Anda di halaman 1dari 13

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok

Mata kuliah :

Pancasila

Dosen Pengampu :

Indira Ekawati, M. Si

Disusun Oleh :

KELOMPOK 5 (A 2019 1)

Anisa Herninandari 1911113139


Annisa Febrina Rahmi 1911110769
Erlin Youlandari 1911124863
Hapita Nirwani 1911110409
Jumratul Maisura 1911110486
StevfinaAfrilia Marwafa 1911124330
Syafni Gusti Windari 1911110544

FAKULTAS KEPERAWATAN

PRODI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU
2020

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami haturkan kepada Allah Swt yang telah memberikan banyak
nikmat taufiq dan hidayah. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Pancasila sebagai sistem filsafat” dengan baik tanpa ada halangan yang
berarti. Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas . Makalah ini telah
kami selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, kami sampaikan banyak terimakasih kepada segenap pihak yang
telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian makalah ini.

Kami sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak


kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat
maupun isi. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati, kami selaku penyusun
menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Dengan tulisan ini kami berharap dapat berguna bagi pembaca. Demikian
yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah khazanah ilmu
pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk masyarakat luas.

Pekanbaru, 23 Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….…i

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………....ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………...…..1

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………….1


1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………………1
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………………...2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Filsafat………………………………………………..

2.2 Filsafat Pancasila ……………………………………………………

2.3 Hakikat Sila – Sila Pancasila…………………………………………………….

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………….

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………

3.2 Saran……………………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….
BAB I

PENDAHULUAN

.1 Latar Belakang

Setiap bangsa yang ingin berdiri dengan kukuh danmengetahui jelas arah
mana tujuan yang ingin dicapai sangatmemerlukan pandangan hidup. Begitu pula
dengan Indonesiayang terdiri atas beranekaragam kebudayaan, suku, agama, ras,dan
kebiasaan memerlukan suatu pandangan hidup bangsayang sama. Pandangan hidup
ini merupakan payung dalammenjaga integrasi bangsa sehingga keanekaragaman
bukanmerupakan pemecah belah bangsa, melainkan sebagai pemersatu bangsa yang
dinamakan Pancasila. Pancasila sebagai asas dalam kehidupanbermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara memberikan rambu-rambu untuk mempertahankan
persatuan dan kesatuan bangsadan negara.

Pancasila adalah dasar ideologi Indonesia, pandangan hidup bangsa. Pancasila


terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Yang dimaksudkan
dengan sistem filsafat adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan,
saling bekerja sama untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan satu
kesatuan yang utuh. Kesetiaan, nasionalisme patriotisme warga negara kepada bangsa
dan negaranya dapat diukur dalam bentuk kesetiaan mereka terhadap filsafat
negaranya secara formal diwujudkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan
(Undang-Undang Dasar 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya). Kesetiaan
warga negara berikut tampak dalam sikap dan tindakan, menghayati, mengamalkan,
dan mengamankan peraturan perundang-undangan itu.

.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian filsafat ?
2. Apa saja filsafat dari pancasila?
3. Apa saja hakikat sila-sila pancasila?
.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian filsafat
2. Mahasiswa mampu mengetahui filsafat pancasila
3. Mahasiswa mampu mengetahui hakikat sila-sila pancasila
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Filsafat

