Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Indonesia, sebagai salah satu negara yang telah merasakan dampak dari tindakan korupsi,
terus berupaya secara konkrit, dimulai dari pembenahan aspek hukum, yang sampai saat ini telah
memiliki banyak sekali rambu-rambu berupa peraturan - peraturan, antara lain Tap MPR XI tahun
1980, kemudian tidak kurang dari 10 UU anti korupsi, diantaranya UU No. 20 tahun 2001 tentang
perubahan UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Kemudian yang
paling monumental dan strategis, Indonesia memiliki UU No. 30 Tahun 2002, yang menjadi dasar
hukum pendirian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ditambah lagi dengan dua Perpu, lima Inpres
dan tiga Kepres. Di kalangan masyarakat telah berdiri berbagai LSM anti korupsi seperti ICW,
Masyarakat Profesional Madani (MPM), dan badan-badan lainnya, sebagai wujud kepedulian dan
respon terhadap uapaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Dengan demikian pemberantasan
dan pencegahan korupsi telah menjadi gerakan nasional. Seharusnya dengan sederet peraturan, dan
partisipasi masyarakat tersebut akan semakin menjauhkan sikap,dan pikiran kita dari tindakan
korupsi.
Masyarakat Indonesia bahkan dunia terus menyoroti upaya Indonesia dalam mencegah dan
memberantas korupsi. Masyarakat dan bangsa Indonesia harus mengakui, bahwa hal tersebut
merupakan sebuah prestasi, dan juga harus jujur mengatakan, bahwa prestasi tersebut, tidak
terlepas dari kiprah KPK sebagai lokomotif pemberantasan dan pencegahan korupsi di Indonesia,
yang didukung oleh masyarakat dan LSM, walaupun dampaknya masih terlalu kecil, tapi tetap kita
harus berterima kasih dan bersyukur.
Berbagai upaya pemberantasan korupsi dengan IPK tersebut, pada umumnya masyarakat
masih dinilai belum menggambarkan upaya sunguh-sunguh dari pemerintah dalam pemberantasan
korupsi di Indonesia. Berbagai sorotan kritis dari publik menjadi ukuran bahwa masih belum
lancarnya laju pemberantasan korupsi di Indonesia. Masyarakat menduga masih ada praktek tebang
pilih dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Sorotan masyarakat yang demikian tajam tersebut harus difahami sebagai bentuk
kepedulian dan sebagai motivator untuk terus berjuang mengerahkan segala daya dan strategi agar
maksud dan tujuan pemberantasan korupsi dapat lebih cepat, dan selamat tercapai. Selain itu,
diperlukan dukungan yang besar dari segenap kalangan akademis untuk membangun budaya anti
korupsi sebagai komponen masyarakat berpendidikan tinggi .
Sesungguhnya korupsi dapat dipandang sebagai fenomena politik, fenomena sosial,
fenomena budaya, fenomena ekonomi, dan sebagai fenomena pembangunan. Karena itu pula upaya
penanganan korupsi harus dilakukan secara komprehensif melalui startegi atau pendekatan
negara/politik, pendekatan pembangunan, ekonomi, sosial dan budaya. Selama ini yang telah dan
sedang dilakukan masih terkesan parsial, dimana korupsi masih dipandang sebagai fenomena negara
atau fenomena politik. Upaya pencegahan korupsi di Indonesia juga harus dilakukan melalui upaya
2

