Dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 menyebutkan:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan
hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan.
Yang dimaksud dengan “hukum dasar” adalah norma dasar bagi
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang merupakan sumber hukum
bagi Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menurut A.Hamid S Attamimi, UUD Tahun 1945 tidak tepat disebut
sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan dengan mengatakan
bahwa: UUD Tahun 1945 dan Ketetapan MPR tidak tepat masuk dalam jenis
peraturan perundang-undangan karena termasuk dalam aturan dasar. Sedangkan
yang termasuk peraturan perundang-undangan adalah undang-undang/ perpu,
Peraturam Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan
Lembaga Pemerintah Non Departemen, Keputusan Direktur Jendral Departemen,
Keputusan Kepala Badan Negara diluar jajaran pemerintah yang dibentuk dengan
Undang-Undang, Peraturan Daerah Tingkat I, Keputusan Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I, Keputusan Gubernur Kepala Daerah , Keputusan Bupati/ Wali
Kotamadya Kepala Daerah Tingkat II.
Eksistensi UUD Tahun 1945 sendiri diakui dalam Pasal 3 ayat (1) UUD
Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa; MPR berwenang mengubah dan
menetapkan Undang-Undang Dasar.

b. Ketetapan MPR
Ketetapan MPR adalah Putusan majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai
pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sidang MPR.
Sedangkan Yang dimaksud dengan “Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat”
dalam UU No. 12 Tahun 2011 adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: I/MPR/2003 tentang
Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis

5
Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, tanggal 7 Agustus 2003.

c. Undang-Undang (UU) / Perpu


Jenis peraturan perundang-undangan yang ketiga menurut UU No. 12
Tahun 2011 adalah Undang-Undang (UU). Landasan Hukum UU diatur dalam
Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 yang
menyebutkan bahwa: yang memegang kekuasaan untuk membentuk Undang-
Undang adalah DPR. Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 12 Tahun 2011
menyebutkan: UndangUndang adalah Peraturan Perundang-undangan yang
dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.
Dengan demikian, maka dalam pembentukan UU lembaga legislatif mempunyai
peranan yang sangat menentukan keabsahan dan kekuatan mengikat UU itu untuk
umum.
Menurut para ahli hukum dalam bukunya Rechtsvorming in Netherland,
pengertian UU dibagi menjadi: UU dalam arti materiil (wet materiele zin) dan UU
dalam arti formal (wet formele zin). UU dalam arti formil adalah apabila
pemerintah bersama dengan parlemen mengambil keputusan—maksudnya untuk
membuat UU—sesuai dengan prosedur . Sedangkan UU dalam arti materiil
adalah jika suatu lembaga yang mempunyai kewenangan membentuk peraturan
perundang-undangan mengeluarkan suatu keputusan yang isinya mengikat
masyarakat secara umum. Atau dengan kata lain UU dalam arti Materiil melihat
UU dari segi isi, materi dan dan substansinya. Sedangkan UU dalam arti formil
dilihat dari segi bentuk dan pembentukannya. Pembedaan tersebut hanya dilihat
dari segi penekanannya yaitu sudut penglihatan, yaitu undang-undang yang dilihat
dari segi materinya dan undang-undang yang dilhihat dari segi bentuknya.
Sedangkan arti Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
dalam angka 4 pasal 1 UU No. 12 Tahun 2011 disebutkan bahwa: Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan
yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Perpu
ditetapkan tanpa terlebih dahulu meminta persetujuan bersama Dewan Perwakilan

6
Rakyat (DPR) dan hanya dapat dilakukan dalam hal ikhwal kegentingan
memaksa. Perpu harus mendapatkan persetujuan DPR pada sidang berikutnya
untuk dapat berubah menjadi UU. Bila tidak maka Perpu tersebut harus dicabut.

d. Peraturan Pemerintah (PP)


Dasar hukum Peraturan Pemerintah adalah Pasal 5 ayat (2) UUD Tahun
1945 yang menyebutkan : Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk
menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya. Yang dimaksud dengan
Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya (Pasal 1
angka 5) UU No. 12 Tahun 2011. Dengan demikian maka tidak akan ada
Peraturam Pemerintah jika tidak ada Undang-Undang yang menjadi induknya.

e. Peraturan Presiden (Perpres).


Peraturan Presiden adalah salah satu jenis peraturan perundang-undangan
yang baru ditentukan dengan tegas dalam UU No. 10 Tahun 2004. Sebelum
keluarnya UU No. 10 Tahun 2004 dalam hierarki Peraturan Perundang-Undangan
dikenal istilah Keputusan Presiden (Keppres) yang mempunyai sifat mengatur.
Setelah keluarnya UU No. 10 Tahun 2004, istilah keputusan kemudian diganti
dengan istilah “Peraturan”, hal ini dimaksudkan untuk lebih memperjelas bentuk
peraturan apakah berupa regelings (pengaturan) ataukah beschiking (penetapan).
Kedua bentuk tersebut mempunyai sifat yang berbeda yaitu; jika
berbentuk pengaturan maka bersifat deuerhaftig yakni berlaku terus menerus, dan
jika bentuknya adalah “keputusan” maka sifatnya adalah einmalig yaitu sekali
selesai. Dasar hukum Perpres terdapat dalam Pasal 4 ayat (1) UUD Tahun 1945
yang menentukan bahwa: Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
Dalam rangka melaksanakan kekuasaan pemerintahan tersebutlah,
presiden dapat mengeluarkan Perpres. Yang dimaksud dengan Perpres adalah
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan
perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam

