Anda di halaman 1dari 32

HUBUNGAN AGAMA DAN ILMU PENGETAHUAN

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ilmu pengetahuan itu indah, begitu pula agama. Ilmu pengetahuan memperindah akal dan

pikiran. Agama memperindah jiwa dan perasaan. Ilmu pengetahuan dan agama sama-sama

membuat manusia merasa nyaman. Ilmu pengetahuan melindungi manusia terhadap penyakit,

dan musibah-musibah di dunia. Agama melindungi manusia terhadap keresahan, kesepian, rasa

tidak aman dan pikiran yang picik. Ilmu pengetahuan mengharmoniskan dunia dengan manusia,

agama menyelaraskan manusia dengan dirinya.

B. PERUMUSAN MASALAH

1. Apa hubungan ilmu pengetahuan dan agama ?

2. Dapatkah ilmu pengetahuan dan agama saling menggantikan tempat masing-masing ?

C. PEMBAHASAN

1. Sudah jelas bahwa ilmu pengetahuan dan agama merupakan 2 bagian pokok dari sisi manusiawi.

Manusia baru dapat memiliki pengetahuan kalau dia menentang perintah Tuhan

(tidak menaati ajaran agama dan para Nabi) dengan alasan itulah manusia terusir dari Tuhan.

Seperti dalam ayat 22 23 :

Dan Tuhan Allah berfirman, Lihatlah, lelaki itu menjadi seperti kami, tahun yang baik

dan yang buruk. Dan kini, jangan sampai dia mengulurkan tangannya, lalu memetik [buah] dari

pohon kehidupan, kemudian makan [buah itu] dan hidup abadi.31[1]


Hubungan antara ilmu pengetahuan dan agama dapat dibahas dari 2 sudut pandang. Sudut

pandang yang pertama adalah kita lihat apakah ada sebuah agama yang konsepnya melahirkan

keimanan.

Sudut pandang yang kedua membahas hubungan antara agama dan ilmu pengetahuan

adalah bagaimana agama dan ilmu pengetahuan berpengaruh pada manusia.

Ilmu pengetahuan memberikan kita cinta, harapan dan kehangatan. Ilmu pengetahuan

membantu menciptakan peralatan dan mempercepat laju kemajuan, agama menetapkan maksud

upaya manusia dan sekaligus mengarahkan upaya tersebut, ilmu pengetahuan membawa revolusi

lahiriyah ( material ). Agama membawa revolusi Batiniyah (Spiritual).

Ilmu pengetahuan menjadikan dunia ini Dunia manusia, agama menjadikan kehidupan

sebagai kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan dan agam sama-sama memberikan kekuatan

kepada manusia. Namun, kekuatan yang diberikan oleh agama adalah berkesinambungan,

sedangkan kekuatan yang diberikan oleh ilmu pengetahuan terputus.

2. Antara agama dan ilmu pengetahuan tak ada pertentangan, justru keduanya saling mengisi. Ilmu

pengetahuan tak dapat menggantikan peran agama, karena agama memberikan kasih sayang,

harapan, cahaya, dan kekuatan, agama meninggikan nilai kita, membantu mewujudkan keinginan

kita. Begitu pula agama juga tak dapat menggantikan peran ilmu pengetahuan, melalui ilmu

pengetahuan kita dapat mengenal alam, kita dapat mengetahui hukum alam, dan kita pun dapat

mengenal siapa diri kita sendiri.

Dan agama tanpa ilmu pengetahuan berakhir dengan kemandekan dan prasangka buta, dan

tak dapat mencapai tujuan. Kalau tak ada ilmu pengetahuan, agama menjadi alat bagi orang-

orang pandai yang munafik.


Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah seperti sebilah pedang tajam di tangan pemabuk

yang kejam. Juga ibarat lampu di tangan pencuri, yang digunakan untuk membantu si pencuri

mencuri barang yang berharga di tengah malam.

D. KESIMPULAN

Ilmu pengetahuan tanpa agama bagaikan sebilah pedang yang tajam di tangan pemabuk

yang kejam, yang artinya orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi tanpa dilandasi

dengan agama orang tersebut tidak bisa mengendalikan agama dan ilmu pengetahuan saling

berkaitan dan saling mengisi.

Daftar Pustakan

Studi Islam IAIN SUNAN AMPEL Surabaya, pengantar studi ISLAM. Surabaya 2005.
Muthahhari Murtadha, Manusia dan Alam Semesta : Pustaka Nasional Jakarta : Lentera 2006.

FILSAFAT, ILMU PENGETAHUAN DAN AGAMA


MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Pengantar Filsafat
Dosen Pengampu: Komarudin, M. Ag
Disusun Oleh :

Lestri Nurratu ( 111111038 )

FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012

I. PENDAHULUAN
Ada yang mengatakan bahwa antara filsafat, ilmu pengetahuan dan agama memiliki
hubungan. Baik filsafat, ilmu pengetahuan dan agama mempunyai tujuan yang sama yaitu
memperoleh kebenaran. Manusia selalu mencari sebab-sebab dari setiap kejadian yang
disaksikannya. Dia tidak pernah menganggap bahwa sesuatu mungkin terwujud dengan
sendirinya secara kebetulan saja, tanpa sebab.
Hasrat ingin tahu dan ketertarikan yang bersifat instinktif terhadap sebab-sebab ini memaksa
kita menyelidiki bagaimana benda-benda di alam ini muncul, dan menyelidiki ketertibannya
yang mengagumkan. Kita dipaksa untuk bertanya Apakah alam semesta ini, dengan seluruh
bagiannya yang saling berkaitan yang benar-benar membentuk satu kesatuan sistem yang besar
itu, terwujud dengan sendirinya, ataukah ia memperoleh wujudnya dari sesuatu yang lain?
Dalam makalah ini penulis berusaha mencoba menjelaskan secara sederhana mengenai
filsafat, ilmu pengetahuan dan agama. Dimana dalam makalah ini penulis berusaha memecahkan
dua masalah tentang kedudukan filsafat, ilmu pengetahuan dan agama serta bagaimana relasi
antara filsafat, ilmu pengetahuan dan agama.

II. RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana Kedudukan Filsafat, Ilmu Pengetahuan dan Agama ?
2. Bagaimana Relasi antara Filsafat, Ilmu Pengetahuan dan Agama ?
III. PEMBAHASAN
1. Kedudukan Ilmu, Filsafat, dan Agama
a. Filsafat
Secara etimologis (asal-usul kata) filsafat berasal dari kata yunani philia (=love, cinta) dan
sophia (=wisdom, kebijaksanaan). Jadi ditinjau dari pada arti etimologis istilah ini berarti cinta
pada kebjaksanaan.2[1]
Pengertian filsafat secara garis besar adalah ilmu yang mendasari suatu kosep berfikir
manusia dengan sungguh-sungguh untuk menemukan suatu kebenaran yang kemudian dijadikan
sebagai pandangan hidupnya. Sedangkan secara khusus filsafat adalah suatu sikap atau tindakan
yang lahir dari kesadaran dan kedewasaan seseorang dalam memikiran segala sesuatu secara
mendalam dengan melihat semuanya dari berbagai sudut pandang dan korelasinya.
b. Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang berasal dari pengamatan, studi dan pengalaman
yang disusun dalam satu system untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang hal yang sedang
dipelajari.3[2]
Dengan demikian ilmu pengetahuan dapat dikatakan sebagai pengetahuan yang ilmiah.
Pengetahuan yang telah disusun secara sistematis untuk memperoleh suatu kebenaran. Ilmu
pengetahuan merupakan ilmu pasti. eksak, terorganisir, dan riil.
c. Agama
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang
berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta, gama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata
lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar
pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi,
seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.4[3]
Baik ilmu, filsafat maupun agama bertujuan (sekurang-kurangnya berurusan dengan satu hal
yang sama), yaitu kebenaran. Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri mencari
kebenarantentang alam dan manusia Filsafat dengan wataknya sendiri pula menghampiri
kebenaran, baik tentang alam, manusia dan Tuhan. Demikian pula dengan agama, dengan
karakteristiknya pula memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan
manusia tentang alam, manusia dan Tuhan.5[4]
Walau demikian baik ilmu, filsafat, maupun agama juga mempunyai hubungan lain.
Yaitu ketiganya dapat digunakan untuk memecahkan masalah pada manusia. Karena setiap
masalah yang di hadapi hadapi oleh manusia sangat bermcam-macam. Ada persoalan yang tidak
dapat diselesaikan dengan agama seperti contohnya cara kerja mesin yang dapat dipecahkan oleh
ilmu pengetahuan.

2. Relasi dan Relevansi Antara Filsafat, Ilmu Pengetahuan dan Agama


1. Jalinan Filsafat dan Agama
Terdapat beberapa asumsi terkait dengan jalinan filsafat dengan agama. Asumsi tersebu
didasarkan pada anggapan manusia sebagai makhluk social. Saifullah memberikan ikhtisar
dalam bagan yang lebih terperinci mengenai perbandingan jalinan agama dan filsafat.

Table perbandingan antara agama dan filsafat


Agama Filsafat
a. Agama adalah unsur mutlak dan
a. Filsafat adalah salah satu unsure
sumber kebudayaan. kebudayaan.
b. Agama adalah ciptaan Tuhan. b. Filsafat adalah hasil spekulasi
manusia.
c. Agama adalah sumber-sumber
c. Filsafat menguji asumsi-asumsi
asumsi dari filsafat dan ilmu science, dan science mulai dari
pengetahuan (science). asumsi tertentu.
d. Agama mendahulukan kepercayan
d. Filsafat mempercayakan sepenuhnya
dari pada pemikiran. kekuatan daya pemikiran.
e. Filsafat tidak mengakui dogma-
e. Agama mempercayai akan adanya dogma agama sebagai kenyataan
kebenaran dan khayalan dogma- tentang kebenaran.
dogma agama.

