Anda di halaman 1dari 20

’’Mengembangnya budaya korupsi di masyarakat melalui

sapaan yang lekat’’


Paguh bredi tarigan
Email : paguhtarigan85@gmail. com
Universitas prima indonesia
Jl. Sampul No.4, Sei Putih Bar., Kec. Medan Petisah,
Kota Medan, Sumatera Utara
Abstrak

Budaya ini sudah ada sejak kita masih bayi dan seiring bertambahnya usia, budaya ini selalu
ada dan tidak bisa dihentikan. Di kalangan elite politik, pejabat kota, pemerintah daerah, hingga
mesin dan penegak hukum yang berlandaskan selera dan kekeluargaan. Masalah utamanya
selalu sama, keinginan untuk segera melakukan pengurusan administrasi untuk melewati jalur
korupsi, tentunya hal ini meningkatkan kepuasan mereka, bukan untuk mengejar prestasi,
melainkan untuk bekerjasama. Korupsi merupakan masalah yang menarik perhatian dan selalu
menjadi sorotan di masyarakat, karena tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang
tergolong kejahatan luar biasa, yang tidak hanya dapat merusak perekonomian negara, tetapi
juga melanggar hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat. orang orang

Kata Kunci : Korupsi; Kerugian Negara; Komisi Pemberantasan Korupsi, Tindak Pidana.
Abstract

This culture had long flourished even when we were a baby, and when we become parents,
this culture will always be there, and could not stop. Among the political elite, city officials,
local officials, even down to the officials and law enforcement that is based not good and
kinship. Staple the problem is always the same, I wanted to quickly make the maintenance of
the administration so that the path of corruption in hitchhiking, of course, this makes the
instinctual satisfaction they continue to be improved, not the pursuit of achievement but the
pursuit of collision. Corruption is a problem that getsattention and is always in Soroti by the
public because corruption is a crime that is categorized as an extraordinary crime that can
not only be detrimental to the national economy but also a violation on social rights and
economic rights of the community.

Keywords: : Corruption; State Loss; KPK; Crime

1
Jurnal de Jure 14 (2) : 1-20

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dahulu kala, budaya sapaan ini tidak lebih dari tradisi perayaan atau hari raya umat
beragama.Kegiatan ini ternyata menjadi momen yang ditunggu-tunggu oleh semua orang. Selain
prosesi dan permintaan maaf Sunkeman, acara yang paling ditunggu-tunggu adalah pembagian
amplop. Tradisi ini selalu dilakukan oleh masyarakat Indonesia hingga saat ini, namun seiring
berjalannya waktu budaya ini menjadi sistem yang salah bagi masyarakat Indonesia.
Budaya sapaan tempel merupakan sistem yang sudah umum di kalangan masyarakat
Indonesia. Budaya ini digunakan, dengan berbagai alasan, sebagai praktik memperlancar segala
urusan, biasanya melalui RT, Kerlahan, bahkan pengaturan administrasi tingkat pemerintahan.
Budaya stik selamat datang menjadi dasar bagi orang yang menerima tip, biasanya dalam bentuk
amplop berisi uang, hingga bagasi yang diperiksa.
Manusia dalam hidupnya dikelilingi oleh berbagai bahaya yang mengancam
kepentingannya, sehingga seringkali kepentingan dan cita-citanya tidak terwujud. Hukum tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Oleh karena itu, ketika kita berbicara tentang hukum,
kita tidak dapat memisahkannya dari kehidupan manusia. Setiap orang memiliki saham, dan
saham adalah klaim individu atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Semua manusia
adalah pendukung atau pemangku kepentingan. Manusia ingin kepentingannya terlindungi dari
bahaya yang mengancamnya. Dengan bekerja sama dengan orang lain, aspirasi mereka dapat
lebih mudah diwujudkan dan kepentingan mereka terlindungi.
Korupsi, kolusi, dan nepotisme merupakan salah satu penyakit masyarakat, demikian
pula jenis kejahatan lainnya seperti pencurian. Masalahnya adalah peningkatan korupsi yang
menyertai kekayaan dan kemajuan teknologi. 2 Korupsi sangat erat kaitannya dengan pejabat
pemerintah, instansi pemerintah, dan pejabat pemerintah yang terlibat dalam keuangan negara
dan/atau kerugian negara. Dalam hal ini, penyalahgunaan hak tidak hanya terjadi dalam hukum
perdata, tetapi juga dalam bidang hukum publik. dalam menjalankan kekuasaannya

1
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar (Yogyakarta: CV. Maha Karya
Pustaka, 2019),hlm. 3.
2
Andi Hamzah, Perbandingan Pemberantasan Korupsi Di Berbagai Negara (Jakarta: Sinar
Grafika, 2005), hlm. 1.
2
ISSN (Print): 2085-8477; ISSN (Online): 2655-4348

pemerintah mungkin melakukan tindakan yang bertentangan dengan tujuan untuk mana
kekuasaan itu diberikan.3
Korupsi bukan masalah baru di Indonesia, karena telah ada sejak era 1950an. Bahkan
berbagai kalangan menilai suatu sistem dan menyatu dengan penyelenggaraan menemui
kegagalan.4 Korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik dan meluas, tidak hanya merugikan
keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas,
sehingga korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime), Oleh karena itu,
pemberantasan korupsi perlu dilakukan dengan cara-cara yang luar biasa (extra ordinary
measures). 5 Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa korupsi merupakan White Collar Crime, dengan
perbuatan yang selalu mengalami dinamisasi modus operandinya dari segala sisi, sehingga
dikatakan sebagai invinsible crime memerlukan pendekatan sistem terhadap upaya
pemberantasannya. 6
Salah satu unsur dalam tindak pidana korupsi ialah adanya kerugian keuangan negara.
kebiasaan menyalahgunakan wewenang menjadi predisposisi munculnya perilaku korupsi.7
Harapan dapat memberantas korupsi secara hukum adalah mengandalkan diperlakukanya secara
konsisten Undang-undang tentang pemberantasan korupsi disamping ketentuan terkait yang
bersifat preventif. Fokus pemberantasan korupsi juga harus menempatkan kerugian negara
sebagai suatu bentuk pelanggaran hak-hak sosial dan ekonomi secara luas. Terhadap kerugian
keuangan negara ini, UU korupsi baik yang lama yaitu UU Nomor 3 Tahun 1971 maupun yang
baru yaitu UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU Nomor 20 Tahun 2001, menetapkan kebijakan
bahwa kerugian keuangan negara itu harus dikembalikan atau diganti oleh pelaku korupsi (asset
recovery). Dengan demikian, penanganan kasus korupsi ke depan tidak lagi terfokus pada
kerugian negara dan penjatuhan hukuman fisik terhadap pelaku, tetapi pada pengembalian aset
negara. Kelemahan praktik perampasan dan penyitaan aset serta sumber daya manusia (SDM)
yang banyak diabaikan oleh para koruptor.

