Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Semenjak kemerdekaan 17 Agustus 1945 Indonesia telah menetapkan
untuk menganut paham Demokrasi dalam kehidupan bernegara. Tak terkecuali
dalam pelaksanaan pemilihan umum baik itu untuk kepala Negara, wakil
Rakyat, ataupun kepala Daerah yang dicalonkan melalui partai politik.
Banyaknya partai politik yang ikut berperan dalam pentas politik pada
pemilihan umum tentunya mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Namun pelaksanaan tata politik di Indonesia masih dinilai sangat
kurang dimana masih banyaknya kecurangan yang terjadi. Hal itu terjadi
karena masih banyaknya ditemukan penyalahgunaan kekuasaan dan Indonesia
tidak berkembang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh rakyat. Banyaknya
politisi yang melakukan kegiatan politik hanya untuk mendapatkan kedudukan
dan kekuasaan saja. Dan mereka akan melakukan apapun demi mendapatkan
apa yang mereka inginkan bahkan sampai menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan kedudukan atau kekuasaan yang mereka idam-idamkan.
Hal tersebut tentunya sangat bertentangan dengan demokrasi bangsa
indonesia dimana pada hakikatnya sebagai dasar hidup bermasyarakat dan
bernegara bahwa rakyatlah yang memberikan ketentuan dalam masalah-
masalah mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan Negara,
karena kebijakan tersebut akan menentukan kehidupan rakyat. Namun dalam
prakteknya baik dalam pemilu maupun pemerintahan suara rakyat sering di
abaikan. Kecurangan manipulasi suara hingga korupsi yang menyalahkan
wewenang yang sudah diberikan oleh rakyat. Pelaksanaan tata politik
seharusnya dilaksanakan dengan cara yang bijak dan sesuai dengan aturan-
aturan yang ditetapkan oleh badan hukum. Kini pelaku politik lebih
mementingkan mendapatkan kedudukan dan kekuasaannya saja. Jika mereka
sudah menempatkan diri sebagai orang yang memiliki kekuasaan mereka lupa

1
dengan rakyat bahkan tidak membuat kebijakan yang seharusnya
mensejahterakan rakyat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Politik Machiavellisme?
2. Bagaimana politik Machiavellisme di Indonesia?
3. Bagaimana cara meminimalisir terjadinya Politik Machiavellisme?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa itu Politik Machiavellisme.
2. Mampu menganalisis terjadinya Politik Machiavellisme di Indonesia.
3. Memberikan informasi guna meminimalisir terjadinya Politik
Machiavellisme.

1.4 Manfaat
1. Manfaat teoritis: makalah ini dapat dapat memberikan informasi tentang
Politik Machiavalisme.
2. Manfaat Praktis:
a. Bagi guru: makalah ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi guru
dalam pembelajaran mengenai Politik Machiavellisme.
b. Bagi mahasiswa: makalah ini dijadikan sebagai referensi bahan
perkuliahan.
c. Bagi masyarakat: makalah ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan kepada masyarakat pada umumnya mengenai Politik
Machiavellisme.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Politik Machiavellisme


Politik Machiavellisme merupakan sebuah pandangan politik dari
seorang diplomat dan politikus Italia serta seorang filsuf yang bernama

