Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ASAS-ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN


PERUNDANG-UNDANGAN

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah: Ilmu Perundang-Undangan
Dosen Pengampu:

OLEH KELOMPOK 1:

Ahmad Sakir Rumatoras


Alfian Aresil
Arafat
Fatimah Zahra
Mozahra Camelia Arpipy 202074201046
Ray Ch Dita
Viomeisa. F Senewe

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KOTA SORONG
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb

Alhamdulillah, dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang kami panjatkan puji syukur akan kehadirat-Nya yang telah memberikan rahmat dan
hidayah kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah yang berjudul “Asas-Asas
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan” ini tepat waktu.

Adapun tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas akhir dari mata kuliah ilmu
perundang-undangan yang diampu oleh Bapak A Sakti. Kami berharap makalah ini dapat
dimanfaatkan dengan baik oleh teman-teman mahasiswa. Makalah ini kami susun dengan maksimal
dan menerima dukungan bantuan dari berbagai pihak, yang memperlancar pembuatan makalah ini.
Oleh sebab itu, kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah berkontribusi pada
pembuatan makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami masih
jauh dari kata sempurna dikarenakan pengetahuan kami yang masih terbatas. Oleh karena itu, semua
kritik dan saran dari para pembaca akan kami terima dengan senang hati agar menjadi acuan untuk
kami dimasa depan.

Semoga makalah “Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan” ini dapat


menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu
pengetahuan.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Sorong, 27 Juli 2022

Kelompok 1
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang

Indonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang


Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan menjunjung tinggi nilai moral, etika,
akhlak dan kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
serta menghormati kebinekaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
serta melindungi harkat dan martabat setiap warga negara 1. Dengan sebutan sebagai negara
hukum, Indonesia memiliki aturan-aturan hukum yang berbentuk perundang-undangan.

Memenuhi amanat Pasal 22A UUD 1945 dan Pasal 6 TAP MPR No. III/MPR/2000
tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang undangan, DPR bersama
dengan Presiden telah membentuk Rancangan Undang-Undang tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan yang telah mendapat persetujuan bersama pada tanggal 24
Mei 2004, Berawal dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang kemudian disempurnakan dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan dan diundangkan pada tanggal 12 Agustus 2011, maka setiap pembentukan produk
hukum mempunyai dasar dan pedoman.

Pembentukan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-undangan tersebut merupakan pelaksanaan perintah Pasal 22 A Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-undang tersebut kemudian
direvisi untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2o11 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 adalah dasar hukum bagi pembentukan


peraturan perundang-undangan baik di tingkat pusat maupun daerah. Undang-undang ini
dibentuk untuk menciptakan tertib pembentukan peraturan perundang-undangan, agar
konsepsi dan perumusan normanya mantap, bulat, dan harmonis, tidak saling bertentangan,
dan tumpang tindih satu sama lain. Melalui undang-undang tersebut, diharapkan semua
lembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan memiliki pedoman
khusus yang baku dan terstandarisasi dalam proses dan metode membentuk peraturan
perundang-undangan secara terencana, terpadu, dan sistematis.

Pada dasarnya UU P3 dimaksudkan untuk membentuk suatu ketentuan yang baku


mengenai tata cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Secara umum dapat
dikatakan bahwa UU P3 memuat ketentuan mengenai asas peraturan perundang-undangan
(asas pembentukan, materi muatan, jenis dan hierarki), materi muatan, pembentukan
peraturan perundang-undangan, pembahasan dan pengesahan, teknik penyusunan peraturan
perundang-undangan, pengundangan dan penyebarluasan, dan partisipasi masyarakat dalam
penyiapan atau pembahasan rancangan undang-undangan rancangan peraturan daerah.