3
Donald Albert Rumokoy and Frans Maramis, Pengantar Ilmu Hukum (Depok: Raja Grafindo Persada, 2019), hlm. 136.
4
Chaerudin DKK, Strategi Pencegahan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi (Bandung: PT Refika Aditama,
2008), hlm. 1.
5
Abdul Muis BJ, Pemberantasan Korupsi (Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2020), hlm. 1.
6
Mien Rukmini, Aspek Hukum Pidana Dan Kriminologi (Sebuah Bunga Rampai) (Bandung: Alumni, 2014), hlm. 111-112.
7
Nandha Risky Putra and Rosa Linda, “Impact Of Social Change On Society From The Crime Of Corruption,” Integritas :
Jurnal Antikorupsi 8, no. 1 (June 25, 2022): hlm. 19, https://doi.org/10.32697/integritas.v8i1.898.
8
BJ, Pemberantasan Korupsi, hlm. 9.

3
Jurnal de Jure 14 (2) : 1-20
Negara tetap menjadi salah satu masalah terbesar negara. Berkenaan dengan bukti yudisial,
seringkali sulit untuk membuktikan unsur penuntutan. Selain itu, pengadilan sering bermasalah
karena berbagai masalah prosedural, seperti bukti yang tidak lengkap atau terdakwa sakit atau
meninggal.

Sebagai generasi baru, atau sebagai generasi yang mengambil alih roda birokrasi ini,
pertanyaannya adalah apakah membiarkannya pergi atau melanjutkan. Parodox tampaknya
menimbulkan dilema dalam memutuskan sikap mana yang harus diambil. Dalam merumuskan
strategi ini, kekuatan tertinggi segelintir orang (oligarki) telah mengambil inisiatif kunci, sampai
pada titik di mana organisasi yang seharusnya heroik melemahkan organisasi yang sekarang
menjadi korban. KPK adalah lembaga yang unik dengan fungsi penindakan, pencegahan dan
pendidikan pada waktu yang sama. Korupsi (KPK).

KPK populer ketika didirikan, dan tidak ada yang berani melakukan korupsi. Para oligarki
akhirnya menciptakan sebuah gerakan di mana institusi tersebut berangsur-angsur memudar dan
tidak lagi diidentikkan dengannya. Para oligarki mengembangkan strategi untuk membuat agensi
ini bergerak lebih lambat dan berkompromi. Dan tentunya strategi ini menjadi masalah baru,
perdebatan yang tidak akan pernah bisa ditutup, dan kontroversi yang membuat perdebatan
tersebut menjadi perhatian publik.

Hal ini membuat publik bertanya-tanya mengapa agensi yang bertindak sebagai tameng
melemah, apakah ini akhir dari cerita agensi, atau aktif tetapi tidak lagi dipercaya? Dan akhirnya,
satu pertanyaan telah terjawab. Lembaga tersebut masih berdiri dengan percaya diri, namun
hanya dalam kondisi yang sangat buruk. Seperti dalam catur, ini adalah kesempatan untuk
menyerahkan beberapa bidak dan bahkan mengorbankan menteri untuk mendapatkan
keuntungan. Ini adalah contoh bagaimana institusi ini rela mengorbankan integritasnya sendiri
demi popularitas.

9
Taryanto Taryanto and Eko Prasojo, “Analisis Manajemen Kinerja KPK dalam
Optimalisasi Pemulihan Kerugian Negara,” Integritas : Jurnal Antikorupsi 8, no. 1 (June
25, 2022): hlm. 29, https://doi.org/10.32697/integritas.v8i1.867.

4
ISSN (Print): 2085-8477; ISSN (Online): 2655-4348

Berdasarkan latar belakang di atas, dengan ini kami membuat karya tulis ilmiah ini dengan judul
“Mengembangkan Budaya Korupsi di Masyarakat Melalui Kebiasaan Sapaan Lengket”.

B. Rumusan masalah
Ungkapan yang penulis bahas dalam makalah akademik ini adalah:
A. Seberapa efektifkah sanksi terhadap pelaku korupsi menurut UU No 20 Tahun 2001
B. Faktor apa saja yang mendorong terjadinya korupsi di Indonesia?

C. Metode penelitian
Penelitian ini dilakukan secara sistematis dengan menggunakan penelitian hukum
preskriptif. Penelitian hukum normatif meliputi penelitian hukum kepustakaan atau
penelitian data sekunder10 (penelitian hukum sosial). Artinya, selain kajian hukum secara
teoritis dan normatif (law of the book), juga meliputi penelitian dan observasi terhadap
proses kerja hukum (law enforcement). Hal ini terkait dengan masalah yang sedang
diselidiki. . Kajian ini difokuskan untuk mengkaji penerapan dan efektifitas sanksi
terhadap tindak pidana korupsi berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20
Tahun 2001. Pendekatan yang digunakan dalam hal ini adalah pendekatan perundang-
undangan dan pendekatan konseptual.

Pendekatan hukum ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi dan


memverifikasi penerapan sanksi yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Penelitian normatif tentunya harus menggunakan
pendekatan hukum. Hal ini disebabkan karena pokok-pokok penyidikannya adalah
norma-norma hukum yang berbeda yang menjadi fokus penyidikan. Pendekatan
konseptual adalah salah satu jenis pendekatan dalam penelitian hukum yang
mengungkapkan perspektif analisis pemecahan masalah dalam penelitian hukum dari
perspektif konsep hukum

10
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada,2011), hlm. 13.
11
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Edisi Revisi), (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2013), hlm. 31.

