Anda di halaman 1dari 11

Mercatoria Vol. 1 No.

2 Tahun 2008

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS


TINDAK PIDANA KORUPSI
(Studi Kasus Pada Pengadilan Negeri Medan)

Olan Laurance Hasiholan Pasaribu*


Iman Jauhari**
Elvi Zahara Lubis***

ABSTRAK

Korupsi merupakan salah satu factor yang menyebabkan terhambatnya


pertumbuhan ekonomi bangsa. Setiap bentuk tindak pidana terhadap keuangan
Negara atau perekonomian Negara harus di cegah dan ditanggulangi seobjektif
mungkin. Faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi adalah penyalah
gunaan kepercayaan, amanah, wewenang atau kedudukan publik atau Negara
untuk keuntungan pribadi. Penyebab tindak pidana korupsi sulit dibuktikan di
dalam persidangan, sehingga Tindak Pidana Korupsi dikategorikan sebagai extra
ordinary crime (kejahatan luar biasa) sehingga menimbulkan kendala
penuntutannya. Pelaku korupsi dan saksi maupun orang-orang yang terlibat di
dalamnya. Penyebab putusan bebas dalam perkara korupsi yakni adanya
perbedaan persepsi antara jaksa dan hakim baik mengenai penerapan hukum
maupun penilaian terhadap fakta yang terungkap dalam persidangan, adanya
kekeliruan atau kurang cermatnya penuntut umum dalam menerapkan pasal yang
didakwakan termasuk adanya pembahasan yuridis di dalam surat tuntutan yang
diajukan oleh penuntut umum kurang optimal sehingga menimbulkan celah bagi
hakim untuk menyatakan bahwa penuntut umum tidak dapat membuktikan
dakwaannya. Kendala yang dihadapi dalam penuntutan perkara tindak pidana
korupsi adanya intervensi dari oknum – oknum tertentu atau aparat pejabat
pemerintah/Negara yang ingin membebaskan terdakwa dari tanggungjawab, baik
dengan cara menggunakan kekuasaan atau kewenangan jabatan atau imbalan uang
atau dengan kekeluargaan.

Kata kunci : Kajian yuridis, Putusan bebas, Tindak pidana korupsi

*
Peneliti Mahasiswa PPs. MHB UMA
**
Pembimbing Pertama, Dosen PPs. MHB UMA
***
Pembimbing Kedua, Dosen PPs. MHB UMA

130
Mercatoria Vol. 1 No. 2 Tahun 2008

I. PENDAHULUAN menguntungkan diri sendiri atau orang


Masalah korupsi merupakan lain atau suatu koorporasi,
masalah yang sangat universal. Bukan menyalahgunakan kewenangan,
hanya di Indonesia, tapi juga di belahan kesempatan atau sarana yang ada
bumi lain di dunia ini. Namun di padanya karena jabatan atau kedudukan
Indonesia, praktek korupsi ini yang dapat merugikan keuangan
merupakan suatu masalah yang Negara atau perekonomian Negara.
“membudaya dan berakar” sebagian Mengingat bahwasannya tindak
besar pejabat, masyarakat dan bangsa pidana korupsi adalah masalah yang
Indonesia. Praktek korupsi ini rumit dapat penanggulangannya karena
merupakan salah satu factor yang korupsi mengandung aspek majemuk
menyebabkan terhambatnya dalam kaitannya dengan konteks
pertumbuhan ekonomi bangsa. Oleh politik, ekonomi, dan sosial budaya
sebab itu dalam era pemerintahan yang maka diperlukan kerjasama antara
sekarang ini pemberantasan korupsi pihak – pihak yang terkait. Hal ini
merupakan suatu prioritas yang harus senada dengan pendapat Barda berikut:
dicapai oleh aparat penegak hukum di Masalah korupsi terkait dengan
Indonesia. kompleksitas masalah antara lain
Salah satu penyebab korupsi masalah moral / sikap mental,
ialah lemahnya integritas moral yang masalah pola hidup kebutuhan
turut melemahkan disiplin nasional. serta kebudayaan dan lingkungan
Disamping itu lemahnya system juga sosial, masalah kebutuhan /
merupakan salah satu penyebab dan tuntutan ekonomi dan
juga lemahnya mekanisme di berbagai kesejahteraan sosial ekonomi,
sector birokrasi maupun penegakkan masalah struktur / system
hukum dewasa ini merupakan sebab ekonomi, masalah system / budaya
lainnya yang mengakibatkan politik, masalah mekanisme
berkurangnya kepercayaan investor pembangunan dan lemahnya
atau Negara lain terhadap Indonesia. birokrasi / prosedur administrasi
Undang – undang Nomor 20 (termasuk system pengawasan) di
Tahun 2001 tentang Pemberantasan bidang keuangan dan pelayanan
Tindak Pidana Korupsi merupakan publik.2
peraturan yang mengatur mengenai Di Indonesia, praktek Korupsi,
pemberantasan tindak Pidana Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) sudah
yang diharapkan mampu mengatasi menjadi pengetahuan umum dan
perkembangan kebutuhan masyarakat menggejala secara meluas dalam
dan reformasi di bidang hukum. Setiap kehidupan masyarakat. Korupsi sudah
bentuk tindak pidana terhadap demikian kuat membelenggu mulai dari
keuangan Negara atau perekonomian pusat pemerintahan sampai tingkat
Negara harus di cegah dan Kelurahan / Desa, artinya tidak ada
ditanggulangi se – objektif mungkin. bidang kehidupan yang tidak tercemar
Berdasarkan Undang – undang KKN baik kecil maupun besar seperti :
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak urusan perijinan, pungutan pajak, bea
Pidana Korupsi tidak ada menyebutkan dan cukai, retribusi, penerimaan
tentang definisi dari korupsi itu, namun Negara bukan pajak, pengadaan barang
dapat disimpulkan bahwa tindakan
2
korupsi terdiri perbuatan seseorang Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta
atau koorporasi yang dengan tujuan Hukum Pidana, Penerbit Alumni Bandung,
2005, halaman 85.