1
Widayati, IMPLEMENTASI ASAS HUKUM DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
YANG PARTISIPATIF DAN BERKEADILAN, Jurnal Hukum Unissula, Volume 36 No. 2, hlm 59,
UU P3 mengikat Pemerintah, Pemerintah Daerah, DPR, MPR, Mahkamah Agung,
BPK, Bank Indonesia, Mahkamah Konstitusi, menteri, kepala badan, lembaga dan komisi
yang setingkat dan yang lainnya dalam tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan
untuk menaatinya. Ketentuan UU P3 yang mengatur tentang asas, jenis dan hierarki, materi
muatan, pembentukan, pembahasan dan pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan
peraturan perundang-undangan menjadi landasan bagi kebijakan unifikasi pembentukan
peraturan perundang-undangan di seluruh Indonesia, sehingga proses penyusunan dan
pembahasan RUU dan Raperda makin lebih sederhana karena sudah ada pedoman mengenai
proses dan teknik yang harus ditaati.

Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan syarat dalam rangka


pembangunan hukum nasional yang hanya dapat terwujud apabila didukung oleh metode
yang baik, yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan
perundangundangan. Indonesia merupakan negara hukum yang mempunyai kewajiban
melaksanakan pembangunan hukum nasional yang baik, yang dilakukan secara terencana,
terpadu dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional. Sistem hukum tersebut diharapkan
dapat menjamin perlindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia dengan
berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Bentuk peraturan perundang-undangan ini berfungsi untuk mengatur masyarakat ke


arah yang lebih baik lagi. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan
Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Peraturan Perundang-undangan
adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan
dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur
yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.

Peraturan perundang-undangan yang baik yaitu suatu peraturan perundang-undangan


yang memiliki dasar atau landasan yang disebut dengan Grundnorm. Grundnorm merupakan
pondasi bagi terbentuknya hukum yang memiliki keadilan. Pancasila merupakan Grundnorm
bagi bangsa Indonesia. Pancasila menjadi sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.
Oleh sebab itu, jika pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak sesuai
dengan Pancasila, maka peraturan perundang-undangan belum memiliki dasar yang kuat
untuk diundangkan.

Membentuk suatu peraturan perundang-undangan tentunya membutuhkan rencana


atau plan yang baik untuk menentukan ke arah mana peraturan perundang-undangan tersebut
dibentuk. Dengan rencana yang baik, maka akan terbentuk pula suatu peraturan perundang-
undangan yang baik. Konsep pembentukan peraturan perundangundangan di Indonesia harus
benar-benar sesuai dengan norma dasar serta asas-asas dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan. Dengan demikian, pembentukan peraturan perundang-undangan akan
membentuk hukum yang sesuai dengan cita hukum bangsa Indonesia itu sendiri dengan
mengedepankan konsep yang baik dalam membentuk suatu peraturan perundang-undangan
yang baik, yang mampu mengatur, menjaga dan melindungi seluruh masyarakat, bangsa dan
negara Indonesia.

1. 2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan kami dalam membuat makalah dengan dengan judul ”Asas-Asas
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan” sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan mengenai asas-asas pembentukan peraturan perundang-


undangan
2. Mendeskripsikan mengenai macam-macam asas yang terdapat di dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan
3. Mendeskripsikan mengenai teori pembentukan peraturan perundang-
undangan
4. Mendeskripsikan mengenai fungsi daripada asas dan teori dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan
5. Menjelaskan mengenai penerapan asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan

1. 3 Metode Penelitian

Penelitian adalah proses mengumpulkan dan menganalisis data, ialah proses yang
sistematis dan logis agar tercapai sebuah tujuan. Mengumpulkan dan menganalisi data metode
ilmiah, termasuk metode kuantitatif dan kualitatif, data eksperimental atau non-eksperimental,
interaktif atau non-interaktif. Metode-metode tersebut telah dikembangkan dengan ekstensif
melalui berbagai eksperimen, oleh karena itu memiliki prosedur standar.

