Dalam ilmu antropologi hukum dipelajari juga mengenai Peran, Status atau
kedudukan, Nilai, Norma dan juga Budaya atau kebudayaan. Kesemuanya ini
merupakan hal-hal yang sangat erat kaitannya dengan ilmu antropologi
hukum.Dan semua materi yang akan di pelajari dari antropologi hukum
mempunyai manfaat.
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia. Oleh karena itu antropologi
didasarkan pada kemajuan yang telah dicapai ilmu pengetahuan sebelumnya.
Pengertian Antropologi dapat dilihat dari 2 sisi yaitu Antropologi sebagai ilmu
pengetahuan artinya bahwa Antropologi merupakan kumpulan pengetahuan-
pengetahuan tentang kajian masyarakat dan kebudayaan yang disusun secara
sistematis atas dasar pemikiran yang logis. Dan pengertian Antropologi yang
kedua adalah cara-cara berpikir untuk mengungkapkan realitassosial dan budaya
yang ada dalam masyarakat dengan prosedur dan teori yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.
SARAN
Saran saya adalah agar kedepannya Antropologi lebih di tekankan.Dan agar
dosen lebih mengajar dengan pembahasan yang lebih mudah dan dapat di
pahami dengan sangat baik.
Antropologi Hukum Sebagai Cabang Ilmu Antropologi
Salah satu cabang spesialisasi ilmu antropologi adalah antropologi hukum. Dalam
membandingkan kebudayaan-kebudayaan manusia, maka salah satu hal yang menarik perhatian
untuk difahami secara mendalam dalam konteks yang universal adalah norma-norma yang selalu
terumus dalam setiap bentuk kehidupan bersama dari manusia sebagai pedoman, yang diajarkan
kepada para warganya supaya diperhatikan dalam berperilaku. Sehubungan dengan perhatian
tersebut berkembanglah bidang perhatian baru yang menghasilkan berbagai karya tulis dengan
keterangan-keterangan tentang berfungsinya hukum dalam berbagai kebudayaan, dalam
kebudayaan yang masih bersahaja dan juga dalam kebudayaan yang sudah bersifat kompleks.
Berbagai kerangka teori juga dirumuskan dengan menunjukkan kepekaan terhadap tinjauan lintas
budaya yang berarti bahwa kesimpulan-kesimpulan mengenai hukum dan definisi hukum benar-
benar diuji, apakah dapat berlaku untuk aneka kebudayaan manusia. Misalnya dapat diuji suatu
pendapat, bahwa hukum adalah aturan-aturan yang dirumuskan secara sengaja oleh badan yang
ditunjuk khusus untuk itu dan dimaksudkan untuk menjadi pedoman yang berlaku bagi warga
masyarakat dan kalau dilanggar ada sanksinya yang nyata-nyata dilaksanakan oleh petugas-
petugas yang telah ditunjuk. Kalau dikemukakan pendapat seperti itu maka banyak di antara
masyarakat yang masih sederhana organisasi politiknya (artinya, tidak mempunyai badan
pembuat peraturan, tidak mempunyai petugas yang melaksanakan hukuman) tidak mempunyai
hukum. Apabila masyarakat demikian dianggap tidak mempunyai hukum sedangkan di situ
tercapai suatu keadaan damai dan teratur di mana sengketa-sengketa dapat diselesaikan
sedemikian rupa sehingga sesudahnya masyarakat menjadi seimbang lagi, apakah di sini tidak
beroperasi sesuatu yang efeknya sama dengan efek bekerjanya hukum di masyarakat yang sudah
rumit organisasinya?
Sehubungan dengan hal itu salah satu pokok yang memperoleh sorotan dalam antropologi
hukum adalah, bagaimana mendefenisikan hukum supaya gejala-gejala yang beraneka ragam dan
fungsi intinya sama dengan apa yang secara hakiki merupakan fungsi hukum, dan terdapat dalam
aneka budaya manusia, dapat tertampung. Dalam Anthropology of Law (Leopold Pospisil), kita
dapat membaca uraian yang membahas keperluan mengenai perumusan hukum yang berlaku
secara lintas budaya. Pospisil telah mengulas beberapa defenisi hukum yang sangat terpaut pada
struktur masyarakat tertentu yaitu, yang hukumnya dipolakan pada sistem Barat dan kalau
definisi ini dipakai sebagai titik tolak (oleh Pospisil definisi itu dicap sebagai bersifat etnosentris,
artinya berpusat pada budaya penulisnya), maka berbagai masyarakat tidak dapat dianggap
sebagai masyarakat yang mengenai hukum, seperti misalnya masyarakat orang Kapauku, suatu
suku bangsa di Irian Jaya yang telah dipelajarinya secara mendalam. Menurut pengamatan
Pospisil, hukum beroperasi di masyarakat tersebut dan berdasar pengamatannya terhadap gejala-
gejala pengendalian sosial di antara orang Kapauku, di antara orang Tirol di Austria (peradaban
yang sudah tua), di antara suku Nunamiut Eskimo serta di antara sejumlah kebudayaan lain yang
dipelajarinya, Pospisil baru berani menawarkan suatu perumusan mengenai hukum yang berlaku
secara lintas budaya atau di berbagai kebudayaan. Keberlakuan itu telah diujinya sendiri.
