Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PEMIKIRAN ILMU KALAM MODERN


Diajukan untuk memenuhi salah satu
tugas terstruktur pada mata kuliah Ilmu Kalam

Oleh
Kelompok 12 :
Andre Gustia 2119014
Elfia Rosa 2119033
Abdul Rajab 2119037

Dosen Pembimbing :

Imam Taufiq

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
BUKITTINGGI
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami Ucapkan kehadirat Allah ‫ﷻ‬., yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai waktu yang ditentukan.
Shalawat dan salam kita mohonkan kepada Allah azza Wa Jalla semoga disampaikan kepada
baginda Rasulullah Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam yang telah menuntun manusia
dari jalan kesesatan menuju jalan kebenaran.
Adapun judul makalah ini adalah “pemikiran ilmu kalam modern”. Penulis menyusun
makalah ini guna menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah Ilmu Kalam, semoga dengan
adanya makalah ini menjadi salah satu penambatan wawasan keilmuan kita.
Karena keterbatasan kemampuan dari penulis, sudah barang tentu makalah ini masih
terdapat kekurangan disana-sini. Untuk itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat kami
harapkan demi kesempurnaan makalah kami.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah terselesaikannya makalah ini, kami
ucapkan terimakasih.

Bukittinggi, 27 desember 2020

i
Daftar isi
Kata pengantar .................................................................................................................. i
Daftar isi............................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ....................................................................................................... 1
B. Rumusan masalah ................................................................................................. 1
C. Tujuan masalah ..................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pemikiran ilmu kalam modern Muhamad Abduh ................................................. 2
B. Pemikiran ilmu kalam modern Jamaluddin Al Afgani ......................................... 10
C. Pemikiran ilmu kalam modern Ahmad Khan ....................................................... 12
D. Pemikiran ilmu kalam modern Muhammad Iqbal ......................................................... 17
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..........................................................................................................
B. Saran .................................................................................................................... 17
Daftar pustaka

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai produk pemikiran manusia, wacana-wacana yang dihasilkan oleh aliran kalam,
seperti halnya aliran pemikiran keislaman lainnya memiliki titik kelemahan dan perlu
mendapat kritikan yang memadai dan konstruktif. Diskursus ketuhanan yang tidak
menyentuh persoalan-persoalan riil manusia yang kurang mendapat perhatian dari ilmu kalam
merupakan titik kelemahan yang banyak disorot.
Berbincang kelemahan ilmu kalam paling tidak terdapat tiga hal yang pelu di koreksi,
diantaranya kritik epistemologi yang berkisar pada cara yang digunakan oleh para pemuka
aliran kalam menyelesaikan persoalan kalam, terutama ketika mereka menafsirkan Al Qur’an.
Selain aspek epistemologi, kritikan juga jatuh pada aspek Ontologi ilmu kalam yang
hanya berkisar pada persoalan-persoalan ketuhanan dan yang berkaitan dengannya yang
berkesan “mengawang-awang” dan jauh dari persoalan kehidupan manusia. Sedangkan kritik
aspek Askiologi menyangkut pada kegunaan ilmu itu sendiri dalam menyingkap hakikat
kebenaran yang tidak menyentuh pada ranah empiris.
B. Rumusan masalah :
1. Apa Pemikiran ilmu kalam modern Muhamad Abduh
2. Apa Pemikiran ilmu kalam modern Jamaluddin Al Afgani
3. Apa Pemikiran ilmu kalam modern Ahmad Khan
4. Bagaimana Pemikiran ilmu kalam modern Muhammad Iqbal

C. Tujuan masalah :
1. Agar mengetahui Pemikiran ilmu kalam modern Muhamad Abduh
2. Agar mengetahui Pemikiran ilmu kalam modern Jamaluddin Al Afgani
3. Agar mengetahui Pemikiran ilmu kalam modern Ahmad Khan
4. Agar mengetahui Pemikiran ilmu kalam modern Muhammad Iqbal

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pemikiran ilmu kalam modern Muhamad Abduh

1. Riwayat Hidup Singkat Muhammad Abduh

Syekh Muhammad Abduh nama lengkapnya Muhammad bin ‘Abduh bin


Hasan Khairullah di lahirkan di desa Mahallat Nashr di Kabupaten Al-
Buhairah,Mesir, pada tahun 1849 M. Beliau berasal dari keturunan bangsawan.
Namun demikian, ayahnya dikenal sebagai orang terhormat yang suka meberi
pertolongan.[1] Kekerasan yang ditetapkan penguasa-penguasa Muhammad ‘Ali
alam memungut pajak menyebabkan penduduk pindah-pindah tempat untuk
menghindarinya. Abduh mulai dilahirkan dalam kindisi yang penuh kecemasan
ini.[2]

Mula-mula Abduh dikirim ayahnya ke Masjid Al-Ahmadi Tatan tempat ini


menjadi pusat kebudayaan selain Al-Azhar. Akan tetapi, sistem pembelajaran di
sana sangat menjengkelkannya sehingga setelah dua tahun di sana, ia
memutuskan untuk kembali ke desanya dan bertani, seperti saudara-saudara atau
kerabatnya. Waktu kembali ke desa, ia di nikahkan saat ia berumur 16 tahun.
Semula ia berkekas untuk tidak melanjutkan studinya, tetapi akhirnya kembali
belajar atas dorongan pamannya, Syekh Darwish, yang banyak mempengaruhi
kehidupan Abduh sebelum bertemu dengan Jamaluddin Al-Afghani. Atas
jasanya, Abduh berkata, “ia telah membebaskanku dari penjara kebodohan (the
prison of ignorance) dan membimbingku menuju ilmu pengetahuan.”[3]

Setelah merampungkan studinya di bawah bimbingan pamannya, Abduh


melanjutkan studi Al-Azhar pada bulan februari 1866.[4]

4
Pada tahun 1871, Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897) tiba di Mesir. Saat itu,
Abduh menjadi mahasiswa Al-Azhar. Kehadirannya di sambut Abduh dengan
menghadiri pertemuan-pertemuan ilmiyahnya. Untuk yang selanjutnya, ia
menjadi murid kesayangan Al-Afghani.