Pada penelitian ini kelompok kami menggunakan metode penelitian yuridis normatif
yang bersifat kualitatif yaitu penelitian yang mengacu pada asas-asas hukum yang terdapat
dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dan. Berdasarkan sifat penelitian ini yang
menggunakan metode penelitian bersifat deskriptif analitis, analisis data yang dipergunakan
adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder. Adapun sumber data
dengan memanfaatkan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tersier yang bersumber dari penelitian kepustakaan (library
research) dengan menggunakan berbagai literatur berupa peraturan perundang-undangan,
buku-buku, karya ilmiah berupa jurnal, artikel dan sumber lainnya yang berkaitan dengan
permasalahan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Asas dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah Principe, sedangkan di


dalam Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia asas dapat berarti hukum dasar atau
fundamen, yakni sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat. Selain itu,
asas juga diartikan sebagai dasar cita-cita. Asas hukum merupakan sesuatu yang sangat
mendasar dalam hukum yang harus dipedomani. Asas adalah dasar atau sesuatu yang
dijadikan tumpuan berpikir, berpendapat dan bertindak. Asas adalah sesuatu yang
menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat, dan asas dapat juga berarti merupakan
hukum dasar.

Padanan kata asas adalah prinsip yang berarti kebenaran. yang menjadi pokok dasar
dalam berpikir, berpendapat dan bertindak. Pemahaman terhadap asas dalam pendekatan
ilmu hukum merupakan landasan utama yang menjadi dasar atau acuan bagi lahirnya
suatu aturan. Pemahaman terhadap asas hukum perlu sebagai tuntutan etis dalam
mendalami peraturan perundang-undangan yang berlaku. Asas hukum mengandung
tuntutan etis, dan dapat dikatakan melalui asas hukum, peraturan hukum berubah sifatnya
menjadi bagian dari suatu tatanan etis.

Asas hukum merupakan sebuah aturan dasar atau merupakan prinsip hukum yang
masih bersifat abstrak. Dapat pula dikatakan bahwa asas dalam hukum merupakan dasar
yang melatarbelakangi suatu peraturan yang bersifat konkrit dan bagaimana hukum itu
dapat dilaksanakan. Dalam pandangan beberapa ahli, asas mempunyai arti yang berbeda-
beda, sebagai berikut:

1. The Liang Gie


Asas adalah suatu dalil umum yang dinyatakan dalam istilah umum tanpa
menyarankan cara-cara khusus mengenai pelaksanaannya, yang diterapkan
pada serangkaian perbuatan untuk menjadi petunjuk yang tepat bagi
perbuatan itu.

2. Soetjipto Rahardjo
Asas hukum merupakan jantungnya ilmu hukum. Kita menyebutkan
demikian karena pertama, ia merupakan landasan yang paling luas bagi
lahirnya suatu peraturan hukum.

3. Bellefroid
Asas hukum umum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif
dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang
lebih umum. Asas hukum merupakan pengendapan hukum positif dalam
suatu masyarakat.

4. Van Eikema Hommes


Asas hukum itu tidak boleh dianggap sebagai norma-norma hukum
kongkrit, akan tetapi perlu dipandang sebagai dasar-dasar umum atau
petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku. Pembentukan hukum praktis
perlu berorientasi pada asas-asas hukum tersebut.

Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma


hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara
atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan
Perundang-undangan. Adapun definisi dari Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan,
penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, pengundangan.

Asas-asas peraturan perundang-undangan atau asas hukum dalam pembentukan


peraturan perundang-undangan merupakan nilai-nilai yang dijadikan pedoman dalam
penuangan norma atau isi peraturan kedalam bentuk dan susunan peraturan
perundangundangan yang diinginkan, dengan penggunaan metode yang tepat dan
mengikuti prosedur yang telah ditentukan.

Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan adalah suatu pedoman atau


suatu rambu-rambu dalam pembentukan peraturan perundang undangan yang baik.
Dalam bidang hukum yang menyangkut pembentukan peraturan perundangundangan
negara, Burkhardt Krems menyebutkannya dengan istilah staatsliche Rechtssetzung,
sehingga pembentukan peraturan itu menyangkut:

1) isi peraturan (inhalt der regelung);


2) bentuk dan susunan peraturan (for, der regelung);
3) metoda pembentukan peraturan (methode der ausarbeitung der regelung);
4) prosedur dan proses pembentukan peraturan (verfanren der ausarbeitung
der regelung).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka asas bagi pembentukan peraturan
perundang-undangan negara akan meliputi asas-asas hukum yang berkaitan dengan itu.

