Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Aliran Salafiyah

Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur pada mata kuliah Ilmu Kalam

Oleh Kelompok XI :

Zulkifli (2119008)

Atika Putri Lestari (2119031)

Nur Azizah (2119039)

Dosen Pengampu:

IMAN TAUFIQ

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

IAIN BUKITTINGGI

TA. 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami Ucapkan kehadirat Allah ‫ﷻ‬., yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai waktu yang ditentukan.
Shalawat dan salam kita mohonkan kepada Allah ‫ ﷻ‬semoga disampaikan kepada baginda
Rasulullah Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam yang telah menuntun manusia dari jalan
kesesatan menuju jalan kebenaran.
Adapun judul makalah ini adalah “Aliran Salafiyah”. Penulis menyusun makalah ini guna
menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah Ilmu Kalam, semoga dengan adanya makalah ini
menjadi salah satu penambatan wawasan keilmuan kita.
Karena keterbatasan kemampuan dari penulis, sudah barang tentu makalah ini masih
terdapat kekurangan disana-sini. Untuk itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat kami
harapkan demi kesempurnaan makalah kami.Akhirnya kepada semua pihak yang telah
terselesaikannya makalah ini, kami ucapkan terimakasih.

Bukittinggi, 21 Desember 2020

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii

BAB 1 : PENDAHULUAN

A. Latar belakang ...................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................. 1

C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 1

BAB II : PEMBAHASAN

A. Sejarah Salafiyah .................................................................................. 2

B.Pendiri dan Tokoh Salafiyah ................................................................. 3

C.Ajaran Pokok/Doktrin Salafiyah............................................................ 7

D. Perkembangan Salafiyah ...................................................................... 9

BAB III : PENUTUP

A.Kesimpulan ............................................................................................ 12

B.Saran ...................................................................................................... 12

DAFTAR KEPUSTAKAAN ..................................................................................... 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ada berbagai macam aliran dalam islam, salah satunya adalah salafiyah. Salaf
adalah ulama-ulama terdahulu, dan biasa digunakan untuk merujuk generasi sahabat,
tabi‟in, dan tabi‟it tabi‟in. untuk perkembangan selanjutnya muncullah gerakan salafiyah
yang termotivasi oleh keinginan untuk pemurnian islam, dengan menghidupkan kembali
praktek-praktek ajaran yang telah dilakukakn oleh tiga generasi awal terseut. Gerakan
salafiyah mulai berkembang dengan adanya gairah menggeu-gebu yang diwarnai
fanatisme kalangan kaum Hanbali.

Salafiyah sebagai penjaga ajaran yang selalu berpegang teguh dan


mengembalikan segala urusan kepada al-quran dan al-hadits, mempunyai karakteristik
dan pandangan yang berbeda mengenai keagamaan. Untuk itu, dalam makalah ini akan
dibahas beberapa hal mengenai aliran salafiyah tersebut

B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan bagaimana sejarah salfiyah?
2. Siapa pendiri dan tokoh-tokoh salafiyah?
3. Apa saja ajaran pokok dan doktrin salafiyah?
4. Bagaimana perkembangan salafiyah sekarang ini?

C. Tujuan penulisan
1. untuk mengetahui sejarah salafiyah.
2. untuk mengetahui pendiri dan tokoh-tokoh salafiyah.
3. untuk mengetahui ajaran pokok dan doktrin salafiyah.
4. untuk mengetahui perkembangan aliran salafiyah.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Salafiyah
Kata salafiyah berasal dari kata kerja salafa, yaslufu, salafan yang berarti sudah
berlalu, sudah lewat, atau yang terdahulu. Masa salaf adalah masa yang paling murni
dalam perkembangan Islam. Pengertian murni di sini adalah pemikiran Islam yang belum
dimasuki oleh interprestasi-interprestasi filosofis. Masa salaf adalah masa Nabi, Sahabat
dan Tabi‟in, yakni tiga angkatan pertama Islam yang di istilahkan dengan Al-Tsalatsah
al-Ula.[1]
Istilah salaf dikenal pertama kali untuk memberi nama gerakan hanabilah yang
muncul pada abad keempat hijriah dengan mempertalikan dirinya kepada pendapat-
pendapat Imam Ahmad bin Hanbal yang dipandang telah menghidupkan dan
mempertahankan pendirian Ulama salaf. Karena pemikiran keagamaan ulama-ulama
salaf menjadi motivasi gerakannya, maka orang-orang hanabilah itu menamakan
gerakannya sebagai paham atau aliran salaf dan karena pemikirannya tersebut mereka
menentang secara mental dan fisik terhadap alairan Al-Asy‟ariyah.
Dalam perkembangannya, di abad ke-7 Hijriah, gerakan salaf memperoleh
kekuatan baru dengan munculnya Ibnu Taimiyah (661-728 H) di Syria dan gerakan
Wahabi (1115-1201 H) di Saudi Arabia. Di tangan IbnuTaimiyah salafiyah mendapat
semangat yang lebih besar, Ibnu Taimiyah tampil menggalang kekuatan dan kesatuan
umat di saat kota Damaskus diserang dan dikepung oleh tentara Mongol pada tahun 700
Hijriyah. Ia bangkitkan semangat penguasa Damaskus dan rakyat untuk berjuang angkat
senjata melawan tentara Mongol. Bahkan ia sendiri ikut terjun ke medan perang
memanggul senjata sebagai seorang pejuang bersama dengan umat Islam lainnya.
Kemudian pada abad ke-12 Hijriah pemikiran salaf dibangkitkan kembali oleh
seorang tokoh pemikir dan pergerakan dari Hijaz yang bernama Syekh Muhammad bin
Abdul Wahab, ia menyerukan ajaran Isalam kembali ke ajaran Islam yang murni yang
bersumber dari Al-Qur‟an dan sunnah Rasulullah SAW, gerakan ini dinamakan dengan