Lalu, Afghani yang mendorong Abduh aktif menulis dalam bidang sosial dan
politik. Artikel-artikel pembaruannya banyak dimuat di surat kabar Al-Ahram di
Kairo.[5]

Setelah menyelesaikan studinya di Al-Azhar pada pada tahun 1877 dengan gelar
“alim”, Abduh mulai mengajar di Al-Azhar, kemudian da Dar Ulum dan di
rumanhya. Tak lama kemudian Al-Afghani diusir dari Mesir pada tahun 1879
karena dituduh mengadakan gerakan penenyangan terhadap Khadewi Taufiq,
Abduh juga di pandang ikut campur di dalamnya, di buang di Kairo. Pada tahun
1880 ia di peroleh kembali ke ibu kota kemudian di angkat menjadi redaktur surat
kabar resmi pemerintahan Mesir, Al-Waqa’i Al-Mishriyah. Pada waktu
bersamaan, kesadaran nasional Mesir mulai tampak. Di bawah pimpinan Abduh,
surat kabar resmi itu membuat artikel-artikel tentang ugernes nasionl Mesir di
samping berita-berita resmi.[6]

Setelah revolusi Urabi 1882 (yang berakhir dengan kegagalan), Abduh ketika itu
masih memimpin surat kaar Al-Waqa’i dituduh terlibat dalam revolusi besar
tersebut, sehingga pemerintah Mesir memutuskan untuk mengasingkannya
selama tiga tahun dengan memberi hak kepadanya untuk memilih tempat
pengasingannya, Ia pun memilih Suriah. Dia menetap selama satu tahun.
Kemudian ia menyusul gurunya, Al-Afghani yang ketika itu berada di Paris.

Di sana mereka menerbitkan surat kabarAl-‘Urwah Al-Wutsqa pada tahun 1884.


Karya-karyanya yang di buat di surat kabar banyak menghendaki kebebasan
berfikir dan modern .

Pendapatnya mulai mengarah juga kepada para fukaha yang masih


memperselihkan masalah furuiyyah. [7] Yang bertujuan mendirikan Pan Islam
serta menentang penjajah Barat, khususnya Inggris.

5
Pada Tahun 1885, Abduh diutus oleh surat kabar terseut ke inggris untuk
menemui tokoh-tokoh negara itu yang bersimpati kepada rakyat Mesir.[8] Tahun
1899, Abduh di angkat menjadi multi Mesir. Kedudukan tinggi iu di pegangnya ia
meniggal dunia tahun 1905.

2. Pemikiran-pemikiran Kalam Syekh Muhammad Abduh

a. Kedudukan akal dan fungsi wahyu

Ada dua persoalan pokok yang menjadi fokus pemikiran Abduh, sebagai
mana yang diakuinya, yaitu:[9]

1) Membebaskan akal pikiran dari belenggu-belenggu taqlid yang


menghambat perkembangan pengetahuan agama sebagaimanahak salaf al-
ummah (ulama sebelun abad ke-3 Hijrah), sebelum timbulnya
perpecahan , yaitu memahami langsung dari sumber pokoknya Al-Qur’an.

2) Memperbaiki gaya bahasa Arab, baik digunakan dalan percakapan resmi di


kantor-kantor pemerintah maupun dalam tulisan-tulisan media massa.

Dua persoalan pokok yang menjadi fokus pemikiran Abduh tampanya ia


muncul ketika ia meratapi perkembangan umat islam pada masanya.
Sebagaimana yang di jelaskanSayyid Quthb(l. 1906), kondisi umat
islamsaat itu di gambarkan sebagai “suatu masyarakat yang beku,kaku,
menutup rapat-rapat pintu ijtihad,mengabaikan peranan akal dalam
memahami syariat Allah atau men-istinbat-kan para hukum-hukum karena
mereka telah merasa cukup dengan hasil karya para pendahulunya yang
hidup dalam masa kebekalan akal serta yang berdasarkan khurafat-
khutafat.[10]

6
Atas dasar kedua pikirannya itu, Muhammad Abduh memberikan peranan
yang sangat besar pada akal. Begitu besarnya peranan yang diberikan
olehnya, sehingga Harun Nasution menyimpulkan bahwa Muhammad
Abduh memberi kekuatan yang lebih tinggi pada akal dari pada
Mu’tazilah.[11] Menurut Abduh , akal dapat hal-hal berikut ini antara lain :

1) Tuhan dan sifat-sifatnya.

2) Keberadaan hidup di akhirat.

3) Kebahagiaan jiwa di akhirat bergantung pada mengenal Tuhan dan


berbuat baik, sedangkan kesengsaraannya bergantung pada tidak
mengenal Tuhan dan berbuat jahat.

4) Kewajiban manusia mengenal tuhan.

5) Kewajiban manusia berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat untuk


kebahagiannya di akhirat.

6) Hukum-hukum mengenai kewajiban itu.[12]

Abduh berpendapat bahwa antara akal dan wahyu tidak ada


pertentangan, keduanya dapat disesuaikan. Kalau antara wahyu dan akal
bertentang maka ada dua kemungkinan.[13]

7) Wahyu sudah diubah sehingga sudah tidak sesuai dengan akal.

8) Kesalahan dalam menggunakan penalaran.

Pemikiran semacam ini sangat dibutuhkan untuk menjelaskan bahwa


islam adalah agama yang umatnya bebas berfikir secara rasional
sehingga mendapatkan ilmu pengetahuan dan teori-teori ilmiah untuk
kepentingan hidupnya, sebagaimana yang telah dimiliki oleh bangsa
barat saat itu, dimana dengan ilmu pengetahuan mereka menjadi
kreatif, dinamis dalam hidupnya.