Dengan demikian terlihat bahwa peran agama dalam meluruskan filsafat yang spekulatif
terhadap kebenaran mutlak yang terdapat dalam agama. Sedangkan peran filsafat terhadap agama
adalah membantu keyakinan manusia terhadap kebenaran mutlak itu dengan pemikiran yang
kritis dan logis.6[5]

2. Jalinan Filsafat dan Ilmu


Antara filsafat dan ilmu mempunyai persamaan, dalam hal bahwa keduanya merupakan hasil
ciptaan kegiatan pikiran manusia, yaitu berfikir filosofis, spkulatif dan empiris ilmiah. Namun
ke-eksakan pengetahuan filsafat tidak mungkin diuji seperti pengetahuan ilmu. Yang pertama
tersusun dari hasil riset dan eksperimen antara ilmu dan filsafat juga mempunyai perbedaan,
terutama untuk filsafat menuntukan tujuan hidup sedangkan ilmu menentukan sarana untuk
hidup. Filsafat disebut sebagai induk dari ilmu pengetahuan. Hal ini didasarkan pada perbedaan
berikut ini
1. Mengenai lapangan pembahasan
2. Mengenai tujuannya
3. Mengenai cara pembahasannya
4. Mengenai kesimpulannya
a. Persamaan
Antara ilmu, filsafat dan agama ketiganya mempunyai tujuan yang sama yaitu memperoleh
kebenaran. Walaupun dalam mencari kebenaran tersebut baik ilmu, filsafat maupun agama
mempunyai caranya sendiri-sendiri.
Ilmu dengan metodenya mencari kebenaran tentang alam, termasuk manusia dan makhluk
hidup yang ada di dalamnya. Filsafat dengan wataknya menghampiri kebenaran, baik tentang
alam maupun manusia yang tidak dapat dijawab oleh ilmu. Sedangkan agama dengan
kepribadiannya memberikan persoalan atas segala persoalan yang dipertanyakan manusia, baik
tentang alam, manusia maupun tentang tuhan.7[6]
b. Perbedaan
Filsafat adalah induk pengetahuan, filsafat adalah teori tentang kebenaran. Filsafat
mengedepankan rasionalitas, pondasi dari segala macam disiplin ilmu yang ada. Filsafat juga
bisa diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya
secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal. Filsafat menghampiri kebenaran dengan
cara menualangkan (mengelanakan atau mengembarakan) akal-budi secara radikal dan integral
serta universal.
Agama lahir sebagai pedoman dan panduan. Agama lahir tidak didasari dengan riset, rasis
atau uji coba. Melainkan lahir dari proses peciptaan zat yang berada diluar jangkauan manusia.
Kebenaran agama bersifat mutlak, karena agama diturunkan Dzat yang maha besar, maha
mutlak, dan maha sempurna yaitu Allah.
Ilmu pengetahuan adalah suatu hal yang dipelopori oleh akal sehat, ilmiah, empiris dan logis.
Ilmu adalah cabang pengetahuan yang bekembang pesat dari waktu kewaktu. Segala sesuatu
yang berawal dari pemikiran logis dengan aksi yang ilmiah serta dapat dipertanggung jawabkan
dengan bukti yang konkret.
Ilmu dan filsafat, kedua-duanya dimulai dengan sikap sangsi atau tidak percaya. Sedangkan
agama dimulai dengan sikap percaya dan iman.8[7]
c. Titik Singgung
Baik ilmu, filsafat, dan agama ketiganya saling melengkapi. Karena tidak semua masalah
yang ada didunia ini dapat diselesaikan oleh ilmu. Karena ilmu terbatas, terbatas oleh subjeknya,
oleh objeknya maupun metodologinya. Sehingga masalah tersebut diselesaikan oleh filsafat
karena filsafat bersifat spekulatif dan juga alternative.
Agama memberi jawaban tentang banyak soal asasi yang sama sekali tidak terjawab oleh
ilmu, yang dipertanyakan namun tidak terjawab bulat oleh filsafat. Namun ada juga masalah
yang tidak dapat dijawab oleh agama melain kan dijawab oleh ilmu.

IV. KESIMPULAN
Secara etimologis (asal-usul kata) filsafat berasal dari kata yunani philia (=love, cinta) dan
sophia (=wisdom, kebijaksanaan). Jadi ditinjau dari pada arti etimologis istilah ini berarti cinta
pada kebjaksanaan.
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang berasal dari pengamatan, studi dan pengalaman
yang disusun dalam satu system untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang hal yang sedang
dipelajari.
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang
berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Baik ilmu, filsafat, maupun agama juga mempunyai hubungan lain. Yaitu ketiganya dapat
digunakan untuk memecahkan masalah pada manusia. Karena setiap masalah yang di hadapi
hadapi oleh manusia sangat bermcam-macam. Ada persoalan yang tidak dapat diselesaikan
dengan agama seperti contohnya cara kerja mesin yang dapat dipecahkan oleh ilmu pengetahuan.
Ilmu dan filsafat, kedua-duanya dimulai dengan sikap sangsi atau tidak percaya. Sedangkan
agama dimulai dengan sikap percaya dan iman.
V. PENUTUP
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah khasanah
keilmuan dan bermanfaat bagi kita semua. Dalam pembuatan makalah pasti ada kekurangan,
maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal. Filsafat Barat. 2011. Jakarta: Rajawali Pers
Anshari, Endang Saifuddin. Ilmu, Filsafat, dan Agama. 1979. Jakarta: Bulan Bintang
Susanto, A. Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Dalam Dimensi. 2011. Jakarta: PT Bumi Aksara
http://id.wikipedia.org/wiki/Agama

ILMU PENGETAHUAN DAN AGAMA (Studi Filsafat Ilmu)


Filed under: Uncategorized Tinggalkan Komentar

Maret 23, 2012

ABSTRAKSI

Ilmu pengetahuan yang dipahami dalam arti pendek sebagai pengetahuan objektif, tersusun, dan
teratur. Ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari agama. ilmu pengetahuan adalah rangkaian
konsep dan kerangka konseptual yang saling berkaitan dan telah berkembang sebagai hasil
percobaan dan pengamatan. Ilmu pengetahuan tidak dipahami sebagai pencarian kepastian,
melainkan sebagai penyeledikan yang berkesinambungan.

Di dalam doktrin agama, terdapat beberapa landasan yang menunjukan, bahwadi samping
ada kebenaran yang muthlak yang langsung dari Allah swt. diakui pula eksistensi kebenaran
relatif yang merupakan hasil usaha pencapaian budaya manusia[1], seperti: kebenaran spekulatif
filsafat dan kebenaran positif ilmu pengetahuan serta kebenaran pengetahuan biasa di dalam
kehidupan sehari-hari.
Kata kunci: Ilmu Pengetahuan, Agama

AGAMA DAN ILMU PENGETAHUAN

BAB I

PENDAHULUAN

Ilmu Pengetahuan dan Agama adalah dua entitas yang menduduki posisi penting dalam filsafat
ilmu. Keduanya merupakan objek yang menarik untuk diperbincangkan. Posisi kedua cabang
disiplin ilmu tersebut saling memberikan nilai positif dalam menjawab persoalan-persoalan
kehidupan dan kemanusiaan. Hal itu disebabkan oleh fitrah manusia sebagai mahluk berfikir
yang selalu menghendaki rasionalitas. Manusia juga mengalami dan menyaksikan problema-
problema yang terkait dengan dimensi-dimensi misteri dalam kehidupan yang tidak dapat
dipecahkan kecuali dengan merujuk pada agama, sehingga eksistensi agamayang selain
sebagai sistem kepercayaan yang mengharuskan adanya kebenaran, juga sebagai tindakan praktis
terhadap aplikasi kepercayaan (iman) yang telah diakui kebenaraanya melalui metodologi ilmu
pengetahuan yang telah disepakati kebenarannya.

Karya ilmiah ini, fokus kajiannya tentang ilmu pengetahuan, agama serta hubungan ilmu
pengetahuan dan agama. Dalam penulisan karya ilmiah, penulis sadar bahwa karya ilmiah ini
jauh dari kesempurnaan sehingga membutuhkan saran yang membangun demi terciptanya
kebenaran yang seutuhnya.

BAB II

PEMBAHASAN

1. A. Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan adalah suatu sistem pengetahuan dari berbagai pengetahuan, mengenai suatu
lapangan pengalaman tertentu, yang disusun sedemikian rupa menurut asas-asas tertentu, hingga
menjadi kesatuan atau sistem dari berbagai pengetahuan. James menjelaskan, ilmu pengetahuan
adalah rangkaian konsep dan kerangka konseptual yang saling berkaitan dan telah berkembang
sebagai hasil percobaan dan pengamatan.[2] Ilmu pengetahuan tidak dipahami sebagai pencarian
kepastian, melainkan sebagai penyeledikan yang berkesinambungan.

Ilmu pengetahuan juga bisa merupakan upaya menyingkap realitas secara tepat dengan
merumuskan objek material dan objek formal.Upaya penyingkapan realitas dengan memakai dua
perumusan tersebut adakalanya menggunakan rasio dan empiris atau mensintesikan keduanya
sebagai ukuran sebuah kebenaran (kebenaran ilmiah). Penyingkapan ilmu pengetahuan ini telah
banyak mengungkap rahasia alam semesta dan mengeksploitasinya untuk kepentingan manusia.

Dewasa ini, ilmu pengetahuan yang bercorak empiristik dengan metode kuantitatif (matematis)
lebih dominan menduduki dialektika kehidupan masyarakat. Hal ini besar kemungkinan karena
banyak dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran positivistiknya Auguste Comte yang
mengajukan tiga tahapan pembebasan ilmu pengetahuan.[3] Pertama, menurut Auguste Comte
ilmu pengetahuan harus terlepas dari lingkungan teologik yang bersifat mistis. Kedua, ilmu
pengetahuan harus bebas dari lingkungan metafisik yang bersifat abstrak. Ketiga, ilmu
pengetahuan harus menemukan otonominya sendiri dalam lingkungan positifistik.