131
Mercatoria Vol. 1 No. 2 Tahun 2008

/ jasa, pengadaan tanah di instansi terlihat bahwa intervensi pemerintah


pemerintah, di lembaga pendidikan dan belum dapat dihindarkan dalam proses
lain – lain. penegak hukum di Indonesia.
Berdasarkan penelitian lembaga Masalah korupsi bukan semata
penyelidikan ekonomi dan – mata masalah hukum dan kebijakan
masyarakat Universitas Indonesia kriminal, upaya penanggulangan
pada tahun 2001 menunjukkan korupsi lewat kebijakan perundang –
bahwa 79 % pengusaha undangan dan penegakkan hukum
mengeluhkan soal biaya tambahan pidana telah cukup lama dilakukan di
yang harus mereka keluarkan Indonesia, namun tetap saja korupsi
dalam berhubungan dengan sulit diberantas. Sehingga patut
birokrasi. Besarnya biaya dipertanyakan apa yang perlu
tambahan yang harus mereka direformasi dan bagaimana reformasi
keluarkan dalam berhubungan tersebut dilakukan, dari mana harus
dengan birokrasi. Besarnya biaya dimulai agar pemberantasan tindak
tambahan itu bisa mencapai 12 % pidana korupsi dapat berhasil
dari biaya produksi untuk daerah – sebagaimana diharapkan.
daerah di luar Jawa dan 7,9 % Korupsi dan pemberantasannya
untuk pulau Jawa.3 di Indonesia memang rumit,
Menggambarkan meluasnya masalahnya tidak hanya di pemerintah
praktek korupsi ini, terkait penilaian pusat, tetapi juga mengarah ke daerah –
Transparancy International Indonesia daerah. Agenda reformasi salah
(TII) melalui berbagai survey satunya adalah memberantas Korupsi,
independen menempatkan Indonesia Kolusi dan Nepotisme (KKN) namun
sebagai Negara ke – 6 (enam) paling masih 5 (lima) tahun berjalan tidak
korup di antara 133 (seratus tiga puluh membuahkan hasil dalam memberantas
tiga) Negara.4 tindak pidana korupsi.
Pemberantasan korupsi Pengamat politik LIPI,
merupakan masalah yang paling sulit mengatakan bahwa korupsi yang
dan komplek. Sudah banyak tulisan, merampas hak orang banyak dan sudah
seminar, symposium dan diskusi berjalan secara sistematik harus
mengenai hal ini, tetapi masalahnya dilawan bersama sebagai gerakan
tetap tidak terpecahkan. Pada waktu jangka panjang. Perjuangan melawan
lalu, setiap kali aparat penegak hukum korupsi tidak mengenal akhir karena
berusaha membongkar suatu kasus mustahil korupsi dilenyapkan untuk
korupsi, kendala utama dan pertama seterusnya.
yang dihadapi adalah justru datang dari Kerjasama antara pihak terkait
aparat pemerintah, yaitu jajaran dalam memberantas tindak pidana
pemerintah pusat maupun jajaran korupsi sangat diperlukan. Kerjasama
pemerintah daerah. Karena itu, itu merupakan suatu kesatuan yang
penyelidikan dan penyelidikan kasus tampak dalam penyelesaian perkara
korupsi banyak tersendat – sendat atau yang saling berhubungan antara satu
malah terhenti sama sekali. Di sini tahap dengan tahap yang lainnya dan
lazim disebut dengan Integritas
3
Harian Kompas, Rublik, Tajuk Criminal Justice System (System
Rencana, tanggal 23 Februari 2008, halaman 4 Peradilan Pidana Terpadu). Jika dilihat
4
Harian Kompas, Rublik Fokus, format Undang – Undang Nomor 8
“Menyalahkan Obor Di Lorong Gelap”, tanggal Tahun 1981 tentang Kitab Undang –
25 Februari 2008, halaman 4