Dengan memperhatikan pandangan Muhammad Abduh tentang


peranan akal, dapat diketahui pula bagaimana fungsiwahyu baginya.
Wahyu adalah penolong (al-mu’in). Kata ini ia pergunakan untuk

7
menjelaskan fungsi wahyu bagi akal manusia. Wahyu menolong akal
untuk mengetahui sifat dan keadaan kehidupan alam akhirat dan
mengetahui cara beribadah kepada tuhan.[14]

Dengan demikian, wahyu bagi Abduh berfungsi sebagai konfirmasi,


yaitu untuk menguatkan dan menyempurnakan pengetahuan akkal dan
informasi. Abduh memandang bahwa menggunakan akal merupakan
salah satu dasar islam. Imam seseorang tidak sempurna apabila tidak
didasarkan persadaraan antara akal dan agama. Islam menurut agama
pertama kali mengikat mengikat persaudaraan akal dan agama.

Menurut kepercayaannya, pada eksistensi Tuhan yang didasarkan akal.


Wahyu yang di bawa Nabi tidak mungkin bertentangan degan akal.
Apabila ternyata antara keduanya terdapat pertentangan, menurutnya
terdapat penyimpangan dalam tataran interpretasi sehingga di perlukan
interpretasi lain yang mendorong pada penyesuaian.[15]

b. Kebebasan manusia dan fanalisme

Bagi Abduh, di samping mempunyai daya pikir, manusia juga


mempunyai kebebasan memilih yang merupakan sifat dasar alami yang
harus ada dalam diri manusia. Jika sifat ini di hilangkan dari dirinya
sendiri, ia bukan manusia lagi, melainkan makhluk lain. Manusia
dengan akalnya mempertimbangkan akibat perbuatannya yang di
lakukuan, kemudian mengambil keputusan dengan kemauannya dan
mewujudkan perbuatannya dengan daya yang ada di dalam
dirinya.[16]

Karena manusia menurut hukum alam dan sunnatullah mempunyai


kebebasan dalam kemauan dan daya untuk mewujudkan kamauan.
Menurutnya, manusia adalah manusia karena ia mempunyai
kemampuan berpikir dan kebebasan dalam memilih.manusia tidak
memiliki kebebasan absolut. Ia menyebut orang yang mengatakan

8
manusia mempunyai kebebasan mutlak sebagai orang yang
angkuh.[17]

c. Sifat-sifat Tuhan

Dalam risalah, ia menyebut sifat-sifat Tuhan. Mengenai masalah


apakah sifat itu termasuk esensi Tuhan yang lain, menjelaskan bahwa
hal itu terletak di luar kemampuan manusia untuk mengetahuinya.[18]

d. Kehendak mutlak Tuhan

Karena yakin akan kebebsan dn kemampuan manusia, Abduh


melihat bahwa Tuhan tidak bersifat mutlak.

Tuhan telah membatasi kehendak mutlaknya dengan memberi kebebasan


dan kesanggupan kepada manusia yang secara bebas dapat
dipergunakannya dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Ia tidak
mungkin menyimpang dari sunnatullah yang telah ditetapkannya. Di
dalam kandungannya arti bahwa Tuhan dengan kemauannya telah
membatasi kehendaknya dengan sunnatullah yan diciptakannya untuk
mengatur alam.[19]

e. Keadilan Tuhan

Karena memberikan daya besar pada akal dan kebebasan manusia,


Abduh mempunyai kecenderungan untuk memahami dan meninjau alam
bukan hanya dari segi kehendak mutlak Tuhan, melainkan juga dari segi
pandangan dan kepentingan manusia. Ia berpendapat bahwa alam ini
diciptakan untuk kepentingan manusia dan tidak satu pun ciptaan Tuhan
tang tidak membawa manfaat bagi manusia.

Mengenai keadialan Tuhan, ia memandang tidak hanya dari segi


kesempurnaannya, tetapi juga dari pemikiran rasional manusia. Sifat
ketidakadilan tidak sejalan dengan kesempurnaan aturan alam
semesta.[20]

F. Antropomorfisme

9
Karena itu Tuhan termasuk dalam alam rohani, rasio tidak dapat
menerima paham bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifatjasmani. Abduh
memberi kekuatan besar pada akal, berpendapat bahwa tidak mungkin
esensi dan sifat-sifat Tuhan mengambil bentuk tubuh atau roh makhluk
di alam ini. Kata-kata wajah,tangan dan sebagainya harus di pahami
sesuai dengan pengertian yang diberikan orang Arab kepadanya.

Demikian kata al-arsy dalam Al-Qur’an berarti kerajaan atau kekuasaan,


kata al-kursy berarti pengetahuan.[21]

g. Melihat Tuhan

Muhammad Abduh tidak menjelaskan pendapatnya, apakah Tuhan


yang bersifat rohani itu dapat di lihat oleh manusia dengan mata
kepalanya pada hari perhitungan kelak? Ia hanya menyebutkan bahwa
orang yang percaya pada tanzih sepakat mengatakan bahwa Tuhan tidak
dapat di gambarkan ataupun dijelaskan dengan kata-kata. Kesanggupan
melihat Tuhan dianugrahkan hanya kepada orang-orang tertentu di
akhirat.[22]

h. Perbuatan Tuhan

Karena berpendapat bahwa ada perbuatan Tuhan yang wajib, Abduh


sepaham dengan mu’tazilah dalam mengatakan bahwa wajib bagi Tuhan
untuk berbuat yang terbaik untuk manusia.[23]

B. Pemikiran ilmu kalam modern Jamaluddin Al Afgani


1. Riwayat hidup

Jamaluddin lahir di Afghanistan pada tahun 1839 dan meninggal dunia di


Istambul pada tahun 1897. Masa remajanya, banyak dihabiskan di Afghansitan.
Beliau adalah seorang anak yang cergas. Sejak umurnya 12 tahun, beliau telah
menghafal al-Qur`an, kemudian apabila usianya menginjak 18 tahun, beliau sudah
mendalami pelbagai bidang ilmu keislaman dan ilmu umum.
Al-Afghani dikenali sebagai orang yang banyak menghabiskan hidupnya
hanya demi kemajuan Islam. Beliau sanggup berpindah dari suatu negara ke negara