5
Jurnal de Jure 14 (2) : 1-20

di latar belakang atau bahkan dapat dilihat dari nilai-nilai yang terkandung dalam normalisasi
aturan dalam kaitannya dengan konsep yang digunakan.

E. Tinjauan Pustaka

Korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corrupt. Sedangkan dalam bahasa asing lainnya,
termasuk bahasa Inggris disebut corrupto atau corrupto, dalam bahasa Perancis disebut
corruptio, dan dalam bahasa Belanda disebut corruptio. Tampaknya kata korupsi masuk ke
dalam bahasa Indonesia dari bahasa Belanda.13 Kamus Besar Bahasa Indonesia
mengatakan bahwa korupsi adalah penyelewengan atau penyelewengan uang pemerintah
(perusahaan, organisasi, yayasan, dan lain-lain) untuk keuntungan atau kepentingan
pribadi. 14 Korupsi berasal dari kata busuk orang jahat, yang artinya jahat; rusak; busuk
suka menggunakan barang yang dipercayakan kepadanya (uang); dapat menyuap
(menggunakan kekuasaan mereka untuk keuntungan pribadi).

Berdasarkan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi No. 20 Tahun


2001, terdapat klasifikasi tindak pidana korupsi yang meliputi:

1) Merusak perekonomian nasional;

2) penyuapan;

3) penggelapan jabatan;

4) Pemerasan;

5) penipuan;

6) Konflik kepentingan dalam pengadaan;

7) Kepuasan.

Tidak terbatas pada aparatur negara, tetapi korupsi juga dapat mempengaruhi sektor
swasta, karena dengan mengelola negara, pemerintah dapat melibatkan berbagai pihak
untuk mendukung berbagai fungsi negara, seperti pembangunan infrastruktur, pengadaan
barang dan jasa, perubahan. aplikasi dan lainnya. . Mengingat kebutuhan administrasi
publik yang sangat besar, tentu saja anggarannya juga besar. Hal ini menyebabkan para
pihak berebut kesempatan untuk mengeksekusi. Ini mengarah pada kecurangan untuk
mencapai tujuan tertentu.

12
Saiful Anam, “Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach) Dalam Penelitian Hukum,” Siafulanam & Partners:
Advocates & Legal Consultants, 2017.
13
Andi Hamzah, Korupsi Di Indonesia: Masalah Dan Pemecahannya (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1991), hlm. 7.
14
“Hasil Pencarian - KBBI Daring", <https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/korupsi.> diakses terakhir 30 Oktober 2022
15
“Hasil Pencarian - KBBI Daring,” <https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/korup.> diakses terakhir 30 Oktober 2022

6
ISSN (Print): 2085-8477; ISSN (Online): 2655-4348

Penyalahgunaan hak tidak hanya ada dalam hukum perdata tetapi juga dalam hukum publik.
Pemerintah, dalam menjalankan kekuasaannya, juga dapat bertentangan dengan tujuan dan
aturan tidak tertulis yang untuknya mereka diberikan kekuasaan.

Salam tempel adalah salah satu tindakan penipuan yang digunakan untuk mencapai tujuan ini.
Salam itu sendiri melibatkan menempatkan uang (atau amplop berisi uang) di tangan orang yang
Anda sapa. 17 Salam merupakan hal yang umum di Indonesia dan sering digunakan sebagai kata
untuk memberikan uang pada saat-saat tertentu seperti lebaran.

Namun sapaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sapaan yang digunakan secara
curang untuk mencapai tujuan tertentu dalam urusan negara. Salam seringkali merupakan
"upacara" yang berjalan seiring dengan suap dan hadiah. Suap didefinisikan dalam KBBI sebagai
suap. 18 Suap berasal dari kata briberrie (Prancis), artinya pengemis atau gelandangan. Dalam
bahasa latin disebut briba yang berarti sepotong roti yang diberikan kepada seorang pengemis
(sepotong roti yang diberikan kepada seorang pengemis).

Suap secara lebih luas didefinisikan sebagai setiap hadiah yang diterima atau diberikan dengan
maksud untuk memberikan pengaruh yang tidak patut (hadiah atau hadiah yang diterima atau
diberikan dengan maksud untuk mempengaruhi), berarti memberi, memeras, atau memeras
(extortion) sehubungan dengan Jika kata suap diartikan sebagai aib dan sangat merendahkan
harkat dan martabat manusia, khususnya penerima suap, maka seharusnya mereka yang terlibat
suap merasa Dalam diagram pohon curang, kepuasan adalah salah satu perilaku cabang curang.
Secara lebih khusus, ini adalah sektor yang termasuk dalam kategori praktik korupsi dan dapat
melibatkan aktor dalam kegiatan kriminal korupsi20. Dalam hal ini, sapaan bisa menjadi
petunjuk.

16
L. J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Terjemahan Oetarid Sadino (Jakarta: Balai Pustaka, 2019), hlm. 55.
17
“Hasil Pencarian - KBBI Daring,” <https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/salam%20tempel.> diakses terakhir 30Oktober 2022
18
“Hasil Pencarian - KBBI Daring,” < https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/suap.> diakses terakhir 30 Oktober 2022
19
“Hakikat Suap Dan Korupsi | ICW,” <https://antikorupsi.org/id/article/hakikat-suap-dan-korupsi.> diakses terakhir 30
Oktober 2022
20
Irvan Sebastian Iskandar and Teguh Kurniawan, “Gratifikasi Di Badan Usaha Milik Negara Berdasarkan Motif
Kecurangan: Sebuah Tinjauan Literatur,” JIIP: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan 5, no. 2 (2020): hlm. 82.