1 Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam: dari Khawarij ke Buya Hamka hingga Hasan Hanafi,
(Jakarta: Prenada Media Group, 2014), hlm. 181-182.

2
gerakan Wahabiyah. Pada masa kini muncul salafiyah yang memperlihatkan
kecenderungan untuk kembali ke masa murni Islam, dengan meneladani kehidupan
Rasulullah SAW. Dalam meneladani kehidupan Rasulullah saw tersebut bukan hanya
pada ajaran yang dibawanya, tetapi juga perilaku sehari-hari yang diperbuat oleh
Rasulullah SAW.[2]

B. Pendiri dan Tokoh-Tokoh Salafiyah


1) Ahmad Bin Hambal
Ia dilahirkan di Baghdad pada tahun 164 H/780 M dan meninggal pada tahun 241
H/855 M. Ia sering dipanggil Abu Abdillah karena salah satu anaknya bernama
Abdillah, namun ia lebih dikenal dengan nama Imam Hanbali karena merupakan
pendiri madzhab Hanbali. Ibunya bernama Shahifah binti Maimunah binti Abdul
Malik bin Sawadah bin Hindur Asy-Syaibani, bangsawan Bani Amir. Ayahnya
bernama Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Anas bin Idris bin Abdullah bin
Hayyan bin Abdullah bin Anas bin Auf bin Qasit bin Mazin bin Syaiban bin Dahal
bin Akabah bin Sya‟ab bin Ali bin Jadlah bin Asad bin Rabi Al-Hadis bin Nizar. Di
dalam keluarga Nizar Imam Ahmad bertemu keluarga dengan nenek moyangnya Nabi
Muhammad Saw.
Di antara guru-gurunya ialah Hammad bin Khalid, Ismail bin Aliyyah, Muzaffar
bin Mudrik, Walid bin Muslim, Muktamar bin Sulaiman, Abu Yusuf Al-Qadi, M.
Yahya bin Zaidah, Ibrahim bin Sa‟id, Muhammad bin Idris Asy-Syafi‟i, Abdur Razaq
bin Humam dan Musa bin Tariq. Dari guru-gurunya Ibnu Hanbal mempelajari ilmu
fiqh, hadits, tafsir, kalam, ushul dan bahasa Arab. Ibnu Hanbal dikenal sebagai
seorang yang zahid, teguh dalam pendirian, wara‟ serta dermawan. Karena
keteguhannya, ketika khalifah Al-Makmun mengembangkan madzhab Mu‟tazilah,
Ibnu Hanbal menjadi korban mihnah (inquisition). Dalam sejarah Islam, mihnah
dijalankan oleh pemerintahan Al-Ma‟mun untuk menguji keyakinan para ulama
Hadits mengenani hakikat Al-Qur‟an, apakah diciptakan (makhluk), atau bukan.

2 Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam: dari Khawarij ke Buya Hamka hingga Hasan Hanafi,
(Jakarta: Prenada Media Group, 2014), hlm. 184.

