Anda di halaman 1dari 15

BAB 12

MUAMALAH

Disusun oleh :

1. Renata Seva Sabila (2021SE063)


2. Farliana Eka Trismawati (2021SEK0)
3. Fitri Astuti (2021SE073)
4. Iin Lutfiah Nur Laini (2021SE053)
5. Irma Nurhidayati (2021SE072)
6. Riri Edrianis (2021SE048)
7. Tiara Senja Pramita (2021SE044)

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah, Rabb seluruh


alam karena hanya Dia satu–satunya Dzat yang patut diagungkan, karena
hanya kuasa-Nya sehingga penulis bisa menyusun makalah ini sampai
selesai.
Sholawat serta salam selalu terucap indah kepada junjungan kita, sang
pencerah kehidupan, sang pembuka peradaban, pimpinan segenap umat
manusia yaitu Nabi Muhammad SAW. Semoga salam juga tercurahkan
kepada keluarga, sahabat, orang-orang yang terus berjuang dijalan-Nya
sampai hari akhir nanti..
Penulis ucapkan terimakasih yang telah mendukung untuk
menyelesaikan makalah ini. Bagi penulis sebagai penyusun merasa bahwa
masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan, wawasan dan pengalaman penulis. Untuk itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah. Penulis ucapkan terima kasih yang
telah mendukung untuk menyelesaikan makalah ini.

Sukoharjo, 01 Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

BAB MUAMALAH.......................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I.............................................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................................2
D. Manfaat Penulisan................................................................................................2
E. Batasan Masalah...................................................................................................2
BAB II............................................................................................................................3
A. Pengertian Muamalah...........................................................................................3
B. Ruang Lingkup Muamalah...................................................................................4
C. Prinsip-Prinsip Muamalah....................................................................................8
BAB III........................................................................................................................11
Kesimpulan..................................................................................................................11
DAFTAR ISI................................................................................................................12

iii
BAB I

A. Latar Belakang
Muamalah adalah satu aspek dari ajaran yang telah melahirkan
peradaban Islam yang maju di masa lalu. Ia merupakan satu bagian dari
syariat Islam, yaitu yang mengatur kehidupan manusia dalam hubungan
dengan manusia, masyarakat dan alam berkenaan dengan kebendaan dan
kewajiban. ( Ismail Nawawi)
Permasalahan yang paling berkembang dalam kehidupan
bermasyarakat hari ini adalah masalah muamalah, khususnya muamalah
maliyah atau interaksi sesama manusia yang berkaitan dengan uang dan
harta dengan segala bentuk macam transaksinya. Hal ini tidak dapat kita
bendung, sebab perubahan itu terjadi seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan kemajuan teknologi. Dalam persoalan muamalah syariat
Islam lebih banyak memberikan penjelasan terkait prinsip dan kaidah.
(Mardani)
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak lepas dari kegiatan
muamalah. Namun materi muamalah cenderung diabaikan oleh kaum
muslimin, padahal ajaran muamalah bagian penting dalam ajaran Islam.
Sehingga tidak semua masyarakat mengetahui secara sempurna akan
peraturan-peraturan dalam bermuamalah dan kurang tepat dalam
pengamalannya. Allah SWT telah mengingatkan sebagai muslim harus
sempurna.
Bedasarkan latar belakang masalah diatas, penulis tertarik untuk
mengupas apa itu muamalah.

B. Rumusan Masalah
a. Apakah yang dimaksud muamalah?
b. Apa saja yang termasuk dalam ruang lingkup muamalah?
c. Apa saja prinsip-prinsip muamalah?

1
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui apa definisi muamalah.
2. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk dalam ruang
lingkupmuamalah.
3. Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip dalam muamalah.
4. Untuk mengamalkan cara bertransaksi sesuai syariat dalam kehidupan
sehari-hari.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis, untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai
muamalah.
2. Bagi pembaca, makalah ini disusun untuk membantu pembaca
mengenai hukum Islam tentang muamalah dan prinsip-prinsip
transaksi ekonomi dalam Islam sehingga dapat diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Bagi Dosen, makalah ini disusun untuk membantu dosen agar
mempermudah dalam memetakan kemampuan mahasiswa dalam
memahami fiqih muamalah dan untuk memenuhi tugas yang telah
diberikan.

E. Batasan Masalah
Agar fokus pembahasan menjadi jelas dan terarah, masalah dalam
pembahasan ini dibatasi pada ruang lingkup muamalah.

