DISUSUN OLEH :
DOSEN PENGAMPU :
FAKULTAS SYARIAH
2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Landasan Dan Asas-Asas
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada Bpk. Andre Monifa, M.H. selaku dosen pengampu yang
memberikan dorongan dan masukan kepada kami.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima kritik dan sara dari pembaca, agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 2
C. Tujuan Penulis............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan.................................................................................................... 14
B. Daftar Pustaka................................................................................................ 1
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia ia lah negara yang berdasar atas hukum (Rechtstaat). Tujuan utama dari
bentuk negara bentuk negara hukum adalah utuk menyelenggarakan ketertiban hukum,
yakni tata tertib yang umumnya berdasarkan hukum yang terdapat pada rakyat. Negara
hukum menjaga ketertiban dengan harapan , agar semuaanya berjalan menurut hukum. A.
Mukhtis Fadjar menyatakan bahwa negara hukum ialah negara yang susunaannya diatur
dengan sebaik-baiknya dalam undang-undang, sehingga segala kekuasaan dari alat-alat
pemerintahannya didasarkan pada hukum.1 Rakyat tidak boleh bertindak secara sendiri-
sendiri menurut kemampuannya yang bertentangan dengan hukum. Negara hukum itu
ialah negara yang diperintah bukan oleh orang-orang tetapi oleh undang-undang ( the
states not governed by men, but by law).
B. Rumusan Masalah
1
A. Mukhtie Fadjar, Tipe Negara Hukum, Bayumedia Publishing, (Malang: 2005), hlm 7.
2
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Edisi III, 2002), hlm 70.
3
Fence M. Wantu Dkk, Cara Cepat Belajar Hukum Acara Perdata(Jakarta: Reviva Cendekia, 2002), hlm 13.S
1
1. Apakah Landasan dalam Peraturan Perundang-Undangan ?
2. Apakah Asas-Asas dalam Peraturan Perundang-Undangan ?
C. Tujuan Penulis
BAB II
2
PEMBAHASAN
1. Landasan Filosofis
Yaitu dasar filsafat, pandangan atau ide yang menjadi dasar cita hukum sewaktu
menuangkan keinginan ke dalam suatu suatu rancangan Perundang-undangan. Ide yang
menjadi dasar cita hukum tersebut merupakan sistem nilai yang tumbuh dalam
masyarakat menegnai hal-hal yang baik dan buruk sebagai pedoman dan tuntunan
berprilaku dalam kehidupannya. Di Indonesia yang menjadi landasan filosofis
pembentukan peraturan perundnag-undangan adalah pancasila.
2. Landasan Politis/Sosiologis
4
Evi Niviawati, S.H., M.H, Landasan Konstitusional Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, jurnal, volume 6
No. 1-maret 2018.
3
masyarakat. Landasan sosiologi ini diharapkan peraturan Perundang-undangan yang
dibuat akan diterima oleh masyarakat secara wajar, bahkan spontan.
3. Landasan Ysuridis
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dapat kita jumpai tiga pengertian asas
sebagai berikut :5
a. Dasar, alas, pedoman; misalnya, batu yang baik untuk alas rumah.
b. Suatu kebenaran yang menjadi pokok atau tumpuan berpikir (berpendapat dan
sebagainya; misalnya bertentangan dengan asas-asas hukum pidana; pada
asasnya yang setuju dengan usul saudara).
c. Cita-cita yang menjadi dasar (perkumpulan negara, dan sebagainya; misalnya
membicarakan asas dan tujuan).
Menurut The Liang Gie, bahwa asas adalah suatu dalil umum yang dinyatakan
dalam istilah umum tanpa menyarankan cara khusus mengenai pelaksanaanya yang
diterapkan pada serangkaian perbuatan untuk menjadi petunjuk yang tepat bagi perbuatan
itu.6
5
W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 1976).
6
Chainur Arrasjid, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004) hlm 37.
4
asasnya, tetapi kalau ia menjadi asas maka norma hukum itu sendirilah yang berfungsi
sebagai asas. Selanjutnya Paton, mengatakan adanya norma hukum dapat dikembalikan
kepada suatu asas tetapi ada pula kalanya, semasyhur sarjana. Ia tak sanggup
menyebutkan asas yang mendasari suatu norma hukum. Keadaan seperti itumenurut
Mahadi, banyak terdapat pada bidang-bidang hukum yang netral, yaitu bidang-bidang
hukum yang tidak ada kaitannya dengan agama atau kebudayaan. Sebaliknya dalam
bidang-bidang hukum yang non-netral (bidang-bidang hukum yang erat kaitannya dengan
agama dan budaya), kita dapat bertemu dengan norma-norma hukum yang dapat
dikembalikan kepada suatu asas.7
Menurut van Eikema Hommes, asas hukum tidak boleh dianggap sebagai norma
hukum yang konkret, tetapi perlu dipandang sebagai dasar umum atau petunjuk bagi
hukum yang berlaku. Pembentukan hukum yang peraktis perlu beorientasi pada asas-asas
hukum tersebut. Dengan kata lain, asas hukum adalah dasar atau petunjuk arah dalam
pembentukan hukum positif.