10
yang lain demi menyebarkan pemikiran-pemikiran revolusinya, demi mengangkat
posisi dan martabat Islam yang jauh ketinggalan dari dunia barat. Sayid
Jamaluddin al-Afghani adalah seorang yang suka mengembara. Beliau telah
mengembara ke beberapa tempat seperti Najaf, India, Makkah, Tehran dan
Khurasan. Ketika baru berusia dua puluh dua tahun, ia telah menjadi pembantu
bagi Pangeran Dost Muhammad Khan di Afghanistan. Di tahun 1864 ia menjadi
penasihat Sher Ali Khan. Beberapa tahun kemudian, ia diangkat oleh Muhammad
A’zam Khan menjadi perdana menteri. Dalam pada itu, Inggris mulai mencampuri
soal politik dalam negeri Afghanistan dan dalam pergolakan yang terjadi Al-
Afgani memilih pihak yang melawan golongan yang disokong Inggris. Pihak
pertama kalah dan Al-Afgani merasa lebih aman meninggalkan tanah tempat
lahirnya dan pergi ke India di tahun 1869. Beliau meninggal dunia pada tahun 1897
Masihi bersamaan 1314 Hijrah ketika berusia 60 tahun dan beliau dikebumikan di
Istanbul. Pada tahun 1944, jenazah Sayid Jamaluddin al-Afghani dibawa ke
Afghanistan atas permintaan kerajaan Afghanistan. Jenazahnya dikebumikan di
Kabul di dalam Universiti Kabul. Sebuah mousoleum telah dirikan untuknya.

2. Pemikirannya
Beberapa pemikiran Jamaludin Al-Afgani tentang pembaruan Islam adalah
sebagai berikut

a. Kemunduran umat Islam tidak disebabkan karena Islam tidak sesuai dengan
perkembangan zaman dan perubahan kondisi. Kemunduran itu disebabkan oleh
berbagai faktor.
b. Untuk mengembalikan kejayaan pada masa lalu dan sekaligus menghadapi dunia
modern, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang murni dan Islam
harus dipahami dengan akal serta kebebasan.
c. Corak pemerintahan otokrasi dan absolut harus diganti dengan pemerintahan
demokratis. Kepala negara harus bermusyawarah dengan pemuka masyarakat yang
berpengalaman.
d. Tidak ada pemisahan antara agama dan politik. Pan Islamisme atau rasa solidaritas
antarumat Islam harus dihidupkan kembali.

11
C. Pemikiran ilmu kalam modern Ahmad Khan

1. Riwayat Hidup
Sayyid Ahmad Khan lahir di Delhi pada tahun 1812. Ia berasal dari
keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad melalui Fatimah dan Ali. Kakeknya,
Sayyid Hadi adalah pembesar istana (1754-1759).Semangat pembaharuan Islam
dari sisi teologis, sebelumnya telah berkembang di India. Sayyid Ahmad Khan,
adalah salah satu tokoh yang sangat bepengaruh bagi kemajuan India ketika itu.
Keberadaannya sangat diperhitungkan, apalagi ia juga dikenal sebagai bagian dari
istana kerajaan Mughal pada masa pemerintahan Akbar Syah II (1806-1837 M).
Keyakinan, kekuatan dan kebebasan akal menjadikan Khan percaya bahwa
manusia bebas menentukan kehendak dan perbuatan. Ini berarti bahwa ia
mempunyai faham yang sama dengan faham Qadariyah. Menurutnya manusia telah
dianugerahi Tuhan bermacam-macam daya, di antaranya adalah daya berfikir
berupa akal dan fisik untuk merealisasikan kehendaknya. Sayyid Ahmad Khan
mempunyai kesamaan pemikiran dengan Muhammad Abduh di Mesir setelah
berpisah dengan Jamaludin Al-Afaghani dan sekembalinya dari pengasingan. Hal
ini dapat dilihat dari beberapa ide yang dikemukakannya, terutama tentang akal
yang mendapat penghargaan yang tinggi dalam pandangannya.1
Meskipun demikian, sebagai penganut ajaran Islam yang patuh dan taat
percaya akaan kebenaran wahyu, ia berpendapat bahwa akal bukan segalanya dan
kekuatan akal terbatas.Berdasarkan ide-ide dan aksi-aksi konkrit-nya inilah,
muncul bibit-bibit ide pendirian Negara Pakistan pada abad ke-20.
2. Riwayat Ilmu Pendidikan
Pendidikan yang dilalui Sayyid Ahmad Khan hanya merupakan pendidikan
klasik dan tradisional. Selain mempelajari agama Islam ia juga mempelajari bahasa
Arab, Persia, Matematika, Astronomi dan mekanika. Di antara cabang ilmu
pengetahuan yang paling disenanginya adalah Mekanika, ilmu ukur dan buku
Euclides. Di masa mudanya ia sering mengunjungi tempat-tempat hiburan, ia
sangat senang dengan tari-tarian dan nyanyi-nyanyian. Ini berarti Sayyid Ahmad
Khan adalah orang yang cinta atau berjiwa seni.

1
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang,
1982),h.165.