2
BAB II
Pembahasan

A. Pengertian Muamalah
Secara bahasa Muamalah berasal dari kata ‘amala yu’amilu yang
artinya bertindak, saling berbuat, dan saling mengamalkan. Sedangkan
menurut istilah muamalah adalah tukar menukar barang atau sesuatu yang
memberi manfaat dengan cara yang ditentukan. Muamalah juga dapat
diartikan sebagai segala aturan agama yang mengatur hubungan antara
sesama manusia, dan antara manusia dan alam sekitarnya tanpa
memandang perbedaan. (Rachmad Syafei)

Mu’amalah menurut golongan Syafi’i adalah bagian fiqh untuk urusan-


urusan keduniaan selain perkawinan dan hukuman, yaitu hukum-hukum
yang mengatur hubungan manusia sesama manusia dan alam sekitarnya
untuk memperoleh kebutuhan hidupnya. Sedangkan secara terminologi,
fiqh muamalah itu diartikan sebagai suatu hukum-hukum yang diciptakan
berkaitan dengan tindakan manusia dalam persoalan duniawi. Contohnya
dalam persoalan jual beli, utang-piutang, kerja sama dagang, perserikatan,
dan sewa menyewa.( Nasrun Haroen)
Muamalah adalah hubungan antara manusia dalam usaha mendapatkan
kebutuhan jasmaniah dengan cara sebaik-baiknya sesuai dengan ajaran-
ajaran dan tuntutan agama. Agama Islam memfasilitasi manusia dengan
memberikan sebuah norma dan etika untuk menopang mereka dalam
usahanya mencari harta benda dan diberikan kesempatan untuk
mengembangkan hidup manusia dalam bidang muamalah. Selain itu, hal
tersebut dimaksudkan agar perkembangan manusia tersebut tidak
menimbulkan kerugian-kerugian bagi beberapa pihak lain yang terlibat di
dalamnya.
Dari definisi dan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fiqh
muamalah adalah sebuah pengetahuan tentang suatu kegiatan atau
transaksi yang telah ditetapkan sesuai hukum-hukum syariat, mengenai

3
perilaku manusia dalam kehidupannya yang diperoleh dari dalil-dalil
Islam. Ruang lingkup fiqh muamalah adalah birisi tentang keseluruhan
kegiatan muamalah manusia berdasarkan hukum-hukum Islam atau
peraturanperaturan mutlak yang berisi perintah atau larangan seperti wajib,
sunnah, haram, makruh, dan mubah. Dalam sebuah hukum fiqih, itu terdiri
dari hukum-hukum yang menyangkut urusan ibadah dalam kaitannya
dengan hubungan vertikal antara manusia dengan Allah dan hubungan
horizontal antara manusia dengan manusia lainnya.( Hendi Suhendi)

B. Ruang Lingkup Muamalah


Dalam ruang lingkupnya Fiqh Muamalah dibagi menjadi 2 yaitu Al-
Muamalah Al-Adabiyah dan Al-Muamalah Al-Madiniyah.
1. Al-Muamalah Al-Adabiyah yaitu muamalah yang ditinjau dari segi
cara tukar menukar benda yang bersumber dari panca indera manusia,
yang unsur penegaknya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban.
Ruang lingkup fiqh muamalah yang bersifat adabiyah mencangkup
beberapa hal berikut ini:
 Ijab Qabul
 Saling meridhai
 Tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak
 Hak dan kewajiban
 Kejujuran pedagang
 Penipuan
 Pemalsuan
 Penimbunan
 Segala sesuatu yang bersumber dari indera manusia yang ada
kaitannya dengan peredaran harta dalam hidup bermasyarakat.

2. Al-Muamalah Al-Madiyah yaitu muamalah yang mengkaji objeknya


sehingga sebagian para ulama berpendapat bahwa muamalahal-madiyah
adalah muamalah yang bersifat kebendaan karena objek fiqh muamalah