Menurut Belefroid, asas hukum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum
positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih
umum. Asashukum ini merupakan pengendapan hukum yang positif dalam suatu
masyarakat.9
Menurut Van Der Velden, asas hukum adalah tipe putusan yang dapat digunakan
sebagai tolak ukur menilai situasi atau digunakan sebagai pedoman berperilaku. Asas
hukum didasarkan atas satu atau lebih yang menentukan situasi yang bernilai yang harus
direalisasi.10
5
serta untuk menjamin efektif berlakunya suatu undang-undnag harus memperhatikan dan
mempedomani prinsip-prinsip atau asas-asas tertentu dalam membentuk undang-
undang.12
Menurut Abeer Bashier Dababneh dan Eid Ahmad Al-Husban, bahwa otoritas
publik yang mengkhususkan diri dalam pembentukan undang-undang harus mematuhi
seperangkat prinsip dan criteria yang merupakan suatu kelengkapan dan kelompok
pemandu yang dirancang untuk pemberlakuan suatu undang-undang yang ditandai
dengan universalitas dan intelekualitas di satu sisi, dan sisi lain harus sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan sesuai dengan prinsip hierarki
aturan hukum dan prinsip supermasi hukum.13
Lebih lanjut Abeer Bashier Dababneh dan Eid Ahmad Al-Husban, mengatakan
bahwa suatu undang-undang dianggap baik jika proses pembentukannya memerhatikan
dan mempedomani prinsip-prinsip sebagai berikut:14
a. Ukuran undang-undang harus masuk akal sehingga orang awam dapat dengan
mudah mempelajari. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan bahasa yang
sederhana yang tidak memiliki kompleksitas teknis karena undang-undang
ditunjukan untuk semua orang dan tidak hanya tingkat intelektual tertentu dan
kelompok.
b. Undang-undang harus sederhana untuk mencapai tujuan, harus sederhana
karena tujuan dibalik undang-undang harus adalah untuk menyelesaikan
konflik yang dihadapi oleh kelompok, dan ini tidak dapat dicapai jika undang-
undang terlalu kompleks. Sebuah undang-undang yang baik adalah undang-
undang yang dapat direalisasikan dan dipahami oleh orang awam lainnya.
c. Undang-undang harus memiliki kestabilan legislatif sehingga orang yang
terbiasa dengan undang-undang merasa yakin mereka tahu undang-undang
dan mereka tidak melanggarnya. Dengan demikian, tujuan supremasi hukum
dan penghakiman yang efektif dapat dicapai. Perangkat undang-undang hanya
dapat dicapai jika legislatorkompeten dan mengenal dengan baik lingkungan,
keterbatasan dan dimensi dari masalah yang harus diatur dan diselesaikan
dengan undang-undang.
d. Undang-undang harus ditandai dengan harmoni dan kompatibilitas, yaitu
harus ada harmoni, kompatibilitas dan integrasi antara berbagai bagian
undang-undang sehingga tidak ada konflik yang dapat mempengaruhi
efesiensi undang-undang. Di sisi lain, undang-undang harus sinergi dengan
12
Bayu Dwi Anggono, Perkembangan Pembentukan Undang-Undang di Indonesia, (Jakarta:Konstitusi Press, 2014),
hlm 46-47.
13
Abeer Bashier Dababneh dan Eid Ahmad Al-Husaban, Practical Criteria for the Soundness of the Legislative
Drafting Aprroach Evalualitiveand Analytic Studi, European Journal of Social Science Volume 21 Number 4, 2011,
hlm. 540. Diterjemahkan Bayu Dwi Anggono, ibid.
14
Ibid, hlm 540-542.