12
Sayyid Ahmad Khan tidak pernah mengalami penderitaan dan
kesengsaraan, karena ia hidup di kalangan orang-orang besar istana. Setelah
ayahnya meninggal dunia tahun 1838 M, barulah ia berusaha mencari pekerjaan.
Berkat usahanya ia dapat diterima bekerja di E.I.C.(East Indian Company) kongsi
perdagangan Inggris yang terkenal di India pada masa pemerintahan Inggris. Di
samping bekerja di E.I.C. ia juga memegang jabatan kepamongprajaan dan pertama
sekali diangkat sebagai hakim adalah tanggal 21 Desember 1841 di Mainpuri.
Kemudian dipindahkan ke daerah Bignaur dan pada tahun 1846 ia kembali pulang
ke Delhi untuk melanjutkan studinya.
Di kota inilah dia gunakan waktunya dan kesempatannya untuk menimba
ilmu serta bergaul dengan tokoh – tokoh , pemuka Agama dan sekaligus
mempelajari serta melihat peninggalan – peninggalan kejayaan Islam, seperti
Nawab Ahmad Baksh, Nawab Mustafa Khan,Hakim Mahmud Khan, dan Nawab
Aminuddin. Selama di Delhi Sayyid Ahmad Khan memulai untuk mengarang yang
mana karyanya yang pertama adalah Asar As – Sanadid. Dan pada tahun 1855 dia
pindah ( hijrah ) ke Bijnore, di tempat ini pula dia tetap mengarang buku – buku
penting mengenai Islam di India. Pada tahun 1857 terjadi pemberontakan dan
kekacauan di akibatkan politik di Delhi yang menyebabkan timbulnya kekerasan (
anarkis ) terhadap penduduk India. Ketika dia melihat keadaan masyarakat India
kususnya Delhi, ia berfikir untuk meninggalkan India menuju Mesir, tetapi dia
sadar dan terketuk hatinya harus memperjuangkan umat Islam India agar memjadi
maju, maka ia berusaha mencegah terjadinya kekerasan dan konflik, seta mejadi
penolong orang Ingrish dari pembunuha, hingga di beri gelar Sir, tetapi ia
menolaknya atas gelar yang di berikan tersebut. Pada tahun 1861 ia mendirikan
sekolah Inggris di Muradabad, dan pada tahun 1878 ia juga mendirikan sekolah
Mohammedan Angio Oriental College ( MAOC ) di Aligarh yang merupakan
karya yamg paling bersejarah dan berpengaruh untuk memajukan perkembangan
dan kemajuan Islam di India.2

3. Pemikiran Kalam Ahmad Khan

2
Ad-Dirasah: Jurnal Hasil Pembelajaran Ilmu-ilmu Keislaman Vol. 1, No. 1, 2018 [p. 63-78].

13
Pemikiran Sayyid Ahmad Khan mempunyai kesamaan dengan Muhammad
Abduh di mesir , setelah Abduh berpisah dengan Jamaluddin Al- Afghani dan
setelah sekembalinya dari pengasingan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa ide yang
dikemukakannya, terutama akal yang mendapat penghargaan tinggi dalam
pandangannya. Meskipun dia sebagai penganut ajaran Islam yang taat dan
mempercayai adanya kebenaran dari Tuhan adalah wahyu, tetapi di berpendapat
bahwa akal bukan segalanya bagi manusia dan kekuatan akal hanyalah terbatas
yang sifatnya relative.
Dan menurut Ahmad Khan bahwasannya keyakinan, kekuatan dan
kebebasan akal yang menjadikan manusia menjadi bebas untuk menentukan
kehendak dan melakukan perbuatab sesuai yang dia inginkan. Jadi pemikirannya
itu mempunyai kesamaan dengan pemikiran Qodariyah, Contohnya manusia telah
di anugrai oleh Allah berbagai macam daya, di antaranya adalah daya fakir yang
berupa akal, dan daya fikir untuk merealisasikan kehendak yang di inginkannya.
Dan barang siapa yang percaya terhadap hukum alam dan kuatnya
mempertahankan konsep hukum alam ia di anggap sebagai orang yang kafir.
Umat Islam yang berdomisili di India mengalami kemerosotan dan
kemunduran sebagai mana yangdi kemukakan oleh Ahmad Kahn yaitu di
karenakan mereka tidak mengikuti perkembangan zaman yang sedang berlangsung
mereka cenderung mengikuti pendahulu mereka, tetapi bahwasanya ia menentang
keras dengan faham Taklid, sebagaimana yang dianut dalam faham Qodariyah.
Dan juga sebab kemunduran Islam di India dikarenakan mereka terlena dengan
gaung peradapan Islam klasik sehingga mereka tidak menyadari bahwa peradapan
baru telah tumbuh dan bermunculan di Barat. Timbulnya peradapan serta kemajuan
ini di dasari oleh Ilmu pengetahuan dan teknologi pada orang-orang Barat tersebut.
Khan mengemukakan bahwa Tuhan telah menentukan tabiat dan Nature
(sunnatullah) bagi setiap mahkluk-Nya yangtetap dan tidak berubah. Menurutnya
Islam adalah agama yang paling sesuai dengan hukum alam dan Al-quran adalah
firman-Nya. Maka sudah barang tentu sejalan dan tidak ada pertentangan. Dia tidak
mau dalam suatu pemikirannya terganggu dan terbatasi oleh orentasi Hadist dan
Fiqih, di karenakan segala sesuatu diukur dengan kritik rasional, serta menolak
segala yang bertentangan dengan logika dan hukum alam. Ia hanya mau
mengambil Al-qur’an sebagai landasan dan pedoman Islam, sedang yang lainnya
hanyalah membantu dan kurang begitu penting. Contohnya, atas penolakan Hadist

14
dikarenakan berisi moralitas Masyarakat Islam pada abad pertama ataupun pada
abad ke dua sewaktu Hadist dikumpulkan dan dikodifikasikan. Sedangkan hukum
Fiqih menurutnya berisi tentang moralitas masyarakat sampai saat timbulnya
mazhab – mazhab dan menolak taqlid. Sebagai konskuensi dari penolakan taqlid
tersebut Khan memandang perlu sekali untuk di adakannya ijtihad – ijtihat baru
untuk menyesuaikan pelaksanaan ajaran – ajaran Islam dengansituasi dan kondisi
masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan.3