2
Niccolò di Bernardo dei Machiavelli. Sebagai seorang ahli teori, Machiavelli
adalah figure utama dalam realitas politik, ia sangat disegani di Eropa pada
masa Reinasans. Salah satu karya terkenal Machiavelli yang berjudul II
Principe menjadi kontroversi sehingga nama Machiavelli diasosiasikan
dengan hal yang buruk. II Principe awalnya ditulis sebagai harapan untuk
memperbaiki kondisi pemerintah di Italia Utara, kemudian menjadi buku
umum dalam berpolitik pada masa itu. II Principe atau Sang Pangeran
menguraikan tindakan yang bisa atau perlu dilakukan seorang untuk
mendapatkan atau mempertahankan kekuasaan. II Principe dibuat
berdasarkan pengamatan Machiavelli pada pola manajemen kekuasaan yang
dijalankan Cesare Borgia, putra sulung dari Alexander VI dengan Vannoza de
Cateneis. Borgia secara luar biasa memanfaatkan secara licik kedudukan
ayahnya yang kemudian menjadi Paus. 1S Machiavelli berharap dengan
menulis ia memiliki kesempatan untuk kembali dalam kursi kekuasaan di
Firenze.
Pandangan-pandangan yang diuraikan oleh Machiavelli dalam Il
Principe mungkin kedengarannya ekstrim. Fokus penulisan Machiavelli
bukanlah tentang sebuah politik yang bersih dan beretika luhur. Nilai utama
yang ditekankan Machiavelli adalah kebutuhan akan stabilitas dalam wilayah
seorang pangeran/penguasa. Il Principe secara luas dianggap sebagai salah
satu buku yang paling berpengaruh dalam politik, khususnya menyangkut
pemerolehan, pelestarian, dan penggunaan kekuasaan politik di dunia Barat.
Teori-teori yang diungkapkan dalam Il Principe seringkali dianggap sebagai
metode cerdas namun tidak bermoral yang dapat digunakan oleh penguasa
yang sedang mencari kekuasaan untuk memperoleh takhta, atau oleh seorang
penguasa untuk mengukuhkan pemerintahannya. Karena dianggap tidak
bermoral maka buku ini baru bisa dipublikasikan lima tahun setelah
meninggalnya Machiavelli atas seizin Paus Clementus VII.
Menurut Machiavelli, kebaikan moral yang terbesar adalah sebuah
negara, yang bajik (virtuous) dan stabil. Jadi untuk membuat negara yang
bajik diperlukan tindakan-tindakan untuk melindungi negara, betapapun
kejamnya dapat dibenarkan. Walaupun Machiavelli dalam bukunya berbicara
bahwa kekuasaan harus dipertahankan walaupun dengan cara terkejam

3
sekalipun, namun Machiavelli sangat menganjurkan bahwa terutama sekali
Sang Penguasa tidak boleh dibenci. Ia memberikan sebuah jawaban yang
padat tentang apakah seorang penguasa harus ditakuti dan atau dicintai. Ia
menyatakan, “…seorang penguasa yang bijaksana harus membangun
kekuasaannya berdasarkan apa yang ia kuasai sendiri dan bukan berdasarkan
apa yang dikuasai orang lain; ia harus berusaha agar ia tidak dibenci, seperti
yang telah dicatat.” Ia juga berkata “Yang terbaik ialah ditakuti dan dicintai;
namun demikian, bila seseorang tidak dapat dua-duanya, lebih baik ditakuti
daripada dicintai.”. Pada bab-bab awal buku ini, Machiavelli mendefinisikan
metode-metode pemerintahan yang efektif dalam beberapa bentuk
kepenguasaan. Metode-metode yang digambarkan di dalamnya mencakup
pengajaran tentang perang dan kekejaman. II Principe dimulai dengan
menggambarkan subjek yang akan ditangani ketika akan merenggut atau
mempertahankan kekuasaan. Pada bab ke-6 sampai ke-8, secara khusus
Machiavelli membahas tentang negara yang benar-benar baru. Machiavelli
menyarankan bahwa penguasa harus berhati-hati menghitung semua
perbuatan amoral yang perlu dia lakukan untuk mengamankan kekuasaannya,
dan kemudian mengeksekusi mereka semua dalam satu ‘serangan’, sehingga
ia tidak perlu melakukan kejahatan lebih untuk sisa pemerintahannya.
Penguasa yang gagal melakukan hal ini dan yang ragu-ragu dalam berbuat
kezaliman, akan menemukan masalah yang menjamur dari waktu ke waktu
dan mereka dipaksa untuk melakukan perbuatan jahat sepanjang
pemerintahan mereka. Jadi mereka terus-menerus merusak reputasi mereka
dan merusak reputasi mereka sendiri.
Tulisan Machiavelli yang dianggap sangat ektrim dan amoralitas
menjadi perdebatan dikala itu dapat dikatakan juga bahwa pada zaman itu
amoralitas masih menjadi subjek diskusi yang sangat serius. Topik yang
diangkat Machiavelli memancing polemik. Sebagian mengatakan bahwa apa
yang disampaikan adalah sebuah anjuran politik yang dapat diartikan secara
salah, karena didalamnya mengandung berbagai macam muslihat politik.
Profesor Solly Lubis memberikan kesan yang mengerikan tentang pikiran
Machiavelli, karena ia mengatakan bahwa Machiavelli telah memberikan
suatu ajaran, diantaranya; setiap perlawanan terhadap pemerintah harus