6
undang-undang yang berlaku lainnya dalam sistem. Hal ini pada gilirannya
akan berpengaruh langsung terhadap efesiensi dan sistem hukum di negara
sehingga mengakibatkan kemampuan untuk menerapkan dan melaksanakan
undang-undang.
e. Undang-undang harus mencerminkan realitas masyarakat yang harus
dilaksanakan dan harus kompatibeel pranata sosial, ekonomi dan budaya,
karena undang-undang yang baik adalah produk dari lingkungannya dan tidak
satu pun yang dikenakan pada suatu lingkungan yang tidak sesuai atau
memenuhi persyaratan implementasi yang baik dan suara masyarakat. Hal ini
diperlukan untuk menyelesaikan konflik dan masalah yang menyebabkan
legislator membentuk undang-undang tersebut. Dengan demikian, seseorang
dapat mencapai efesiensi undang-undang dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi dalam kelompok.
f. Undang-undang harus ramah dengan lingkungan legislatif sehingga tidak akan
menyelesaikan masalah yang dihadapi kelompok dengan menciptakan banyak
masalah lain, karena hal ini dapat menimbulkan krisis legislatif.
g. Undang-undang harus sesuai dengan aturan hukum lainnya yang lebih tinggi
(menghormati prinsip hierarki dalam undang-undang) untuk pengawasan atas
konstitusionalitas undang-undang merupakan salah satu pilar dasar prinsip
legitimasi, yang memberikan perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan
dasar. Prinsip legitimasi memerlukan pemisahan antara otoritas dan
pengawasan atas konstitusionalitas undang-undang. Pengawasan
konstitusionalitas undang-undang datang sebagai hasil dari prinsip hierarki
aturan hukum dalam sistem hukum negara yang sah, yang didasarkan pada
kenyataan peraturan perundang-undangan yang dihasilkan oleh suatu otoritas
tidak selalu berjenis sama, tetapi bervariasi dalam berbagai kepentingan dan
kekuatan melalui pentingnya isu yang ditangani dan otoritas yang menetapkan
peraturan perundang-undangan tersebut. Pada puncak hierarki, ada Undang-
undang dasar atau Konstitusi, diikuti oleh Undang-undang biasa.
h. Undang-undang harus sesuai dengan aturan yang berasal dari aturan
internasional yang menyatakan setuju untuk berkomitmen untuk
meningkatkan prinsip urutan hukum disuatu negara, yaitu undang-undang
tidak boleh melebihi tujuan yang dirancang untuk dicapai. Undang-undang
juga harus sesuai dengan prinsip yang dinyatakan di atas dalam perjanjian
internasional.Dalam hal konflik, prinsip-prinsip harus diterapkan. Ini berarti
prinsip-prinsip internasional mengenai munculnya hak atas undang-undang,
sesuai dengan teks dan artikel (27) dan Konveksi Wina tentang Hukum
Perjanjian “Peserta tidak dapat menggunakan ketentuan hukum internalnya
sebagai pembenaran atas kegagalannya dalam pelaksanaan perjanjian”.
7
Menurut Stefano Murgia dan Giovanni Rizzoni dan Unit Legal Drafting Parlemen
Italia, pembentukan undang-undang yang baik perlu memenuhi serangkaian prinsip
minimum yaitu : 15
a. Diperlukan dan tujuan tidak dapat dicapai melalui perangkat hukum lainnya.
b. Dapat diterima konstitusi.
c. Proposional dengan tujuan yang diinginkan.
d. Tidak ambigu, jelas sesuai dengan peraturan yang ada.
Menurut Massachusetts General Court, prinsip dasar (basic principles) yang harus
ada dalam pembentukan undang-undang adalah :16
a. Simplicity (kesederhanaan)
b. Conciseness ( ringkas dan padat)
c. Consistency (konsisten)
d. Directness (keterusterangan)
e. Appropriate Material Of Inclusion (materi yang tepat).
I.C van der Vlies membagi asas-asas dalam pembentukan peraturan negara yang
baik (beginselen van behoorlke regelgeving) ke dalam asas-asas yang formal dan yang
material. Asas-asas yang formal meliputi:19
15
Stefano Murgia dan Giovanni Rizzoni, 2002, Italy-how Politic can be used toimprove the equality of legislation,
Clarity no 47 May, hlm 21.
16
Massachusetts General Court, Legislative Research And Drafting Manual, (Boston: Pifth Edition, 2010) hlm 6.
17
Philipus M. Hadjon, Analisis Terhadap UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan, Makalah dalam Seminar Hukum Nasional "Implementasi UU No.32 Tahun 2004 dalam legislasi Nasiona;
Daerah berdasarkan UU No 32 Tahun 2004”Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum universitas Airlangga
Surabaya 21 Mei, 2005, hlm 3.
18
Departement of Legislative Services Office of Policy Analysis, 2012, Legislative Drafting Manual, (Maryland:
Annapolis, 2012) hlm 3.
19
I.C van der Vlies, Het wetsbegrip en beginselen van behoorlijke regelgeving (s-Gravenhage: Vuga, 1984), hlm 186.
