Disusun oleh:
1. Rahayu Putri Wulandari (2210610031)
2. M. Najmul Ilmi Alayya Taftahil Ula (2210610032)
3. Dwi Febriani Salsabila (2210610033)
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
1
Dadang Kahmad,Sosiologi Agama (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), 13
2
Muslim A. Kadir, Dasar-dasar Praktikum Keberagamaan dalam Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2011),
55
dihasilkan sehingga menjadi produk kemanusiaan.3
Agama dalam Islam dipandang sebagai suatu jalan hidup yang lengkap dan
menyeluruh, yang mencakup semua aspek kehidupan manusia, baik secara spiritual,
fisik, sosial, maupun emosional. Agama dalam Islam meliputi keyakinan kepada
Allah Swt sebagai satu-satunya Tuhan yang menciptakan alam semesta dan segala
isinya, mempercayai kebenaran dan keutamaan kitab-kitab suci seperti Al-Quran,
Injil, Taurat, dan Zabur, serta mempraktikkan ibadah-ibadah yang diwajibkan
seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan lain sebagainya. Agama juga dianggap sebagai
sebuah perintah dari Allah SWT yang harus ditaati oleh seluruh umat manusia.
Agama Islam sendiri memiliki lima pilar, yaitu syahadat (pengakuan keesaan Allah
SWT dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah), shalat (ibadah lima waktu),
zakat (pembayaran sedekah), puasa Ramadan, dan haji (perjalanan ke Mekkah
untuk menunaikan ibadah haji).
Agama dalam konsep agama dan keberagaman dalam Islam tidak dipandang
sebagai suatu sumber ketidakharmonisan dan perselisihan antar umat manusia,
tetapi sebaliknya, dijadikan sebagai sarana untuk memperkuat kerukunan dan
persaudaraan antar sesama manusia, tanpa memandang perbedaan suku, agama, dan
budaya. Dalam Islam, agama dianggap sebagai sesuatu yang mengarahkan manusia
pada kesatuan dan kebersamaan, yang pada akhirnya akan membawa kebahagiaan
dan keberkahan bagi semua makhluk Allah Swt. Namun, Islam juga menghargai
keberagaman dalam agama dan kepercayaan yang berbeda. Dalam Al-Quran, Allah
SWT menyatakan bahwa "tidak ada paksaan dalam agama" (Q.S. Al-Baqarah: 256)
dan bahwa setiap orang bebas untuk memilih agama atau kepercayaannya sendiri.
Oleh karena itu, Islam mengajarkan toleransi dan menghormati perbedaan antara
individu dan kelompok dalam agama dan kepercayaan. Muslim dianjurkan untuk
berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai agama dan budaya, serta untuk
menunjukkan sikap hormat dan penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan
tersebut. Dalam hal ini, Islam mengajarkan untuk hidup secara damai dan saling
menghormati antara satu sama lain, meskipun memiliki perbedaan dalam agama
dan kepercayaan.
3
Muslim A. Kadir, 2003, Ilmu Islam Terapan. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hlm. 141.
2.2 Dimensi-dimensi Keberagaman dalam Islam
Keberagamaan yang terwujud dalam berbagai sisi kehidupan manusia, yang
bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual tetapi termasuk
aktifitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural, bukan hanya perilaku yang
berkaitan dengan aktifitas yang tampak dan dapat dilihat mata, tapi juga aktifitas
yang tidak tampak dan terjadi dalam hati seseorang.
Menurut Glock dan Stark sebagaimana mana dikutip oleh Djamaludin Ancok
dan Fuad Nasori dalam bukunya Psikologi Islam, ada lima macam dimensi
keberagamaan yaitu:
a. Dimensi keyakinan (ideologi)
Dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan dimana orang beragama
berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran
doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat
kepercayaan dimana para penganut diharapkan akan taat. Walaupun
demikian, isi ruang lingkup keyakinan itu bervariasi, tidak hanya di antara
agama-agama tercapai seringkali juga diantara tradisitradisi dalam agama
yang sama. Dimensi keyakinan ini menunjukkan pada beberapa tingkat
keyakinan muslim terhadap kebenaran ajaran-ajaran yang bersifat pokok.