4. Tanggapan Pemakalah Tentang Pemikiran Kalam Sayyid Ahmad Khan


Bahwasanya faham dan pemikiran yang dianut Oleh Sayyid Ahmad Khan
ada kesamaan dengan faham yamg dianut oleh Qodariyah, misalnya manusia di
anugrahi Tuhan berbagai macam daya diantaranya fikiran yang berupa akal dan
daya fisik untuk merealisasikan kehendak.
Adapun penolakan taqlid oleh Ahmad Khan dikarenakan dapat mengurangi
relevansi Qur’ an dengan masyarakat baru pada zaman tersebut, maka ia
memandang perlu diadakannya ijtihat – ijtihat baru (tajdid) untuk menyesuaikan
dalam peraksis ajaran – ajaran agama Islam dengan situasi, kondisi dan
perkembangan masyarakat yang terus menerus mengalami perubahan ataupun
tajdid dalam kehidupan mereka
Dan ia mengedepankan rasio ataupun pemikiran-pemikiran, dan menolak
semua yang bertentangan dengan logika dan hukum alam, misalnya Hadist dan
Fiqih di karenakan itu semua adalah esensinya moralitas – moralitas masyarakat
pada zaman abad pertama dalam pengumpulan Hadist tersebut dan adapun Fiqih
yang esensinya tentang moralitas masyarakat berikutnya sampai timbulnya mazhab
– mazhab. Tetapi Sayyid Ahmad Khan tetap mengambil Al-qur’ an sebagai
pedoman, rujukan dan landasan atas ajaran – ajaran agama Islam.

D. Pemikiran ilmu kalam modern Muhammad Iqbal

A. Riwayat Hidup Muhammad Iqbal


Muhammad Iqbal dilahirkan pada 1873 di Sialkot, suatu kota tua bersejarah di

3
Ibid Hal 63-78

15
perbatasan Punjab Barat dan Kashmir. Muhammad Iqbal datang dari keluarga miskin,
tetapi dengan bantuan beasiswa yang diperoleh di sekolah menengah dan perguruan
tinggi, ia mendapatkan pendidikan yang bagus. Setelah pendidikan dasarnya di
Sialkot ia masuk Government College (Sekolah Tinggi Pemerintah) Lahore. Ia
menjadi mahasiswa kesayangan Sir Thomas Arnold yang meninggalkan Aligarh dan
pindah bekerja di Government College Lahore. Iqbal lulus pada tahun 1897 dan
memperoleh beasiswa serta dua medali emas karena baiknya bahasa Inggris dan Arab.
Ia akhirnya memperoleh gelar M.A. dalam filsafat pada tahun 1899.

Setelah menyelesaikan pelajarannya, Muhammad Iqbal menjadi staf dosen di


perguruan tinggi Pemerintah (Government College), tetapi karier sastranya telah
membayangi semua aspek kerjanya terlebih dahulu. Pada waktu itu Iqbal mulai
menulis bukunya dalam bahasa Urdu pertama kali mengenai ekonomi. Namun
sebelum itu, ia telah mulai mengambil bagian pada simposium syair lokal, dan telah
menarik perhatian para penyair senior. Pada tahun 1901 Sir Abdul Qadir mulai
menerbitkan majalah Urdu Makhzan yang memberikan tempat berpijak sastra bagi
banyak penulis berbakat yang sedang tumbuh. Dan karena Iqbal kawan dari editornya,
ia harus menyumbang karangan syair, hampir pada setiap nomor majalah terbit.
Kemasyhuran Iqbal juga menarik perhatian otoritas-otoritas dari “Anjuman Himayati-
Islam”, suatu organisasi yang sangat berpengaruh di Lahore yang tujuannya antar lain
untuk memperkenalkan pendidikan modern kepada umat Muslim. Iqbal mulai
membaca syairnya yang panjang-panjang pada setiap rapat tahunan dari Anjuman
tersebut dan segera kemasyhurannya tersiar sebagai penyair yang hebat dari Punjab.

Pada tahun 1905 setelah mendapat gelar M.A. di Government College,


Muhammad Iqbal pergi ke Inggris untuk belajar filsafat pada Universitas Cambridge.
Dua tahun kemudian ia pindah ke Munich, Jerman. Di Universitas ini, ia memperoleh
gelar Ph. D dalam tasawuf dengan disertasinya yang berjudul The Development of
Metaphisics in Persia (Perkembangan Metafisika di Persia).Iqbal tinggal di Eropa
kurang lebih selama tiga tahun. Sekembalinya dari Munich, ia menjadi advokat dan
juga sebagai dosen. Buku yang berjudul The Recontruction of Religius Thought in
Islam adalah kumpulan dari ceramah-ceramahnya sejak tahun 1982 dan merupakan
karyanya terbesar dalam bidang filsafat.Pada tahun 1930, Iqbal memasuki bidang
politik dan menjadi ketua konferensi tahunan Liga Muslim di Allahabad, kemudian
pada tahun 1931 dan tahun 1932, ia ikut dalam Konferensi Meja Bundar di London

16
yang membahas konstitusi baru bagi India. Pada Oktober tahun 1933, ia diundang ke
Afganistan untuk membicarakan pembentukan Universal Kabul. Pada tahun 1935, ia
jatuh sakit dan bertambah parah setelah istrinya meninggal dunia pada tahun itu pula,
dan ia meninggal pada tanggal 20 April 1935.4

D. Pemikiran Kalam Muhammad Iqbal

Dibandingkan sebagai teolog, Muhammad Iqbal sesungguhnya lebih terkenal


sebagai seorang filosof eksistensialis. Oleh karena itu, agak sulit untuk menemukan
pandangannya mengenai wacana-wacana kalam klasik, seperti fungsi akal dan wahyu,
perbuatan Tuhan, perbuatan manusia dan kewajiban-kewajiban Tuhan. Itu bukan
berarti bahwa ia sama sekali tidak menyinggung ilmu kalam. Bahkan, ia sering
menyinggung beberapa aliran kalam yang pernah muncul dalam sejarah Islam.
Sebagai seorang pembaharu, Iqbal menyadari perlunya umat Islam untuk melakukan
pembaharuan agar keluar dari kemundurannya. Kemunduran umat Islam, katanya,
disebabkan kebekuan umat Islam dalam pemikiran dan ditutupnya pintu ijtihad.
Mereka, seperti kaum konservatif, menolak kebiasaan berpikir rasional kaum
Mu’tazilah karena hal tersebut dianggapnya membawa disintegrasi umat Islam dan
membahayakan kestabilan politik mereka. Hal inilah yang dianggapnya sebagai
penyimpangan dari semangat Islam, semangat dinamis dan kreatif. Islam tidak statis,
tetapi dapat disesuaikan dengan
perkembangan zaman. Pintu ijtihad tidak pernah tertutup karena ijtihad merupakan
ciri dari dinamika yang harus dilambangkan dalam Islam. Lebih jauh ia menegaskan
bahwa syariat pada prinsipnya tidak statis, tetapi merupakan alat untuk merespon
kebutuhan individu dan masyarakat karena Islam selalu mendorong terwujudnya
perkembangan.