132
Mercatoria Vol. 1 No. 2 Tahun 2008

Undang Hukum Acara Pidana maka dan denda paling sedikit Rp.
akan tampak system terpadu tersebut 200.000.000,- (dua ratus juta
dimana pembentuk Undang – undang rupiah) dan paling banyak Rp.
memformulasikan tahap dan wewenang 1.000.000.000,- (seratus milyar
dimana penyidikan dilakukan oleh rupiah).
kepolisian dan Pejabat Pegawai Negeri Pasal 3 UU Tipikor
Sipil tertentu yang diberi wewenang menyebutkan bahwa :
oleh undang – undang, kemudian tahap Setiap orang yang dengan tujuan
penuntutan oleh kejaksaan dan tahap menguntungkan diri sendiri atau
mengadili perkara oleh Hakim orang lain atau suatu korporasi,
Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi menyalahgunakan kewenangan,
dan Mahkamah Agung serta kesempatan atau sarana yang ada
pelaksanaan putusan yang telah padanya karena jabatan atau
mempunyai kekuatan hukum tetap kedudukan yang dapat merugikan
(inkracht van gewijsde) oleh jaksa dan keuangan Negara atau
Lembaga Pemasyarakatan. perekonomian Negara, di pidana
Jaksa Penuntut Umum dalam dengan pidana penjara seumur
kasus yang telah diputuskan tersebut, hidup atau pidana penjara paling
membuat surat dakwaan alternatif singkat 1 (satu) tahun dan paling
terhadap terdakwa (terpidana). lama 20 (dua puluh) tahun dan
Dakwaan alternatif yang diterapkan denda paling sedikit Rp.
Jaksa Penuntut Umum terhadap 50.000.000,- (lima puluh juta
terdakwa, berdasarkan Pasal 2 ayat (1) rupiah) dan paling banyak Rp.
jo. Pasal 18 Undang – Undang Nomor 1.000.000.000,- (seratus milyar
20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas rupiah).
Undang – Undang Nomor 31 Tahun Pasal 10 huruf a UU Tipikor
1999 Tentang Pemberantasan Tindak menyebutkan bahwa :
Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo. Pasal Di pidana dengan pidana penjara
64 ayat (1) KUHPidana atau Pasal 10 paling singkat 2 (dua) tahun dan
huruf a jo. Pasal 18 UU Tipikor jo. paling lama 7 (tujuh) tahun dan
Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. denda paling sedikit Rp.
Adapun uraian pasal – pasal 100.000.000,- (seratus juta rupiah)
dalam Undang – Undang Nomor 31 dan paling banyak Rp.
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan 350.000.000,- (tiga ratus lima
Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) puluh juta rupiah) pegawai negeri
dapat dijelaskan sebagai berikut : atau orang lain selain pegawai
Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor negeri yang diberi tugas
menyebutkan bahwa : menjalankan suatu jabatan umum
Setiap orang yang secara melawan secara terus menerus atau untuk
hukum melakukan perbuatan sementara waktu, dengan sengaja :
memperkaya diri sendiri atau a. Menggelapkan,
orang lain atau suatu korporasi menghancurkan, merusakkan,
yang dapat merugikan keuangan atau membuat tidak dapat
Negara atau perekonomian Negara, dipakai barang, akta, surat, atau
di pidana dengan pidana penjara daftar yang digunakan untuk
seumur hidup atau pidana penjara meyakinkan atau membuktikan
paling singkat 4 (empat) tahun dan dimuka pejabat yang
paling lama 20 (dua puluh) tahun