4
adalah benda yang halal, haram, dan syubhat untuk diperjual belikan.
benda-benda yang memadharatkan, benda-benda yang mendatangkan
kemaslahatan bagi manusia, dan beberapa segi lainnya. Beberapa hal
yang termasuk ke dalam ruang lingkup muamalah yang bersifat
Madiyah adalah sebagai berikut:
a. Jual beli (al-Bai’ al-Tijarah)
Mahzab Syafi'i, jual beli merupakan pertukaran harta benda dengan
harta benda lain, keduanya dapat dikelola, dan disertai ijab kabul
sesuai cara yang diperbolehkan syariat.
Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al Baqarah : 275
ۗ ‫الش]ي ْٰطنُ ِمنَ ْالم‬
‫سِّ ٰذلِ]]كَ بِ]اَنَّهُ ْم قَ]]الُ ْٓوا اِنَّ َما‬ َّ ُ‫اَلَّ ِذ ْينَ يَأْ ُكلُوْ نَ الرِّ ٰبوا اَل يَقُوْ ُموْ نَ اِاَّل َك َما يَقُ]]وْ ُم الَّ ِذيْ يَتَخَ بَّطُ]ه‬
َ
‫فَ َواَ ْم]] ر ٗ ُٓه‬ ۗ ‫وا َواَ َح َّل هّٰللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم الرِّ ٰب‬
ۗ َ‫وا فَ َم ْن َج ۤا َء ٗه َموْ ِعظَةٌ ِّم ْن َّرب ِّٖه فَا ْنت َٰهى فَلَهٗ َما َسل‬ ۘ ‫ْالبَ ْي ُع ِم ْث ُل الرِّ ٰب‬
ٰ ٰۤ ُ ‫هّٰللا‬
ُ ْ ُ
َ‫ار ۚ ه ْم فِيهَا خلِدوْ ن‬ َّ
ِ ‫اِلَى ِ ۗ َو َم ْن عَا َد فاول ِٕٕىِ]كَ ا حبُ الن‬
ٰ ْ‫ص‬ َ َ
Artinya :
Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena
gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli
sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari
Tuhannya,
lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi
miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa
mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di
dalamnya.
b. Gadai (al-Rahn) yaitu menjadikan suatu benda yang mempunyai
nilai harta dalam pandangan syara’ untuk kepercayaan suatu utang,
sehingga memungkinkan mengambil seluruh atau sebagaian utang
dari benda itu.
Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al Baqarah : 283
‫ْض]ا فَ ْليُ] َؤ ِّد الَّ ِذي‬
ً ‫ْض] ُك ْم بَع‬ ُ ‫ضةٌ ۖ فَ]إ ِ ْن أَ ِمنَ بَع‬ َ ‫َان َم ْقبُو‬
ٌ ‫َوإِ ْن ُك ْنتُ ْم َعلَ ٰى َسفَ ٍر َولَ ْم تَ ِجدُوا َكاتِبًا فَ ِره‬
‫الش]]هَا َدةَ ۚ َو َم ْن يَ ْكتُ ْمهَ]]ا فَإِنَّهُ آثِ ٌم قَ ْلبُ]]هُ ۗ َوهَّللا ُ بِ َم]]ا‬ ِ َّ‫اؤتُ ِمنَ أَ َمانَتَ]]هُ َو ْليَت‬
َّ ‫ق هَّللا َ َربَّهُ ۗ َواَل تَ ْكتُ ُم]]وا‬ ْ
‫تَ ْع َملُونَ َعلِي ٌم‬

5
Artinya: Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu´amalah tidak
secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis,
maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh
yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang
berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
c. Jaminan dan tanggungan (Kafalan dan Dhaman) diartikan
menanggung atau penanggungan terhadap sesuatu, yaitu akad
yang mengandung perjanjian dari seseorang di mana padanya ada
hak yang wajib dipenuhi terhadap orang lain, dan berserikat
bersama orang lain itu dalam hal tanggung jawab terhadap hak
tersebut dalam menghadapi penagih (utang). Sedangkan dhaman
berarti menanggung hutang orang yang berhutang.
firman Allâh Azza wa Jalla dalam Q.S. Yusuf : 66
ُ‫ فَلَ َّما آتَ]]وْ ه‬ ۖ ‫قَ]]ا َل لَ ْن أُرْ ِس ]لَهُ َم َع ُك ْم َحتَّ ٰى تُ ْؤتُ]]و ِن َموْ ثِقً]]ا ِمنَ هَّللا ِ لَتَ]]أْتُنَّنِي بِ ] ِه إِاَّل أَ ْن ي َُح] اطَ بِ ُك ْم‬
‫َموْ ثِقَهُ ْم قَا َل هَّللا ُ َعلَ ٰى َما نَقُو ُل َو ِكي ٌل‬
Artinya :
Ya’qûb berkata, “Aku sekali-kali tidak akan melepaskannya
(pergi) bersama-sama kamu, sebelum kamu memberikan
kepadaku janji yang teguh atas nama Allâh, bahwa kamu pasti
akan membawanya kepadaku kembali, kecuali jika kamu
dikepung musuh”. Tatkala mereka memberikan janji mereka,
maka Ya’qûb berkata, “Allâh adalah saksi terhadap apa yang kita
ucapkan (ini)”.
d. Pemindahan hutang (Hiwalah) berarti pengalihan, pemindahan.
Pemindahan hak atau kewajiban yang dilakukan seseorang (pihak