1. a. Bentuk Ilmu Pengetahuan

Menurut beberapa pakar, ilmu pengetahuan didefinisikan sebagai rangkaian aktifitas berfikir dan
memahami dengan mengikuti prosedur sistematika metode dan memenuhi langkah-
langkahnya.[4] Dengan pola tersebut maka akan dihasilkan sebuah pengetahuan yang sistematis
mengenai fenomena tertentu, dan mencapai kebenaran, pemahaman serta bisa memberikan
penjelasan serta melakukan penerapan.

Secara garis besar, ilmu pengetahuan dibagi menjadi dua bentuk, yakni ilmu eksakta dan ilmu
humaniora. Ilmu eksakta adalah spesifikasi keilmuan yang menitikberatkan pada hukum sebab
akibat. Penilaian terhadap ilmu-ilmu eksakta cenderung memakai metode observasi yang
digunakan sebagai cara penelitiannya dan mengukur tingkat validitasnya. Dengan model
tersebut, penelitian terhadap ilmu-ilmu eksakta sering mendapatkan hasil yang objektif.
Sedangkan ilmu humaniora merupakan spesifikasi keilmuan yang membahas sisi kemanusian
selain yang bersangkutan dengan biologis maupun fisiologisnya. Hal-hal yang berkaitan dengan
kemanusiaan ini lebih tertitik tekan dalam masalah sosiologis dan psikologisnya.

Menurut Jujun, cabang atau bentuk ilmu pada dasarnya berkembang dari cabang utama, yakni
filsafat alam yang kemudian berafiliasi di dalamnya ilmu-ilmu alam (the natural sciences) dan
filsafat moral yang kemudian berkembang menjadi menjadi cabang ilmu-ilmu social (the social
sciences).[5] Dari kedua cabang tersebut, klasifikasi keilmuan menjadi kian tak terbatas.
Diperkirakan sampai sekarang ini, terdapat sekitar 650 cabang keilmuan yang masih belum
banyak dikenal.[6] Kepesatan kemajuan perkembangan ilmu ini demikian cepat, hingga tidak
menutup kemungkinan sepuluh tahun ke depan, klasifikasi keilmuan bisa mencapai ribuan
jumlahnya.

Sekian banyak jumlah cabang keilmuan tersebut, bermula dari ilmu alam yang membagi diri
menjadi dua kelompok, yakni ilmu alam (the physical sciences) dan ilmu hidup (hayat/the
biological sciences).[7] Ilmu alam ini bertujuan untuk mempelajari zat yang membentuk alam
semesta. Ilmu ini kemudian membentuk rumpun keilmuan yang lebih spesifik, misalnya sebagai
ilmu fisika yang mempelajari tentang massa dan energi, ilmu kimia yang membahas tentang
substansi zat, ilmu astronomi yang berusaha memahami kondisi benda-benda langit dan ilmu-
ilmu lainnya. Dari rumpun keilmuan ini kemudian membentuk ranting-ranting baru, seperti kalau
dalam fisika ada yang namanya mekanik, hidrodinamika, bunyi dan seterusnya yang masih
banyak lagi ranting-ranting kecil.

Disiplin keilmuan tersebut di atas terlahir dari beberapa sumber. Ilmu pengetahuan yang terlahir
dari sumber yang berdampak pada perbedaan dari masing-masing jenis keilmuan. Meskipun
demikian tidak semua orang mempercayai dan mengakui keilmuan seseorang yang kebetulan
muncul dari sumber yang tidak diyakini oleh kebanyakan masyarakat. Misalnya ilmu ladunniy
yang diyakini adanya di kawasan Timur namun tidak dipercaya di daerah Barat.
Dalam buku Filsafat Ilmu karya Amsal Bakhtiar dikatakan bahwa ada beberapa pendapat yang
menyatakan bahwa sumber ilmu pengetahuan keluar dari empat hal.[8] Pertama adalah
Empirisme, menurut aliran ini seseorang bisa memperoleh pengetahuan dengan pengalaman
inderawinya. Dengan indera manusia bisa menghubungkan hal-hal yang bersifat fisik ke medan
intensional, atau menghubungkan manusia dengan sesuatu yang kongkret-material. Kedua adalah
Rasionalisme, aliran ini menyatakan bahwa akal merupakan satu-satunya sumber kepastian
pengetahuan. Pengetahuan yang diakui benar semata-mata hanya diukur dengan rasio.

Ketiga adalah intuisi. Menurut Henry Bergson yang dikutip oleh Bakhtiar, intuisi adalah hasil
evolusi dari pemahaman yang tertinggi. Intuisi ini bisa dikatakan hampir sama dengan insting,
namun berbeda dalam tingkat kesadaran dan kebebasannya. Untuk menumbuhkan kemampuan
ini, diperlukan usaha dan kontinuitas latihan-latihan. Ia juga menambahkan bahwa intuisi
mengatasi sifat lahiriah pengetahuan simbolis yang meliputi harus adanya analisis, menyeluruh,
mutlak dan lain sebagainya. Karena itu, intuisi adalah sarana untuk mengetahui secara langsung
dan seketika. Keempat adalah wahyu, sumber ini hanya khusus diperoleh melalui para Nabi yang
menerima pengetahuan langsung dari Tuhan semesta alam. Para Nabi memperoleh pengetahuan
tanpa upaya dan tanpa memerlukan waktu tertentu. Pengetahuan mereka terjadi atas kehendak
Tuhan.

Jika sumber pengetahuan tersebut dihubungkan dengan struktur realitas (objek) dan struktur
keilmuan, maka pengklasifikasiaanya sebagaimana dalam tabel berikut:[9]

Tabel 2.1. Sumber Ilmu pengetahuan

Sumber Ilmu Struktur Realitas (objek) Struktur Keilmuan


Intuisi, rasio, indera, Ilmu Agama (kitab
Transenden
wahyu suci)
Rasio, indera, intuisi Manusia Ilmu filsafat
Ilmu sosial, budaya,
Rasio, indera, intuisi Masyarakat
ekonomi, politik dsb
Rasio, indera, intuisi Sebab-akibat, proses Ilmu fisika, kimia dsb
Ilmu kelangsungan
Intuisi Pertahanan hidup
hidup
Indera Fisiko-kemis Pengetahuan sederhana

Jika melihat klasifikasi yang terdapat dalam tabel di atas, maka untuk sementara bisa diambil
kesimpulan sementara bahwa kebenaran bisa bersifat multidimensional. Artinya ada beberapa
bidang keilmuan bisa lahir dari semua sumber pengetahuan.

1. B. Pengertian Agama

Kata agama dalam bahasa inggris disebut Religion, dalam bahasa belanda disebut Religie.
Kedua kata tersebut terambil dari bahasa induk yaitu bahasa latin yang memiliki arti
Religare[10], to treat carefully (Ciicero), Relegere, to bind together (Lactantius), atau
Religare, to recover (Agustinus).[11]

Dalam bahasa Arab, kata Agama disebut dengan al-Di>n yang terambil dari akar kata
Da>na-Yadi>nu yang berarti : (1). Cara atau adat kebiasaan; (2). Peraturan; (3). Undang-
undang; (4). Taat atau patuh; (5). Menunggalkan Tuhan; (6).Pembalasan; (7). Perhitungan; (8).
Hari kiamat; dan (9). Nasihat.

Menurut Fachruddin alkahiri, kata agama dalam bahasa indonesia berasal dari bahasa
sangsekerta yang terdiri dari dua kata, yaitu: a yang berarti Tidak dan Gama yang berarti
berantakan. Jadi kata Agama adalah tidak berantakan, atau dalam pengertian lain berarti
teratur. Yang dimaksud agama adalah suatu peraturan yang mengatur keadaan manusia, maupun
sesuatu yang gaib, ataupun mengenai budi-pekerti, pergaulan hidup bersama dan lainnya.[12]

Aljurjani menerangkan persamaan dan perbedaan antara al-Di>n, pada satu pihak,dengan al-
Millah dan al-Madhhab pada pihak lain. Menurut beliau al-Di>n, Millah ataupun al-Madhhab
bersamaan dalam materinya. Perbedaan terletak dalam kesannya: al-Di>n dinisbatkan kepada
Allah, seperti Di>n Alla>h, al-Millah dinisbatkan kepada nabi tertentu, seperti Millat
ibra>hi>m, dan al-Madhhab dinisbatkan kepada mujtahid tertentu, seperti madhhab
Syafii>.[13] Adapun dalam pandangan Ibnu Rushd, istilah al-Di>n dan al-Millah terkandung
substansi yang sama, yakni syariat atau agama yang diturunkan Tuhan kepada Rasul-Nya.[14]

Menurut Husain Ismail, agama adalah jalan atau metode yang bersumber dari Sang Pencipta
untuk mengetahui sifat, perbuatan dan tujuan diri-Nya menciptakan makhluk secara umum
dimana manusia termasuk di dalamnya.[15]

Di dalam al-Quran kata al-Di>n digunakan, baik untuk islam maupun non islam, termasuk juga
kepercayaan terhadap berhala-berhala dan sesembahan lainnya.[16]

1. a. Pembagian Agama

Pembagian Agama menurut ahmad Abdullah al-masdoosi dapat dikelompokkan menjadi


Tiga:[17]

1. Revealed and non-Revealed Religions. Revealed Religion (Agama wahyu) adalah agama yang
menghendaki iman kepada Tuhan, kepada para rasul-Nya, dan kepada Kitab-kitab-Nya serta
pesannya untuk disebarkan kepada segenap ummat manusia. Sedangkan non-revealed religion
adalah agama yang tidak memandang esensial penyerahan manusia kepada kepada tata aturan
ilahi. Menurut al-masdoosi, yang termasuk revealed religion adalah Yudaisme, Kristen, dan
Islam.
2. Agama Missionary dan Agama non-missionary, Sir TW. Arnold memasukkan budhisme, Kristen,
dan Islam pada golongan agama missionary, sedangkan Yudaisme, Brahmanisme, dan
Zoroasterianissme dimasukkan pada golongan non-missionary. Adapun menurut al-masdoosi,
baik agama Nasrani maupun Budhisme, ditinjau dari segi ajarannya yang asli, bukanlah
tergolong agama missionary, sebagaimana juga agama lainnya (selain Islam). Menurutnya hanya
Islam-lah ajaran yang asli merupakan agama missionary. Namun dalam perkembanganya
ternyata bahwa baik agama Nasrani maupun Budhisme menjadai agama missionary.
3. Geoghraphical-racial and universal, Ditinjau dari segi rasial dan geografikal, agama-agama di
dunia dapat dikelompokkan menjadi tiga: (1). Semitik; ialah agama Yahudi, agama Nasrani dan
agama Islam; (2). Arya; ialah Hinduisme, Jainisme, Sikhisme, dan Zoroasterianisme; (3). Non
semitik Monggolian; ialah Confusianisme, Taoisme, dan Sinthoisme.
4. Agama Samawi dan Agama Non-Samawi, Agama merupakan satu sistem credo (tata keimanan)
dan sistem ritus (tata peribadatan), juga suatu sistem norma (tata kaidah) yang mengatur
hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam lainnya, sesuai
dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribatan.