2.2 Asas-Asas Hukum Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Asas-asas peraturan perundang-undangan atau asas hukum dalam pembentukan


peraturan perundang-undangan merupakan nilai-nilai yang dijadikan pedoman dalam
penuangan norma atau isi peraturan kedalam bentuk dan susunan peraturan
perundangundangan yang diinginkan, dengan penggunaan metode yang tepat dan
mengikuti prosedur yang telah ditentukan.

Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik adalah asas hukum


yang memberikan pedoman dan bimbingan bagi penuangan isi peraturan, ke dalam
bentuk dan susunan yang sesuai, tepat dalam penggunaan metodenya, serta mengikuti
proses dan prosedur pembentukan yang telah ditentukan. Pembentukan peraturan
perundang-undangan bertujuan untuk membentuk suatu peraturan perundang-undangan
yang baik. Dalam menyusun peraturan perundang-undangan yang baik menurut I.C. Van
Der Vlies dan A. Hamid S. Attamimi dibagi menjadi 2 (dua) klasifikasi, yaitu:

Asas-asas formil terdiri dari:

1) Asas tujuan yang jelas (beginsel van duidelijke doelstelling), yakni setiap
pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan dan
manfaat yang jelas untuk apa dibuat
2) Asas organ/lembaga yang tepat (beginsel van het juiste orgaan), yakni setiap
jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga atau organ
pembentuk peraturan perundagundagan yang berwenang; peraturan
perundangundangan tersebut dapat dibatalkan (vernietegbaar) atau batal
demi hukum (vanrechtswege nieteg), bila dibuat oleh lembaga atau organ
yang tidak berwenang
3) Asas kedesakan pembuatan pengaturan (het noodzakelijkheidsbeginsel)
4) Asas kedapatlaksanaan (dapat dilaksanakan) (het beginsel van
uitvoerbaarheid), yakni setiap pembentukan peraturan perundang-undangan
harus didasarkan pada perhitungan bahwa peraturan perundang-undangan
yang dibentuk nantinya dapat berlaku secara efektif di masyarakat karena
telah mendapat dukungan baik secara filosofis, yuridis, maupun sosiologis
sejak tahap penyusunannya
5) Asas konsensus (het beginsel van de consensus).

Sedangkan asas-asas materiil terdiri dari:

1) Asas terminologi dan sistematika yang benar (het beginsel van duidelijke
terminologie en duidelijke systematiek)
2) Asas dapat dikenali (het beginsel van de kenbaarheid)
3) Asas perlakuan yang sama dalam hukum (het rechtsgelijkheidsbeginsel)
4) Asas kepastian hukum (het rechtszekerheidsbeginsel)
5) Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual (het beginsel van
de individuele rechtsbedeling).

Dalam Pasal 5 UU P3 peraturan Perundang-Undangan harus dilakukan berdasarkan


pada asas-asas pembentukan peraturan Perundang-Undangan yang baik, yang meliputi:

1) Kejelasan tujuan, asas ini menyatakan setiap pembentukan peraturan


perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak
dicapai.
2) Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, asas ini menyatakan bahwa
setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara
atau pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang.
Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi
hukum jika dibuat oleh lembaga yang tidak berwewenang.
3) Kesesuaian antara jenis, hirarki, dan materi muatan. Asas tersebut
menjelaskan bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
harus memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan
hierarki peraturan perundang-undangan. Hirarki penting untuk dipahami agar
menghindari peraturan perundang-undangan yang disusun bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.
Sementara itu, materi muatan dalam peraturan perundang-undangan harus
sesuai dengan jenis, fungsi, dan hirarki peraturan perundang-undangan.
4) Dapat dilaksanakan, asas ini menyatakan untuk setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan
perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis,
sosiologis, atau yuridis.
5) Kedayagunaan dan kehasilgunaan, asas tersebut menjelaskan bahwa setiap
peraturan-undangan dibuat karena benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat
dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
6) Kejelasan rumusan, asas ini menggarisbawahi bahwa setiap peraturan
perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan
peraturan perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta
bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan
berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
7) Keterbukaan, asas keterbukaan menjelaskan dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan,
pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan
terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai
kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan.