7
Jurnal de Jure 14 (2) : 1-20
Suap jika tidak ada tujuan tertentu, tetapi bisa menjadi suap jika ada tujuan tertentu yang ingin
dicapai.
Suap diatur dalam Pasal 5, 6, dan 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang pada pokoknya menyatakan:
a) Suap penyelenggaraan negara; Unsur-unsurnya meliputi:

Pasal 5.1.a
A. Memberi atau menjanjikan sesuatu.
 B. Pegawai Negeri Sipil atau Penyelenggara Negara. dengan maksud agar pejabat atau
pegawai negeri yang memegang jabatan itu melakukan atau lalai melakukan sesuatu
yang bertentangan dengan tugasnya;
 Bagian 5(1)(b).
 oleh atau sehubungan dengan pelanggaran kewajibannya, baik dilakukan dalam
kapasitasnya maupun tidak;
Pasal 5 ayat 2
 Pegawai negeri atau penyelenggara negara.
 Penerimaan Hadiah atau Janji.
 Niat untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan tugas
Anda dalam kapasitas Anda.

b) Penyuapan hakim dan pengacara. Unsur-unsurnya meliputi:

Pasal 6 ayat 1a
 Memberi atau menjanjikan sesuatu.
 hakim;
 Untuk tujuan mempengaruhi keputusan dalam kasus yang dihadapi.

Pasal 6 ayat 1b
 Seseorang yang ditunjuk oleh hukum untuk menghadiri tuntutan hukum sebagai
pengacara pembela
 C. untuk tujuan mempengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan sehubungan dengan
suatu perkara yang diajukan ke pengadilan;

8
ISSN (Print): 2085-8477; ISSN (Online): 2655-4348

Pasal 6 ayat 2

A. Penerimaan hadiah sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 6ayat 1.

c) Manajer pemerintah menerima hadiah atau janji yang berkaitan dengan jabatannya.
Ini termasuk: Huruf a dan b pada Pasal 5 dan 12 sama dengan huruf c dan d pada Pasal 6 dan 12.
 Manajemen Pejabat Atau Pemerintah
 Menerima hadiah dan janji
 meskipun diketahui atau masuk akal bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk
kekuasaan atau wewenang yang berkaitan dengan jabatannya, atau bahwa pendapat
pemberi hadiah atau janji itu ada hubungannya dengan jabatan itu sekalipun ada
kecurigaan yang serius

d) penyelenggara negara, hakim dan pengacara yang menerima suap; Ini termasuk:
 MANAJEMEN PEJABAT ATAU PEMERINTAH
 Menerima hadiah dan janji
 Sekalipun diketahui atau patut diduga bahwa pemberian atau janji itu dibuat untuk
menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan
tugas dalam kapasitasnya. karena kekuasaan atau wewenang yang berhubungan dengan
jabatannya atau karena sikap pemberi hadiah atau janji yang ada hubungannya dengan
jabatannya

atau

 hakim
 Menerima hadiah dan janji
 Sekalipun diketahui atau patut diduga bahwa pemberian atau janji itu dimaksudkan untuk
mempengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan sehubungan dengan suatu perkara di
pengadilan;
 lagi
 Orang-orang yang ditunjuk oleh hukum untuk ikut serta dalam persidangan sebagai
pembela
 B.Menerima hadiah dan janji

9
Jurnal de Jure 14 (2) : 1-20
c. Sekalipun diketahui atau patut diduga bahwa maksud pemberian atau janji itu adalah untuk
mempengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan, hal itu berkaitan dengan masalah yang
sedang dibicarakan di pengadilan. Ketentuan bonus diatur dalam pasal 12B dan 12C Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2021 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999. Unsur imbalan dalam ketentuan tersebut adalah:
(a) Petugas atau pejabat pemerintah
B. Dianggap suap
C. Terkait dengan jabatannya dan tidak sesuai dengan tugas atau kewajibannya, dengan
ketentuan:
a) Nilainya Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) atau lebih, menandakan bahwa imbalan
tersebut bukan suap kepada penerima imbalan.
b) Nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), menunjukkan bahwa
imbalan tersebut bukan suap yang diberikan oleh kejaksaan.

Berbeda dengan tindak pidana korupsi lainnya yang menyebutkan kerugian masyarakat, suap
dan penyuapan tidak menyebutkan unsur kerugian masyarakat yang disebutkan dalam Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001. Hal ini karena dana dan/atau dana pemerintah tidak boleh
digunakan untuk membayar imbalan dan suap. Kepuasan itu sendiri diartikan sebagai pemberian
dalam arti yang lebih luas yaitu pemberian uang, barang, diskon (diskon), imbalan, pinjaman
tanpa bunga, tiket perjalanan, penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan
pelayanan lainnya. baik di dalam negeri maupun di luar negeri dan dilakukan baik secara
elektronik maupun tanpa sarana elektronik.

Connivance dan suap adalah dua kegiatan yang serupa tetapi tidak sama. Perbedaannya adalah
apakah hadiah itu memiliki tujuan. Gratifikasi tidak memiliki tujuan khusus, tetapi memberi
secara cuma-cuma, sedangkan dalam penyuapan, pemberian memiliki tujuan khusus.
Penghargaan yang diterima harus dilaporkan kepada KPK paling lambat 30 hari setelah
menerima hadiah, sehingga KPK dapat memutuskan apakah hadiah tersebut dapat menjadi milik
penerima atau milik negara.

10
ISSN (Print): 2085-8477; ISSN (Online): 2655-4348

Menyisipkan sapaan pada dasarnya merupakan tindakan yang dapat memiliki arti yang baik.
Di Indonesia, pasta ucapan biasanya digunakan pada hari raya seperti lebaran, natal, tahun baru
imlek dan hari besar lainnya, biasanya dari orang tua ke orang muda, atau dari orang yang
mampu ke orang yang membutuhkan. Namun, terjadinya suap dan tip memberikan sapaan itu
sendiri berkonotasi negatif. Salam ini bertujuan untuk mendapatkan sesuatu, misalnya
memenangkan suatu penawaran. Hal ini juga dilakukan untuk memungkinkan atau mencegah
pejabat melakukan apa pun untuk melindungi diri dari proses hukum, penipuan atau aktivitas
ilegal lainnya.

II. PEMBAHASAN

A. Efektivitas Sanksi terhadap pelaku tindak pidana korupsi berdasarkan Undang-


Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Berbicara tentang sanksi, mereka harus memiliki efek jera agar para penjahat tidak mengulangi
kejahatan yang telah dilakukannya. Tindak pidana korupsi bukanlah peristiwa yang berdiri
sendiri dan bersifat kompleks dan multi-segi. Faktor penyebabnya bisa berasal dari dalam diri
pelaku korupsi, namun bisa juga berasal dari kondisi lingkungan yang memudahkan seseorang
untuk melakukan korupsi.