perbaikan totalitas system ketatanegaraan dan penanaman nilai-nilai anti korupsi atau nilai sosial
anti korupsi/Budaya Anti Korupsi (BAK), baik di pemerintahan tingkat pusat mauapun di tingkat
daerah. Korupsi sebagai fenomena negara, selama ini difahami sebagai fenomena penyalahgunaan
kekuasaan oleh yang berkuasa.
Berdasarkan pengertian tersebut, korupsi di Indonesia difahami sebagai perilaku pejabat dan
atau organisasi (negara) yang melakukan pelanggaran, dan penyimpangan terhadap norma-norma
atau peraturan-peraturan yang ada. Korupsi difahami sebagai kejahatan negara (state corruption).
Korupsi terjadi karena monopoli kekuasaan, ditambah kewenangan bertindak, ditambah adanya
kesempatan, dikurangi pertangungjawaban. Jika demikian, menjadi wajar bila korupsi sangat sulit
untuk diberantas apalagi dicegah, karena korupsi merupakan salah satu karakter atau sifat negara,
sehingga negara = Kekuasaan = Korupsi. Sebagai fenomena pembangunan, korupsi terjadi dalam
proses pembangunan yang dilakukan oleh negara atau pemerintah.
Pembangunan seharusnya merupakan jawaban terhadap permasalahan yang dihadapi
negara, terutama negara yang termasuk dalam kelompok negara berkembang, termasuk Indonesia.
Di negara berkembang yang melakukan pembangunan adalah pemerintah. Pemerintah seharusnya
mengarahkan pembangunan menjadi pemberdayaan masyarakat, sehingga suatu saat masyarakat
memiliki kemauan dan kemampuan memenuhi kebutuhan dan melindungi kepentingan sendiri.
Ketidakberdayaan masyarakat sering dijadikan alasan untuk membantu, bentuk dan jenis bantuan
dijadikan proyek, disini pula menjadi sumber korupsi.
Korupsi sebagai fenomena sosial, dalam hal ini korupsi terjadi dalam hubungan interaksi
atau transaksi antara pemerintah dengan masyarakat, antara pemerintah dengan pemerintah,
antara masyarakat dengan masyarakat. Sebagai fenomena sosial budaya, korupsi dapat
dikelompokkan ke dalam tiga kelompok : pertama kesepakan gelap (kolusi), kedua upaya menembus
kemacetan atau hambatan yang disebabkan peraturan atau oknum, dan ketiga menhgindari
tanggung jawab dan berupaya agar lepas dari jeratan hukum, misalnya sogok, hadiah, uang pelican,
mensponsori suatu kegiatan tertentu dengan maksud mendapatkan yang bernilai lebih, atau sering
dikenal dengan "ada udang dibalik batu", dll.
Korupsi sebagai fenomena budaya, dapat difahami bahwa korupsi terjadi karena sudah
menjadi kebiasaan/perilaku yang dibangun berdasarkan nilai-nilai yang diketahui, difahami dan
diyakini seseorang atau sekelompok orang. Nilai-nilai tersebut dibangun melalui proses sosialisasi
dan internalisasi yang sistematis. Proses tersebut terjadi dalam lingkup pendidikan.
Oleh karena itu, kami memahami bahwa suatu kebiasaan harus dimulai dari merubah
mindset atau pola pikir, atau paradigma, kemudian membentuk perilaku berulang yang coba-coba
dan akhirnya menjadi kebiasaan. Sosialisasi dan internalisasi nilai anti korupsi tersebut dilakukan
kepada seluruh komponen masyarakat dan aparatur pemerintah di pusat dan daerah, lembaga tinggi
Negara, BUMN, BUMD, sehingga nilai sosial anti korupsi/Budaya Anti Korupsi (BAK) menjadi gerakan
nasional dan menjadi kebiasaan hidup seluruh komponen bangsa Indonesia, menuju kehidupan yang
adil makmur dan sejahtera.
1.2 Alasan Pemilihan Judul
3

Korupsi merupakan satu persoalan bangsa yang hingga kini tetap menjadi prioritas utama
untuk memberantasnya. Berbagai upaya telah dilakukan baik oleh pemerintah maupun non-
pemerintah. Namun upaya dari semua itu tetap belum menunjukkan hasil yang signifikan. Bahkan
boleh dibilang korupsi terus saja mengganas. Sampai-sampai timbul rasa pesimis bahwa
pemberantasan korupsi merupakan sesuatu yang mustahil. Ungkapan-ungkapan seperti bahwa
korupsi di negara ini tak ubahnya virus yang terus berkembang serta menjalar tanpa bisa lagi
terdeteksi, kondisi korupsi saat ini sudah memasuki keadaan tidak berpengharapan, atau negara
dalam keadaan darurat korupsi adalah cermin dari rasa pesimisme itu. Oleh karena itu
pemberantasan korupsi di Indonesia sangatlah penting mengingat Indonesia masuk dalam Negara
terkorup di dunia. Untuk itu penulis memilih judul: Pemberantasan Korupsi di Indonesia
1.3 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka batasan masalahnya adalah sebagai berikut :

Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi
Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi
Peran Serta Mayarakat Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi Di Indonesia
Upaya upaya yang harus di lakukan dalam pemberantasan korupsi di indonesia
Kendala/hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam pemberantasan korupsi di
Indonesia
Upaya-upaya apa saja yang harus dilakukan dalam memberantas korupsi di Indonesia

1.4 Tujuan
Tujuan dari pembuatan malakah ini adalah untuk mensosialisasikan apa itu korupsi, dan
bagaimana korupsi itu terjadi di Indonesia, serta bagaimana upaya dalam pemberantasan masalah
terbesar Negara ini . diharapkan dari pembuatan makalah ini kita lebih mengerti bagaimana upaya
pemerintah dalam memerangi korupsi di negri ini . kita pun dapat sedikit berpartisipasi
memberantasi korupsi setelah kita mengerti dengan jelas korupsi di Indonesia .






4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asal Kata dan Pengertian Korupsi
Korupsi berasal dari bahasa Latin : corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna
busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok . Secara harfiah, korupsi adalah perilaku
pejabat publik, baik politikus politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal
memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan
kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Meskipun kata corruption itu luas sekali
artinya,namun sering corruptio dipersamakan artinya dengan penyuapan seperti disebut dalam
ensiklopedia Grote Winkler Prins (1977).
PP Pengganti UU Nomor 24 Tahun 1960, mengartikan korupsi sebagai "tindakan seseorang
yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan
atau perekonomian negara dan daerah atau merugikan keuangan suatu badan hukum lain yang
menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah atau badan hukum lain yang memergunakan
modal dan kelonggaran-kelonggaran dari Negara atau masyarakat", dst.
Kemudian Robert Klitgaard dalam bukunya Controlling Corruption (1998), mendefinisikan
korupsi sebagai "tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan Negara
karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat,
kelompok sendiri); atau untuk melanggar aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi".
Kemudian secara singkat Komberly Ann Elliott dalam Corruption and The GlobalEconomy menyajikan
definisi korupsi, yaitu "menyalahgunakan jabatan pemerintahan untuk keuntungan pribadi".
Menurut pasal 25 (penghabisan) perpu nomor 24 tahun 1960 ini disebut peraturan
pemberantasan korupsi diatas saya namakan undang undang anti-korupsi
pasal , menentukan bahwa tindak pidana korupsi adalah :
a) Tindaakan seseorang yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu badan yang secara langsung atau tidak
langsung merugikan keuangan atau perekonomian nergara atau daerah atau merugikan suatu
badan yang menerima bantuan dari keuangan Negara atau daerah atau badan hukum lain
yang mempergunakan modal atau kelonggaran kelonggaran dari Negara atau masyarakat
b) Perbuatan seseorang yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau badan dan dilakukan dengan menyalahgunakan
jabatan atau kedudukan
c) Kejahatan-kejahatan tercantum dalam pasal 17-21 peraturan ini dan dalam pasal 209, 210,415,
417, 418, 419, 420, 423, 425, dan 435, kitab undang undang hukum pidana
5

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai
berikut:
perbuatan melawan hukum;
penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:
memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
penggelapan dalam jabatan;
pemerasan dalam jabatan;
ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi
untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah pemerintahan rentan korupsi dalam
prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan
pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat
yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya
pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi
atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika,
pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk
mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi
dan kriminalitas kejahatan. Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan
antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di
satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.

2.2 Gambaran umum tentang korupsi di Indonesia Dan Jenis Jenis Korupsi
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat
mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24 Prp 1960
yang diikuti dengan dilaksanakannya Operasi Budhi dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung,
belum membuahkan hasil nyata.
6

Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor3 Tahun 1971 dengan Operasi
Tertibyang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), namun
dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi semakin canggih dan rumit sehingga Undang-
Undang tersebut gagal dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999.
Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup banyak dan
sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami
krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis
multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara lain
ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN). Tuntutan
tersebut akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penye-lenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari KKN.
Menurut UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada tiga
puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi. Namun secara ringkas tindakan-
tindakan itu bisa dikelompokkan menjadi:
1. Kerugian keuntungan Negara
2. Suap-menyuap (istilah lain : sogokan atau pelicin)
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah).