b. Dimensi praktek agama (ritual)
Dimensi praktek agama menunjukkan kepada seberapa tingkat
kepatuhan muslim dalam mengejarkan kegiatan-kegiatan ritual
sebagaimana diperintah dan dianjurkan oleh agamanya sebagai contoh
dimensi praktek agama meliputi pelaksanaan shalat, puasa, zakat, haji,
membaca al-Qur’an, berdoa, dzikir, ibadah kurban, infak di masjid.4
c. Dimensi pengalaman (eksperensial)
Dimensi yang berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama
mengandung pengharapanpengharapan tertentu. Mesti tidak tepat jika
dikatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu
akan mencapai pengetahuan subyektif serta langsung mengenai kenyataan
terakhir (kenyataan terakhir bahwa ia akan mencapai suatu kontak dengan
perantara supranatural).5
Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-
4
Roland Robertson, Agama Dalam Analisa Dan Interpretasi Sosiologi (Jakarta: CV Rajawali, 1988), 295.
5
Djamaludin Ancok dan Fuat Nahori Suroso, Psikologi Islam, 81-82.
perasaan, persepsi-persepsi dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang
pelaku atau suatu kelompok keagamaan yang melihat komunikasi dengan
esensi ketuhanan yakni dengan Tuhan, dalam berbagai pengalaman tersebut
agama juga bervariasi dalam hal dekatnya jarak dengan prakteknya. Namun
setiap agama juga memiliki nilai jarak minimal terhadap sejumlah
pengalaman subyektif keagamaan. Dalam Islam, dimensi ini terwujud dalam
perasaan dekat dengan Allah, Khusuk ketika melaksanakan sholat dan
berdo’a. Rasa sabar ketika mendapat cobaan dari Allah, tergetar ketika
mendengar azan atau ayat-ayat Al-Qur’an.
d. Dimensi pengetahuan agama (intelektual)
Dimensi pengetahuan yang memicu kepada harapan-harapan bahwa
orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah pengetahuan
mengenai dasar-dasar keyakinan, tradisi dan kitab-kitab suci.
Pengetahuan agama dalam Islam dapat diketahui pada tingkat
pengetahuan dan pemahaman muslim terhadap ajaran-ajaran agamanya,
terutama mengenai ajaran-ajaran pokok dari agamanya, sebagaimana
termuat dalam kitab sucinya. Dimensi ini menyangkut pengetahuan tentang
isi Al-Qur’an, pokok-pokok ajaran yang harus diimani dan dilaksanakan.
e. Dimensi konsekuensi
Dimensi ini berlainan dari ke empat dimensi di atas, dimensi ini
mengacu pada identifikasi akibatakibat keyakinan keagamaan, praktek,
pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Dimensi
konsekuensi ini berefek dari ajaran agama pada perilaku orang tua dalam
kehidupan sehari-hari boleh dikatakan positif atau negatif. Dalam agama
Islam dimensi ini meliputi perilaku suka menolong, bekerjasama, belaku
jujur, memaafkan, tidak mencuri, tidak minumminuman keras dan
mematuhi norma-norma yang ada dalam agama.6
6
Robertson, Agama Dalam Analisa Dan Interpretasi Sosiologi, 297.
Agama Islam sebagai ajaran yang universal mengajarkan nilai-nilai kebersamaan,
persaudaraan, dan saling menghargai dalam perbedaan. Islam mengakui adanya
keberagaman dalam bentuk perbedaan suku, budaya, bahasa, dan ras yang
diciptakan oleh Allah Swt. Agama dan keberagaman juga saling terkait dan saling
melengkapi satu sama lain. Islam mengajarkan bahwa keberagaman adalah sebuah
keniscayaan dalam dunia ini, dan bahwa perbedaan-perbedaan tersebut adalah
kehendak Allah Swt yang harus dihormati dan dihargai. Selain itu, keberagaman
dianggap sebagai berkah dari Allah Swt dan harus dijaga serta dihormati. Oleh
karena itu, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk hidup secara damai dan saling
menghormati antara satu sama lain, meskipun memiliki perbedaan dalam agama,
budaya, bahasa, dan lain sebagainya.
Agama dan keberagaman memiliki hubungan yang erat. Islam sebagai agama
mengakui dan menghormati keberagaman sebagai bagian dari ciptaan Allah Swt.