Manfaat Praktis dari Antropologi Hukum
Para praktisi hukum seringkali ragu-ragu mengenai apakah ada manfaat yang dapat
mereka ambil dari antropologi hukum. Dilihat dari pekerjaan mereka yang langsung berkaitan
dengan penerapan hukum, hal-hal yang dikemukakan dalam antropologi hukum terlalu
mengambang sifatnya. Mereka memang bisa mengakui bahwa telaah antropologi hukum akan
memperdalam pemahaman mereka mengenai proses pengendalian sosial, mengenai latar
belakang budaya dari hukum, tetapi hasil yang demikian tidak dapat langsung digunakan. Dalam
karangan Bohannan berjudul "Anthropology and Law" yang terjemahannya dimuat dalam
kumpulan karangan ini, disebutkan bahwa para penekun dari hukum dapat dibedakan dalam dua
golongan besar yaitu yang mempunyai perhatian terhadap hukum dalam kaitannya dengan
perilaku manusia dan yang menaruh minat terhadap hukum dari segi intelektual dan filosofis.
Antropologi hukum termasuk golongan kedua jadi memanglah bukan diarahkan
pada pengetahuan mengenai hukum yang langsung dapat diterapkan kepada urusan praktis.
Dengan begitu manfaat penekunan hukum dari segi antropologis adalah gambaran yang lebih
mendalam mengenai bekerjanya hukum sebagai pengendali sosial dan bagaimana hal itu
berkaitan dengan nilai-nilai budaya. Suatu wawasan yang lebih meluas mengenai hukum dengan
demikian diperkirakan akan berkembang pada penekun disiplin ini, apalagi karena
pendekatannya yang bersifat komparatif. Seorang hakim, seorang advokat, seorang anggota dari
Angkatan Kepolisian melalui penekunan antropologi hukum dan berkesempatan
mengembangkan wawasan yang lebih luas mengenai bekerjanya hukum itu dan akan
memperoleh pemahaman mengenai dimensi-dimensi budaya dari hukum itu. Mungkin polisi
baru dianggap bertugas bila hukum telah dilanggar, atau dalam perkataan Bohannan (karangan :
Antropologi Hukum) bila suatu situasi hukum telah tercipta yang dimulai dengan suatu
pelanggaran terhadap hukum, namun besar manfaatnya bila seorang anggota polisi mengarahkan
perhatian kepada hal-hal yang akan mengurangi situasi-situasi pelanggaran atau lebih
memaksimalkan usaha preventif. Tugas preventif itu akan lebih baik : ditangani bila dia
mengerti bagaimana latar belakang budaya dari suatu masyarakat setempat, kira-kira bagaimana
pedoman-pedoman yang berlaku di antara mereka, bagaimana hukum adat yang ;
berlaku, bagaimana peranan pemimpin-pemimpin informal dalam proses pengendalian sosial.
Melihat pokok-pokok yang ditekuni oleh antropologi hukum, maka pengertian mengenai
informasi-informasi tersebut, kepekaan terhadap informasi-informasi mengenai hal-hal yang
demikian, akan dikembangkan melalui disiplin ini. Pemahaman mengenai hal-hal tersebut, juga
akan besar manfaatnya bagi praktisi lain seperti hakim. Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun
1970 (Undang-Undang tentang Kententuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Keha-kiman) terdapat
ketentuan dalam Pasal 27 (1) yaitu : "Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib
menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat".
Sehubungan dengan itu penjelasan pasal bersangkutan memuat hal berikut : "Dalam masyarakat
yang masih mengenal hukum tidak tertulis, serta berada dalam masa pergolakan dan peralihan,
hakim merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup di kalangan rakyat.
Untuk itu ia harus terjun ke tengah-tengah masyarakat untuk mengenal, merasakan dan mampu
mengalami perasaan hukum, dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian
hakim dapat memberi keputusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat." Di sini jelas ditampilkan suatu syarat yang perlu dipenuhi oleh seseorang yang
berfungsi sebagai penerap hukum yaitu perlunya dia memiliki wawasan yang tidak legalistik atau
yuridis saja mengenai hukum itu, tetapi perlu mengerti segi-segi budaya, segi sosiologis, dan
sehubungan dengan itu maka pokok-pokok yang ditelaah oleh antropologi hukum dapat
dimanfaatkannya.
Satu hal yang dapat kita ambil dari antropologi hukum, adalah diharapkan dapat
memunculkan kesadaran atas kenyataan adanya keberagaman hukum karena beragamnya
budaya. Beragamnya hukum tersebut jangan dimaknakan sebagai pertentangan hukum (conflict
of laws), tetapi patut dianggap sebagai khazanah kekayaan hukum yang akan mampu
memperkuat serta memperbaharui hukum nasional. Di sisi lain akibatnya adalah memunculkan
sikap toleransi untuk menghargai umat manusia yang beragam pola fikir, karakter, pemahaman,
dan tentunya juga beragam hukum.