6
pertama) kepada pihak kedua untuk menuntut pembayaran hutang
dari atau membayar hutang kepada pihak ketiga. Karena pihak
ketiga 20 berhutang kepada pihak pertama. Baik pemindahan
(pengalihan) itu dimaksudkan sebagai ganti pembayaran maupun
tidak.
Dalil dari sunnah, sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu
Hurairah radhiyallahu ’anhu, bahwa Rasulullah SAW
bersabda. “Menunda-nunda pembayaran utang dari orang yang
mampu membayarnya adalah perbuatan zalim. Dan apabila
(utang) salah seorang dari kamu dipindahkan penagihannya
kepada orang lain yang mampu, hendaklah ia menerima." (HR.
Ahmad dan Abi Syaibah).
e. Perseroan atau perkongsian (al-Syirkah)
Menurut bahasa berarti al-ikhtilat percampuran atau persekutun
dua hal atau lebih, sehingga antara masing-masing sulit diartikan.
(Sudarsono)
f. Al-mudharabah (perjanjian profit & loss sharing)
Mudharabah (bahasa Arab: ‫ )مض]]اربة‬adalah bentuk kerja sama
antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal (shahibul
amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola
(mudharib) dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini
menegaskan kerja sama dengan kontribusi seratus persen modal
dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.

‫ض َوا ْبتَ ُغوا ِم ْن فَضْ ِل هَّللا ِ َو ْاذ ُكرُوا هَّللا َ َكثِ]]يرًا لَ َعلَّ ُك ْم‬
ِ ْ‫صاَل ةُ فَا ْنتَ ِشرُوا فِي اأْل َر‬
َّ ‫ت ال‬ ِ ُ‫فَإ ِ َذا ق‬
ِ َ‫ضي‬
َ‫تُ ْفلِحُون‬
"Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di
muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-
banyak supaya kamu beruntung."(Q.S Al-jumu’ah:10)
{ ‫عن صالح بن صهيب عن أبيه قال قال رسول هللا ص]]لى هللا علي]]ه و س]]لم ثالث فيهن‬
‫} البركة البيع إلى أجل والمقارضة وأخالط البر بالشعير للبيت ال للبيع‬

7
Dari Shalih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah saw. Bersabda,
“Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara
tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum
dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR
Ibnu Majah no. 2280, kitab at-Tijarah)

3. Prinsip-Prinsip Muamalah
a. Hukum asal dalam muamalah adalah mubah (diperbolehkan)
Menurut Ulama fikih, mereka sepakat bahwa hukum asal dalam
transaksi muamalah adalah tauhif (berhenti). Pengertian berhenti
adalah mengikuti pada dalil yang shahih dari Al Quran dan
Hadits tidak boleh dikurangi atau ditambahi mendahulukan atau
mengakhirkan. Maka dari itu, manusia tidak boleh mengatakan
bahwa sebuah transaksi atau akad dilarang sebelum/tidak
terdapat nash yang melarang akad tersebut. Berbeda dengan
ibadah, hukum asalnya adalah diberhentikan. Kaidah ini
menjadikan fiqh muamalah fleksibel, tidak kaku, dan tidak
ketinggalan zaman sehingga dapat menjawab persoalan fikih
kontemporer saat ini.
b. Muamalah berdasarkan kerelaan prinsip-prinsip muamalah
adalah dibuat agar aktivitas jual beli yang dilakukan oleh
manusia ini sesuai dengan kaidah yang telah ditentukan. Salah
satu prinsip muamalah yang paling penting adalah prinsip saling
suka atau saling rela (‘an Tara’dhin). Prinsip ini menitikberatkan
bahwa semua aktivitas yang berhubungan dengan jual beli itu
tidak diperbolehkan dilakukan dengan paksaan, kecurangan,
penipuan, intimidasi, dan praktik-praktik lainnya yang
berpotensi dapat menghilangkan kebebasan, kejujuran, dan
kebenaran dalam sebuah transaksi. Seperti halnya yang
dikatakan Wahbah al-Zulaihy dalam kitabnya yang berjudul al-
Fiqh al-Islami wa Adillatuh, dikatakan bahwa prinsip dasar yang