Ditinjau dari segi sumbernya, maka agama dapat dibedakan menjadi dua:

1. Agama samawi, seperti agama langit, agama wahyu, agama profetis, revealed religion, Di>n al-
Samawy
2. Agama Budaya; adalah agama bumi, agama filsafat, agama rayu, non-revealed religion, natural
religion, Di>n al-T}abii>, Di>n al-Ard}.
3. b. Tujuan, Guna, dan Fungsi Agama

Pada dasarnya, manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan yang dapat melahirkan nilai-nilai
guna menopang kehidupannya. Selain kepercayaan itu dianut karena kebutuhan, dalam waktu
bersamaan juga harus merupakan suatu kebenaran. Demikian juga cara berkepercayaan-pun
harus benar. Disebabkan kepercayaan itu diperlukan, maka dalam dunia nyata ditemukan bentuk-
bentuk kepercayaan yang berbeda. Hal itu dapat menimbulkan kepercayaan yang mungkin
semua salah atau salah satu diantaranya benar.[18] Adapun salah satu kepercayaan yang dapat
diakui kebenaraannya adalah kepercayaan terhadap agama.

Agama sebagai sistem kepercayaan (iman), memiliki dua pengertian: (1). Kepercayaan (iman)
sebagai institusi, yaitu iman yang merupakan bagian (paling pokok) dari agama sendiri, yang
berposisi sebagai bentuk kepercayaan yang tertinggi yang diakui kebenarannya. Seperti rukun
iman dalam islam; (2). Kepercayaan (iman) sebagai sikap jiwa, sikap jiwa mempercayai dan
menerima sesuatu sebagai benar, yaitu sikap jiwa samina> wa at}ana> (kami mendengar dan
mematuhi), serta mematuhi firma ilahi dengan sepenuh kedirian, memusatkan segala pengabdian
hanya kepada-Nya, menyerahkan diri, hidup dan mati semata-mata untuk-Nya.[19]

Eksistensi agamaselainsebagai sistem kepercayaan yang mengharuskan adanya kebenaran,


juga sebagai tindakan praktis terhadap aplikasi kepercayaan (iman) yang telah diakui
kebenaraanya. Dalam hal ini Ibnu Sina memiliki dua aspek missi, yaitu missi teoritis dan praktis.
Missi teoritis berfungsi mengarahkan jiwa manusia menuju kebahagiaan abadi dengan
mengajarkan ajaran dasar keimanan terhadap eksistensi Tuhan, realitas wahyu, dan kenabian
serta kehidupan sesudah mati. Adapun missi praktis mengajarkan aspek-aspek praktis agama
sebagai tindakan ritual untuk dilaksanakan oleh seseorang yang beriman.[20]

1. c. Kebenaran Agama

Peran agama sebagai bentuk kepercayaan mengharuskan adanya keyakinan terhadap prinsip-
prinsip dan norma-norma agama yang diakui kebenarannya. Keyakinan tersebut haruslah
bersumber dari kebenaran yang hakiki dan tidak ada keraguan.
Di dalam doktrin agama, terdapat beberapa landasan yang menunjukan, bahwadi samping
ada kebenaran yang muthlak yang langsung dari Allah swt. diakui pula eksistensi kebenaran
relatif yang merupakan hasil usaha pencapaian budaya manusia[21], seperti: kebenaran
spekulatif filsafat dan kebenaran positif ilmu pengetahuan serta kebenaran pengetahuan biasa di
dalam kehidupan sehari-hari.[22]

Menyangkut konsep kebenaran, ada dua hal yang tidak bisa dipisahkan, yaitu: sumber otoritas
atau justifikasi dan metode untuk memperolehnya. Kebenaran agama sumber otoritasanya adalah
wahyu dari Tuhan. Oleh karenanya, konsep kebenaran dalam pemahaman agama selalu
dirujukan kepada apa yang dikatakan wahyu. Adapun justifikasi sebuah kebenaran ilmiah
terletak pada prosedur dan hasil pengujian, bukan pada keyakinan metafisis seperti kebenaran
wahyu.[23] Sejalan dengan pendapat ini, Muhammad al-Husaini ismail mengatakan, bahwa
Permasalahan-permasalahan yang menyangkut agama telah menjadi permasalahan muthlak,
bukan permasalahan relatif.[24]

1. C. Hubungan Ilmu Pengetahuan Dengan Agama

Menurut Muhammad Abduh, agama merupakan sebuah produk Tuhan. Tuhan juga
mengajarkannya kepada umat manusia, dan membimbing manusia untuk menjalankanya. Agama
merupakan alat untuk akal dan logika, bagi orang-orang yang ingin kabar gembira dan sedih.
agama menurut sebagian orang merupakan sesuatu hal yang menyangkut hati; suatu hal yang
sangat berarti; suatu hal yang menuntun jiwa untuk menemukan keyakinan. Agama dengan
eksistensinya telah membuatnya berbeda dengan segala apa yang pernah ada, membuatnya
berbeda dengan dengan segala yang pernah dimiliki manusia. Agama membuat orang melakukan
aktifitas yang harus bersesuaian dengan apa yang diajarkannya, baik tuntunan itu berat ataupun
ringan. Agama menjadikan kehidupan manusia lebih teratur dalam kehidupannya, karena segala
dorongan dan keinginannya menjadi lebih terarah. Agama menjadi pemimpin roh jiwa manusia.
Ia juga berperan aktif membimbing manusia untuk memahami ajaran-ajaranya. Diibaratkan
seorang manusia layaknya seorang yang berada diujung pedang, jika salah maka orang tersebut
mati olehnya, tetapi agama agama datang sebagai penyelamat. Apapun yang terjadi pada
manusia, ia tidak akan bisa terlepas dari agama. Sangat mustahil memisahkan kehidupan
manusia dari agama. Seperti halnya menghilangkan luka bekas operasi dari kulit manusia.[25]

Bagi kalangan barat, agama adalah penghalang kemajuan. Oleh karena itu, mereka beranggapan,
jika ingin maju maka agama tidak boleh lagi mengatur hal-hal yang berhubungan dengan dunia.
Seorang Karl marx mengatakan bahwa agama adalah candu masyarakat, candu merupakan zat
yang dapat menimbulkan halusianasi yang membius. Marks mendefinisikan bahwa setiap
pemikiran tentang agama dan tuhan sangat berbahaya bagi kehidupan manusia. sebagai seorang
materialisme, Marks sama sekali tidak percaya adanya Tuhan dan secara tegas ia ingin
memerangi semua agama. Dalam pernyataan Marks, sebenarnya yang dimaksud dengan candu
masyarakat merupakan kritik terhadap realitas yang tidak berpihak pada kaum lemah. Misalnya
orang yang sedang kelaparan hanya membutuhkan nasi atau sepotong roti untuk mengisi
perutnya, bukan membutuhkan siraman rohani ataupun khutbah yang berisikan tentang
kesabaran, namun tidak memperdulikan tentang realitas sosial

Dalam pandangan saintis, agama dan ilmu pengetahuan mempunyai perbedaan. Bidang kajian
agama adalah metafisik, sedangkan bidang kajian sains / ilmu pengetahuan adalah alam empiris.
Sumber agama dari tuhan, sedangkan ilmu pengetahuan dari alam.

Dari segi tujuan, agama berfungsi sebagai pembimbing umat manusia agar hidup tenang dan
bahagia didunia dan di akhirat. Adapun sains / ilmu pengetahuan berfungsi sebagai sarana
mempermudah aktifitas manusia di dunia. Kebahagiaan di dunia, menurut agama adalah
persyaratan untuk mencapai kebahagaian di akhirat.

Menurut Amstal, bahwa agama cenderung mengedepankan moralitas dan menjaga tradisi yang
sudah mapan, eksklusif dan subjektif. Sementara ilmu pengetahuan selalu mencari yang baru,
tidak terikat dengan etika, progesif, bersifat inklusif, dan objektif. Meskipun keduanya memiliki
perbedaan, juga memiliki kesamaan, yaitu bertujuan memberi ketenangan. Agama memberikan
ketenangan dari segi batin karena ada janji kehidupan setelah mati, Sedangkan ilmu memberi
ketenangan dan sekaligus kemudahan bagi kehidupan di dunia.[26] Misalnya, Tsunami dalam
Konteks agama adalah cobaan Tuhan dan sekaligus rancangan-Nya tentang alam secara
keseluruhan. Oleh karena itu, manusia harus bersabar atas cobaan tersebut dan mencari hikmah
yang terkandung dibalik Tsunami. Adapun menurut ilmu pengetahuan, Tsunami terjadi akibat
pergeseran lempengan bumi, oleh karena itu para ilmuwan harus mencari ilmu pengetahuan
untuk mendeteksi kapan tsunami akan terjadi dan bahkan kalau perlu mencari cara
mengatasinya.