Istilah filsafat berasal dari bahasa yunani, (philosophia), tersusun dari kata
philos yang berarti cinta atau philia yang berarti persahabatan, tertarik kepada dan
shopos yang berarti kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis,
dan inteligensi. Dengan demikian philosophia secara harfiah berarti mencintai
kebijaksanaan. Kata kebijaksanaan juga dikenal dalam bahasa inggris, wisdom.
Berdasarkan makna kata tersebut maka memelajari filsafat berarti merupakan upaya
manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang nantinya bisa menjadi konsep yang
bermanfaat bagi peradaban manusia.
Filsafat sebagai hasil berpikir sedalam-dalamnya diharapkan merupakan
pengetahuan yang paling bijaksana atau setidak-tidaknya mendekati kesempurnaan.
Adapun istilah 'philosophos' pertama kali digunakan oleh Pythagoras (572-497 SM)
untuk menunjukkan dirinya sebagai pencinta kebijaksanaan itu sendiri. Selain
Pythagoras, filsuf-filsuf lain juga memberikan pengertian filsafat yang berbeda-beda.
Oleh karena itu, filsafat mempunyai banyak arti, tergantung pada bagaimana filsuf-
filsuf menggunakannya.
Berikut ini disampaikan beberapa pengertian filsafat menurut beberapa filsuf,
yaitu antara lain :
 Plato (427-347 SM), filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada atau
ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.
 Aristoteles (384-322 SM), filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi
kebenaran, yang didalam nya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika,
etika, ekonomi, politik, dan estetika atau filsafat menyelidiki sebab dan asas
segala benda.
 Marcus Tullius Cicero (106-43 SM), filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu
yang maha agung dan usaha-usaha untuk mencapainya.
 Immanuel Kant (1724-1804 SM), filsafat adalah ilmu pokok dan pangkat segala
pengetahuan yang mencakup didalam nya empat persoalan, yaitu : "apakah yang
dapat kita ketahui? (dijawab oleh metafisika), apakah yang dapat kita kerjakan ?
(dijawab oleh etika), sampai dimanakah pengharapan kita? (dijawab olen
antropologi) ".

Secara umum, Filsafat merupakan ilmu yang berusaha menyelidiki hakikat segala
sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Berdasarkan pengertian umum ini, ciri-ciri
filsafat dapat disebut sebagai usaha berpikir radikal, menyeluruh, dan integral, atau
dapat dikatakan sebagai suatu cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-
dalamnya.

2.2 Filsafat Pancasila

Filsafat Pancasila dapat didefenisikan sebagai refleksi kritis dan rasional


tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan
untuk mendapatkan pokok-pokok pengertian nya yang mendasar dan menyeluruh.
Pancasila dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil permenungan
jiwa yang medalam yang dilakukan oleh the founding fathers indonesia, yang
dituangkn didalam suatu sistem. Pengertian filsafat Pancasila secara umum hasil
berpikir atau pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang
dianggap, dipercayai dan diyakini sebagai kenyataan, norma-norma dan nilai-nilai
yang benar, adil, bijaksana, dan paling sesuai dengan kehidupan dan kepribadian
bangsa Indonesia.
Pancasila merupakan filsafat bangsa Indonesia, mengandung pengertian
sebagai hasil perenungan mendalam dari para tokoh pendiri negara (the founding
fathers) ketika berusaha menggali nilai-nilai dasar dan merumuskan dasar negara
untuk diatasnya didirikan negara Republik Indonesia. Hasil perenungan itu secara
resmi disahkan bersamaan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
(UUD NRI) tahun 1945 oleh panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada
18 Agustus 1945 sebagai Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia.
Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Soekarno sejak 1955 sampai
kekuasaan nya berakhir pada 1965. Pada saat itu Soekarno selalu menyatakan bahwa
Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan tradisi
Indonesia, serta merupakan akulturasi budaya India (Hindu-Buddha), Barat (Kristen),
dan Arab (Islam). Filsafat Pancasila menurut Soeharto telah mengalami
Indonesianisasi. Semua sila dalam Pancasila adalah asli diangkat dari budaya
Indonesia dan selanjutnya dijabarkan menjadi lebih rinci ke dalam butir-butir
Pancasila.
Kelima dasar atau prinsip yang terdapat dalam sila-sila Pancasila tersebut
merupakan satu kesatuan bagian-bagian sehingga saling berhubungan dan saling
bekerja sama untuk satu tujuan tertentu sehingga dapat disebut sebagai sistem.
Pengertian sebuah sistem, sebagaimana dikutip oleh Kaelan dari Shrode dan Don
Voich memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
 Suatu kesatuan bagian-bagian;
 Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri;
 Saling berhubungan, saling ketergantungan;
 Semuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem)
 Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.

Berdasarkan pengertian tersebut, pancasila yang berisi lima sila, yaitu Sila
Ketuhanan yang Maha Esa, Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Sila Persatuan
Indonesia, Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dan
Permusyawaratan atau Perwakilan, dan Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia, saling berhubungan membentuk satu kesatuan sistem yang dalam proses
bekerjanya saling melengkapi dalam mencapai suatu tujuan. Meskipun setiap sila
pada hakikatnya merupakan suatu asas sendiri, memiliki fungsi sendiri-sendiri, namun
memiliki tujuan tertentu yang sama, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila.