Menurut Sarlito W. Sarwono, tidak ada jawaban pasti, tetapi ada dua hal yang jelas:
1. Dorongan dari dalam (keinginan, kerinduan, kemauan, dll.
2. Stimulus eksternal (dorongan dari teman, peluang, kurangnya kendali, dll.) Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 mengatur tentang hukum acara yang berlaku bagi penyidik, penuntut
umum, dan pemeriksa dalam pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi (tipicolles). Penyidik
tindak pidana korupsi harus diberi prioritas yang tinggi dalam menjalankan prosesnya
dalam arti proses tersebut harus didahulukan dari perkara-perkara lainnya. Sedangkan hukum
acara yang berlaku dalam penyidikan perkara korupsi adalah:

21
Maidin Gultom, Suatu Analisis Tentang Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia (Jakarta:
PT Refika Aditama,2018), hlm. 5.
22
Gultom, hlm. 5.

11
Jurnal de Jure 14 (2) : 1-20

Sumber : Indonesian Corruption Watch (ICW), 12 September 2021

Dampak korupsi mencapai Rp26,83 triliun pada semester pertama 2021. Angka tersebut
meningkat 47,63% dibandingkan Rp18,17 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Sebanyak 209 kasus
korupsi terungkap oleh aparat penegak hukum (APH) selama periode tersebut, dan total 482 tersangka
diadili. Tren penuntutan APH untuk kasus korupsi semester I 2017-2021 cenderung fluktuatif. Namun,
tingkat kerugian yang dialami negara cenderung meningkat dari tahun ke tahun. ICW mengatakan
penyebabnya adalah pengawasan anggaran pemerintah yang semakin ketat dalam menangani kasus
korupsi. ICW juga mengatakan belum mengungkapkan informasi apapun tentang bagaimana APH
menangani korupsi, terutama dari kepolisian dan kejaksaan. Secara keseluruhan, ICW menyebut kinerja
penanganan kasus korupsi APH yang terdiri dari Polri, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) akan mencapai 19% atau E (Sangat Buruk) pada triwulan I tahun 2021. ) dianggap telah
dievaluasi saja. . Sebab, meski kasus korupsi yang ditangani APH meningkat dalam dua tahun terakhir,
targetnya belum tercapai. Apalagi kerugian negara akibat korupsi semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Polling ini dilakukan pada 1 Januari.30 Juni 2021, menggunakan metodologi tabel data dari berbagai
media dan website resmi penegak hukum. Selain itu, pengolahan data, penilaian APH sesuai
DIPA tahun 2021, data pembanding dan analisis deskriptif juga dilakukan sebagai bagian dari
penelitian ini.

23
Martiman Prodjohamidjojo, Penerapan Pembuktian Terbalik Dalam Delik Korupsi (UU No.
31 Tahun 1999)
(Bandung: Mandar Maju, 2000), hlm. 87.

12
ISSN (Print): 2085-8477; ISSN (Online): 2655-4348

Penegakan hukum yang efektif membutuhkan kekuatan untuk menerjemahkan prinsip-


prinsip hukum tersebut menjadi kenyataan atas dasar otoritas hukum. Sanksi memperbarui
norma hukum ancaman dan janji, artinya ancaman tidak memperoleh legitimasi jika tidak ada
gunanya mengikuti atau mematuhinya. Nilai intrinsik adalah penilaian hati nurani individu dan
berhubungan dengan apa yang diartikan sebagai sikap. Efektivitas penegakan hukum berkaitan
erat dengan efektivitas hukum. Agar hukum menjadi efektif, lembaga penegak hukum harus
menegakkan sanksi ini. Dan Teori Keabsahan Hukum Soyejono Soekant menyatakan bahwa
keabsahan suatu undang-undang ditentukan oleh lima faktor:
1. Unsur hukum itu sendiri Mengingat banyaknya segi hukum, saat ini sangat sulit untuk
memberikan definisi konkrit yang relevan dengan kenyataan. Meskipun demikian, beberapa
definisi masih digunakan oleh para sarjana sebagai pendukung, atau sebagai pedoman atau
batasan dalam melakukan penelitian hukum.
2. unsur penegakan hukum Penegakan hukum merupakan faktor penting, dan penegak hukum
dalam hal ini adalah pihak yang terlibat langsung dalam penegakan hukum. Aparat penegak
hukum harus bertindak sesuai dengan perannya dalam menjalankan tugasnya. Contoh lembaga
penegak hukum antara lain Kejaksaan Agung dan Polri.
3. Fasilitas atau Faktor Fasilitas Dana dan fasilitas merupakan sarana penting dalam
penegakan hukum. Tanpa sumber daya dan peralatan, tidak mungkin lembaga penegak hukum
berfungsi sesuai dengan harapan hukum.

24
“ICW: Kerugian Negara Akibat Korupsi Capai Rp 26,8 Triliun Pada Semester 1 2021 |
Databoks,”
<https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/09/13/icw-kerugian-negara-akibat-korupsi-
capai-rp-268- triliun-pada-semester-1-2021.> diakses terakhir 30 oktober 2022
25
“Teori Efektivitas Hukum Menurut Soerjono Soekanto | Detik Hukum,”
<https://detikhukum.wordpress.com/2015/09/29/teori-efektivitas-hukum-menurut-soerjono-
soekanto/.> diakses terakhir 30 Oktober 2022