7
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan (Pasal 1 angka 6, UU No. 12 Tahun
2011). Rumusan tersebut jelas menegaskan bahwa kewenangan untuk membentuk
Perpres adalah ditangan Presiden, dan pembentukan Perpres dilakukan dalam
rangka pelaksanaan pemerintahan oleh presiden.

f. Peraturan Daerah Provinsi


Dalam UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal 18 ayat (6) ditentukan bahwa:
pemerintahan daerah berhak untuk menetapkan Peraturan Daerah dan peraturan-
peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Perda terbagi
menjadi Perda Provinsi dan Perda Kabupaten. Yang dimaksud dengan Perda
Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur (Pasal
1 angka 7 UU No. 12 Tahun 2011). Termasuk dalam Peraturan Daerah Provinsi
adalah Qanun yang berlaku di Provinsi Aceh dan Peraturan Daerah Khusus
(Perdasus) serta Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) yang berlaku di Provinsi
Papua dan Provinsi Papua Barat (Penjelasan Pasal 7 ayat (1) Huruf f) UU No. 12
Tahun 2011.

g. Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota


Adalah Peraturan Perundang-Undangan yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/ Kota dengan persetujuan bersama Bupati/
Walikota (Pasal 1 angka 8). Termasuk dalam Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota
adalah Qanun yang berlaku di Kabupaten/ Kota di Provinsi Aceh (Penjelasan
Pasal 7 ayat (1) Huruf g). Sedangkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.
80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, dalam Pasal 1
angka 4 menyebutkan bahwa Peraturan Daerah Provinsi atau nama lainnya dan
Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota atau nama lainnya, yang selanjutnya disebut
perda adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD dengan
persetujuan bersama kepala daerah.

8
2.2. FUNGSI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Terkait peraturan perundang-undangan maka fungsi peraturan perundang-
undangan dapat diartikan sebagai kegunaan peraturan perundang-undangan secara
umum dan secara khusus sesuai dengan jenisnya. Atau dapat dikatakan bahwa
peraturan perundang-undangan adalah sebagai instrumen kebijakan (beleids
instrument), yang dikeluarkan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang yang
memiliki kegunaan atau fungsi-fungsi tertentu.
Ada perbedaan antara fungsi hukum dan fungsi peraturan
perundangundangan. Fungsi hukum dimaksudkan sebagai fungsi dari setiap
sumber hukum, sedangkan fungsi peraturan perundang-undangan adalah fungsi
dari salah satu sumber hukum, yaitu peraturan perundang-undangan itu sendiri.
Robert Baldwin dan Martin Cave, sebagaiman di kutip oleh Ismail Hasani
dan Prof. DR. A. Gani Abdullah, SH, mengemukakan bahwa peraturan perundang
undangan memiliki fungsi:
a. Mencegah monopoli atau ketimpangan kepemilikan sumber daya;
b. Mengurangi dampak negatif dari suatu aktivitas dan komunitas atau
lingkunganya;
c. Membuka informasi bagi publik dan mendorong keseteraan antar
kelompok (mendorong perubahan institusi, atau affirmative action kepada
kelompok marginal);
d. Mencegah kelangkaan sumber daya publik dari eksploitasi jangka pendek;
e. Menjamin pemerataan kesempatan dan sumber daya serta keadilan sosial,
perluasan akses dan redtribusi sumber daya; dan
f. Memeperlancar koordinasi dan perencanaan dalam sector ekonomi.

9
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Jenis-jenis Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana yang ditentukan
dalam Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang No. 12 Tahun 2011, antara lain sebagai
berikut:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD NRI 1945);
b. Ketetapan MPR (TAP MPR);
c. Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang (Perpu);
d. Peraturan Pemerintah (PP);
e. Peraturan Presiden (Perpres);
f. Peraturan Daerah Provinsi/ Peraturan Daerah Tingkat I (Perda Prov);
g. Peraturan Daerah Kabupaten dan Kota/ Peraturan Daerah Tingkat II
(Perda Kab, Perda Kota);

Fungsi Peraturan Perundang-Undangan, antara lain:


a. Mencegah monopoli atau ketimpangan kepemilikan sumber daya;
b. Mengurangi dampak negatif dari suatu aktivitas dan komunitas atau
lingkunganya;
c. Membuka informasi bagi publik dan mendorong keseteraan antar
kelompok (mendorong perubahan institusi, atau affirmative action
kepada kelompok marginal);
d. Mencegah kelangkaan sumber daya public dari eksploitasi jangka
pendek;
e. Menjamin pemerataan kesempatan dan sumber daya serta keadilan
sosial, perluasan akses dan redtribusi sumber daya; dan
f. Memeperlancar koordinasi dan perencanaan dalam sector ekonomi.

10
3.2. KRITIK DAN SARAN
Semoga dengan adanya makalah ini pembaca mampu mengetahui lebih
dalam tentang Jenis dan Fungsi Peraturan Perundang-Undangan. Makalah ini
dalam penyusunanya masih terdapat banyak kekurangannya. Oleh sebab itu,
segala saran dan kritik yang mambangun sangat penulis harapkan untuk
melengkapi makalah ini.
Akhirnya, dengan penuh harap, semoga makalah ini memberikan
tambahan dalam perbendaharaan ilmu, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi
para pembaca. Wallahu a’lam

11

Anda mungkin juga menyukai