2.3 Faktor Pendorong Terjadinya Korupsi di Indonesia
Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada
rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukandemokratik.
Gaji yang masih rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan, administrasi
yang lamban dan sebagainya.
Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan
politik yang normal.
Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
7

Lemahnya ketertiban hukum.
Lemahnya profesi hukum.
Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
mengenai kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan
hidup yang makin hari makin meningkat pernah di kupas oleh B Soedarsono yang menyatakan
antara lain " pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab yang
paling gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji pejabat-pejabat....." namun B Soedarsono juga
sadar bahwa hal tersebut tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling
memengaruhi satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan, orang-orang
yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Namun demikian kurangnya gaji dan
pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol dalam arti merata dan meluasnya
korupsi di Indonesia, hal ini dikemukakan oleh Guy J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia
1979: The Record of three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula J.W Schoorl
mengatakan bahwa " di Indonesia di bagian pertama tahun 1960 situasi begitu merosot sehingga
untuk sebagian besar golongan dari pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan selama
dua minggu. Dapat dipahami bahwa dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari
tambahan dan banyak diantaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk
pelayanan yang diberikan". ( Sumber buku "Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah, 2007)
Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan
perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan
kampanye".











8

BAB III
PERMASALAHAN

3.1 Kinerja pemerintah dalam pemberantasan korupsi belum maksimal
Kinerja pemerintah dalam pemberantasan kasus korupsi masih belum maksimal. Dalam lima
tahun terakhir, masih banyak ditemukan kebijakan yang justru melemahkan upaya pemberantasan
korupsi. Dengan kata lain, prestasi eksekutif di bawah kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono-
Jusuf Kalla (SBY-JK) dalam memberantas korupsi masih jauh dari ekspektasi publik.
Tidak sedikit kebijakan pemerintah yang justru menggembosi langkah pemberantasan
korupsi itu sendiri. Lihat saja dari pernyataan yang dikeluarkan oleh Presiden SBY mengenai
kewenangan KPK yang dianggapnya terlalu besar, upaya BPKP mengaudit KPK, serta rivalitas KPK vs
Polri, terang Zainal Arifin Mochtar, Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum (FH)
UGM .
selain adanya upaya melemahkan KPK oleh pemerintah, masih terdapat beberapa catatan
atas kebijakan pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi selama lima tahun terakhir.
Pertama, kebijakan Presiden yang berdampak pada pemberantasan korupsi, antara lain, Inpres No. 5
Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, Keppres No. 11 Tahun 2005 tentang
Pembentukan Timtas Tipikor, dan PP No. 37 Tahun 2006 tentang Kenaikan Tunjangan Anggota
DPRD.
Inpres No. 5 Tahun 2004 dan Keppres No. 11 Tahun 2005, merupakan upaya untuk
meningkatkan kualitas pemberantasan korupsi. Namun dalam pelaksanaan, keduanya tidak berjalan
efektif dan masih meninggalkan banyak catatan. Sementara itu, PP No. 37 Tahun 2006 justru
merupakan blunder kebijakan yang ditempuh pemerintah. Dengan keluarnya PP tersebut, potensi
terjadinya gejala korupsi, khususnya bagi anggota DPRD, menjadi semakin besar. Kedua, peran
pemerintah dalam pembentukan undang-undang anti korupsi. Dalam penyusunan RUU Pengadilan
Tipikor, pemerintah terbukti lamban. Selain itu, juga pada UU No. 3 Tahun 2009 tentang MA.
Komitmen pemerintah dalam hal ini patut dipertanyakan sebab isu paling krusial tentang
perpanjangan usia hakim agung justru diusulkan oleh pemerintah.
Terakhir, penyelesaian adat atas dugaan kasus korupsi. Setidak-tidaknya terdapat dua kasus
yang disoroti, yakni kasus Amien Rais vs Presiden SBY dan Yusril Ihza Mahendra vs Taufiequrrahman
Ruki. Dalam konteks ini, Presiden terlihat mengintervensi proses hukum yang semestinya dapat
dijalankan sesuai dengan prosedur.
Ditambahkan oleh Eddy O.S. Hiariej, staf pengajar FH UGM yang juga anggota Pukat, bahwa
dari keseluruhan hal tersebut seolah-olah menjadi antitesis terkait dengan keseriusan pemerintah
dalam mendukung gerakan anti korupsi. Jargon-jargon yang selama ini diserukan tampaknya masih
jauh dari implementasi .