13
4.faktor masyarakat
Jurnal de jure No. 14 (2): 1-20
Masyarakat merupakan salah satu kriteria untuk menilai berhasil atau tidaknya hukum yang
ada, karena masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum. Karena penegakan hukum lahir
dari masyarakat dan bertujuan untuk ketentraman masyarakat itu sendiri.
5. Faktor budaya
Kebudayaan pada hakekatnya tersusun atas nilai-nilai hukum yang mendasarinya, yang
merupakan abstraksi tentang apa yang dianggap baik (yaitu diterima) dan apa yang dianggap
buruk (yaitu dihindari).
Sanksi terhadap masyarakat dapat berupa kepatuhan, dan kondisi ini merupakan indikator
efektivitas hukum. Sanksi adalah norma hukum aktual yang bersifat ancaman atau harapan.
Sanksi memiliki dampak positif atau negatif terhadap lingkungan sosial. Selanjutnya, sanksi
adalah penilaian pribadi individu yang berkaitan dengan sikap dan hati nurani dan tidak diakui
atau dianggap tidak berguna jika diikuti. Konsep pengaruh dan tujuan hukum: Konsep pengaruh
mengacu pada sikap dan perilaku yang sebenarnya terkait dengan aturan hukum, sikap dan
perilaku yang memiliki efek positif atau yang efektivitasnya bergantung pada tujuan dan niat
aturan hukum. dapat dikatakan mengacu pada tindakan. . 26
Karena korupsi adalah kejahatan yang sangat merugikan negara dan rakyat. Korupsi
berdampak signifikan terhadap pembangunan ekonomi karena tingkat distorsi dan inefisiensinya
yang tinggi27. Korupsi juga mengurangi kepatuhan bangunan terhadap persyaratan keselamatan,
lingkungan, atau peraturan lainnya. Di sektor swasta, korupsi meningkatkan biaya melalui
kerugian dari pungutan liar dan biaya administrasi yang terkait dengan berurusan dengan pejabat
yang korup. Distorsi dan inefisiensi ini pada akhirnya menyebabkan misalokasi sumber daya dan
menghambat pertumbuhan. 28 Dalam hukum pidana khusus (Ius Singulare, Ius

Speciale/Bijzonder)

26
“Efektivitas Hukum - NegaraHukum.Com,” Negara Hukum (blog),
<https://www.negarahukum.com/efektivitas-hukum.html.> diakses terakhir 13 Februari 2020
27
Vita Kartika Sari and Mugi Rahardjo, “Corruption And Its Effects On The Economy And
Public Sectors,”
Journal of Applied Economics in Developing Countries 4, no. 1 (March 1, 2019): hlm. 57.
28
Ibid.

14
ISSN (Print): 2085-8477; ISSN (Online): 2655-4348

KUHP), ada undang-undang acara khusus untuk tindak pidana korupsi yang menyimpang dari
aturan acara umum

B. Penyebab Korupsi di Indonesia

Praktik korupsi di Indonesia merasuk ke segala aspek kehidupan, mulai dari pengurusan
akta kelahiran sampai pengurusan akta kematian, dan merajalela di lembaga eksekutif,
legislatif, dan yudikatif, serta menjadi perhatian besar. Keadaan ini tidak saja akan
menghambat proses pembangunan, tetapi bahkan dapat mengakibatkan semakin terpuruknya
perekonomian nasional. Kegagalan pemerintah dalam memberantas korupsi akan semakin
mengurangi kepercayaan kepada pemerintah baik oleh masyarakat domestik maupun aktor
asing. Korupsi merasuki kehidupan sehari-hari di Indonesia dan tercermin dalam struktur
administrasi pegawai negeri. Dalam hal ini, rasionalisasi ideologis seperti penyangkalan
tanggung jawab, bobot sosial, dan pengungkapan kesetiaan kepada atasan demi korupsi yang
meluas terjadi.

Jika kita tidak segera mengatasi ini, cepat atau lambat kita semua akan menempatkan
bangsa kita dan hidup kita dalam bahaya besar.

Korupsi mewabah di masyarakat Indonesia dan perkembangannya terus meningkat dari


tahun ke tahun, baik dari segi jumlah kejadian yang dilakukan, jumlah kerugian keuangan
negara, maupun kualitas kejahatan yang dilakukan. Ini menjadi semakin sistematis dan
mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Maraknya kegiatan korupsi dan kriminalitas
yang tidak terkendali akan menimbulkan bencana tidak hanya bagi kehidupan perekonomian
nasional, tetapi juga bagi bangsa dan kehidupan bangsa pada umumnya.

Korupsi, seperti tindak pidana lainnya, adalah kriminal dan tidak bermoral. Perbuatan
asusilla adalah perbuatan berbahaya yang meliputi: 33

a. Ditinjau dari segi masalahnya, yaitu dari segi individu perbuatan itu melanggar
akhlak yang baik.

29
Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi (Tinjauan Khusus Terhadap Proses Penyidikan
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000).
30
Sadhono Hadi et al., “Corruption of the Local Leaders in Indonesia: An Expository Study,”
Jurnal Media Hukum 27, no. 2 (2020): hlm. 254.
31
Suradi Suradi, Pendidikan Anti Korupsi (Yogyakarta: Penerbit Gava Media, 2014), hm. 85.
32
Ibid
33
M. Kemal Darmawan, Teori Kriminologi (Tangerang: Penerbit Universitas Terbuka, 2000), hlm. 227.

15
Jurnal de Jure 14 (2) : 1-20
A. Secara obyektif, dari sudut pandang masyarakat, tindakan tersebut merugikan secara
sosial.
Korupsi yang merajalela dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak
sosial dan ekonomi rakyat, sehingga korupsi bukan lagi kejahatan biasa, melainkan kejahatan
luar biasa. Demikian juga upaya pemberantasan tidak dapat lagi dilakukan seperti biasa dan
memerlukan tindakan khusus.
Kami mengatakan bahwa kami melanggar hukum karena kami melanggar hukum dan
peraturan yang disebut asas legalitas. 35 Hukuman terhadap orang yang koruptor adalah salah
satu bentuk tuntutan pidana atas pelanggaran. Konsep hukuman didasarkan pada dua syarat dan
tujuan.
(a) Hukuman dimaksudkan untuk menimbulkan rasa sakit pada mereka yang terlibat;
(b) Sanksi adalah pernyataan pertanggungjawaban atas perbuatan pelaku. 36 Penegakan
hukum adat yang bertujuan untuk memberantas tindak pidana korupsi menghadapi sejumlah
kendala. Hukum pada hakekatnya diciptakan untuk berfungsi sebagai
 alat kontrol sosial,
 alat rekayasa sosial,
 simbol,
 alat politik, dan
 alat persawahan.
 sarana kontrol sosial,
 sarana integrasi sosial.
Seseorang yang melakukan kejahatan harus dimintai pertanggungjawaban atas
perbuatannya kecuali ada alasan yang memaksa berdasarkan undang-undang. Dasar
pertanggungjawaban dalam hukum pidana adalah keadaan pikiran tertentu dari orang yang
melakukan kejahatan, dan hubungan antara keadaan ini dengan perbuatan yang dilakukan
sehingga orang tersebut dapat dituduh melakukan perbuatan itu. Untuk itu diperlukan cara-cara
penegakan hukum yang luar biasa melalui pembentukan badan-badan khusus yang memiliki
kewenangan luas dan tidak mandiri, yang didedikasikan untuk pemberantasan korupsi dan
penegakannya dilakukan secara optimal dan terpusat. Efektif, profesional dan berkelanjutan
(Uraian UU Komisi Pemberantasan Korupsi No. 30 Tahun 2002. Banyak peraturan perundang-
undangan yang sudah ada sejak tahun 1957)