4
ditindas dengan benar-benar. Lebih mengerikan lagi daripada yang diutarakan
sebelumnya, M. Hutauruk menuding bahwa ajaran Nicollo Machiavelli
dipraktekkan dalam sistem politik kaum fasis di Italia.
Kemudian teori Machiavelli dikenal dengan politik yang menghalalkan
segala cara dalam memperoleh atau mempertahankan kekuasaannya yang
kemudian Machiavelli diasosiasikan dengan hal yang buruk. Orang yang
melakukan tindakan seperti ini disebut dengan Makiavelis.

2.2 Politik Machiavellisme di Indonesia


2.2.1 Politik Demokrasi di Indonesia
Seperti yang diketahui sistem politik pemerintahan dan
bermasyarakat Indonesia sendiri menganut sistem demokrasi.
Demokrasi merupakan sebuah sistem politik dimana kekuasan tertinggi
berada ditangan rakyat. Dalam sebuah demokrasi dimana kekuasan
pemerintah ditangan rakyat mengandung pengertian tiga hal yakni:
pertama, pemerintahan dari rakyat (government of the people); kedua
pemerintahan oleh rakyat (government by people); ketiga pemerintahan
untuk rakyat (government for people). Menurut Nurcholish Madjid,
demokrasi mengandung makna sebuah proses dinamis bukan lagi
sebagai kata benda melainkan sebagai kata kerja sehingga demokratis
perlu diupayakan. Nurcholis Madjid mengungkapkan setidaknya ada
tujuh norma yang dimiliki dalam pandangan hidup yang baik secara
teoritis maupun pengalaman praktis di negeri – negeri yang
demokrasinya telah berkembang. Ke tujuh norma tersebut antara lain
yakni:
a. Pentingnya akan kesadaran pluralism. Kesadaran akan masyarakat
majememuk sendiri akan memberikan tanggapan positif mengenai
kemajemukan itu sendiri. seorang akan menyesuaikan diri dalam
kehidupan berdemokratis dengan mendisiplinkan dirinya pada
kesatuan dan persatuan yang diperoleh dengan memahami segi-
segi positif dalam kemajemukan masyarakat.
b. Semangat musyawarah, dalam hal ini menuntut agar setiap orang
menerima kemungkinan terjadinya “partial functioning of
ideals”, yaitu pandangan dasar bahwa belum tentu dan tidak harus