Karekteristik agama dan ilmu pengetahuan tidak selau harus dilihat dalam Konteks yang
berseberangan, tetapi juga perlu dipikirkan bagaimana keduanya bersinergi dalam membantu
kehidupan manusia yang lebih layak. Osman Bakar mengatakan bahwa epistemology,
metafisika, teologi dan psikologi memiliki peran penting dalam mengembangkan intelektual
untuk merumuskan berbagai hubungan konseptual agama dan ilmu pengetahuan.[27]Peran
utamanya adalah memberikan rumusan-rumusan konseptual kepada para ilmuan secara rasional
yang bisa dibenarkan dengan ilmiah dan dapat dipertanggung jawabkan untuk digunakan sebagai
premis-premis dari berbagai jenis sains. Misalnya kosmologi, dengan adanya kosmologi dapat
membantu meringankan dan mengkonseptualkan dasar-dasar ilmu pengetahuan seperti fisika dan
biologi.

Ilmu pengetahuan yang dipahami dalam arti pendek sebagai pengetahuan objektif, tersusun, dan
teratur. Ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari agama. Sebut saja al-Quran, al-Quran
merupakan sumber intelektualitas dan spiritualitas. Ia merupakan sumber rujukan bagi agama
dan segala pengembangan ilmu pengetahuan. Ia merupakan sumber utama inspirasi pandangan
orang islam tentang keterpaduan ilmu pengetahuan dan agama. Manusia memperoleh
pengetahuan dari berbagai sumber dan melalui banyak cara dan jalan, tetapi semua pengetahuan
pada akhirnya berasal dari Tuhan. Dalam pandangan al-Quran, pengetahuan tentang benda-benda
menjadi mungkin karena Tuhan memberikan fasilitas yang dibutuhkan untuk mengetahui. Para
ahli filsafat dan ilmuan muslim berkeyakinan bahwa dalam tindakan berpikir dan mengetahui,
akal manusia mendapatkan pencerahan dari Tuhan Yang Maha mengetahui sesuatu yang belum
diketahui dan akan diketahui dengan lantaran model dan metode bagaimana memperolehnya.[28]

Al-Quran bukanlah kitab ilmu pengetahuan, tetapi ia memberikan pengetahuan tentang prinsip-
prinsip ilmu pengetahuan yang selalu dihubungkan dengan pengetahuan metafisik dan spiritual.
Panggilan al-Quran untuk membaca dengan Nama Tuhanmu telah dipahami dengan pengertian
bahwa pencarian pengetahuan, termasuk didalamnya pengetahuan ilmiah yang didasarkan pada
pengetahuan tentang realitas Tuhan. Hal ini dipertegas oleh Ibnu Sina yang menyatakan, Ilmu
pengetahuan disebut ilmu pengetahuan yang sejati jika menghubungkan pengetahuan tentang
dunia dengan pengetahuan Prinsip Tuhan.[29]

Agama dan ilmu pengetahuan memang berbeda metode yang digunakan, karena masing-masing
berbeda fungsinya. Dalam ilmu pengetahuan kita berusaha menemukan makna pengalaman
secara lahiriyah, sedangkan dalam agama lebih menekankan pengalaman yang bersifat ruhaniah
sehingga menumbuhkan kesadaran dan pengertian keagamaan yang mendalam. Dalam beberapa
hal, ini mungkin dapat dideskripsikan oleh ilmu pengetahuan kita, tetapi tidak dapat diukur dan
dinyatakan dengan rumus-rumus ilmu pasti.[30]

Sekalipun demikian, ada satu hal yang sudah jelas, bahwa kehidupan jasmani dan rohani tetap
dikuasai oleh satu tata aturan hukum yang universal. Ini berarti, baik agama maupun ilmu
pengetahuan, yaitu Allah. Keduanya saling melengkapi dan membantu manusia dalam bidangnya
masing-masing dengan caranya sendiri.[31]

Fungsi agama dan ilmu pengetahuan dapat dikiaskan seperti hubungan mata dan mikroskop.
Mikroskop telah membantu indera mata kita yang terbatas, sehingga dapat melihat bakteri-
bakteri yang terlalu kecil untuk dilihat oleh mata telanjang. Demikian pula benda langit yang
sangat kecil dilihat dengan mata telanjang, ini bisa dibantu dengan teleskop karena terlalu jauh.
Demikian halnya dengan wahyu Ilahi, telah membantu akal untuk memecahkan masalah-
masalah rumit yang diamati oleh indera.[32] Jika ini hanya dilakukan oleh akal maka akan
menyesatkan manusia.

Berikut beberapa perbandingan sementara mengenai sumber dari ilmu pengetahuan dan
agama:[33]

Tabel 2.2. Perbandingan Sementara Mengenai Sumber Dari Ilmu Pengetahuan Dan
Agama

Sumber Ilmu Pengetahuan Sumber Agama


1. Didapat melalui proses bernalar
( rasionalism) tanpa melalui
proses pengalaman ( empirisme)
2. Didapat melalui rasio dan
diproses dengan metode
induktif
3. Didapat melalui pengalaman
dan diproses dengan metode
induktif
4. Bersifat dogmatik
5. Mengandung nilai-nilai yang
berkaitan dengan keyakinan
6. Kebenaran dalam agama tidak
selalu diterima dengan nalar /
logika
7. Sumber agama melalui intuisi
dan wahyu

BAB III

KESIMPULAN

Dari beberapa paparan tersebut, untuk sementara bisa diambil konklusi sebagai berikut:

1. Ilmu pengetahuan adalah rangkaian aktifitas berfikir dan memahami dengan mengikuti prosedur
sistematika metode dan memenuhi langkah-langkah klasifikasi.
2. Agama adalah produk Tuhan yang bersifat dogmatik dan tidak selalu bisa diterima dengan
system ilmu pengetahuan.
3. Agama dan Ilmu Pengetahuan mempunyai peran masing-masing yang sangat mendukung satu
sama lain untuk memberikan kehidupan yang berkualitas.

BIBLIOGRAFI

Abduh, Muhammad, Islam; Ilmu Pengetahuan dan Msyarakat Madani,terj olehHaris Fadillah.
Jakarta: Raja Grafindo, 2004.

Anshari, Endang Saifuddin, Ilmu, Filsafat dan Agama,.Surabaya: Bina Imu, Cet.7, 1987.

Bakar, Osman, DR, Tawhid and Science; Islamic perspective on Religion and Science, .
Malaysia: sdn BHR, 2008.
Bakhtiar, Amsal, Filsasat Ilmu,. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004.

Gie, The Liang, Pengantar Filsafat Ilmu,. Yogyakarta: Liberty, 2004.

Ismail, Muhammad al-Husain, Kebenaran Mutlak,. Jakarta: SAHARA, 2006

Nasr, Seyyed Hossein, The Heart of Islam,. Bandung: Mizan, 2003.

Qadir, Ilmu Pengetahuan dan Metodenya,. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1938.

Qura>n (al), 42 (al-Shu>ra>):13, 21; 48 (al-Fath):28; 109 (al-Ka>firu>n): 6.

Soedewo, Ilmu pengetahuan dan Agama,. Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah, 2007.

Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer ,.Jakarta:PustakaSinar Harapan,


2003.

Wijaya, Aksin, Teori Interpretasi al-Quran Ibnu Rusyd, . Yogyakarta: LkiS, 2009.

Wijaya, Utang, Kuliah Ilmu Pemerintahan,. pdf.microsoft power point.

Zubair, Achmad Charris, Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia,. Yogyakarta:
LESFI, 2002.

ILMU PENGETAHUAN DAN AGAMA

Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah

Filsafat Ilmu

Disusun Oleh:

Abdul basid

NIM. Fo.054 111 85

Dosen Pembimbing:
Dr. H. Achmad Muhibin Zuhri, M.Ag.

1972 0711 1966 603 100

KONSENTRASI TAFSIR HADITH

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2011

Hubungan Ilmu Pengetahuan dan Agama


Hubungan ilmu dan agama

Agama dengan ilmu pengetahuan berbeda pandangan sejak lama

Kecaman kelompok ateis terhadap kunjungan Paus ke Inggris minggu lalu menggaris bawahi perbedaan
antara agama dan ilmu pengetahuan yang sudah berlangsung lama.

Selama ratusan tahun para pemikir yang mendukung agama dan ilmu pengetahuan berusaha
menyatukan kedua hal ini, kata Dr Thomas Dixon penulis buku Ilmu Pengetahuan dan Agama: Sebuah
Pendahuluan Pendek dan pengajar sejarah di Universitas London.
Pernyataan Profesor Stephen Hawking bulan lalu bahwa fisika tidak memerlukan agama menjadi berita
besar.
Buku barunya The Grand Design menggunakan Teori-M untuk menyatakan hukum fisika menciptakan
alam semesta tanpa bantuan.

Ledakan Besar tidak memerlukan picuan supernatural. Big Bang bisa terjadi begitu saja, selama berkali-
kali tanpa henti di alam semesta, sama seperti lilin pada kue ulang tahun yang tidak bisa ditiup mati.
Jadi apakah penolakan Profesor Hawking tentang Tuhan hanyalah salah satu contoh konflik yang sudah
berlangsung lama antara agama dan ilmu pengetahuan?

Apakah sejarah mengisyaratkan kedua usaha besar manusia ini akan selalu berbenturan? Tidak selalu.
Banyak terjadi bentrokan antara keyakinan dan ilmu pengetahuan, yang paling terkenal kemungkinan
adalah kecaman Galileo terhadap aksi agama Katolik menghukum kelompok sesat di Roma pada tahun
1633.

Hukuman dan ajaran sesat

Saat itu pengetahuan umum, ilmu pengetahuan dan Gereja memandang Bumi adalah pusat alam
semesta. Tetapi lewat hasil pengamatan dengan menggunakan teleskopnya Galileo menyatakan Bumi
berputar mengelilingi Matahari.

Menurut sejumlah legenda, Galileo dipenjara dan bahkan disiksa gereja Katolik.
Semua hal ini sebenarnya tidak terjadi, tetapi dia memang dituduh menentang agama, dikenai tahanan
rumah, dipaksa menyatakan dirinya dikutuk dan menentang "kesalahan dan kesesatan" karya ilmu
pengetahuannya.
Gereja kemudian mengakui kesalahan pandangannya dengan mencabut karya Galileo dari indeks buku-
buku terlarang meskipun baru dilakukan pada abad 19.