133
Mercatoria Vol. 1 No. 2 Tahun 2008

berwenang, yang dikuasai (3) Dalam hal terpidana tidak


karena jabatannya. mempunyai harta benda yang
Pasal 18 UU Tipikor mencukupi untuk membayar uang
menyebutkan bahwa : pengganti sebagaimana dimaksud
(1)Selain pidana tambahan dalam ayat (1) huruf b, maka
sebagaimana dimaksud dalam dipidana dengan pidana penjara
Kitab Undang – Undang yang lamanya tidak melebihi
Hukum Pidana, sebagai Pidana ancaman maksimum dari pidana
tambahan adalah : pokoknya sesuai dengan ketentuan
a. Perampasan barang bergerak dalam Undang – Undang ini dan
yang berwujud atau yang tidak lamanya pidana tersebut sudah
berwujud atau barang tidak ditentukan dalam putusan
bergerak yang digunakan untuk pengadilan.
atau yang diperoleh dari tindak Selanjutnya, pasal 64 ayat (1)
pidana korupsi, termasuk KUHPidana menyebutkan bahwa “Jika
perusahaan milik terpidana antara beberapa perbuatan, meskipun
dimana tindak pidana korupsi masing – masing merupakan kejahatan
dilakukan, begitu pula dari atau pelanggaran, ada hubungannya
barang yang menggantikan sedemikian rupa sehingga harus
barang – barang tersebut. dipandang sebagai satu perbuatan
b. Pembayaran uang pengganti berlanjut, maka hanya diterapkan satu
yang jumlahnya sebanyak – aturan pidana, jika berbeda – beda,
banyaknya sama dengan harta yang diterapkan yang memuat ancaman
benda yang diperoleh dari pidana pokok yang paling berat.”
tindak pidana korupsi. Hakim berdasarkan surat
c. Penutupan seluruh atau dakwaan tersebut melihat adanya
sebagian perusahaan untuk beberapa pasal (dakwaan alternatif)
waktu paling lama 1 (satu) yang didakwakan terhadap terdakwa.
tahun. Berdasarkan bentuk dan sifat dakwaan
d. Pencabutan seluruh atau tersebut pula hakim berwenang
sebagian hak – hak tertentu atau memilih dan memutuskan pasal mana
penghapusan seluruh atau yang menurutnya berkenaan dengan
sebagian keuntungan tertentu, tindak pidana yang dilakukan
yang telah atau dapat diberikan terdakwa. Dalam putusan, diketahui
oleh pemerintah kepada bahwa hakim memutuskan terdakwa
terpidana. bersalah melanggar Pasal 3 Undang –
(2)Jika terpidana tidak membayar Undang Nomor 31 Tahun 1999
uang pengganti sebagaimana Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
dimaksud dalam ayat (1) huruf Korupsi.
b paling lama dalam waktu 1 Dengan demikian, dari isi
(satu) bulan sesudah putusan putusan tersebut terkesan bahwa hakim
pengadilan yang telah dengan kekuasaannya dapat saja
memperoleh kekuatan hukum menyalahgunakan dan mengambil
tetap, maka harta bendanya kesempatan untuk meringankan
dapat disita oleh jaksa dan hukuman dan atau membebaskan si
dilelang untuk menutupi uang terdakwa. Namun demikian, hal itu
pengganti tersebut. tidak terlepas juga dari Jaksa Penuntut
Umum dalam merumuskan bentuk –

134
Mercatoria Vol. 1 No. 2 Tahun 2008

bentuk dakwaan yang akan diajukan ke sector birokrasi maupun penegakkan


Pengadilan. Di mana peran Jaksa hukum dewasa ini merupakan sebab
Penuntut Umum dan aparat hukum lainnya yang mengakibatkan
lainnya untuk mencapai tujuan Negara berkurangnya kepercayaan investor
yakni memberantas korupsi dan atau Negara lain terhadap Indonesia.
menjalankan dengan penuh tanggung Disamping itu pemusatan
jawab peraturan perundang – undangan kekuasaan, wewenang dan
yang berlaku, haruslah berupaya agar si tanggungjawab dalam penyelenggaraan
terdakwa dapat diyakinkan bersalah Negara serta partisipasi masyarakat
dan dihukum seberat – beratnya serta yang lemah dalam menjalankan fungsi
haruslah dengan jeli melihat bentuk control merupakan factor penyebab
dakwaan yang akan diajukan ke meningkatnya korupsi di Indonesia.
pengadilan. Factor lain yang sering dianggap
Adapun latar belakang penulis sebagai penyebab merebaknya korupsi
mengadakan penelitian ini karena adalah karena korupsi dianggap sudah
Pengadilan Negeri Medan sejak tahun “membudaya” dan menjadi bagian
2002 s/d 2007 pernah menangani 8 yang tidak dapat dipisahkan dari
(delapan) kasus tindak pidana korupsi, praktek kehidupan masyarakat sehari –
namun hanya 1 (satu) yang diputus hari.1
bebas artinya kasus korupsi tersebut Faktor – faktor penyebab
yang telah diperiksa dan diadili hingga terjadinya tindak pidana korupsi adalah
diputus bebas dan mempunyai penyalahgunaan kepercayaan, amanah,
kekuatan hukum tetap. Sedangkan wewenang atau kedudukan public atau
jumlah perkara tindak pidana korupsi Negara untuk keuntungan pribadi.
pada tahun 2002 s/d 2007 di Dengan adanya penyalahgunaan karena
Pengadilan Tinggi Sumatera Utara korupsi bertentangan dengan norma –
hanya 1 (satu) perkara tindak pidana norma hukum. Jika suatu tindakan
korupsi yang telah diputus bebas dan secara hukum sulit disebut korupsi,
berkekuatan hukum tetap, atas nama tindakan ini pasti bertentangan dengan
terdakwa Drs. Tindir Hasan Harahap standar moral atau rasa keadilan,
dan Marihot Situmorang dalam perkara sehingga berkurangnya kepercayaan
tindak pidana korupsi data fisik atau kewibawaan terhadap pemerintah
kendaraan yang dilelang pada Kanwil Negara untuk pembangunan, rapuhnya
Koperasi, PKM Propinsi Sumatera keamanan dan ketahanan Negara,
Utara sehingga kasus tindak pidana perusakan mental pribadi serta hukum
korupsi tersebut dapat dianalisa sesuai tidak lagi dihormati sedangkan
dengan judul “Kajian Yuridis Terhadap mengenai pertanggungjawaban pidana
Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus harus dilakukan dengan adanya
Pada Pengadilan Negeri Medan).” kesalahan, sebab asas yang dianut
mengenai pertanggungjawaban dalam
II. Faktor-faktor Penyebab hukum pidana adalah tidak di pidana
Terjadinya Tindak Pidana Korupsi jika tidak ada kesalahan.
Salah satu penyebab korupsi
ialah lemahnya integritas moral yang
turut melemahkan disiplin nasional.
Disamping itu lemahnya system juga 1
Komisi Hukum Nasional,
merupakan salah satu penyebab dan Rekomendasi Untuk Reformasi Hukum,” Draft
juga lemahnya mekanisme di berbagai Pembentukan Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi, tanpa tahun, halaman 82.