5
seluruh keinginan atau pemikiran seseorang atau kelompok akan
diterima dan dilaksanakan sepenuhnya.
c. Ungkapan “tujuan menghalalkan cara” mengisyaratkan suatu
kutukan pada orang uang berusaha meraih tujuannya dengan cara-
cara yang tidak perduli pada pertimbangan moral. Pandangan
demokratis mewajibkan adanya keyakinan bahwa cara haruslah
sejalan dengan tujuan.
d. Permufakatan yang jujur dan sehat adalah hasil akhir musyawarah
yang jujur dan sehat. Permufakatan yang dihasilkan melalui
‘engineering’, manipulasi atau taktik-taktik yang sesungguhnya
adalah sebuah konspirasi bukan hanya disebut sebagai
permufakatan yang cacat atau kurang tapi bahkan disebut sebagai
penghianatan pada nilai semangat demokrasi.
e. Terpenuhinya keperluan pokok yaitu pangan, sandang, dan papan.
Ketiga hal tersebut merupakan salah satu masalah yang
menyangkut pemenuhan kebutuhan ekonomi yang tak lepas dari
perencanaan sosial-budaya. Pemenuhan kebutuhan ekonomi juga
harus mempertimbangkan aspek keharmonisan dan keteraturan
sosial.
f. Kerjasama antar warga masyarakat dan sikap saling mempercayai
iktikad baik masing-masing. hubungan yang baik dalam
bermasyarakat merupakan segi penunjang efisiensi dalam
demokrasi.
g. Dalam keseharian dapat berbicara mengenai pentingnya
demokrasi

2.2.2 Politik Machiavelissme yang terjadi di Indonesia


Meski pada hakikatnya Indonesia menganut sistem demokrasi
dimana rakyat yang memiliki kekuasaan tertinggi dimana rakyat yang
berhak menentukan siapa saja yang berhak mengatur pemerintahan di
Indonesia sebagai wakil rakyat di Pemerintahan namun tak sedikit dari
para wakil rakyat yang melakukan kecurangan dalam hal pemilu untuk
mendapatkan kekuasaan ataupun mempertahankan kursi jabatanya di
pemerintahan.

6
Beberapa kasus sebagai contoh pernah terjadi:
a. Kasus suap dalam pemilu. Pemilu dengan parsipasi rakyat dalam
menentukan wakil rakyat dalam menyuarakan rakyat untuk
membangun sebuah kesejahteraan bagi bangsa yang dimana
harusnya dipilih bagi orang yang pantas dan tetpat untuk
menduduki kursi jabatan. Dalam kasus ini Tim sukses dari
sebuah partai politik melakukan kecurangan dalam manipulasi
suara. Hal ini terjadi di Garut yang melibatkan tiga tersangka
antara lain Anggota KPU Garut, Ketua Panwaslu dan salah satu
Tim Sukses salah satu calon Bupati-Wakil Bupati kota Garut.
Dalam kasus ini demi memenangkan suara dalam pemili salah
satu oknum memberikan uang sebesar Rp 100 juta dan satu unit
mobil. kasus seperti ini sering dikatakan dengan ‘Mahar politik’
dimana parpol yang bersangkutan membayar sejumlah uang
kepada pihak yang terkait demi mendapatkan suara. Tentu saja
ini bertentangan dengan prinsip pemilu yakni bebas, jujur, dan
adil.
b. Money politik dalam pilkada serentak 2018. Kapolri Jenderal
(Pol) Tirto Karnavian mengungkapkan bahwa satuan tugas
antipolitik uang telah memproses 25 kasus tindak pidana politik
uang selama penyelenggaraan pilkada serentak 2018.
Berdasarkan Pasal 187A UU Pilkada, orang dengan sengaja
menjanjikan atau memberikan uang pemilih, maka diancam
pidana penjaga paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan.
c. Adanya provokasi, pencemaran nama baik, dan menimbulkan
SARA. Tingkat komunikasi dan penyebaran informasi yang
semakin mudah dan teknologi yang semakin canggih
menyebabkan informasi atau berita bisa diakses dimana saja dan
kapan namun dengan tingkat validasi dan keakuratan yang sangat
perlu ditanyakan. Namun pada masa ini banyak sekali orang-
orang remaja maupun dewasa yang sering dijadikan sasaran
empuk dalam penyebaran informasi palsu dan mendikte untuk
menebar kebencian pada individu atau sekelompok orang.