3
Pemikiran Teologi Imam Ahmad Ibn Hanbal

a. Tentang Ayat-ayat Mutasyabihat


Dalam memahami ayat Al-Quran Ibnu Hanbal lebih suka menerapkan
pendekatan lafdzi (tekstual) daripada pendekatan ta‟wil. Dengan demikian ayat
Al-Quran yang mutasyabihat diartikan sebagaimana adanya, hanya saja
penjelasan tentang tata cara (kaifiat) dari ayat tersebut diserahkan kepada Allah
SWT. Ketika beliau ditanya tentang penafsiran surat Thaha ayat 5 Artinya: yaitu
yang Maha Pengasih Yang Bersemayam di atas Arsy.
Dalam hal ini, Ibnu Hanbal menjawab : Istiwa di atas Arasy terserah
kepada Allah dan bagaimana saja Dia kehendaki dengan tiada batas dan tiada
seorang pun yang sanggup menyifatinya. Dan dalam menanggapi Hadits nuzul
(Tuhan turun ke langit dunia), ru‟yah(orang-orang beriman melihat Tuhan di
akhirat), dan hadits tentang telapak kaki Tuhan, Ibnu Hanbal berkata: “Kita
mengimani dan membenarkannya, tanpa mencari penjelasan cara dan maknanya).
Dari pernyataan di atas tampak bahwa Ibnu Hanbal bersikap menyerahkan
(tafwidh) makna-makna ayat dan hadits mutasyabihat kepada Allah dan Rasul-
Nya serta tetap mensucikan-Nya dari keserupaan dengan makhluk. Ia sama sekali
tidak menakwilkan pengertian lahirnya.
b. Tentang Status Al-Quran
Salah satu persoalan teologis yang dihadapi Ibn Hanbal, yang kemudian
membuatnya dipenjara beberapa kali, adalah tentang status al-Qur‟an, apakah
diciptakan (mahluk) yang karenanya hadits (baru) ataukah tidak diciptakan yang
karenanya qodim? Faham yang diakui oleh pemerintah, yakni Dinasti Abbasiyah
dibawah kepemimpina khalifah Al-Makmun, al-Mu‟tasim, dan al-Watsiq, adalah
faham Mu‟tazilah, yakni al-Qur‟an tidak bersifat qodim, tetapi baru dan
diciptakan. Faham adanya qodim disamping Tuhan, berarti menduakan Tuhan,
sedangkan menduakan Tuhan adalah Syirik dan dosa besar yang tidak diampuni
Tuhan. Ibnu Hanbal tidak sependapat dengan faham tersebut di atas. Oleh karena
itu, ia kemudian diuji dalam kasus mihnah oleh aparat pemerintah. Pandangannya

4
tentang status Al-Qur‟an dapat dilihat dari dialognya dengan Ishaq bin Ibrahim,
Gubernur Irak: tidak mau membahas lebih lanjut tentang status Al-Qur‟an. Ia
hanya mengatakan bahwa Al-Qur‟an tidak diciptakan. Hal ini sejalan dengan pola
pikirnya yang menyerahkan ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat Allah
kepada Allah dan Rasul-Nya. Bagi Ahmad bin Hanbal, iman adalah perkataan dan
perbuatan yang dapat berkurang dan bertambah, dengan kata lain iman itu
meliputi perkataan dan perbuatan, iman bertambah dengan melakukan perbuatan
yang baik dan akan berkurang bila mengerjakan kemakiatan.

2) Ibn Taimiyah
a. Riwayat singkat Ibn Taimiyah
Nama lengkapnya Ahmad Taqiyudin Abu Abbas bin Syihabuddin Abdul
Mahasin Abdul Halim bin Abdissalam bin Abdillah bin Abi Qasim Al Khadar bin
Muhammad bin Al-Khadar bin Ali bin Abdillah. Nama Taimiyah dinisbatkan
kepadanya karena moyangnya yang bernama Muhammad bin Al-Khadar
melakukan perjalanan haji melalui jalan Taima‟. Sekembalinya dari haji, ia
mendapati isterinya melahirkan seorang anak wanita yang kemudian diberi nama
Taimiyah. Sejak saat itu keturunannya dinamai Ibnu Taimiyyah sebagai
peringatan perjalanan haji moyangnya itu.
Ibnu Taimiyah dilahirkan di Harran pada hari senin tanggal 10
Rabi‟ulAwwal tahun 661 H dan meninggal di penjara pada malam senin tanggal
20 DzulQa‟dah tahun 729 H. Ibnu Taimiyah merupakan tokoh salaf yang ekstrim
karena kurang memberikan ruang gerak pada akal. Ia adalah murid yang muttaqi,
wara, dan zuhudserta seorang panglima dan penentang bangsa Tartar yang
pemberani. Ia dikenal sebagai seorang muhaddits mufassir (Ahli tafsir Al-Quran
berdasarkan hadits), faqih, teolog, bahkan memiliki pengetahuan yang luas
tentang filsafat.
b. Pemikiran Teologi Ibnu Taimiyah
Pemikiran Ibnu Taimiyah seperti dikatakan Ibrahim Madzkur, adalah
sebagai berikut:
1) Sangat berpegang teguh pada nash (Al-Quran dan Al-Hadits)