9

3.2 Issu Kasus Korupsi
Dalam makalah ini saya akan mencoba menghadirkan satu contoh kasus yaitu
kasus yang dialami oleh Aulia Tantowi Pohan atau yang lebih dikenal dengan Aulia Pohan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil mengusut kasus korupsi untuk kesekian kalinya.
Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Aulia Pohan tersandung dakwaan kasus korupsi. Aulia
Pohan dianggap melakukan penyalahgunaan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia
(YPPI) senilai Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dalam kasus ini menyeret pula beberapa
nama yaitu Maman H. Soemantri, Bunbunan E.J. Hutapea dan Aslim Tadjudin . Terjadi pro dan
kontra dalam kasus ini, dikarenakan menurut pemberitaan Aulia Pohan tidak ikut memakan hasil
korupsi tersebut sedangkan disisi lain Aulia Pohan bersalah karena memiliki ide tersebut.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) akhirnya mengganjar besan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu dengan pidana 4,5 tahun penjara. Sama hal nya dengan
rekan rekannya yang mendapatkan hukuman penjara 4 hingga 4,5 tahun penjara serta denda
masing-masing Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Dalam putusan itu, majelis hakim
sesungguhnya tidak kompak. Empat hakim, yakni Edward Patinasarani, Anwar, Hendra Yospin, dan
Slamet Subagyo menilai bahwa Aulia Pohan bersama dengan rekan rekannya dinilai terbukti
bersalah dengan dakwaan primer yang melanggar Pasal 2 (1) UU Pemberantasan Tipikor dan
melanggar pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hakim Hendra Yospin, anggota majelis
yang lain, menilai Aulia Pohan bersama dengan rekan rekannya telah menyetujui pencairan dana
Rp 100 miliar itu di luar sistem anggaran.
Pada saat peringatan HUT RI ke-65, 17 Agustus 2010 lalu Aulia Pohan bersama dengan rekan
rekannya mendapat remisi. Dia bersama dengan tiga terpidana korupsi aliran dana Yayasan
Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) Bank Indonesia menerima pengurangan hukuman
selama tiga bulan. Usai menerima remisi, sejak 18 Agustus 2010 Aulia Pohan bersama dengan rekan
rekannya resmi bebas bersyarat. Seperti yang diungkapkan Menteri Hukum dan HAM, Patrialis
Akbar, Dia sudah boleh pulang ke rumah, tapi tidak boleh kemana - mana sampai masa tahanannya
berakhir. Untuk bebas bersyarat, syaratnya harus juga sudah membayar semua denda kepada
negara. Pembebasan bersyarat itu diterima Aulia setelah dia menjalani dua pertiga masa tahanan.
Aulia Pohan ditahan sejak 27 November 2008. Sebelumnya, Mahkamah Agung telah mengurangi
hukuman Aulia Pohan dari empat tahun menjadi tiga tahun penjara

3.3 Analisis Pelanggaran Hukum, Nilai, Norma Dan Etika
A. PELANGGARAN BERDASARKAN DENGAN HUKUM MATERIL
Hukum materil adalah mengatur tentang apa siapa dan bagaimana orang dapat dihukum.
Dalam contoh kasus ini Aulia Pohan terbukti bersalah karena melanggar pasal 2 ayat 1 UU
pemberantasan tipikor yang berbunyi Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda
10

paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah). Dan melanggar pasal 3 UU pemberantasan tipikor yang berisi Setiap orang yang
dengan sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