Pancasila sebagai sistem filsafat mengandung pemikiran tentang manusia yang


berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama dan dengan masyarakat bangsa yang
semua itu dimiliki oleh bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, sebagai sistem filsafat,
Pancasila memiliki ciri khas yang berbeda dengan sistem-sistem filsafat lain yang ada
di dunia, seperti materialisme, idealisme, rasionalisme, liberalisme, komunisme dan
lain sebagai nya. Kekhasan nilai filsafat yang terkandung dalam Pancasila
berkembang dalam budaya dan peradaban Indonesia, terutama sebagai jiwa dan asas
kerohanian bangsa dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Selanjutnya nlai
filsafat Pancasila, baik sebagai pandangan hidup atau filsafat hidup (Weltanschauung)
bangsa maupun sebagai jiwa bangsa atau jati diri (Volksgeist) nasional, memberikan
identitas dan integritas serta martabat bangsa dalam menghadapi budaya dan
peradaban dunia.

2.3 Hakikat Sila – Sila Pancasila

Kata” hakikat” dapat diartikan sebagai suatu inti yang terdalam dari segalah
sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsur tertentu dan yang mewujudkan sesuatu lain
dan bersifat mutlak. Ditunjukkan oleh notonagoro hakikat segala susuatu mengandung
kesatuan mutlak dari unsur - unsur ang menyusun atau membentuknya. Misalnya,
hakikat air terdiri atas dua unsur mutlak, yaitu hidrogen dan oksigen. Kebersatuan
kedua unsur tersebut bersifat mutlak untuk mewujudkan air. Dengan kata lain, kedua
unsur tersebut secara bersama - sama menyusun air sehingga terpisah dari benda
lainnya, misalnya dengan batu, kayu, air raksa dan lain sebagaiannya. Terkait dengan
hakikat sila - sila Pancasila, pengertian kat “ hakihat “ dapat dipahami dalam 3
kategori, yaitu :
1) Hakikat abstrak yang disebut juga sebagai hakikat jenis atau hakikat umum yang
mengandung unsur - unsur yang sama, tetap dan tidak berubah. Hakikat abstrak
sila - sila pancasila menujuk pada kata : ketuhanan, kemanusian, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Menuru bentuknya, pancasila terdiri atas kata - kata
dasat tuhan, manusia, satu, rakyat, da adil yang dibumbuhi awalan dan akhiran,
berupa ke dan an ( sila I, II, III, IV, V ), sedangkan yang satu berupa per dan an
( sila II ). kedua maca awalan dan akhiran itu mempunyai kesamaan dan
maksudnya yang pokok, ialah membuat abstrak atau mujarad, tidak maujud atau
lebih tidak maujud arti daripada kata dasarnya.
2) Hakikat pribadi sebagai hakikat yang memiliki sifat khusus, artinya terikat
kepada barang sesuatu. Hakikat pribadi pancasila menunjuk pada ciri - ciri khusus
sila - sila pancasila yang ada pada bangsa indonesia, yaitu adat istiadat, nilai -
nilai agama, nilai - nilai kebudayaan, sifat dan karakter yang melekat pada bangsa
indonesia sehingga membedakan bangsa indonesia dengan bangsa lainnya di
dunia. Sifat - sifat dan ciri - ciri ini tetap melekat dan ada pada bangsa indonesia.
Hakikat pribadi inilah yang realisasinya sering disebut sebagai kepribadian, dan
totalitas konkretnya disebut kepribadian pancasila.
3) Hakikat kongkret yang bersifat nyata sebagaimana dalam kenyataannya. Hakikat
konkret pancasila terletak pada fungsi pancasila sebagai filsafat negara, dalam
realisasinya, pancasila adalah pedoman praktis, yaitu dalam wujud pelaksaan,
praktis dalam kehidupan negara, bangsa dan negara indonesia yang sesuai dengan
kenyataan sehari - hari, tempat, keadaan, dan waktu. Dengan realisasi hakikat
kongkret itu, pelaksanaan pancasila dalam kehidupan negara setiap hari bersifat
dinamis, antisipatif, dan sesuai dengan perkembangan waktu, keadaan, serta
perubahan zaman pancasila yang berisi lima sila, menurut Notonagoro merupakan