7
Teknologi yang semakin canggih ini dapat dijadikan sebagai aksi
kampanye oleh para politikus untuk mendapatkan tujuan atau
bahkan saling menjatuhkan satu sama lain. dalam sebuah analisis
target ini ditujukan kepada para generasi milenial, dimana
beberapa oknum akan menyebarkan informasi untuk menarik
masa sebagai pendukung dan penyebaran informasi yang
menyebabkan perbedaan pendapat yang memunculkan
perbebatan diberbagai kalangan. Sebagai contoh munculnya
hastag-hastag yang menjadi trending topic dari kedua kubu
dalam menyambut pemilu serentah pada 2019 nanti. Hal ini juga
diperparah dengan menyinggung adanya SARA dengan
memecah belah kesatuan memanfaatkan para tokoh agama
sehingga menimbulkan konflik dimana menyalahkan satu sama
lain. Demokrasi memang menuntut partisipasi rakyat namun
tidak menginginkan adanya pertikaian yang memecah belah
bangsa.
d. Kasus korupsi, baru-baru ini terjadi kasus korupsi yang
menghebohkan dimana KPK menahan 22 anggota DPRD Kota
Malang yang menjadi tersangka kasus dugaan suap dan
gratifikasi. Ke 22 tersangka tersebut diduga menerima uang
masing-masing sebanyak Rp 12,5 juta – Rp 50 juta. Dan dari 22
tersangka itupun bertambah menjadi 41 orang. Dalam hal ini
mereka melakukan apapun untuk mendapatkan keuntungan
sebesar-besarnya tanpa memperdulikan bagaimana para nasib
rakyat yang telah memberikan kepercayaan mereka. Dalam hal
ini moralitas para politikus sangat memperhatinkan.

Kasus-kasus yang terjadi adalah sepersekian kasus yang pernah


ada dan terjadi di Indonesia dimana para penguasa yang haus akan
kekuasaan melakukan apa saja untuk mendapatkan jabatan yang
diinginkan. Hal ini jelas melanggar prinsip-prinsip dan norma-norma
demokrasi yang ada. Mereka rela mengeluarkan uang sebanyak apapun,
bahkan melakukan provokasi untuk menebar kebencian dimana

8
seharusnya pemilu sebagai ajang untuk mempersatukan pendapat
dibalik banyaknya perbedaan yang ada.

2.3 Penanggulangan Politik Machiavellisme di Indonesia


2.3.1 Penanggulangan dalam hal SARA
Menihilkan dan memisahkan aspek SARA dalam pemilu
tidaklah mudah, bahkan mungkin mustahil. Memilih adalah persoalan
preferensi. Rasionalitas dan objektivitas seseorang dalam menentukan
pilihan tetap akan dipengaruhi oleh subjektifitas emosional atas dasar
keyakinan agama dan afinitas kelompok. Subjektifitas merupakan
sikap manusiawi.
Yang paling mungkin diusahakan adalah meminimalkan atau
menurunkan potensi politik SARA. Dalam jangka panjang diperlukan
rekayasa sosial untuk mengubah struktur dan budaya komunalisme ke
arah masyarakat yang terbuka dan egalitarian. Terkait dengan pemilu,
sangat mendesak dilakukan sosialisasi dan pendidikan pemilih (voters
education) agar masyarakat memilih secara rasional dengan nalar
kritis. Partai politik, kekuatan masyarakat sipil, dan media massa perlu
bekerja sama membantu masyarakat mengenal, menganalisis, dan
menilai program kerja dan rekam jejak para kandidat.
Kedua, memperkuat ikatan kebersamaan dan kewargaan agar
masyarakat terbuka dan toleran terhadap perbedaan pilihan. Demokrasi
membawa konsekuensi pluralitas politik. Tidak ada pilihan tunggal
dalam berdemokrasi walaupun hanya ada satu calon tunggal.
Demokrasi yang sehat menuntut kedewasaan sikap saling
menghormati dan menerima mereka yang berbeda. Perlu adanya
kesadaran bersama bahwa pemilu adalah proses politik biasa. Dalam
alam demokrasi, pemimpin datang dan pergi, silih berganti.
Ketiga, dalam konteks agama, sudah waktunya dilakukan
reinterpretasi teks untuk merumuskan teologi kepemimpinan dan
pemerintahan. Diperlukan teologi yang meneguhkan keyakinan bahwa
berpolitik adalah bagian dari muamalah, bukan akidah dan ibadah
mahdlah. Hal ini penting untuk mengubah dan meluruskan