135
Mercatoria Vol. 1 No. 2 Tahun 2008

III. Pelaksanaan Putusan bebas dan telah menghambat pertumbuhan dan


kendala dalam penuntutan tindak kelangsungan pembangunan nasional.
pidana korupsi Penyebab terjadinya putusan
Survey independen yang bebas dalam perkara korupsi adalah
dilakukan lembaga Transparancy adanya perbedaan persepsi antara Jaksa
International Indonesia (TII), dan Hakim baik mengenai penerapan
menyatakan bahwa : hukum maupun penilaian terhadap
Indonesia sebagai Negara paling fakta yang terungkap dalam
korup ke – 6 (enam) dari 133 persidangan, adanya kekeliruan atau
negara. Artinya pengamatan di kurang cermatnya penuntut umum
lapangan sedikit sekali perkara dalam menerapkan pasal yang
korupsi yang diajukan ke depan didakwakan termasuk adanya
persidangan bila dibandingkan pembahasan yuridis di dalam surat
dengan jumlah laporan pengaduan tuntutan yang diajukan oleh penuntut
masyarakat akan kasus – kasus umum kurang optimal sehingga
yang diekpos oleh media massa, menimbulkan celah bagi hakim untuk
serta dari jumlah kasus yang menyatakan bahwa penuntut umum
diproses atau dituntut di tidak dapat membuktikan dakwaannya
Pengadilan tidak banyak yang sedangkan kendala yang dihadapi
berhasil dijatuhi pidana penjara dalam penuntutan perkara tindak
dan dieksekusi. Bahkan yang telah pidana korupsi selain sulit
divonis pidana penjara pun tidak pembuktiannya, juga tidak terlepas dari
dapat dieksekusi baik karena karakteristik tindak pidana korupsi,
alasan sakit atau kabur ke luar baik kendala yuridis dan non yuridis,
negeri, atau karena alasan masih missal : adanya intervensi dari oknum –
menempuh upaya hukum banding, oknum tertentu atau aparat pejabat
kasasi atau peninjauan kembali pemerintah / Negara yang ingin
untuk mengulur – ulur waktu membebaskan terdakwa dari tanggung
eksekusi dengan harapan suatu / jawab, baik dengan cara menggunakan
saat kelamaan perkaranya hilang kekuasaan atau kewenangan jabatan
ditelan massa dan pada saat itu atau imbalan uang atau dengan
terdakwa tidak dalam status kekeluargaan.
tahanan Rutan.5
Menurut data tersebut, maka IV. Upaya Penuntut Umum untuk
dapat dilihat pada tahun 2002 sampai mengantisipasi dan menanggulangi
sekarang banyak kasus khususnya putusan bebas dalam perkara
mengenai putusan bebas dalam perkara korupsi pada perkara korupsi.
korupsi tersebut sebanyak 34,88 % Jaksa sebagai lembaga penuntut dalam
(tiga puluh empat koma delapan puluh suatu tindak pidana korupsi berwenang
delapan persen) hal ini sangatlah untuk membuat surat dakwaan.
memprihatinkan. Sedangkan pihak lain Ketentuan dalam Pasal 140 ayat (1)
masyarakat, mengharapkan agar para KUHAPidana menyebutkan bahwa
pelaku korupsi (koruptor) dijatuhi dalam hal penuntut umum berpendapat
pidana penjara berat, karena korupsi bahwa dari hasil penyidikan dapat
dilakukan penuntutan, ia dalam waktu
secepatnya membuat surat dakwaan.
5
Harian Kompas, Perangi Korupsi Dakwaan merupakan dasar dalam
Butuh Sistem Integritas Nasional, tanggal 1 Hukum Acara Pidana serta berdasarkan
Maret 2008, halaman 6