Selain itu berdasarkan Pasal 6 UU P3, materi muatan peraturan Perundang-Undangan


harus mencerminkan asas-asas:

1) asas pengayoman yang berarti setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-


undangan harus memiliki fungsi untuk memberikan suatu perlindungan agar
terciptanya ketentraman masyarakat
2) Asas kemanusiaan yang berarti setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan harus memberikan cerminan perlindungan dan penghormatan
terhadap hak asasi manusia dan martabat semua warga negara sesuai dengan
porsinya
3) Asas kebangsaan yang berarti setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan harus memberikan cerminan sifat serta watak bangsa Indonesia
yang beragam tanpa lupa untuk menjaga prinsip NKRI
4) Asas kekeluargaan yang berarti setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan harus memberikan cerminan sifat musyawarah dalam pengambilan
suatu keputusan untuk mencapai kata mufakat
5) Asas kenusantaraan yang berarti setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan harus memperhatikan seluruh kepentingan dari wilayah Indonesia
6) Asas bhineka tunggal ika yang berarti setiap Materi Muatan Peraturan
Perundangundangan harus untuk memperhatikan adanya keragaman
penduduk, agama dan suku yang ada diIndonesia
7) Asas keadilan yang berarti setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-
undangan harus memiliki cerminan yang adil pada tiap-tiap warga negara
sesuai dengan porsinya
8) Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan yang berarti
setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus memuat hal-hal
yang bersifat sama tanpa ada membeda-bedakan satu dengan yang lainnya
9) Asas ketertiban dan kepastian hukum yang berarti setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan memuat menciptakan ketertiban pada
masyarakat dan memberikan jaminan terhadap kepastian hukum
10) Asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan yang berarti setiap Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan harus memiliki cerminan dari
keseimbangan, keserasian dan keselarasan yang terjadi antara kepentingan
pribadi, masyarakat maupun bangsa dan negara

Asas-asas tersebut harus terdapat di dalam suatu peraturan perundang-undangan


untuk memenuhi kriteria yang dapat digunakan dalam masyarakat Indonesia. Halhal ini
juga yang membuat suatu peraturan dapat dengan cepat membaur dengan keadaan
masyarakat. Tanpa melihat asas-asas tersebut, peraturan tersebut tidak dapat
menyelaraskan diri dengan keadaan masyarakat Indonesia karena pada dasarnya
peraturan tersebut yang akan melindungi serta mengatur bagaimana kehidupan
masyarakat ketika suatu peraturan tersebut telah diundangkan

UU P3 memang tidak secara tegas membagi antara asas formil dan asas materil. Akan
tetapi apabila diperhatikan pada hakikatnya, Pasal 5 UU P3 identik dengan asas-asas
formil pembentukan peraturan Perundang-Undangan. Sedangkan Pasal 6 ayat (1) UU P3
identik dengan asas-asas materil dalam pembentukan peraturan Perundang-Undangan.
Dalam Pasal 6 ayat (2) diketahui bahwa pembentukan peraturan Perundang-Undangan
dapat dibentuk dengan asas-asas lainnya sesuai dengan bidang hukum peraturan
Perundang-Undangan yang bersangkutan.

2.3 Teori
Perkembangan teori hukum, memiliki tempat tersendiri dalam perkembangan ilmu
hukum secara keseluruhan. Perkembanganteori hukum dalam ilmu hukum tidak lepas dari
mencari maknasejati dari keadilan yang sampai saat ini tidak pernah selesai
untukdiperbincangkan dan diperdebatkan. Berbagai sarjana hukum ternama telah
berusaha untuk menafsirkan makna dan hakekat keadilanyang merupakan tujuan utama
dari adanya hukum. Keberadaan keadilansebagai tujuan utama adanya hukum diharapkan
menjadi cita-cita luhur dari perkembangan ilmu hukum itu sendiri, yaitu dalam mencari
format ideal dari suatu sistem hukum terbaik bagi masyarakatnya.