9
pemahaman bahwa pemilu bukanlah peperangan yang berakibat pada
kemenangan atau kekalahan; yang menang mendapatkan rampasan
perang (ghanimah atau fai), sementara yang kalah menjadi tawanan.
Yang tidak kalah penting adalah netralitas pemerintah dan
profesionalitas penyelenggara pemilu. Birokrasi harus tegak berdiri di
atas aturan dan hukum. KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan
Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) sebagai penyelenggara pemilu
harus bekerja tak kenal lelah untuk menjamin tidak ada seorang pun
warga negara yang kehilangan hak politiknya serta memastikan tak
segelintir pun suara yang sirna. Masalah SARA bisa mengemuka jika
salah satu calon diperlakukan tidak adil.
Pemilu adalah perhelatan politik yang mencerminkan wajah
bangsa. Secara politik, pilkada adalah potret kualitas demokrasi suatu
bangsa, baik sebagai sistem maupun tata nilai. Di atas semua itu,
pilkada adalah wajah keadaban dan keluhuran bangsa. Potensi politik
SARA akan selalu ada. Tetapi, dengan keadaban yang tinggi,
kesadaran kebinekaan, dan tanggung jawab kebangsaan, pilkada akan
berlangsung aman dan damai serta menghasilkan pemimpin yang
terbaik.
2.3.2 Penanggulangan Money Politik
Dalam rangka mencegah budaya politik uang guna menciptakan
Pilkada yang berkualitas dalam rangka stabilitas nasional, maka
kebijaksanaan yang perlu diambil adalah: Mewujudkan pencegahan
budaya politik uang melalui langkah hukum dan langkah non-hukum
demi menciptakan Pilkada yang berkualitas dalam rangka stabilitas
nasional.
Strategi pencegahan melalui sarana hukum, mencukup tiga hal
yakni pencegahan pada tingkat legislasi, yudikasi, dan eksekusi.
Dengan adanya aturan dalam UU (kebijakan legislasi), penerapan
hukum dalam kasus nyata (kebijakan yudikasi), dan pelaksanaan
hukuman sesuai putusan pengadilan (kebijakan eksekusi), maka akan
terjadi efek pencegahan, baik pencegahan yang bersifat umum dan

10
bersifat khusus. Adapun law enforcement yang dilakukan dalam proses
peradilan (polisi, jaksa, pengadilan), merupakan penegakan hukum
dalam arti sempit. Sekalian upaya ini melibatkan berbagai pihak, baik
pemerintah (elselutif, legislatif, yudikatif), partai politik, maupun
masyarakat pada umumnya.
Menyangkut strategi pencegahan dengan sarana hukum antara lain
dengan:
1. Strategi kriminalisasi politik uang sebagai tindak kejahatan
dengan ancaman hukuman yang berat. Upaya:
a. Mendorong eksekutif dan legislatif untuk membuat
peraturan yang menempatkan politik uang (dalam
Pilkada) sebagai tindak pidana dengan ancaman hukuman
yang berat partai politik, dan unsur masyarakat
melakukan koordinasi untuk merubah atau
mengamendemen UU No.32/2004 yang memberi otoritas
penuh kepada partai politik untuk mengajukan calon
kepala daerah.
b. Mendorong legislatif dan eksekutif untuk meningkatkan
dialog dengan masyarakat, partai politik, dan kelompok-
kelompok civil society dalam menghimpun masukan
yang komprehensif demi penyempurnaan sistem
pencalonan kepala daerah tersebut di atas, berikut
peraturan perundangan yang terkait.
c. Membangun kerjasama dengan berbagai pusat riset untuk
melakukan kajian ilmiah dan studi kelayakan mengenai
visibilitas dari sistem pengajuan calon kepala daerah
secara langsung tersebut, baik dari sosial, budaya, politik,
keamanan, dan ekonomi.
d. Mendorong eksekutif dan DPR membentuk tim khusus
dari berbagai bidang ilmu untuk menyusun draft
akademik mengenai perubahan dimaksud.
2. Memantapkan sistem seleksi administrasi para calon. Upaya:

11
a. Memantapkan sistem seleksi administrasi para calon melalui
perbaikan sistem pengecekan, peningkatan profesionalisme
KPUD, peningkatan sarana/prasarana, serta peningkatan
kerjasama dengan pihak terkait yang kompeten.
b. Pembenahan sistem pendataan pemilih yang lengkap dan
obyektif melalui perbaikan sistem pendataan, peningkatan
profesionalisme petugas, penciptaan sistem validasi data,
serta penyediaan mekanisme kontrol publik yang terbuka.
c. Pembenahan sistem pelaksanaan kampanye melalui
penciptaan aturan main yang lebih rinci dan komprehensif,
penguatan panitia pengawas, serta kriminalisasi pelanggaran
kampanye.
d. Pembenahan sistem pemungutan suara melalui perbaikan
aspek teknis, perbaikan mutu pelaksana, dan penguatan
institusi kontrol.

12
Menyangkut strategi pencegahan dengan sarana non hukum antara lain
dengan:
1. Meningkatan sarana dan prasarana pendukung yang efektif dan
efisien. Upaya:
a. Koordinasi antara pemerintah dan DPR untuk
menganggarkan biaya dan sarana pendukung yang
dibutuhkan aparat mulai dari hulu sampai hilir
b. Kerjasama fungsional dengan dunia usaha dan pihak luar
negeri dalam membuka akses untuk pemenuhan kebutuhan
dana serta sarana dan prasarana.
c. Maksimalisasi pemanfaatan sarana dan prasarana yang ada.
d. Efisiensi dalam organisasi pengeluaran-pengeluaran yang
tidak perlu dapat ditekan dan dialihkan untuk pengadaan
sarana dan prasarana.
2. Meningkatan partisipasi masyarakat dalam penegakan supremasi
hukum. Upaya:
a. Peningkatan pendidikan masyarakat agar lebih mampu
memahami aturan-aturan hukum yang ada.
b. Penanaman budaya malu melakukan pelanggaran hukum
c. Penanaman budaya taat hukum lewat pembinaan kesadaran
hukum dan pemberian teladan taat hukum
d. Pembinaan tentang paradigma nasional dan tanggungjawab
sebagai warga negara.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Politik Machiavellisme merupakan sebuah pandangan politik dari
seorang yang bernama Niccolò di Bernardo dei Machiavelli. Teori
Machiavelli dikenal dengan politik yang menghalalkan segala cara dalam
memperoleh atau mempertahankan kekuasaannya yang kemudian
Machiavelli diasosiasikan dengan hal yang buruk. Dalam tulisan Machiavelli
dikatakan bahwa orang yang tidak berbuat dzalimakan menemukan masalah
yang menjamur dari waktu ke waktu dan mereka dipaksa untuk melakukan
perbuatan jahat sepanjang pemerintahan mereka. Orang yang melakukan
tindakan seperti ini disebut dengan Makiavelis.
Demokrasi merupakan sebuah sistem politik dimana rakyat yang
memiliki kekuasaan tertinggi dimana rakyat yang berhak menentukan siapa
saja yang berhak mengatur pemerintahan di Indonesia sebagai wakil rakyat di
Pemerintahan. Dengan hal tersebut, banyak pihak yang berlomba-lomba
untuk menjadi wakil rakyat dengan berbagai cara. Yang pernah terjadi di
Indonesia antara lain kasus suap dalam pemilu, money politik dalam pilkada
serentak 2018, ddanya provokasi, pencemaran nama baik, dan menimbulkan
SARA serta kasus korupsi.
Cara pencegahan politik machiavellisme yang menyangkut SARA
antara lain dengan meminimalkan atau menurunkan potensi politik SARA,
memperkuat ikatan kebersamaan dan kewargaan agar masyarakat terbuka dan
toleran terhadap perbedaan pilihan, dalam konteks agama sudah waktunya
dilakukan reinterpretasi teks untuk merumuskan teologi kepemimpinan dan
pemerintahan dan netralitas pemerintah dan profesionalitas penyelenggara
pemilu. Sedangkan untuk pencegahan politik machiavellisme yang
menyangkut money politik adalah dengan cara hukum dan non hukum. Cara
hukum meliputi strategi kriminalisasi politik uang sebagai tindak kejahatan
dengan ancaman hukuman yang berat dan Memantapkan sistem seleksi
administrasi para calon. Sedangkan dengan cara non hukum dapat dilakukan