Kemudian muncul keributan terkenal tentang Musa dan monyet di Inggris pada masa Ratu Victoria abad
ke 19, ketika sejumlah warga Kristen menyerang teori evolusi Charles Darwin karena bertentangan
dengan Injil.
Di Oxford pada tahun 1860, kurang setahun setelah penerbitan On The Origin of Species yang menjadi
dasar teori tersebut, terjadi perdebatan terkenal antara Uskup Oxford, Samuel Wilberforce dan ahli
biologi Thomas Huxley.

Dikabarkan bahwa di depan ruang pertemuan yang penuh pengunjung Wilberforce bertanya kepada
Huxley apakah kakek atau neneknya yang keturunan monyet.

Uskup zaman Victoria memandang hal ini sebagai lelucon tetapi Huxley tersinggung.
Dengan marah dia mengatakan dirinya lebih suka menjadi keturunan monyat daripada seorang uskup
yang menyalahgunakan kekuasaan dengan berusaha melucu dalam sebuah pembicaraan serius.
Hubungan monyet

Francis Collins penganut agama dan mantan pemimpin Proyek Genom

Saat menulis karya besarnya, Darwin masih percaya pada Tuhan, dan menulis tentang pencipta yang
menerapkan hukum materi dan memberikan kehidupan pada alam.
"Kemegahan terjadi dalam pandangan hidup seperti ini," Darwin menyimpulkan dan banyak orang
sependapat.
Sekarang terdapat sejumlah ilmuwan aliran evolusi yang menggabungkan ilmu pengetahuan dengan
keyakinan agama.

Kenneth Miller adalah seorang ahli biologi beragam Katolik yang menentang bentuk baru penciptaan
Disain Pintar yang terjadi di sebagian wilayah Amerika. Mantan pimpinan Proyek Genom Manusia
Francis Collins memadukan agama Protestan dengan pekerjaannya sebagai ahli genetika.
Di dekat makam Darwin di Westminster Abbey terdapat bapak ilmu pengetahuan lain, Sir Isaac Newton
yang menjadi Profesor Lucasian matematika di Cambridge tiga abad sebelum Stephen Hawking.

Kita dapat memperkirakan pendapat Newton tentang kesimpulan teologis penerusnya. Newton menulis
ateisme "tidak berguna dan menjijikkan". Newton memandang keteraturan kosmos menunjukkan Tuhan
"sangat trampil dalam mekanika dan geometri", Tuhan agak mirip dengan Newton sendiri.

Bakteri muntah

Bukankah lebih baik untuk tidak berkomentar tentang materi karena kata-kata tidak dapat
menggambarkan hal ini? (Thomas Huxley)

Dalam masa berabad-abad yang memisahkan Newton dengan Darwin, banyak pemikir besar
memandang ilmu pengetahuan meningkatkan bukti adanya Tuhan. Pandangan seperti itu mendukung
pandangan bahwa insting lebah, keindahan anggrek dan konstruksi mata dan tangan manusia
menunjukkan kekuasaan dan kebaikan Tuhan.
Sekarang pendukung gerakan Intelligent Design atau Disain Pintar menemukan bukti kekuasaan dan
kebaikan Tuhan pada ekor berputar bakteri E. coli.

Sejumlah orang mungkin terkejut bahwa bakteri penyebab muntah adalah bukti paling jelas tentang
kepintaran Tuhan.

Pandangan keagamaan tradisional jelas menghadapi tekanan dari kalangan ilmu pengetahuan dalam
400 tahun terakhir. Temuan astronomi modern, geologi dan biologi memastikan bahwa buku-buku
Musa tidak dapat diterima secara ilmiah.

Tetapi tentu saja hal tersebut tidak perlu dilihat seperti itu. Galileo menyuarakan pandangan banyak
orang saat mengatakan Injil menyatakan cara ke surga bukannya hilangnya surga.

Ilmu pengetahuan dan agama memiliki hubungan yang erat dan bermasalah, sama seperti antara
saudara kandung atau bahkan suami istri. Keduanya mengagungkan kebesaran dunia, dan berkeinginan
untuk mengetahui apa yang terjadi dibelakangnya.

Kehausan terhadap emosi dan intelektual akan berlangsung lebih lama daripada teori-M Profesor
Hawking, dan orang-orang yang berkeinginan mengadopsi pandangan ilmu pengetahun murni
dinasehatkan untuk mengikuti pendangan agnostik Thomas Huxley. Sebelum meninggal dia menulis
"Bukankah lebih baik untuk tidak berkomentar tentang materi karena kata-kata tidak dapat
menggambarkan hal ini; dengan berpuas diri pada kepastian hal-hal yang tidak diketahui yang terus
terjadi?"

Ilmu Pengetahuan dan Agama


10 Mei

Ilmu Pengetahuan dan Agama;

Hubungan antara Ilmu Pengetahuan dan Agama

Telah kita kaji hubungan antara sisi manusiawi manusia dan sisi hewaninya. Dengan kata lain, hubungan antara
kehidupan budaya serta spiritual manusia dan kehidupan materialnya. Kini sudah jelas bahwa sisi manusiawi
manusia itu eksistensinya independen dan bukanlah sekadar cermin kehidupan hewaninya. Juga sudah jelas bahwa
ilmu pengetahuan dan agama merupakan dua bagian pokok dari sisi manusiawi manusia. Kini marilah kita telaah
keterkaitan yang terjadi atau yang dapat terjadi antara dua segi dari sisi manusiawi manusia itu.
Di dunia Kristiani, sayangnya, bagian-bagian tertentu dari Perjanjian Lama mengajukan gagasan, bahwa terjadi
kontradiksi antara ilmu pengetahuan dan agama. Dasar dari gagasan iniyang sangat merugikan ilmu pengetahuan
dan agamaadalah Kitab Kejadian, Perjanjian Lama. Dalam meriwayatkan Kisah Adam dan Pohon Terlarang.
Kitab Kejadian, Bab II, ayat 16-17 mengatakan:

Dan Tuhan Allah memberikan perintah kepada lelaki itu, dengan mengatakan, Dari setiap pohon di surga,
engkau boleh leluasa makan (buahnya). Namun untuk pohon pengetahuan tentang baik dan buruk, engkau tidak
boleh makan (buahnya). Karena kalau engkau makan (buah) dari pohon itu, engkau pasti akan mad.

Dalam Bab II, ayat 1-7 dikatakan:

Kini naganya lebih canggih ketimbang binatang buas sawah yang diciptakan Tuhan Allah. Dan dia berkata
kepada wanita itu, Ya, Tuhan telah berfirman, engkau tak boleh makan dari setiap pohon di surga? Dan wanita
itu berkata kepada sang naga, Kita boleh makan buah dari pohon-pohon di surga. Namun untuk buah dari pohon
yang ada di tengah-tengah surga, Tuhan telah berfirman, engkau tidak boleh makan buah itu, juga tak boleh
menyentuhnya, agar engkau tidak mati. Dan sang naga berkata kepada sang wanita, Tentu saja engkau
dilarang, karena Tuhan tahu bahwa begitu engkau makan (buah itu), maka kedua matamu akan terbuka, dan
engkau pun akan seperti dewa, tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Dan ketika sang wanita tahu bahwa
pohon itu baik untuk makanan, dan bahwa pohon itu menyedapkan pandangan matanya, dan sebuah pohon yang
dibutuhkan untuk membuat orang jadi arif, wanita itu pun memetik buah dari pohon itu, kemudian memakannya,
dan juga memberikan kepada suaminya, dan sang suami pun memakannya. Dan mata mereka pun terbuka, dan
mereka mendapati diri mereka telanjang. Lalu mereka menjahit daun-daun ara untuk pakaian mereka.

Dalam ayat 22-23 dalam Bab yang sama dikatakan:

Dan Tuhan Allah berfirman, Lihatlah, lelaki itu menjadi seperti Kami, tahu yang baik dan yang buruk. Dan kini,
jangan sampai dia mengulurkan tangannya, lalu memetik (buah) dari pohon kehidupan, kemudian makan (buah
itu), dan hidup abadi.

Menurut konsepsi tentang manusia, Tuhan, ilmu pengetahuan dan kedurhakaan ini, Tuhan tidak mau kalau manusia
sampai tahu yang baik dan yang buruk. Pohon Terlarang adalah pohon pengetahuan. Manusia baru dapat memiliki
pengetahuan kalau dia menentang perintah Tuhan (tidak menaati ajaran agama dan para nabi). Namun karena
alasan itulah manusia terusir dari surga Tuhan.

Menurut konsepsi ini, semua isyarat buruk merupakan isyarat ilmu pengetahuan, dan nalar merupakan iblis sang
pemberi isyarat. Sebaliknya, dari Al-Quran Suci kita menjadi mengetahui bahwa Allah mengajarkan semua nama
(realitas) kepada Adam, dan kemudian menyuruh para malaikat untuk sujud kepada Adam. Iblis mendapat kutukan
karena tak mau sujud kepada khalifah Allah (Adam) yang mengetahui realitas. Hadis-hadis Nabi menyebutkan bahwa
Pohon Terlarang adalah pohon keserakahan, kekikiran dan hal-hal seperti itu, yaitu hal-hal yang berhubungan
dengan sisi hewani Adam, bukan berhubungan dengan sisi manusiawi Adam. Iblis selalu mengisyaratkan hal-hal
yang bertentangan dengan akal dan hal-hal yang dapat memenuhi hasrat rendah (hawa nafsu). Yang mencerminkan
iblis di dalam diri manusia adalah hasrat seksual, bukan akal. Beda dengan semua ini, yang kita temukan dalam Kitab
Kejadian sungguh-sungguh sangat mengherankan.
Konsepsi ini telah membagi sejarah budaya Eropa selama 1500 tahun yang baru lalu menjadi dua periode, yaitu
Zaman Agama dan Zaman Ilmu Pengetahuan, dan telah menempatkan ilmu pengetahuan dan agama saling
bertentangan satu sama lain.