136
Mercatoria Vol. 1 No. 2 Tahun 2008

dakwaan ini pemeriksaan dilakukan. Pengusaha Kecil dan Menegah Propinsi


Surat dakwaan dibuat oleh penuntut Sumatera Utara. Di wilayah hukum
umum berdasarkan Berita Acara Pengadilan Negeri Kelas I – A Medan,
Pemeriksaan (BAP) pendahuluan berdasarkan putusan Pengadilan Negeri
penyidik. Hakim pada prinsipnya tidak Medan tanggal 28 Januari 2003 Nomor
dapat menjatuhkan hukuman kepada : 1997/Pid.B/2003/PN-MDN. Di mana
terdakwa apabila perbuatan tersebut dalam putusan tersebut si Terdakwa
tidak didakwakan oleh penuntut umum selaku Ketua Panita Lelang dan selaku
dalam surat dakwaannya sebagaimana Sekretaris Panita Lelang, kedua selaku
ketentuan Putusan Mahkamah Agung pejabat pada Kanwil Koperasi,
RI No. 321 K/Pid/1983 tanggal 26 Mei Pengusaha Kecil dan Menengah
1984.6 Propinsi Sumatera Utara, dalam tahun
Dalam hal Jaksa sebagai 2002 memanipulasi kondisi fisik dan
Penuntut Umum menerima berkas taksiran harga terhadap 8 (delapan) unit
perkara penyidikan dari penyidik (Pasal roda 4 (empat) dan 2 (dua) unit
8 ayat (3) huruf a KUHAPidana) dan kendaraan roda 2 (dua) yang
berpendapat bahwa hasil penyidikan merupakan asset Kanwil Koperasi,
dianggap belum lengkap dan sempurna Pengusaha Kecil dan Menengah
maka penuntut umum harus segera Propinsi Sumatera Utara, kemudian
mengembalikannya kepada penyidik terhadap Dakwaan subsider, unsur
dengan disertai petunjuk – petunjuk menyalahgunakan kewenangan,
seperlunya, dan dalam hal penyidik kesempatan atau sarana yang ada
harus segera melakukan penyidikan padanya karena kedudukan atau jabatan
tambahan sesuai dengan petunjuk yang tidak terbukti dengan alasan apabila
diberikan penuntut umum (Pasal 10 dihubungkan dengan ketentuan pada
ayat (3) KUHAPidana dan apabila Surat Keputusan Menteri Keuangan
penuntut umum dalam waktu 14 Nomor : 470/KMK.01/1994, maka
(empat belas hari) tidak Majelis berpendapat bahwa dengan
mengembalikan hasil penyidikan tidak adanya keharusan keterangan ahli
tersebut maka penyidikan dianggap atau taksiran harga atas persetujuan
selesai hal ini sesuai Pasal 10 ayat (4) penghapusan milik Negara, maka
KUHAPidana dan hal ini berarti pula tergantung kebijakan (doelmatigeheid)
tidak boleh dilakukan prapenuntutan dari Menteri yang bersangkutan, dalam
lagi. hal ini Menteri Koperasi, Pengusaha
Berkaitan dengan upaya Jaksa Kecil dan Menengah RI sebagai
Penuntut Umum sebagai aparat kebijakan pada Departemen Koperasi,
pemerintah yang bertugas menegakkan Pengusaha Kecil dan Menengah yang
hukum dan sebagai pembuat surat ternyata telah menyetujui penghapusan
dakwaan khususnya dalam kasus tindak kendaraan dinas milik Negara yang
pidana korupsi, ada baiknya hal berada di bawah tanggungjawabnya.
tersebut di lihat dalam satu kasus Jaksa Penuntut Umum dalam
tindak pidana korupsi. Penelitian ini kasus yang telah diputuskan tersebut,
dilakukan terhadap suatu putusan bebas membuat surat dakwaan alternatif
tentang tindak pidana korupsi yang terhadap terdakwa (terpidana).
terjadi pada Kanwil Koperasi, Dakwaan alternatif yang diterapkan
Jaksa Penuntut Umum terhadap
6
Majalah Varia Peradilan No.6 ; terdakwa, berdasarkan Pasal 2 ayat (1)
Penerbit Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), jo. Pasal 18 Undang – Undang Nomor
Maret 1986, halaman 117.