8
telah ditetapkan Islam mengenai perdagangan atau jual beli
adalah ‘an Tara’dhin (suka sama suka), hal itu sebagaimana
firman Allah dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 29;
ۗ ‫اض ِّم ْن ُك ْم‬
ٍ ‫]ر‬ َ ]َ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تَأْ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل آِاَّل اَ ْن تَ ُكوْ نَ تِ َج] ا َرةً ع َْن ت‬
‫َواَل تَ ْقتُلُ ْٓوا اَ ْنفُ َس ُك ْم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِح ْي ًما‬
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil
(tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas
dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.
Pada dasaranya semua macam perdagangan yang meguntungkan
bagi penjual itu diperbolehkan asal dengan syarat terdapat rasa
saling suka atau saling rela antara penjual dan pembeli, kecuali
jual beli yang memang dilarang oleh Islam. Maka dari itu,
prinsip saling rela asalah sebuah prinsip dasar untuk
melaksanakan transaksi jual beli, baik penjual, pembeli, barang
maupun harga.
Jadi, pemberian informasi yang seimbang atau tidak ada yang
disembunyikan adalah harus dilakukan pada saat transaksi, serta
tidak diperbolehkan adanya paksaan ketika melakukan transaksi.
Jika kedua belah pihak didasari saling rela saat transaksi jual
beli, maka kedua belah pihak yang berakad tidak akan
merugikan satu sama lain.
c. Menghindari kemudharatan dan mengutamakan kemaslahatan
Tujuan utama Fiqh muamalah adalah selalu berusaha untuk
mewujudkan kemaslahatan dan meminimalisir permusuhan dan
perselisihan antara manusia satu dengan yang lainnya. Selain itu,
tujuan Allah SWT menurunkan syariah adalah untuk
kemakmuran dan kemaslahatan umatnya, bukan untuk memberi
beban atau mengekang ruang gerak umatnya karena aturan
tersebut.

9
d. Memelihara unsur keadilan Dalam pelaksanannya, muamalat
berfokus untuk memelihara dan mengutamakan nilai-nilai keadilan
dan menghindari kemudharatan seperti keterpaksaan dan penindasan,
penipuan, pengelabuhan, dan mencari kesempatan dalam kesempitan
yang dapat merugikan salah satu pihak.

10
BAB III
Kesimpulan

Dari definisi dan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fiqh


muamalah adalah sebuah pengetahuan tentang suatu kegiatan atau
transaksi yang telah ditetapkan sesuai hukum-hukum syariat, mengenai
perilaku manusia dalam kehidupannya yang diperoleh dari dalil-dalil
Islam. Ruang lingkup fiqh muamalah adalah birisi tentang keseluruhan
kegiatan muamalah manusia berdasarkan hukum-hukum Islam atau
peraturan-peraturan mutlak yang berisi perintah atau larangan seperti
wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah.
Dalam ruang lingkupnya fiqh muamalah dibagi menjadi 2 yaitu Al-
Muamalah Al-Adabiyah dan Al-Muamalah Al-Madiniyah. Ruang lingkup
fiqh muamalah yang bersifat adabiyah mencangkup ijab qabul, saling
meridhai, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kewajiban,
kejujuran pedagang, penipuan, pemalsuan, penimbunan, dan segala
sesuatu yang bersumber dari indera manusia yang ada kaitannya dengan
peredaran harta dalam hidup bermasyarakat. Sedangkan ruang lingkup fiqh
muamalah Al-Madiniyah mencangkup beberapa hal yaitu jual beli,
kafalan/dhaman, hiwalah, al-syirkah, al-mudharabah, dan sebagainya.

11
DAFTAR ISI

Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia


Indonesia, 2012), hlm. 9.
Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 6.
Rachmad Syafei, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hal. 14
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 1
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007),
65
Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1992), h. 285
Fatwa dewan syari’ah nasional no: 07/dsn-mui/iv/2000 tentang
pembiayaan mudharabah (qiradh)
11 Idri, Hadis Ekonomi, (Jakarta: Kencana, 2015) 179

12

Anda mungkin juga menyukai