Sebaliknya, sejarah budaya Islam dibagi menjadi Periode Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Agama dan Teriode
Ketika Ilmu Pengetahuan dan Agama Mengalami Kemunduran. Kaum Muslim hendaknya menjauhkan diri dari
konsepsi yang salah ini, sebuah konsepsi yang membuat ilmu pengetahuan, agama dan ras manusia mengalami
kerugian yang tak dapat ditutup. Kaum Muslim juga jangan secara membuta menganggap kontradiksi antara ilmu
pengetahuan dan agama sebagai fakta yang tak terbantahkan. Bagaimana kalau kita melakukan studi analisis
terhadap masalah ini, kemudian kita lihat apakah kedua segi dari sisi manusiawi manusia ini hanya ada pada periode
atau zaman tertentu, dan apakah manusia pada setiap zaman nasibnya adalah hanya menjadi setengah manusia, dan
selalu menderita akibat keburukan yang terjadi karena kebodohan atau karena kedurhakaan.

Seperti akan kita ketahui, setiap agama tentunya didasarkan pada pola pikir tertentu dan konsepsi khusus tentang
kosmos (jagat raya). Tak syak lagi, banyak konsepsi dan interpretasi tentang dunia, meskipun boleh jadi menjadi
dasar dari agama, tidak dapat diterima karena tidak sesuai dengan prinsip rasional dan prinsip ilmu pengetahuan.
Karena itu, pertanyaannya adalah apakah ada konsepsi tentang dunia dan interpretasi tentang kehidupan yang
rasional dan sekaligus sesuai dengan infrastruktur sebuah agama yang sangat pada tempatnya?

Jika ternyata konsepsi seperti itu memang ada, maka tak ada alasan kenapa manusia sampai dianggap untuk
selamanya ditakdirkan mengalami nasib buruk akibat kebodohan atau kedurhakaan. Hubungan antara ilmu
pengetahuan dan agama dapat dibahas dari dua sudut pandang. Sudut pandang yang pertama adalah kita lihat
apakah ada sebuah agama yang konsepsinya melahirkan keimanan dan sekaligus rasional, atau semua gagasan yang
ilmiah itu bertentangan dengan agama, tidak memberikan harapan dan tidak melahirkan optimisme. Pertanyaan ini
akan dibahas nanti dalam Konsepsi Tentang Kosmos.

Sudut pandang kedua yang menjadi landasan dalam membahas hubungan antara agama dan ilmu pengetahuan
adalah pertanyaan tentang bagaimana keduanya ini berpengaruh pada manusia. Apakah ilmu pengetahuan
membawa kita ke satu hal, dan agama membawa kita kepada sesuatu yang bertentangan dengan satu hal itu? Apakah
ilmu pengetahuan mau membentuk (karakter) kita dengan satu cara dan agama dengan cara lain? Atau apakah
agama dan ilmu pengetahuan saling mengisi, ikut berperan dalam menciptakan keharmonisan kita semua? Baiklah,
kita lihat sumbangan ilmu pengetahuan untuk kita dan sumbangan agama untuk kita.

Ilmu pengetahuan memberikan kepada kita cahaya dan kekuatan. Agama memberi kita cinta, harapan dan
kehangatan. Ilmu pengetahuan membantu menciptakan peralatan dan mempercepat laju kemajuan. Agama
menetapkan maksud upaya manusia dan sekaligus mengarahkan upaya tersebut. Ilmu pengetahuan membawa
revolusi lahiriah (material). Agama membawa revolusi batiniah (spiritual). Ilmu pengetahuan menjadikan dunia ini
dunia manusia. Agama menjadikan kehidupan sebagai kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan melatih temperamen
(watak) manusia. Agama membuat manusia mengalami pembaruan. Ilmu pengetahuan dan agama sama-sama
memberikan kekuatan kepada manusia. Namun, kekuatan yang diberikan oleh agama adalah berkesinambungan,
sedangkan kekuatan yang diberikan oleh ilmu pengetahuan terputus-putus. Ilmu pengetahuan itu indah, begitu pula
agama. Ilmu pengetahuan memperindah akal dan pikiran. Agama memperindah jiwa dan perasaan. Ilmu
pengetahuan dan agama sama-sama membuat manusia merasa nyaman. Ilmu pengetahuan melindungi manusia
terhadap penyakit, banjir, gempa bumi dan badai. Agama melindungi manusia terhadap keresahan, kesepian, rasa
tidak aman dan pikiran picik. Ilmu pengetahuan mengharmoniskan dunia dengan manusia, agama menyelaraskan
manusia dengan dirinya. Kebutuhan manusia akan ilmu pengetahuan maupun agama telah menarik perhadan kaum
pemikir religius maupun pemikir sekular.

Dr. Muhammad Iqbal berkata:

Dewasa ini manusia membutuhkan tiga hal: Pertama, interpretasi spiritual tentang alam semesta. Kedua,
kemerdekaan spiritual. Ketiga, prinsip-prinsip pokok yang memiliki makna universal yang mengarahkan evolusi
masyarakat manusia dengan berbasiskan rohani.

Dari sini, Eropa modern membangun sebuah sistem yang realistis, namun pengalaman memperlihatkan bahwa
kebenaran yang diungkapkan dengan menggunakan akal saja tidak mampu memberikan semangat yang terdapat
dalam keyakinan yang hidup, dan semangat ini ternyata hanya dapat diperoleh dengan pengetahuan personal yang
diberikan oleh faktor supranatural (wahyu). Inilah sebabnya mengapa akal semata tidak begitu berpengaruh pada
manusia, sementara agama selalu meninggikan derajat orang dan mengubah masyarakat. Idealisme Eropa tak pernah
menjadi faktor yang hidup dalam kehidupan Eropa, dan hasilnya adalah sebuah ego yang sesat, yang melakukan
upaya melalui demokrasi yang saling tidak bertoleransi. Satu-satunya fungsi demokrasi seperti ini adalah
mengeksploitasi kaum miskin untuk kepentingan kaum kaya.

Percayalah, Eropa dewasa ini paling merintangi jalan kemajuan akhlak manusia. Sebaliknya, dasar dari gagasan-
gagasan tinggi kaum Muslim ini adalah wahyu. Wahyu ini, yang berbicara dari lubuk hati kehidupan yang paling
dalam, menginternalisasi (menjadikan dirinya sebagai bagian dari karakter manusia dengan cara manusia
mempelajarinya atau menerimanya secara tak sadarpen.) aspek-aspek lahiriahnya sendiri. Bagi kaum Muslim,
basis spiritual dari kehidupan merupakan masalah keyakinan. Demi keyakinan inilah seorang Muslim yang kurang
tercerahkan pun dapat mempertaruhkan jiwanya. Reconstruction of Religious Thought in Islam (Rekonstruksi
Pemikiran Religius dalam Islam).

Will Durant, penulis terkenal History of Civilization (Sejarah Peradaban), meskipun dia bukan orang yang religius,
berkata:

Beda dunia kuno atau dunia purba dengan dunia mesin baru hanya pada sarana, bukan pada tujuan. Bagaimana
menurut Anda jika ternyata ciri pokok seluruh kemajuan kita adalah peningkatan metode dan sarana, bukan
perbaikan tujuan dan sasaran?

Dia juga mengatakan: Harta itu membosankan, akal dan kearifan hanyalah sebuah cahaya redup yang dingin.
Hanya dengan cintalah, kelembutan yang tak terlukiskan dapat menghangatkan hati.

Kini kurang lebih disadari bahwa saintisisme (murni pendidikan ilmiah) tidak mencetak manusia seutuhnya.
Saintisisme melahirkan setengah manusia. Pendidikan seperti ini hanya menghasilkan bahan baku untuk manusia,
bukan manusia jadi. Yang dapat dihasilkan pendidikan seperti ini adalah manusia unilateral, sehat dan kuat, namun
bukan manusia multilateral dan bajik. Semua orang kini menyadari bahwa zaman murni ilmu pengetahuan sudah
berakhir. Masyarakat sekarang terancam dengan terjadinya kekosongan idealistis. Sebagian orang bemiaksud
mengisi kekosongan ini dengan murni filsafat, sebagian lainnya merujuk kepada sastra, seni dan ilmu-ilmu
humanitarian

Di negeri Iran ada usulan agar kekosongan tersebut diisi dengan sastra yang penuh kebajikan, khususnya sastra sufi
karya Maulawi, Sadi dan Hafiz. Para pendukung rencana ini lupa bahwa sastra ini sendiri mendapat ilham dan
agama dan dan semangat agama yang penuh kebajikan, semangat yang menjadikan agama menarik perhatian, yaitu
semangat Islam. Kalau tidak, mengapa sastra modern, meski ada klaim lantang bahwa sastra modern itu humanistis,
begitu hambar, tak ada roh dan daya tariknya. Sesungguhnya kandungan manusiawi dalam sastra sufi kami,
merupakan hasil dan konsepsi Islami sastra tersebut tentang alam semesta dan manusia. Seandainya roh Islam
dikeluarkan dari mahakarya-mahakarya ini, maka yang tersisa hanyalah kerangkanya saja.

Will Durant termasuk orang yang menyadari adanya kekosongan itu. Menurutnya, hendaknya sastra, filsafat dan seni
mengisi kekosongan itu. Dia berkata:

Kerusakan atau kerugian yang dialami oleh sekolah dan perguruan tinggi kita, sebagian besar adalah akibat
teori pendidikannya Spencer. Definisi Spencer mengenai pendidikan adalah bahwa pendidikan membuat manusia
menjadi selaras dengan lingkungannya. Definisi ini tak ada rohnya, dan mekanis sifatnya, serta lahir dari filsafat
keunggulan mekanika. Setiap otak dan jiwa yang kreatif menentang definisi ini. Akibatnya adalah sekolah dan
perguruan tinggi kita hanya diisi dengan ilmu-ilmu teoretis dan mekanis, sehingga tak ada mata pelajaran sastra,
sejarah, filsafat dan seni, karena mata pelajaran seperti ini dianggap tak ada gunanya. Yang dapat dicetak oleh
suatu pendidikan yang murni ilmu pengetahuan hanyalah alat. Pendidikan seperti ini membuat manusia tak
mengenal keindahan dan tak mengenal kearifan. Akan lebih baik bagi dunia seandainya saja Spencer tidak
menulis buku.