34
Suradi, Loc.cit
35
Khotibul Umam and DKK, Etika Profesi (Tangerang: Penerbit Universitas Terbuka, 2017), hlm. 9.3.
36
Yoyok Hendarso, Pengertian Sosiologi Hukum Dan Tempatnya Dalam Sosiologi Dan Ilmu Hukum
(Tangerang: Penerbit Universitas Terbuka, 2019), hlm. 8.4.
37
Zaeni Asyhadie and Arief Rahman, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 135.
38
Eddy OS Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana (Cahaya Atma Pustaka, 2016), hlm. 156.
16
ISSN (Print): 2085-8477; ISSN (Online): 2655-4348

Seruan korupsi menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sangat antusias untuk membasmi
korupsi, namun dalam praktiknya belum terlalu efektif. Masalah mendasar pemberantasan
korupsi sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti:

1. Sikap dan budaya masyarakat

2. Pola pikir hukum

3. Dunia usaha

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya korupsi didasarkan pada:

1. Faktor-faktor ekonomi

Faktor ekonomi juga menjadi salah satu penyebab terjadinya korupsi. Selain upah buruh
yang rendah, banyak faktor ekonomi lain yang turut menyebabkan korupsi, antara lain
kekuasaan negara serta kemampuan pegawai negeri untuk mengisi kekayaan mereka dan
teman-temannya.

2. Faktor organisasi

Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti luas, termasuk sistem pengelolaan
lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi korban korupsi atau tempat terjadinya
korupsi cenderung mendorong terjadinya korupsi karena membuka peluang atau peluang
terjadinya korupsi.

3. Sifat manusia rakus/rakus

Seseorang yang tidak kuat moralnya mudah tergoda untuk bekerja secara rakus.
Dapatkan cukup, tapi serakah. Mereka memiliki keinginan besar untuk menjadi kaya.
Unsur yang menyebabkan terjadinya korupsi pada pelaku tersebut berasal dari dalam diri
mereka sendiri, yaitu keserakahan dan keserakahan.

4. Semangat yang lebih lemah

Mereka yang tidak memiliki akhlak yang kuat, atau akhlak yang tidak kuat, mudah
tergoda untuk melakukan perbuatan korupsi, godaan ini datang dari atasan yang
memberikan kesempatan kepada bawahan atau sebaliknya

39
Suradi, Op.Cit., hlm 86
40
“12 Faktor Penyebab Korupsi Secara Umum, Internal Dan Eksternal - Hot Liputan6.Com,”
<https://hot.liputan6.com/read/4590319/12-faktor-penyebab-korupsi-secara-umum-internal-dan-eksternal.>
diakses terakhir 30 Oktober 2022
41
Indah Sri Utari, “Faktor Penyebab Korupsi,” Pendidikan Anti Korupsi Untuk Perguruan Tinggi, Kementrian
P&K Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi, 2011.

17
1. Gaya hidup konsumen

Jules No. 14 (2): 1-20

Tinggal di kota besar sering mempromosikan gaya hidup pemboros yang agresif. Ketika
perilaku konsumsi tidak dibarengi dengan pendapatan yang layak, maka membuka
kemungkinan bagi masyarakat untuk menempuh berbagai cara untuk memuaskan keinginannya.
Salah satu solusi yang mungkin adalah melakukan korupsi. Korupsi adalah kejahatan yang
semakin umum di Indonesia. Perkembangannya terus meningkat baik jumlah kasus maupun
tingkat kerugian keuangan pemerintah. Faktor-faktor di atas tidak hanya memengaruhi pejabat
pemerintah tetapi juga masyarakat umum, dan dianggap sebagai perilaku normal di seluruh
masyarakat.

III.PENUTUP

A. KESIMPULAN

Seperti yang kita ketahui, budaya salam tempel sangat menonjol dan dipraktekkan
oleh semua kalangan masyarakat luas. Awalnya, budaya sapaan ini memiliki arti
yang baik dan hanya muncul pada perayaan hari raya sebagai salah satu budaya hari
raya. Namun, budaya sapaan ini termasuk dalam kejahatan korupsi karena merupakan
istilah yang sering digunakan dalam kaitannya dengan suap dan tipping. Pasta sapaan
disini digunakan untuk mencapai tujuan tertentu dalam penyelenggaraan negara
dengan cara yang haram. Kejahatan korupsi bukan hanya kejahatan biasa, melainkan
telah berkembang menjadi kejahatan luar biasa yang sering disebut dengan kejahatan
eksentrik. Karena tindak pidana korupsi sangat merugikan negara dan rakyat. Ada
banyak faktor penyebab terjadinya korupsi, mulai dari faktor internal hingga faktor
eksternal. Faktor-faktor yang paling mempengaruhi ada atau munculnya tindak
pidana korupsi ini antara lain faktor ekonomi, faktor organisasi, keserakahan atau
keserakahan manusia, faktor moral yang kurang kuat atau kurang kuat, dan
konsumeris termasuk gaya hidup.