B. PELANGGARAN BERDASARKAN DENGAN HUKUM PIDANA
Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran pelanggaran dan
kejahatan kejahatan terhadap kepentingan umum. Kasus Aulia Pohan termasuk dalam peanggaran
hukum pidana bukan pelanggaran hukum perdata. Karena Aulia Pohan telah melanggar kepentingan
umum yaitu merugikan keunangan negara.
C. PELANGGARAN NILAI DAN NORMA
Nilai adalah suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri.
Sesuatu yang mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu.
Sedangkan norma adalah wujud yang kongkrit dalam tingkah laku untuk memberikan penilaian
tersebut. Dalam kasus ini Aulia Pohan telah melakukan pelanggaran terhadap nilai nilai dan norma
norma kejujuran.
D. PELANGGARAN ETIKA
Etika adalah suatu sikap yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti
suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab
berhadapan dengan ajaran moral. Dalam kasus ini, Aulia Pohan telah melakukan pelanggaran etika
dalam pekerjaan. Aulia Pohan melanggar kode etik pekerjaan, yaitu melakukan suatu pekerjaan
diluar kewenangannya.

3.4 Analisis Kasus Dari Berbagai Perspektif
1. Sosiologi Hukum
Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara emipiris dan analitis
mempelajari hubungan tibal balik antara hukum sebagai gejala sosial dan gejala-gejala sosial lainyya.
Sosiologi hukum juga memperjelas praktik-praktik hukum.
Dalam makalah ini, Aulia Pohan terbukti menuangkan suatu ide dalam penyalahgunaan sana
YPPI. Hal tersebut melanggar pasal 2 ayat 1 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan pasal 3
UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Meski hasil korupsi tersebut tidak satu rupiahpun Aulia
nikmati namun Aulia Pohan telah memperkaya orang lain dengan penyalahgunaan dana tersebut.
Apa yang dilakukan Aulia dan kawan-kawan telah merugikan uang negara.
11

2. Ekonomi Hukum
Ekonomi hukum adalah suatu ilmu yang dapat digunakan dalam hukum untuk mengetahui
ada tidaknya kerugian terhadap keuangan negara. Kasus Aulia Pohan merupakan kasus korupsi,
maka ilmu ekonomilah yang snagat membantu dalam proses pembuktiannya. Aulia pohan telah
merugikan uang negara sebesar 100 Milyar rupiah.
3. Politik Hukum
Suatu proses politik dalam hukum mampu melenyapkan ketegangan-ketegangan yang ada
dalam masyarakat. Aura politis ada dalam penyalahgunaan dana YPPI yang menyeret Aulia Pohan ke
meja hukum. Aulia dan kawan-kawan bekerjasama dalam pencairan dana tersebut. Pembebasan
Aulia Pohan juga diduga mengandung unsur politik. Karena Auloia Pohan merupakan besan seorang
presiden yang artinya bebasnya Aulia merupakan penyembuhan nama baik seorang presiden
beserta partain ya. Sehingga Aulia dapat bebas lebih cepat dari waktu hukuman yang di tetapkan
hakim.


















12

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi
Mewujudkan keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi, Telah di keluarkan
berbagai kebijakan. Di awali dengan penetapan anti korupsi sedunia oleh PBB pada tanggal 9
Desember 2004, Presiden susilo Budiyono telah mengeluarkan instruksi Presiden Nomor 5tahun
2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang menginstruksikan secara khusus Kepada
Jalsa Agung Dan kapolri:
1. Mengoptimalkan upaya upaya penyidikan/Penuntutan terhadap tindak pidana korupsi untuk
menghukum pelaku dan menelamatkan uang negara.
2. Mencegan & memberikan sanksi tegas terhadap penyalah gunaan wewenang yg di lakukan oleh
jaksa (Penuntut Umum)/ Anggota polri dalam rangka penegakan hukum.
3. Meningkatkan Kerjasama antara kejaksaan dgn kepolisian Negara RI, selain denagan
BPKP,PPATK,dan intitusi Negara yang terkait denagn upaya penegakan hukum dan
pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi.
Kebijakan selanjutnya adalah menetapkan Rencana aksi nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK)
2004-2009. Langkag langkah pencegahan dalam RAN-PK di prioritaskan pada:
1. Mendesain ulang layanan publik .
2. Memperkuat transparasi, pengawasan, dan sanksi pada kegiatan pemerintah yg berhubungan
Ekonomi dan sumber daya manusia.
3. Meningkatkan pemberdayaan pangkat pangkat pendukung dalam pencegahan korupsi.