Sangat mengejutkan, meskipun Will Durant menganggap kekosongan ini pertama-tama sebagai kekosongan idealistis
yang terjadi akibat pemikiran yang salah dan akibat tak ada kepercayaan kepada tujuan manusia, namun dia masih
saja berpendapat bahwa problem ini dapat dipecahkan dengan sesuatu yang non-material, sekalipun mungkin
imajinatif belaka. Menurutnya, menyibukkan din dengan sejarah, seni, keindahan, puisi dan musik dapat mengisi
sebuah kekosongan. Kekosongan ini ada karena manusia memiliki naluri mencari ideal dan kesempurnaan.

Dapatkah Ilmu Pengetahuan dan Agama Saling Menggantikan Tempat Masing-masing?

Telah kita ketahui bahwa antara agama dan ilmu pengetahuan tak ada pertentangan. Yang terjadi justru keduanya
saling mengisi. Sekarang timbul satu pertanyaan lagi: Mungkinkah keduanya mengisi tempat masing-masing?

Pertanyaan ini tidak perlu dijawab secara terperinci, karena kita sudah tahu peran masing-masing (agama dan ilmu
pengetahuan). Jelaslah bahwa ilmu pengetahuan tak dapat menggantikan peran agama, karena agama memberikan
kasih sayang, harapan, cahaya dan kekuatan. Agama meninggikan nilai keinginan kita, di samping membantu kita
mewujudkan tujuan kita, menyingkirkan unsur egoisme dan individualisme jauhjauh dari keinginan dan ideal kita,
dan meletakkan keinginan dan ideal kita itu di atas fondasi cinta dan hubungan moral serta spiritual. Selain menjadi
alat bagi kita, pada dasarnya agama mengubah hakikat kita. Begitu pula, agama juga tak dapat menggantikan peran
ilmu pengetahuan. Melalui ilmu pengetahuan kita dapat mengenal alam, kita dapat mengetahui hukum alam, dan
kita pun dapat mengenal siapa diri kita sendiri.

Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa akibat dari memisahkan antara ilmu pengetahuan dan agama, telah terjadi
kerugian yang tak dapat ditutup. Agama haras dipahami dengan memperhatikan ilmu pengetahuan, sehingga tidak
terjadi pembauran agama dengan mitos. Agama tanpa ilmu pengetahuan berakhir dengan kemandekan dan
prasangka buta, dan tak dapat mencapai tujuan. Kalau tak ada ilmu pengetahuan, agama menjadi alat bagi orang-
orang pandai yang munafik. Kasus kaum Khawarij pada zamah awal Islam dapat kita lihat sebagai satu contoh
kemungkinan ini. Contoh lainnya yang beragam bentuknya telah kita lihat, yaitu pada periode-periode selanjutnya,
dan masih kita saksikan.

Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah seperti sebilah pedang tajam di tangan pemabuk yang kejam. Juga ibarat
lampu di tangan pencuri, yang digunakan untuk membantu si pencuri mencuri barang yang berharga di tengah
malam. Itulah sebabnya sama sekali tak ada bedanya antara watak dan perilaku orang tak beriman dewasa ini yang
berilmu pengetahuan dan orang tak beriman pada masa dahulu yang tidak berilmu pengetahuan. Lantas, apa
bedanya antara Churchill, Johnson, Nixon dan Stalin dewasa ini dengan Firaun, Jenghis Khan dan Attila pada zaman
dahulu?

Dapatlah dikatakan bahwa karena ilmu pengetahuan adalah cahaya dan juga kekuatan, maka penerapannya pada
dunia material ini tidaklah khusus. Ilmu pengetahuan mencerahkan dunia spiritual kita juga, dan konsekuensinya
memberikan kekuatan bagi kita untuk mengubah dunia spiritual kita. Karena itu, ilmu pengetahuan dapat
membentuk dunia dan manusia juga. Ilmu pengetahuan dapat menunaikan tugasnya sendiri, yaitu membentuk dunia
dan juga tugas agama, yaitu membentuk manusia. Jawabannya adalah bahwa semua ini memang benar, namun
masalah pokoknya adalah bahwa ilmu pengetahuan adalah alat yang penggunaannya tergantung kepada kehendak
manusia. Apa saja yang dilakukan oleh manusia, dengan bantuan ilmu pengetahuan dia dapat melakukannya dengan
lebih baik. Itulah sebabnya kami katakan bahwa ilmu pengetahuan membantu kita mencapai tujuan dan melintasi
jalan yang kita pilih.

Jadi, alat digunakan untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Sekarang pertanyaannya adalah,
dengan dasar apa tujuan itu ditetapkan? Seperti kita ketahui, pada dasarnya manusia adalah binatang. Sisi
manusiawinya merupakan kualitas (kemampuan) yang diupayakannya. Dengan kata lain, kemampuan-kemampuan
manusiawi yang dimiliki oleh manusia perlu ditumbuh-kembangkan secara bertahap dengan agama. Pada dasarnya
manusia berjalan menuju tujuan egoistis dan hewaninya. Tujuan ini material dan individualistis sifatnya. Untuk
mencapai tujuan ini, manusia memanfaatkan alat yang ada pada dirinya. Karena itu, dia membutuhkan kekuatan
pendorong. Kekuatan pendorong ini bukan tujuannya dan juga bukan alatnya. Dia membutuhkan kekuatan yang
dapat meledakkannya dari dalam, dan mengubah kemampuan terpendamnya menjadi tindakan nyata. Dia
membutuhkan kekuatan yang dapat mewujudkan revolusi dalam hati nuraninya dan memberinya orientasi baru.
Tugas ini tidak dapat dilaksanakan dengan pengetahuan tentang hukum yang mengatur manusia dan alam beserta
isinya. Namun tugas ini baru dapat dilaksanakan jika dalam jiwa manusia tertanam kesucian dan arti penting nilai-
nilai tertentu. Untuk tujuan ini manusia harus memiliki beberapa kecenderungan yang mulia. Kecenderungan seperti
ini ada karena cara pikir dan konsepsi tertentu tentang alam semesta dan manusia. Cara pikir dan konsepsi ini, serta
muatan dimensi dan bukti cara pikir dan konsepsi tersebut, tidak dapat diperoleh di laboratorium dan, seperti akan
kami jelaskan, berada di luar jangkauan ilniu pengetahuan.

Sejarah masa lalu dan sekarang telah memperlihatkan betapa buruk akibat yang ditimbulkan oleh pemisahan antara
ilmu pengetahuan dan agama. Kalau ada agama namun tak ada ilmu pengetahuan, maka arah upaya kaum
humanitarian adalah sesuatu yang tidak banyak membawa hasil atau tidak membawa hasil yang baik. Upaya ini
sering menjadi sumber prasangka dan obskurantisme (sikap yang menentang ilmu pengetahuan dan pencerahan
pen.), dan terkadang hasilnya adalah konflik yang membahayakan.

Kalau ilmu pengetahuan ada namun agama tidak ada, seperti yang terjadi pada sebagian masyarakat modern, maka
segenap kekuatan ilmu pengetahuan digunakan untuk tujuan menumpuk harta sendiri, memperbesar kekuasaan
sendiri, dan untuk memuaskan nafsu berkuasa dan nafsu mengeksploitasi.
Dua atau tiga abad yang baru lalu dapat dipandang sebagai periode mendewakan ilmu pengetahuan dan
mengabaikan agama. Banyak intelektual mengira bahwa segenap problem yang dihadapi manusia dapat dipecahkan
dengan ilmu pengetahuan, namun pengalaman telah membuktikan sebaliknya. Dewasa ini semua intelektual sepakat
bahwa manusia membutuhkan agama. Meskipun agama itu tidak religius, namun yang jelas di luar ilmu
pengetahuan. Sekalipun pandangan Bertrand Russel, materialistis, namun dia mengakui bahwa: Kerja yang semata-
mata bertujuan memperoleh pendapatan, maka kerja seperti itu tak akan membawa hasil yang baik. Untuk tujuan ini
harus diadopsi profesi yang menanamkan pada individu sebuah agama, sebuah tujuan dan sebuah sasaran.[6]

Dewasa ini kaum materialis merasa terpaksa mengklaim diri sebagai kaum yang secara filosofis materialis dan secara
moral idealis. Dengan kata lain, mereka mengatakan bahwa mereka adalah kaum materialis dari sudut pandang
teoretis, dan kaum spiritualis dari sudut pandang praktis dan idealistis. Bagaimanapun juga, problemnya tetap: mana
mungkin seorang manusia secara teoretis materialis dan secara praktis spiritualis? Pertanyaan ini harus dijawab oleh
kaum materialis sendiri.

George Sarton, ilmuwan dunia yang termasyhur, penulis buku yang terkenal, History of Science (Sejarah Ilmu
Pengetahuan), ketika menguraikan ketidakberdayaan ilmu pengetahuan mewujudkan hubungan antar umat
manusia, dan ketika menegaskan kebutuhan mendesak akan kekuatan agama, berkata:

Di bidang-bidang tertentu, ilmu pengetahuan berhasil membuat kemajuan yang hebat. Namun di bidang-bidang
lain yang berkaitan dengan hubungan antar umat manusia, misalnya bidang politik nasional dan internasional,
kita masih menertawakan diri kita.

George Sarton mengakui bahwa kayakinan yang dibutuhkan oleh manusia adalah keyakinan yang religius.
Menurutnya, kebutuhan ini merupakan satu di antara tiga serangkai yang dibutuhkan oleh manusia: seni, agama dan
ilmu pengetahuan. Katanya,

Seni mengungkapkan keindahan. Seni adalah kenikmatan hidup. Agama berarti kasih sayang. Agama adalah
musik kehidupan. Ilmu pengetahuan berarti kebenaran dan akal. Ilmu pengetahuan adalah had nurani umat
manusia. Kita membutuhkan ketiganya: seni, agama dan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan mutlak
diperlukan, meskipun tidak pernah memadai. (George Sarton, Six Wings: Men of Science in the Renaissance, hal.
218. London, 1958)

Anda mungkin juga menyukai