Islam dalam pandangan Iqbal menolak konsep lama yang mengatakan bahwa
alam bersifat statis. Islam, katanya, mempertahankan konsep dinamis dan mengakui
adanya gerak perubahan dalam kehidupn sosial manusia. Oleh karena itu, manusia
dengan kemampuan khudi-nya harus menciptakan perubahan. Besarnya penghargaan
Iqbal terhadap gerak dan perubahan ini membawa pemahaman yang dinamis tentang
Al-Qur’an dan hukum Islam. Tujuan diturunkannya AlQur’an, menurutnya adalah
membangkitkan kesadaran manusia sehingga mampu menerjemahkan dan

4
R. Mansur, sajarah dan pemikiran teologis muhammda iqbal, http/ core.ac.uk.com

17
menjabarkan nas-nas Al-Qur’an yang masih global dalam realita kehidupan dengan
kemampuan nalar manusia dan dinamika masyarakat yang selalu berubah. Inilah yang
dalam rumusan fiqh disebut ijtihad yang oleh Iqbal disebutnya sebagai gerak dalam
struktur Islam.

Oleh karena itu, untuk mengembalikan semangat dinamika Islam dan


membuang kekakuan serta kejumudan hukum Islam, ijtihad harus dialihkan menjadi
ijtihad kolektif. Menurut Iqbal, peralihan kekuasaan ijtihad individu yang mewakili
mazhab tertentu kepada lembaga legislatif Islam adalah satu-satunya bentuk yang
paling tepat untuk menggerakkan spirit dalam sistem hukum Islam yang selama ini
hilang dari umat Islam dan menyerukan kepada kaum muslimin agar menerima dan
mengembangkan lebih lanjut hasil-hasil realisme tersebut.5

a. Hakikat Teologi
Secara umum ia melihat teologi sebagai ilmu yang berdimensi keimanan,
mendasarkan kepada esensi tauhid (universal dan inklusivistik). Di dalamnya
terdapat jiwa yang bergerak berupa “persamaan, kesetiakawanan dan
kebebasmerdekaan.” Pandangannya tentang ontologi teologi membuatnya berhasil
melihat anomali (penyimpangan) yang melekat pada literatur ilmu kalam klasik.
Teologi Asy’ariyah, umpamanya, menggunakan cara dan pola pikir ortodoksi
Islam. Mu’tazilah sebaliknya, terlalu jauh bersandar pada akal, yang akibatnya
mereka tidak menyadari bahwa dalam wilayah pengetahuan agama, pemisahan
antara pemikiran keagamaan dari pengalaman kongkrit merupakan kesalahan
besar.

b. Pembuktian Tuhan
Dalam pembuktian eksistensi Tuhan, Iqbal menolak argumen kosmologis
ataupun ontologis. Ia juga menolak argumen teleologis yang berusaha
membuktikan eksistensi Tuhan yang mengatur ciptaan-Nya dari sebelah luar.
Walaupun demikian, ia menerima landasan teteologis yang imanen (tetap ada).
Untuk menopang hal ini, Iqbal menolak pandngan yang statis tentang matterserta
menerima pandangan Whitehead tentangnya sebagai struktur kejadian dalam aliran
dinamis yang tidak berhenti. Karakter nyata konsep tersebut ditemukan Iqbal

5
Ibid R, mansur

18
dalam “jangka waktu murni”-nya Bregson, yang tidak terjangkau oleh serial waktu.
Dalam “jangka waktu murni”, ada perubahan, tetapi tidak ada suksesi (pergantian).
Kesatuannya seperti kesatuan kuman yang di dalamnya terdapat
pengalamanpengalaman nenek moyang para individu, bukan sebagai suatu
kumpulan, tetapi sebagai suatu kesatuan yang di dalamnya mendorong setiap
pengalaman untuk menyerap keseluruhannya. Dan dari individu, “jangka waktu
murni” ini kemudian ditransfer ke alam semesta dan membenarkan ego mutlak.
Gagasan inilah yang “dibicarakan” Iqbal ke alam Al-Qur’an. Jadi, Iqbal telah
menafsirkan Tuhan yang imanen bagi alam.

c. Jati Diri Manusia


Faham dinamisme Muhammad Iqbal berpengaruh besar terhadap jati diri
manusia. Penelusuran terhadap pendapatnya tentang persoalan ini dapat dilihat dari
konsepnya tentang ego, ide sentral dalam pemikiran filosofisnya. Kata itu diartikan
dengan kepribadian. Manusia hidup untuk mengetahui kepribadiannya serta
menguatkan dan mengembangkan bakat-bakatnya, bukan sebaliknya, yakni
melemahkan pribadinya, seperti yang dilakukan oleh para sufi yang menundukkan
jiwa sehingga fana dengan Alloh. Pada hakikatnya menafikan diri bukanlah ajaran
Islam karena hakikat hidup adalah bergerak, dan gerak adalah perubahan. Filsafat
khudinya tampaknya merupakan reaksi terhadap kondisi umat Islam yang ketika
itu telah dibawa oleh kaum sufi semakin jauh dari tujuan dan maksud Islam yang
sebenarnya. Dengan ajaran khudinya, ia mengemukakan pandangan yang dinamis
tentang kehidupan dunia.