4.2 Peran Serta Pemerintah Dalam Memberantas Korupsi:
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-upaya
pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.
KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberan-tas korupsi, merupakan
komisi independen yang diharapkan mampu menjadi martir bagi para pelaku tindak KKN.
Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :
1. Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
2. Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan mewujudkan good
13

governance.
3. Membangun kepercayaan masyarakat.
4. Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
5. Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.

4.3 Peran serta mayarakat dalam upaya pemberantasan korupsi di indonesia:
Bentuk bentuk peran serta mayarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi menurut UU
No. 31 tahun 1999 antara lain adalah SBB :
1. Hak Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan tindak pidana korupsi
2. Hak untuk memperoleh layanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi
adanya dugaan telah tindak pidana korupsi kepada penegak hukum
3. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kpada penegak hukum yang
menangani perkara tindak pidana korupsi
4. Hak memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yg di berikan kepada penegak
hukum waktu paling lama 30 hari
5. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum
6. Penghargaan pemerintah kepada mayarakat

4.4 Upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi:
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indone-sia, antara
lain sebagai berikut :
1. Upaya Pencegahan (Preventif)
a) Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada
bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.
b) Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
c) Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tang-gung jawab
yang tinggi.
d) Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.
e) Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
f) Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi dan
dibarengi sistem kontrol yang efisien.
14

g) Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
h) Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui
penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.

2. Upaya Penindakan (Kuratif):
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan dibe-rikan
peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh
penindakan yang dilakukan oleh KPK :
a) Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda
NAD (2004).
b) Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melekukan pungutan liar
dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
c) Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta (2004).
d) Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuang-an negara Rp
10 milyar lebih (2004).
e) Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito dari BI
kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
f) Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
g) Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
h) Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
i) Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus korupsi
Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9 miliar (2004).
j) Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).

3. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa:
a) Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait dengan
kepentingan publik.
b) Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
c) Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke tingkat
pusat/nasional.
15

d) Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan peme-rintahan
negara dan aspek-aspek hukumnya.
e) Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap
pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas

4. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat):
a) Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang meng-awasi dan
melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari sekumpulan orang
yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi me-lalui usaha pemberdayaan rakyat
untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW la-hir di Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-
tengah gerakan reformasi yang meng-hendaki pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas
korupsi.
b) Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan memerangi
korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba se-karang menjadi organisasi
non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI
yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks
Persepsi Korupsi (IPK) In-donesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di
Indonesia, disu-sul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005,
In-donesia berada di posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar
dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari
Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti & Myanmar.
Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.

4.5 Kendala-Kendala Yang Dihadapi Dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Korupsi dapat terjadi di negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia. Adapun hasil
analisis penulis dari beberapa teori dan kejadian di lapangan, ternyata hambatan/kendala-kendala
yang dihadapi Bangsa Indonesia dalam meredam korupsi antara lain adalah :
1. Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah-setengah.
2. Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan birokrasi yang cenderung
terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi struktur dan kultur.
3. Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas atau pengontrol, sehingga tidak ada
check and balance.
4. Banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan korupsi pada sistem politik dan
sistem administrasi negara Indonesia.
16

5. Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga dari contoh-contoh kasus
yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang mengelak dari tuduhan yang diajukan oleh
jaksa.
6. Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa, masyarakat, dan negara yang
semakin canggih.
7. Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam menjalankan amanah yang
diemban.