Teori-teori hukum yang ada dan jumlahnya telah mencapai ratusan dan bahkan
ribuan, dapat dianggap menjadi tolok ukur atau landasanpacu atas terbentuknya sistem
hukum yang ideal bagi suatu masyarakatpada suatu masa. Teori hukum menjadi landasan
berpijak para pembuat undang undang dalam merumuskan kebijakan-kebijakan yang
propada keadilan. Dalam rangka pembentukan peraturan perundang-undangan, khususnya
di Indonesia ada beberapa teori yang relevan antara lain:

1. Teori Utilitarianisme

Teori ini dikemukakan oleh Jeremy Bentham yang mengatakanbahwa


manusia akan bertindak untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-
besarnya dan mengurangi penderitaan. Dalam teori ini diajarkan hanya dalam
ketertibanlah setiap orangakan mendapat kesempatan untuk mewujudkan
kebahagiaan yangterbanyak, setiap orang bernilai penuh (Volwaardig), tidak
seorangpun bernilai lebih (everybody to count for one, no body for more than
one).Teori hukum ini bertujuan untuk mewujudkan apa yang berfaedahatau
yang sesuai dengan daya guna (efektif). Menurut ajaran Bentham hubungan
hukum yang sehat adalahhubungan hukum yang memiliki legitimitas atau
keabsahan yanglogis, etis, dan estetis dalam bidang hukum secara yuridis.

Secara logis yuridis artinya menurut akal sehat dalam bidang


hukum,hubungan hukum itu dimulai dari sebab atau latar belakang
sampaidengan keberadaannya yang telah melalui prosedur hukum yang
sebenarnya. Secara etis yuridis artinya bila diukur dari sudut moral yang
melandasi hubungan itu, maka hubungan hukum tersebut beresensi dan
bereksistensi secara wajar dan pantas.

Secara estetis yuris artinya apabila diukur dari unsur seni atau keindahan
hukum, keberadaan hukum itu tidak melanggar norma-norma hukum ataupun
norma-norma sosial lainnya seperti normakesusilaan dan norma sopan
santun. Semboyan visi dan misi teori utilitarian ini yang sangat termasyhur
adalah “the greates happiness for the greates number”

2. Teori Sociological Jurisprudence

Teori ini dikemukakan oleh Eugen Ehrlich yang berpendapat bahwa terdapat
perbedaan antara hukum positifdi satu pihak dengan hukum yang hidup
dalam masyarakat dipihak lain. Teori ini adalah suatu teori yang mempelajari
pengaruh hokumterhadap masyarakat dan sebagainya dengan pendekatan dari
hukum ke masyarakat. Hukum positif akan memiliki daya berlaku yang
efektif apabila berisikan atau selaras dengan hukum yang hidup dalam
masyarakat.

Perkembangan hukum saat ini tidak hanya terletak padaundang undang tidak
pula pada ilmu hukum ataupun juga padaputusan hakim tetapi pada
masyarakat itu sendiri. Eugen Ehrlich menganjurkan agar dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara terdapat keseimbangan antara keinginan untuk
mengadakan pembaruan hukum melalui perundang-undangan dengan
kesadaran untuk memerhatikan kenyataan yang hidup dalam masyarakat.
Kenyataan-kenyataan tersebut dinamakan “living law and just law” yang
merupakan “inner order” daripada masyarakat mencerminkan nilai-nilai
yang hidup di dalamnya.

Dengan demikian kesadaran hukum itu sebenarnya merupakan kesadaran


atau nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia tentang hukum yang ada
atau tentang hukum yang diharapkan ada. Di sini penekanannya adalah nilai-
nilai masyarakat, fungsi apa yang hendaknya dijalankan oleh hukum dalam
masyarakat. Jadi nilai-nilai itu merupakan konsepsi mengenai hal yang
dianggap baik dan yang dianggap buruk. Dengan perkataan lain, hukum
adalah konsepsi abstrak dalam diri manusia tentang keserasian antara
keterkaitan denganketenteraman yang dikehendaki dengan melihat kepada
indikator-indikator tertentu. Indikator-indikator ini dapat dijadikan ukuran
atau patokan dalam penyusunan atau pembentukan hukum baru yang hendak
dilakukannya.