14
dengan meningkatan sarana dan prasarana pendukung yang efektif dan
efisien serta meningkatan partisipasi masyarakat dalam penegakan supremasi
hukum.

3.2 SARAN
3.2.1 Bagi Masyarakat
Sebagai warga negara yang baik, kita harus mampu mengawal
kondisi politik yang ada dengan ikut berpartisipasi aktif dalam
pemerintahan. Masyarakat juga harus mampu memilah informasi
yang baik dan buruk agar tidak mudah diperalat oleh oknum oknum
yang ingin mencari keuntungan pribadi.
3.2.2 Bagi Pemerintah
Alangkah lebih baiknya apabila pemerintah ikut serta dalam
mengawasi terselenggaranya praktek politik yang ada. Peran aparat
juga sangat berarti dalam penyelenggaraan demokrasi di Indonesia,
yaitu dengan menindak praktek politik yang menyimpang tanpa
pandang bulu.

15
DAFTAR PUSTAKA

Utari, Indah Sri. 2016. “Pencegahan Politik Uang dan Penyelenggaraan Pilkada

yang Berkualitas: Sebuah Revitalisasi Ideologi”. Seminar Nasional Hukum

2(1): 451-474.

Ritaudin, M. Sidi. 2014. “Wawasan Etika Politik, Membangun Sikap Kritis dan

Rasional Politik Bangsa”. Jurnal TAPIs 10(2): 12-32.

Manullang, E. Fernando M. 2010. “Nicollo Machiavelli: Sang Belis Politik? Suatu

Refleksi Dan Kritik Filosofis Terhadap Gagasan Politik Machiavelli Dalam

II Principe”. Jurnal Hukum dan Pembangunan 40(4): 516-536.

Putra, Galuh Febri. 2015. “Everything is Permitted: Sebuah Ulasan Singkat Il

Principe Karya Machiavelli”. Jurnal Poetika 3(1): 75-78.

Ali, Mohammed Seid. 2015. “Morality and Politics with Reference to

Machiavelli’s the Prince”. European Scientific Journal 11(17): 233-253.

Azra, Azyumadi et al. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education):

Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani.

Detik.com. “PKS: Di Medsos Milenial Lebih Suka 2019 Ganti Presiden”,

https://news.detik.com/berita/d-4212972/pks-di-medsos-milenial-lebih-suka-

2019gantipresiden?_ga=2.253545481.1264954740.1538499592-

1064798534.1538499592, 15 September 2018 (diakses 2 Oktober 2018).

Liputan6. “Korupsi Berjamaah di Malang”,

https://www.liputan6.com/news/read/3635711/kpk-tahan-22-anggota-dprd-

malang-tersangka-suap, 4 September 2018 (diakses 2 Oktober 2018).

16
17

Anda mungkin juga menyukai