satu kesatuan utuh. Kesatuan pancasila tersebut di uraikan sebagai berikut :
 Kesatuan sila-sila pancasila dalam struktur yang bersifat hierarkis Dan
berbentuk piramidal Susunan secara hierakais Dan mengandung pengertian
bahwa sila-sila pancasila memiliki tingkatan berjenjang, yaitu sila yang ada
diatas men jadi landasan sila yang ada di bawah nya. Sila pertama melandasi
sila kedua, sila kedua melandasi sila ketiga, sila ketiga melandasi sila
keempat, sila keempat melandasi sila kelima. Pengertian matematika
piramidal digunakan untuk menggambarkan hubungan hierarkis sila-sila
pancasila menurut urut-urutan (kuantitas) Dan juga dalam hal sifat-sifatnya
(kualitas). Dengan demikian, diperoleh pengertian bahwa menurut urut-
urutan nya. Setiap sila merupakan pengkhususan dari sila-sila yang ada di
mukanya. Dalam Susunan hierarkis Dan piramidal, sila ketuhanan yang maha
Esa menjadi basis kemanusiaan, persatuan Indonesia, kerakyatan Dan
keadilan sosial, sebaliknya ketuhanan yang mahasiswi EsaEsa adalah
ketuhanan yang berkemanusiaan, yang membangun, memelihara, Dan
mengembangkan persatuan Indonesia, yang berkerakyatan Dan berkeadilan
sosial. Demikian selanjutnya, sehingga tiap-tiap sila di dalam mengandung
sila-sila lainnya. Secara ontologis, kesatuan sila-sila pancasila sebagai suatu
sistem yang bersifat heararkis dan berbentuk piramidal tersebut dapat di
jelaskan sebagai berikut, bahwa hakikat adanya than adalah ada karena
dirinya sendiri, tuhan sebagai causa prima. Manusia dicipatakan tuhan atau
manusia ada sebagai akibat adanya tuhan (sila pertama). Adapun manusia
adalah sebagai subjek pendukung pokok negara, karena negara adalah
lembaga kemanusiaan, negara adalah sebagai persekutuan hidup bersama
yang anggotanya adalah manusia (sila kedua). Dengan demikian, negara
adalah sebagai akibat adanya manusia bersatu (sila ketiga). Rakyat adalah
totalitas individu-individu dalam negara yang bersatu (sila keempat). Adapun
keadilan yang pada hakikat nya merupakan tujuan bersama atau keadilan
sosial (sila kelima) pada hakikat nya sebagai tujuan dari lembaga hidup
bersama yang disebut negara.
 Hubungan kesatuan sila-sila pancasila yang saling mengisi dan saling
mengkualifikasi sila-sila pancasila sebagai kesatuan dapat dirumuskan pola
dalam hubunganya saling mengisi atau mengkualifikasi dalam kerangka
hubungan herarkispiramidal seperti diatas. Berikut disampaikan kesatuan
sila-sila pancasila yang saling mengisi dan saling mengkualifikasi.
- Sila pertama : ketuhanan yang maha esa adalah ketuhanan yang
berkemanusiaan yang adil Dan beradap, yang berpersatuan Indonesia ,
yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial back seluruh
rakyat Indonesia.
- Sila kedua : kemanusiaan yang adil Dan beradab adalah kemanusiaan
yang ber ketuhanan yang maha esa, berpersatuan Indonesia, yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial back seluruh
rakyat Indonesia.
- Sila ketiga : persatuan Indonesia adalah persatuan yang ber ketuhanan
YME, berkemanusiaan yang adil Dan beradab, yang berkerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Sila keempat : kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, adalah kerakyatan yang
berketuhanan yang maha esa, berkemanusiaan yang adil Dan beradab,
yang berpersatuan Indonesia, yang berkeadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
- Sila kelima : keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah
keadilan yang berketuhanan yang maha esa, berkemanusiaan yang adil
Dan beradab, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Tomalili, Rahmanuddin. (2019). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Yogyakarta :


Deepublish

Anda mungkin juga menyukai