137
Mercatoria Vol. 1 No. 2 Tahun 2008

20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas dalam hukum pidana adalah tidak
Undang – Undang Nomor 31 Tahun di pidana jika tidak ada kesalahan.
1999 Tentang Pemberantasan Tindak 2. Penyebab terjadinya putusan bebas
Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo. Pasal dalam perkara korupsi adalah
64 ayat (1) KUHPidana atau Pasal 10 adanya perbedaan persepsi antara
huruf a jo. Pasal 18 UU Tipikor jo. Jaksa dan Hakim baik mengenai
Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. penerapan hukum maupun
Upaya penuntut umum untuk penilaian terhadap fakta yang
mengantisipasi dan menanggulangi terungkap dalam persidangan,
putusan bebas dalam perkara korupsi adanya kekeliruan atau kurang
adalah melakukan penelitian cermatnya penuntut umum dalam
kelengkapan berkas perkara secara menerapkan pasal yang
cermat, dalam persidangan penuntut didakwakan termasuk adanya
umum harus proaktif mengungkap pembahasan yuridis di dalam surat
fakta – fakta perbuatan yang dilakukan tuntutan yang diajukan oleh
oleh terdakwa khususnya yang bersifat penuntut umum kurang optimal
melawan hukum serta harus dapat sehingga menimbulkan celah bagi
menyusun surat tuntutan yang hakim untuk menyatakan bahwa
mengandung pembahasan yuridis penuntut umum tidak dapat
secara optimal dan melakukan membuktikan dakwaannya
pembuktian dalam pemeriksaan di sedangkan kendala yang dihadapi
persidangan. dalam penuntutan perkara tindak
pidana korupsi selain sulit
V Kesimpulan pembuktiannya, juga tidak terlepas
1. Faktor – faktor penyebab terjadinya dari karakteristik tindak pidana
tindak pidana korupsi adalah korupsi, baik kendala yuridis dan
penyalahgunaan kepercayaan, non yuridis, missal : adanya
amanah, wewenang atau kedudukan intervensi dari oknum – oknum
public atau Negara untuk tertentu atau aparat pejabat
keuntungan pribadi. Dengan adanya pemerintah / Negara yang ingin
penyalahgunaan karena korupsi membebaskan terdakwa dari
bertentangan dengan norma – tanggung jawab, baik dengan cara
norma hukum. Jika suatu tindakan menggunakan kekuasaan atau
secara hukum sulit disebut korupsi, kewenangan jabatan atau imbalan
tindakan ini pasti bertentangan uang atau dengan kekeluargaan.
dengan standar moral atau rasa 3. Upaya penuntut umum untuk
keadilan, sehingga berkurangnya mengantisipasi dan menanggulangi
kepercayaan atau kewibawaan putusan bebas dalam perkara
terhadap pemerintah Negara untuk korupsi adalah melakukan
pembangunan, rapuhnya keamanan penelitian kelengkapan berkas
dan ketahanan Negara, perusakan perkara secara cermat, dalam
mental pribadi serta hukum tidak persidangan penuntut umum harus
lagi dihormati sedangkan mengenai proaktif mengungkap fakta – fakta
pertanggungjawaban pidana harus perbuatan yang dilakukan oleh
dilakukan dengan adanya terdakwa khususnya yang bersifat
kesalahan, sebab asas yang dianut melawan hukum serta harus dapat
mengenai pertanggungjawaban menyusun surat tuntutan yang
mengandung pembahasan yuridis