d. Dosa
muhammad Iqbal menjelaskan secara tegas bahwa dalam setiap kuliahnya
bahwa Al-qur’an menampilkan ajaran tentang kebebasan ego manusia yang
bersifat kreatif. Dalam hubungan ini, ia mengembangkan cerita tentang kejatuhan
Adam (karena memakan buah terlarang) sebagai kisah yang berisi pelajaran
tentang “kebangkitan manusia dari kondisi primitif yang dikuasai hawa nafsu
naluriah kepada pemilikan kepribadian bebas yang diperolehnya secara sadar,
sehingga mampu mengatasi kebimbangan dan kecenderungan untuk
membangkang” dan “timbullah ego terbatas yang memiliki kemampuan untuk
memilih”. Alloh telah menyerahkan tanggung jawab yang penuh resiko ini,
menunjukkan kepercayaan-Nya yang besar kepada manusia. Maka kewajiban

19
manusia adalah membenarkan adanya kepercayaan ini. Namun, pengakuan
terhadap kemandirian (manusia) itu melibatkan pengakuan terhadap semua
ketidaksempurnaan yang timbul dari keterbatasan kemandirian itu.

e. Surga dan Neraka


Surga dan neraka, kata Iqbal adalah keadaan, bukan tempat. Gambaran-
gambaran tentang keduanya di dalam Al-Qur’an adalah penampilan-penampilan
batin secara visual, yaitu sifatnya. Neraka, menurut rumusan Al-Qur’an adalah
“Api Alloh yang menyala-nyala dan membumbung ke atas hati”, pernyataan yang
menyakitkan mengenai kegagalan manusia. Surga adalah kegembiraan karena
mendapatkan kemenangan dalam mengatasi berbagai dorongan yang menuju
kepada perpecahan. Tidak ada kutukan abadi dalam Islam. Neraka, sebagaimana
dijelaskan dalam Al-Qur’an, bukanlah kawah tempat penyiksaan abadi yang
disediakan Tuhan. Ia adalah pengalaman korektif yang dapat memperkeras ego
sekali lagi agar lebih sensitif terhadap tiupan angin sejuk dari kemahamurahan
Alloh. Surga juga bahkan merupakan tempat berlibur. Kehidupan itu hanya satu
dan berkesinambungan.

E. Tanggapan pemakalah

Menurut kami Muhammad iqbal memiliki kekeliruan pada posisi surga dan
neraka dimana ia mengatakan Surga dan neraka, adalah keadaan, bukan tempat.
Gambaran-gambaran tentang keduanya di dalam Al-Qur’an adalah penampilan-
penampilan batin secara visual, yaitu sifatnya. Jadi disini ia menyatakan banhwa
surga dan neraka itu bukan tempat tapi gambaran-gambaran yang ada didalam al-
qur’an. Akan tetapi surga dan neraka itu adalah tempat yang disediakan oleh Allah
setelah kehidupan di dunia, dimana surga bagi orang yang beriman dan neraka bagi
orang yang kafir (menolak perintah Allah subhanahu wa ta’ala).

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam peradaban Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW terjadi berbagai
macam paham dalam ajaran Islam di mana umat Islam terpecah-pecah dan pemikir
kalam yang bermacam-macam dalam berpaham ajaran Agama Islam. Di antaranya
pemikiran kalam yang terkenal pada masa sekarang adalah :
1. Syehk Muhammad Abduh
2. Jamaluddin Al Afgani
3. Muhammad Iqbal
3. Sayyid Ahmad Khan
Bahwasanya faham dan pemikiran yang dianut Oleh Sayyid Ahmad Khan ada
kesamaan dengan faham yamg dianut oleh Qodariyah, misalnya manusia di anugrahi
Tuhan berbagai macam daya diantaranya fikiran yang berupa akal dan daya fisik
untuk merealisasikan kehendak.
Adapun penolakan taqlid oleh Ahmad Khan dikarenakan dapat mengurangi relevansi
Qur’ an dengan masyarakat baru pada zaman tersebut, maka ia memandang perlu
diadakannya ijtihat – ijtihat baru (tajdid) untuk menyesuaikan dalam peraksis ajaran –
ajaran agama Islam dengan situasi, kondisi dan perkembangan masyarakat yang terus
menerus mengalami perubahan ataupun tajdid dalam kehidupan mereka
Dan ia mengedepankan rasio ataupun pemikiran-pemikiran, dan menolak semua
yang bertentangan dengan logika dan hukum alam, misalnya Hadist dan Fiqih di
karenakan itu semua adalah esensinya moralitas – moralitas masyarakat pada zaman
abad pertama dalam pengumpulan Hadist tersebut dan adapun Fiqih yang esensinya
tentang moralitas masyarakat berikutnya sampai timbulnya mazhab – mazhab. Tetapi
Sayyid Ahmad Khan tetap mengambil Al-qur’ an sebagai pedoman, rujukan dan
landasan atas ajaran – ajaran agama Islam.
Dari ketiga tokoh ulama ini kita dapat mengambil pelajaran di mana para ulama
tersebut rela berkorban dalam menyebarluaskan pemikiran-pemikirannya di dunia
Islam yang mana umat Islam pada masa hidup para ulama ini sampai sekarang sudah
lalai dengan kenikmatan dunia. Oleh sebab itu ketiga tokoh ulama ini mengajak umat
Islam untuk kembali pada ajaran Islam yang sebenarnya.

21
B. Saran

Demikian makalah yang kami buat, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerenaterbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi
yang adahubungannya dengan judul makalah ini.kami banyak berharap para
pembacayang budiman sudi memberikan kritik dan saran yang membangun
kepadakami demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah
dikesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi kami,dan
khususnya juga kepada para pembaca.

22
DAFTAR PUSTAKA

Dr. H. Abdul Rozak, M.Ag, ; Prof. Dr. H. Rosihon Anwar,M.Ag. 2012,Ilmu Kalam,
Bandung: CV Pustaka Setia.
http://ainin-ushri.blogspot.com/2009/07/tokoh ilmu kalam.html.

23

Anda mungkin juga menyukai