Dikutip oleh A. Hamid S. Attamimi, Peranan …, Op.Cit, hlm 330.
8
a. asas tujuan yang jelas (beginsel van duidelijke doelstelling)
a. Asas tentang terminology dan sistematika yang benar (het beginsel van
duidelijke terminology en duidelijke systematiek);
b. Asas tentang dapat dikenali (het beginsel van de kenbaarheid);
c. Asas perlakuan yang sama dalam hukum (het rechtsgeljkheids beginsel);
d. Asas kepastian hukum (het rechtszekerheids beginsel)
e. Asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual (het beginsel van de
individuele rechtsbedeling).
a. Kejelasan tujuan;
20
Ibid.
21
A. Hamid S. Attamimi, Ibid, hlm 344-345.
9
b. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
c. Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
d. Dapat dilaksanakan;
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. Kejelasan rumusan; dab
g. Keterbukaan.
10
lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk
memberikan dan pembentukan peraturan perundang-undangan.
11
Muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan
bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Huruf f bahwa yang dimaksud dengan “asas bhineka tunggal ika” adalah
bahwa Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan harus
memeperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan,
kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Huruf g bahwa yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan harus
mencerminkan keadilan secara proposinal bagi setiap warga negara.
Huruf h bahwa yang dimaksud dengan “asas kesamaan kedudukan dalam
hukum dan pemerintahan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-Undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan
berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan,
gender atau hukum.
Huruf I bahwa yang dimaksud dengan “asas ketertiban dan kepastian
hukum” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
Undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui
jaminan kepastian hukum.
Huruf j bahwa yang dimaksud dengan “asas keseimbangan, keserasian,
dan keselarasan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-Undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian,
dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat dan
kepentingan bangsa dan negara.
Ayat (2) bahwa yang dimaksud dengan asas lain sesuai dengan bidang
hukum Peraturan Perundang-Undangan yang bersangkutan”, antara lain :
a. Dalam hukum pidana, misalnya asas legalitas, asas tiada hukuman
tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak
bersalah;
b. Dalam hukum perdata, misalnya dalam hukum perjanjian, antara
lain, asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan iktikad baik.
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
13
b. Landasan Sosiologis : Peraturan perundang-undangan harus berkaitan dengan
kondisi atau kenyataan yang tumbuh dalam masyarakat.
c. Landasan Yuridis : Peraturan perundang-undangan harus mempunyai landasan
hukum atau hukum dasar atau legalitas.
Menurut The Liang Gie, bahwa asas adalah suatu dalil umum yang dinyatakan
dalam istilah umum tanpa menyarankan cara khusus mengenai pelaksanaanya yang
diterapkan pada serangkaian perbuatan untuk menjadi petunjuk yang tepat bagi perbuatan
itu. Asas-asas pembentukan peraturan perundangan-perundangan adalah suatu pedoman
atau suatu rambu-rambu dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.
Dalam praktik terdapat norma-norma hukum, yang tidak dapat ditelusuri bagaimana
bunyi asas yang mendasarinya. Untuk norma hukum itu sulit dicarikan asasnya, tetapi
kalau ia menjadi asas maka norma hukum itu sendirilah yang berfungsi sebagai asas.
a. Kejelasan tujuan;
b. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
c. Kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
d. Dapat dilaksanakan;
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. Kejelasan rumusan; dab
g. Keterbukaan.
B. Daftar Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai
Pustaka, Edisi III ).
Fence M. Wantu Dkk. 2002. Cara Cepat Belajar Hukum Acara Perdata. (Jakarta:
Reviva Cendekia).
14
Arrasjid, Chainur. 2004. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. (Jakarta: Sinar Grafika)
S, Maria Farida Indrati. 2002. Ilmu Perundang-Undangan 1 Jenis, Fungsi, dan Materi
Muatan, (Yogyakarta: KANISIUS)
Dababneh, Abeer Bashier Dababneh dan Eid Ahmad Al-Husaban. 2011. Practical
Criteria for the Soundness of the Legislative Drafting Aprroach Evalualitiveand Analytic
Studi, European Journal of Social Science Volume 21. Diterjemahkan Bayu Dwi
Anggono.
Stefano Murgia dan Giovanni Rizzoni. 2002. Italy-how Politic can be used toimprove the
equality of legislation. Clarity .
Massachusetts General Court. 2016. Legislative Research And Drafting Manual, (Boston:
Pifth Edition)
I.C van der Vlies. 1984. Het wetsbegrip en beginselen van behoorlijke regelgeving (s-
Gravenhage: Vuga)
15