138
Mercatoria Vol. 1 No. 2 Tahun 2008

secara optimal dan melakukan Lamintang, PAF, Dasar – Dasar


pembuktian dalam pemeriksaan di Hukum Pidana Indonesia, PT.
persidangan. Citra Aditya Bhakti, Bandung,
1997
DAFTAR PUSTAKA Lopa, Baharuddin, Korupsi, Sebab –
sebabnya
Ali, Achmad, Keterpurukan Hukum di dan Penanggulangannya,
Indonesia / Penyebab dan Prisma 3, 1986, Ensiklopedia
Solusinya, Ghalia Indonesia, Indonesia, Jilid 4, Icthiar Baru
cetakan pertama van Hoeve dan Elsevier
Barda Nawawi, Arief, Beberapa Aspek Publising Project, Jakarta, 1983
Kebijakan Penegakkan dan -------------, Korupsi, Sebab – sebabnya
Pengembangan Hukum dan Penanggulangannya,
Pidana, PT. Citra Aditya Prisma 3, 1986
Bhakti, Bandung, 1998 Mariyani, Ninik, Suatu Tinjauan
-------------, Kapita Selekta Hukum Tentang Usaha
Pidana, Penerbit Alumni, Pemberantasan Tindak Pidana
Bandung, 2005 Korupsi, Dalam Bunga
Hadjar, Abdul Fickar, Pengadilan Rampai Hukum Pidana dan
Asongan, Realitas Sosial Acara Hukum Pidana, Jakarta,
Dalam Perspektif Hukum, CV. Ghalia Indonesia
Mitra Karya, Jakarta, 2001 Marpaung Laden, Proses Penanganan
Hamzah, Andi, Korupsi di Indonesia Perkara Pidana Bagian
Masalah dan Pemecahannya, Pertama Penyelidikan dan
PT. Gramedia, Jakarta, 1984. Penyidikan, Sinar Grafika,
-------------, Asas – asas Hukum Jakarta, 1995
Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, Mulyadi, Lilik, Tindak Pidana
1991 Korupsi (Tinjauan Khusus
Hartanti, Evi, Tindak Pidana Korupsi, Terhadap Proses Penyidikan,
Sinar Grafika, Jakarta, 2005 Penuntutan, Peradilan Serta
Harahap, M. Yahya, Pembahasan Upaya Hukumnya Menurut
Permasalahan dan Penerapan Undang – undang Nomor 31
KUHAP, Jilid I dan II, Penerbit Tahun 1999), PT. Citra Aditya
Pustaka Kartini, Jakarta, 1985 Bhakti, Bandung, 2000
Huntington, P. Samuel, Modernisasi Saleh, Wantjik K, Tindak Pidana
dan Korupsi, Karangan dalam Korupsi dan Suap, Ghalia
buku Mochtar Lubis dan James, Indonesia, Jakarta, tanpa tahun
C. Scott, Bunga Rampai Soetomo, B, Peranan Pengawasan
Karangan – karangan Dalam Penanggulangan
Mengenai Pegawai Negeri, Tindak Pidana Korupsi,
Baratha Karya Aksara, Jakarta, Aksara Persada Indonesia, April
1977 1990
Kartono, Peradilan Bebas, Pradnya Syamsudin, Amir dkk, Putusan
Paramita, Jakarta, 1992 Perkara Akbar Tanjung,
Kristiana, Yudi, Independensi Analisis Yuridis Para Ahli
Kejaksaan Dalam Penyidikan Hukum, Pustaka Sinar Harapan,
Korupsi, PT. Citra Aditya Jakarta, 2004
Bhakti, Bandung, 2006

139
Mercatoria Vol. 1 No. 2 Tahun 2008

Tirtaamidjaja, MH, Pokok – Pokok Undang – Undang Nomor 31 Tahun


Hukum Pidana, Fasco, Jakarta, 1999 Tentang Pemberantasan
1955 Tindak Pidana Korupsi
Poerwadarminta, WJS, Kamus Umum Pembukuan Undang – undang Nomor
Bahasa Indonesia, PN Balai 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pustaka, 1976 Pemberantasan Tindak Pidana
Prodjohamidjojo, Martiman, Korupsi, 2003, Persindo,
Penerapan Pembuktian Yogyakarta
Terbalik Dalam Delik Korupsi Yurisprodensi Indonesia, 1985,
(UU No. 31 Tahun 1999), penerbit Mahkamah Agung
Mandar Maju, Bandung, 2001 Yurisprodensi Indonesia, 1986,
Prinst, Darwan, Pemberantasan penerbit Mahkamah Agung
Tindak Pidana Korupsi, PT.
Citra Aditya Bhakti, Bandung, Majalah / Buletin / Makalah
2002 Majalah Varia Peradilan No. 6 ;
Penerbit Ikatan Hakim
Peraturan Perundang – Undangan. Indonesia (IKAHI), Maret 1986
Kitab Undang – undang Hukum Pidana Komisi Hukum Nasional,
Kitab Undang – undang Hukum Acara “Rekomendasi Untuk Reformasi
Pidana Hukum, Draft Pembentukan
Kitab Undang – undang Hukum Pengadilan Tindak Pidana
Perdata Korupsi,” tanpa tahun
Undang – Undang No. 20 tahun 2001
Tentang Perubahan atas Internet
Undang – undang Nomor 31 http://dharana-
Tahun 1999 Tentang lastarya.org/php_pengertian_Korupsi_
Pemberantasan Tindak Pidana Kejaksaan.id, tanggal 20 Maret 20
Korupsi

140

Anda mungkin juga menyukai