4.6 Upaya-upaya yang harus dilakukan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia
1. Dengan memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penyebab korupsi dan hambatan-hambatan
yang dihadapi dalam pemberantasannya, dapatlah dikemukakan beberapa upaya yang dapat
dilakukan untuk menangkalnya, yakni :
2. Menegakkan hukum secara adil dan konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan
dan norma-norma lainnya yang berlaku.
3. Menciptakan kondisi birokrasi yang ramping struktur dan kaya fungsi. Penambahan/rekruitmen
pegawai sesuai dengan kualifikasi tingkat kebutuhan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
4. Optimalisasi fungsi pengawasan atau kontrol, sehingga komponen-komponen tersebut betul-
betul melaksanakan pengawasan secara programatis dan sistematis.
5. Mendayagunakan segenap suprastruktur politik maupun infrastruktur politik dan pada saat
yang sama membenahi birokrasi sehingga lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan-
tindakan korup dapat ditutup.
6. Adanya penjabaran rumusan perundang-undangan yang jelas, sehingga tidak menyebabkan
kekaburan atau perbedaan persepsi diantara para penegak hukum dalam menangani kasus
korupsi.
7. Semua elemen (aparatur negara, masyarakat, akademisi, wartawan) harus memiliki idealisme,
keberanian untuk mengungkap penyimpangan-penyimpangan secara objektif, jujur, kritis
terhadap tatanan yang ada disertai dengan keyakinan penuh terhadap prinsip-prinsip keadilan.
8. Melakukan pembinaan mental dan moral manusia melalui khotbah-khotbah, ceramah atau
penyuluhan di bidang keagamaan, etika dan hukum. Karena bagaimanapun juga baiknya suatu
sistem, jika memang individu-individu di dalamnya tidak dijiwai oleh nilai-nilai kejujuran dan
harkat kemanusiaan, niscaya sistem tersebut akan dapat disalahgunakan, diselewengkan atau
dikorup.



17

BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Tindakan seseorang yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung
merugikan keuangan atau perekonomian Negara dan daerah atau merugikan keuangan suatu badan
hukum lain yang menerima bantuan dari keuangan Negara atau daerah atau badan hukum lain yang
memergunakan modal dan kelonggaran-kelonggaran dari Negara atau masyarakat .
Korupsi membawa banyak sekali pengaruh negatif yang berdampak langsung terhadap
kehidupan masyarakat, antara lain dampaknya terhadap demokrasi, terhadap perekonomian negara,
dan tentu saja terhadap kesejahteraan umum negri ini . banyak sekali contoh-contoh kasus tindak
pidana korupsi yang terjadi di Indonesia . korupsi di Indonesia difahami sebagai perilaku pejabat dan
atau organisasi (Negara) yang melakukan pelanggaran, dan penyimpangan terhadap norma-norma
atau peraturan-peraturan yang ada.
Sebagai fenomena pembangunan, korupsi terjadi dalam proses pembangunan yang
dilakukan oleh negara atau pemerintah. Setiap tindak pidana korupsi baik dalam bentuk penyogok
atau sebagai penerima sogok akan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku tentang tindak pidana korupsi .
Sejauh ini pemerintah terus melakukan upaya dalam memberantas korupsi . salah satunya
adalah dengan membentuk lembaga pemberantasan korupsi yang saat ini dikenal dengan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) . selain itu pemerintah juga memanfaatkan kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi sebagai alat dalam membantu upaya pemberantasan korupsi di negeri ini .
namun hal ini tidak akan sempurna tanpa adanya dukungan dari komponen utama dan terbesar
yaitu masyarakat umum .
Untuk itu sebenarnya usaha yang paling efektif untuk memerngi korupsi di Indonesia adalah
kerja sama yang baik antara pemerintah dengan masyarakat umum . Selain itu peningkatan kualitas
sumber daya manusia (SDM) akan meminimalisir trejadinya tindak pidana korupsi .
Hukum yang tegas juga diperlukan untuk menjerat para tikus berdasi ini yang mencuri hak
rakyat . Kombinasi antara semua aspek yang telah disebutkan di atas adalah upaya sempurna dalam
memerangi masalah korupsi di indonesia .

5.2 Saran
a. Perlu dikaji lebih dalam lagi tentang teori upaya pemberantasan korupsi di Indonesia agar
mendapat informasi yang lebih akurat.
b. Diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu mengaplikasikannya di dalam
kehidupan sehari-hari.
18

Daftar Pustaka

Budiyanto, Drs. MM. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga
Dikoro wirdjono projo,(2005),tindak pidana tertentu di Indonesia, Jakarta,PT Raja Grafindo Pesada
Gie. 2002. Pemberantasan Korupsi Untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran, Kesejahteraan dan
Keadilan
Hamzah jur andi,(2005), pemberantasan korupsi, Jakarta,PT Raja Grafindo Persada
UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
www.wikipedia.com

Anda mungkin juga menyukai