B. SARAN

1. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa, sehingga banyak faktor
yang dipengaruhi oleh akibat dari tindak pidana korupsi tersebut. Dalam kaitan
ini, pemerintah harus mengeluarkan peraturan kepada kepala daerah yang
menjalankan kekuasaan dan keputusan agar mereka dapat menjalankan
kekuasaan dan keputusannya

18
ISSN (Print): 2085-8477; ISSN (Online): 2655-4348

kurangnya minat pribadi dan eksploitasi proyek yang dia kerjakan.


1. . Dalam hal tindak pidana korupsi, penjatuhan sanksi harus sesuai dengan kejadian di
lapangan, diperlukan pengawasan yang luar biasa bagi pejabat yang mengendalikan tindak
pidana korupsi. Diperlukan aturan khusus pengembalian aset asing yang diuangkan untuk
mempercepat proses pengadilan terhadap pelaku korupsi..

a. DAFTAR PUSTAKA
“12 Faktor Penyebab Korupsi Secara Umum, Internal Dan Eksternal - Hot Liputan6.Com.” Accessed
October 30, 2022. https://hot.liputan6.com/read/4590319/12-faktor- penyebab-korupsi-secara-
umum-internal-dan-eksternal.
Anam, Saiful. “Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach) Dalam Penelitian Hukum.”
Siafulanam & Partners: Advocates & Legal Consultants, 2017.
Asyhadie, Zaeni, and Arief Rahman. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013.
BJ, Abdul Muis. Pemberantasan Korupsi. Bandung: Pustaka Reka Cipta, 2020. Darmawan, M.
Kemal. Teori Kriminologi. Tangerang: Penerbit Universitas Terbuka, 2000.
DKK, Chaerudin. Strategi Pencegahan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi.
Bandung: PT Refika Aditama, 2008.
Negara Hukum. “Efektivitas Hukum - NegaraHukum.Com,” November 21, 2011.
https://www.negarahukum.com/efektivitas-hukum.html.
Gultom, Maidin. Suatu Analisis Tentang Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia. Jakarta: PT Refika
Aditama, 2018.
Hadi, Sadhono, Achmad Nurmandi, Trisno Rahardjo, and Ulung Pribadi. “Corruption of the Local
Leaders in Indonesia: An Expository Study.” Jurnal Media Hukum 27, no. 2 (2020): 252–66.
“Hakikat Suap Dan Korupsi | ICW.” Accessed October 30, 2022.
https://antikorupsi.org/id/article/hakikat-suap-dan-korupsi.
Hamzah, Andi. Korupsi Di Indonesia: Masalah Dan Pemecahannya. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1991.
———. Perbandingan Pemberantasan Korupsi Di Berbagai Negara. Jakarta: Sinar Grafika, 2005.
“Hasil Pencarian - KBBI Daring.” Accessed October 30, 2022.
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/korupsi.
“Hasil Pencarian - KBBI Daring.” Accessed October 30, 2022.
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/korup.
“Hasil Pencarian - KBBI Daring.” Accessed October 30, 2022.
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/salam%20tempel.
“Hasil Pencarian - KBBI Daring.” Accessed October 30, 2022. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/suap/.

19
Hendarso, Yoyok. Pengertian Sosiologi Hukum Dan Tempatnya Dalam Sosiologi Dan IlmuHukum.
Tangerang: Penerbit Universitas Terbuka, 2019.
Hiariej, Eddy OS. Prinsip-Prinsip Hukum Pidana. Cahaya Atma Pustaka, 2016.
“ICW: Kerugian Negara Akibat Korupsi Capai Rp 26,8 Triliun Pada Semester 1 2021 |
Databoks.” Accessed October 30, 2022.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/09/13/icw-kerugian-negara-akibat- korupsi-
capai-rp-268-triliun-pada-semester-1-2021.
Iskandar, Irvan Sebastian, and Teguh Kurniawan. “Gratifikasi Di Badan Usaha Milik Negara
Berdasarkan Motif Kecurangan: Sebuah Tinjauan Literatur.” JIIP: Jurnal Ilmiah Ilmu
Pemerintahan 5, no. 2 (2020): 81–97.
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum (Edisi Revisi),. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2013.
Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum: Suatu Pengantar. Yogyakarta: CV. Maha Karya Pustaka,
2019.
Mulyadi, Lilik. Tindak Pidana Korupsi (Tinjauan Khusus Terhadap Proses Penyidikan.
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000.
Prodjohamidjojo, Martiman. Penerapan Pembuktian Terbalik Dalam Delik Korupsi (UU No.
31 Tahun 1999). Bandung: Mandar Maju, 2000.
Putra, Nandha Risky, and Rosa Linda. “IMPACT OF SOCIAL CHANGE ON SOCIETY FROM THE
CRIME OF CORRUPTION.” Integritas : Jurnal Antikorupsi 8, no. 1 (June 25, 2022): 13–24.
https://doi.org/10.32697/integritas.v8i1.898.
Rukmini, Mien. Aspek Hukum Pidana Dan Kriminologi (Sebuah Bunga Rampai). Bandung: Alumni,
2014.
Rumokoy, Donald Albert, and Frans Maramis. Pengantar Ilmu Hukum. Depok: Raja GrafindoPersada,
2019.
Sari, Vita Kartika, and Mugi Rahardjo. “CORRUPTION AND ITS EFFECTS ON THE ECONOMY
AND PUBLIC SECTORS.” Journal of Applied Economics in Developing Countries 4, no. 1
(March 1, 2019): 48–53.
Soekanto, Soerjono. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2011.
Suradi, Suradi. Pendidikan Anti Korupsi. Yogyakarta: Penerbit Gava Media, 2014.
Taryanto, Taryanto, and Eko Prasojo. “Analisis Manajemen Kinerja KPK dalam Optimalisasi
Pemulihan Kerugian Negara.” Integritas : Jurnal Antikorupsi 8, no. 1 (June 25, 2022):
25–50. https://doi.org/10.32697/integritas.v8i1.867.
“Teori Efektivitas Hukum Menurut Soerjono Soekanto | Detik Hukum.” Accessed October30, 2022.
https://detikhukum.wordpress.com/2015/09/29/teori-efektivitas-hukum- menurut-soerjono-
soekanto/.
Umam, Khotibul, and DKK. Etika Profesi. Tangerang: Penerbit Universitas Terbuka, 2017. Utari,

20

Anda mungkin juga menyukai