Dalam Al-Quran Allah Swt berfirman: "Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal." (QS. Al-Hujurat: 13). Agama Islam sendiri memiliki pesan-pesan
tentang persatuan dan kerukunan umat manusia. Di antara pesan-pesan tersebut
adalah bahwa seluruh manusia adalah saudara seiman dan harus hidup dalam
harmoni satu sama lain. Agama Islam juga menekankan pentingnya keadilan,
toleransi, dan penghormatan terhadap perbedaan agama, suku, budaya, dan bahasa.
Oleh karena itu, dalam Islam, keberagaman bukanlah hal yang harus diperangi atau
dihilangkan, namun harus diakui, dihormati, dan dijaga dengan baik. Agama Islam
mengajarkan umatnya untuk bersikap inklusif dan membuka diri terhadap orang-
orang yang berbeda agama, suku, budaya, dan bahasa. Hal ini dapat dilihat dalam
praktek-praktek sosial, seperti dalam pernikahan antarsuku, zakat yang diberikan
kepada orang yang berbeda agama, dan masih banyak lagi.
Dalam prakteknya, Islam mengajarkan toleransi dan menghormati terhadap
perbedaan, baik dalam bentuk perbedaan agama maupun kebudayaan. Sebagai
contoh, di Indonesia, umat Islam tidak hanya hidup berdampingan dengan umat
Muslim lainnya, namun juga dengan pemeluk agama yang berbeda seperti Hindu,
Budha, Kristen, dan lain-lain. Muslim dianjurkan untuk berinteraksi dengan orang-
orang dari berbagai agama dan budaya, serta untuk menunjukkan sikap hormat dan
penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan tersebut. Selain itu, dalam Islam
terdapat konsep ukhuwah (persaudaraan) yang menunjukkan betapa pentingnya
hubungan sosial yang baik antar sesama manusia, tanpa memandang perbedaan
agama dan kebudayaan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa agama dan
keberagaman memiliki hubungan yang erat dalam Islam, yang menekankan nilai-
nilai persatuan, kesatuan, dan harmoni sosial. Konsep keberagaman juga tercermin
dalam berbagai aspek kehidupan dalam Islam, seperti dalam perayaan-perayaan
keagamaan, seperti Idul Fitri dan Idul Adha, dan dalam ritual ibadah harian, seperti
shalat dan puasa. Dalam Islam, keberagaman juga dianggap sebagai kekayaan yang
dapat memperkaya pengalaman hidup dan memperluas pemahaman kita tentang
kehidupan dan dunia. Oleh karena itu, Islam menekankan pentingnya untuk belajar
dari dan memahami budaya, bahasa, dan agama lain agar dapat hidup dalam
harmoni dengan orang lain dan memperkaya pengalaman hidup kita.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Agama Islam memandang keberagaman sebagai rahmat Allah SWT yang harus
dijaga dan dihargai. Dalam Islam, keberagaman tidak hanya terkait dengan
perbedaan agama, tetapi juga perbedaan suku, bahasa, budaya, dan lain sebagainya.
Dalam konteks ini, Islam menekankan pentingnya toleransi, menghormati
perbedaan, dan berdialog dengan orang-orang yang berbeda pandangan.
Dalam Al-Quran, Allah SWT menyatakan bahwa manusia diciptakan berbeda-
beda agar saling mengenal dan menghormati satu sama lain. Dalam surat Al-Hujurat
ayat 13, Allah SWT berfirman, "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling taqwa di antara kamu."
Dalam praktiknya, umat Islam diharapkan untuk menghormati perbedaan dan
memperlakukan semua orang dengan adil dan bijaksana, tanpa memandang suku,
agama, atau budaya mereka. Islam juga menekankan pentingnya persatuan dan
kesatuan umat, serta membangun hubungan yang harmonis dengan umat dari agama
lain.
Dalam konteks keberagaman agama, Islam memandang bahwa semua agama
yang diakui oleh Allah SWT memiliki tujuan yang sama, yaitu mengajarkan
kebajikan dan ketaqwaan kepada manusia. Oleh karena itu, umat Islam diharapkan
untuk menghormati agama lain dan tidak mengganggu hak mereka untuk beribadah
sesuai dengan keyakinan masing-masing.
Dalam kesimpulannya, Islam menekankan pentingnya menghormati
keberagaman dan memperlakukan semua orang dengan adil dan bijaksana. Dalam
praktiknya, umat Islam diharapkan untuk menjalin hubungan harmonis dengan
orang-orang yang berbeda pandangan, serta menghormati hak mereka untuk
beribadah sesuai dengan agama masing-masing.
3.2 Saran