3. TeoriPragmatic Legal Realism

Rescoe Pound mengatakan bahwa hukum dilihat dari fungsinya dapat


berperan sebagai alat untuk mengubah masyarakat (Law as a tool of social
engineering) Hukum dapat berperan di depan untuk memimpin perubahan
dalam kehidupan masyarakat dengan cara memperlancar pergaulan
masyarakat, mewujudkan perdamaian dan ketertiban serta mewujudkan
keadilan bagi seluruh masyarakat. Hukum berada di depan untuk mendorong
pembaruan dari tradisional ke modern.

Hukum yang dipergunakan sebagai sarana pembaruan ini dapat berupa


undang-undang dan yurisprudensi atau kombinasi keduanya, namun di
Indonesia yang lebih menonjol adalah tata perundangan. Supaya dalam
pelaksanaan untukpembaruan itu dapat berjalan dengan baik, hendaknya
perundang-undangan yang dibentuk itu sesuai dengan apa yang menjadi inti
pemikiran sociological jurisprudence yaitu hukum yang baik adalah hukum
yang hidup di dalam masyarakat, sebab jika ternyata tidak,maka akibatnya
secara efektif dan akan mendapat tantangan.

4. Teori Hukum Pembangunan


Teori ini dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja bahwa hukum yang
dibuat harus sesuai dan harus memperhatikan kesadaran hukum
masyarakat. Hukum tidak boleh menghambat modernisasi. Hukum agar dapat
berfungsi sebagai sarana pembaruan masyarakat hendaknya harus ada
legalisasi dari kekuasaan negara.

Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan bahwa jika kita artikan dalam arti


yang luas, maka hukum itu tidak saja merupakankeseluruhan asas-asas dan
kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat,
melainkan meliputi pula lembaga-lembaga(institution) dan proses-proses
(process) yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan.
Dengan lain perkataan yang norrnatif semata-mata tentang hukum tidak
cukup apabila kita hendak melakukan pembinaan dan perubahan hukum
secara menyeluruh. Lebih lanjut Mochtar Kusumaatmadja mengatakan
bahwa hukum sebagai kaidah sosial tidak lepas dari nilai (value) yang
berlaku di suatu masyarakat, bahwa dapat dikaitkan hukum itu merupakan
pencerminan daripada nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat itu.

Jadi fungsi hukum adalahsarana pembaruan masyarakat sebagaimana konsep


ilmu hukum yang bersumber pada teori “law as a tool of social engineering”
dalam jangkauan dan ruang lingkup yang lebih luas. Di satu pihak,
pembaruan hukum berarti suatu penetapan prioritas tujuan-tujuan yang
hendak dicapai dengan mempergunakan hukum. sebagai sarana. Oleh karena
hukum berasal dari masyarakat dan hidup serta berproses dalam masyarakat,
maka pembaruan hukum tidak mungkin lepas secara mutlak dari masyarakat.

5. Teori Pengayoman

Teori ini dikemukakan oleh Suhardjo (mantan Menteri Kehakiman) yang


mengemukakan bahwa tujuan hukum adalah untuk mengayomi manusia baik
secara aktif maupun secara pasif. Secara aktif dimaksudkan sebagai upaya
untuk menciptakan suatu kondisi kemasyarakatan yang manusiawi dalam
proses yang berlangsung secara wajar. Sedangkan yang dimaksud secara
pasif adalah mengupayakan pencegahan atas upaya yang sewenang wenang
dan penyalahgunaan hak secara tidak adil. Usaha mewujudkan pengayoman
ini termasuk di dalamnya:

a) mewujudkanketertiban dan keteraturan,


b) mewujudkan kedamaian sejati
c) mewujudkan keadilan bagi seluruh masyarakat
d) mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

Kedamaian sejati dapat terwujud apabila warga masyarakat telah merasakan


baik lahir maupun batin. Begitu juga dengan ketenteraman dianggap sudah
ada apabila warga masyarakat merasa yakin bahwa kelangsungan hidup dan
pelaksanaan hak tidak tergantung pada kekuatan fisik maupun non fisik
belaka.
6. Teori Perubahan Sosial

Teori perubahan sosial (social change theory) bahwa bekerjanya hukum


dalam masyarakat akan menimbulkan situasi tertentu. Apabila hukum itu
berlaku efektif maka akan menimbulkan perubahan dan perubahan itu dapat
dikategorikan sebagai perubahan sosial. Suatu perubahan sosial tidak lain
dari penyimpangan kolektif dari polayang telah mapan.

Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa dalam setiap proses perubahan


senantiasa akan dijumpai faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan, baik
yang berasal dari dalam masyarakat itu sendiri maupun yang berasal dari luar
masyarakat itu sendiri maupun yang berasal dari luar masyarakat tersebut.
Akan tetapi yang lebih penting adalah identifikasi terhadap faktor-faktor
tersebut mungkin mendorong terjadinya perubahan atau bahkan
menghalanginya.

Dalam buku yang lain Soerjono Soekanto mengemukakanbahwa perubahan-


perubahan dalam masyarakat dapat mengenai sistem nilai nilai, norma-norma
sosial, pola-pola perilaku, organisasi kemasyarakatan, susunan lembaga-
lembaga sosial, stratifikasi sosial, kekuasaan, interaksi sosial, dan sebagainya.
Oleh karena luasnya bidang di mana mungkin terjadi perubahan apa yang
hendak dilaksanakan. Untuk melaksanakan hal itu perlu ditanyakan bahwa
perubahan-perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga sosial di
dalam masyarakat yang mempengaruhi system sosialnya, termasuk di
dalamnya nilai-nilai yang sudah berakar dalam masyarakat dan juga pola-
pola perilaku di antara kelompok-kelompok masyarakat.

Keadaan baru yang timbul sebagai akibat dari perubahan sosial memang
dapat mempengaruhi masyarakat. Ada faktor-faktor yang esensial dalam
masyarakat yang bekerja sedemikian rupa sehingga memberikan corak
konservatif pada masyarakat itu. Faktor-faktoritu akan membiarkan
masyarakat untuk tetap bertahan pada keadaannya yang semula, sekalipun
penderitaan yang ditanggung oleh masyarakat itu telah menjadi sedemikian
rupa hebatnya. Faktor faktor tersebut dapat berupa apatisme, sikap
keagamaan, hambatan,dan sebagainya.

Menurut Sinzheimen sebagaimana yang dikutip Soetjipto Rahardjo ”bahwa


syarat terjadinya perubahan pada hukum, baru ada manakala timbul hal yang
baru dalam kehidupan masyarakat dan hal baru itu dapat melahirkan emosi-
emosi pada pihak-pihak yang terkena”. Biasanya pihak yang terkena efek dari
hukum baru itu mengadakan langkah-langkah menghadapi keadaan itu untuk
menuju kepada kehidupan baru yang sesuai dengan kehendak mereka.

2.4 Fungsi Asas dan Teori

DAFTAR PUSTAKA
Irawan Febriansyah, F. (2016). Konsep Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia.
Perspektif, 21(3), 220–229. http://jurnal perspektif.org/index.php/perspektif/article/view/586

Rokilah, R., & Sulasno, S. (2021). Penerapan Asas Hukum Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan. Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum, 5(2), 179–190.
https://doi.org/10.30656/ajudikasi.v5i2.3942

Asas, A. P. (n.d.). Bab Iii Asas-Asas Peraturan Perundang-Undangan. 61–88.

Widayati. (2020). Jurnal hukum yustisia. JURNAL HUKUM UNISSULA Jurnal, 36(48), 59–72.
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/jurnalhukum/article/view/11391/4439

Peraturan, P. (2022). UU 12-2011 tentang Pembentukan Undang-Undang (Perubahan 2). 144881.

Abdullah, A. G. (2004). Pengantar Memahami Undang-Undang Tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan. Jurnal Legislasi Indonesia, 1(2), 1–10.

Anda mungkin juga menyukai