5
2) Tidak memberikan ruang gerak kepada akal/
3) Berpendapat bahwa Al-Quran mengandung semua ilmu agama
4) Di dalam Islam yang diteladani hanya tiga generasi saja (Sahabat, Tabi‟in dan
Tabi‟tabi‟in)
5) Allah memiliki sifat yang tidak bertentangan dengan tauhid dan tetap
mentanzihkan-Nya.Ibnu Taimiyah mengkritik Imam Hanbali yang mengatakan
bahwa kalamullah itu qadim,menurut Ibnu Taimiyah jika kalamullah qadim
maka kalamnya juga qadim. Ibnu Taimiyah adalah seorang tekstualis oleh
sebab itu pandangannya oleh Al-Khatib Al-Jauzi sebagai pandangan tajsim
Allah, yakni menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Oleh karena itu, Al-
Jauzi berpendapat bahwa pengakuan Ibn Taimiyah sebagai Salaf perlu ditinjau
kembali.
Berikut ini merupakan pandangan Ibnu Taimiyah tentang sifat-sifat Allah:.
1) Percaya sepenuh hati terhadap sifat-sifat Allah yang disampaikan oleh Allah
sendiri atau oleh Rasul-Nya. Sifat-sifat dimaksud adalah:
a. Sifat Salabiyyah, yaitu qidam, baqa, mukhalafatul lil hawaditsi, qiyamuhu
binafsihi dan wahdaniyyah
b. Sifat Ma‟ani, yaitu : qudrah, iradah, ilmu, hayat, sama‟, bashar dan kalam.
c. Sifat khabariah (sifat yang diterangkan Al-Quran dan Al-Hadits walaupun
akal bertanya-tanya tentang maknanya), seperti keterangan yang
menyatakan bahwa Allah ada di langit; Allah di Arasy; Allah turun ke langit
dunia; Allah dilihat oleh orang yang beriman di surga kelak; wajah, tangan,
dan mata Allah.
d. Sifat Idhafiah yaitu sifat Allah yang disandarkan (di-Idhafat-kan) kepada
makhluk seperti rabbul „alamin, khaliqul kaun dan lain-lain.
2) Percaya sepenuhnya terhadap nama-nama-Nya, yang Allah dan Rasul-Nya
sebutkan seperti Al-Awwal, Al-Akhir dan lain-lain.
3) Menerima sepenuhnya sifat dan nama Allah tersebut dengan:
a. Tidak mengubah maknanya kepada makna yang tidak dikehendaki lafad
(min ghoiri tashrif/ tekstual)
b. Tidak menghilangkan pengertian lafaz (min ghoiri ta‟thil)

6
c. Tidak mengingkarinya (min ghoiri ilhad)
d. Tidak menggambar-gambarkan bentuk Tuhan, baik dalam pikiran atau
hati,bapalagi dengan indera (min ghairi takyif at-takyif)
e. Tidak menyerupakan (apalagi mempersamakan) sifat-sifat-Nya dengan sifat
makhluk-Nya (min ghairi tamtsili rabb „alal „alamin).

Berdasarkan alasan di atas, Ibn Taimiyah tidak menyetujui penafsiran ayat-ayat


Mutasyabihat. Menututnya, ayat atau hadits yang menyangkut sifat-sifat Allah harus
diterima dan diartikan sebagaimana adanya, dengan catatan tidak men-tajsim-kan, tidak
menyerupakan-Nya dengan Makhluk., dan tidak bertanya-tanya tentangnya.Dalam
masalah perbuatan manusia Ibnu Taimiyah mengakui tiga hal:

1) Allah pencipta segala sesuatu termasuk perbuatan manusia.

2) Manusia adalah pelaku perbuatan yang sebenarnya dan mempunyai kemauan serta
kehendak secara sempurna, sehingga manusia bertanggung jawab atas perbuatannya.

3) Allah meridhai pebuatan baik dan tidak meridlai perbuatan buruk.


Dalam masalah sosiologi politik Ibnu Taimiyah berupaya untuk membedakan antara
manusia dengan Tuhan yang mutlak, oleh sebab itu masalah Tuhan tidak dapat
diperoleh dengan metode rasional, baik metode filsafat maupun teologi. Begitu juga
keinginan mistis manusia untuk menyatu dengan Tuhan adalah suatu hal yang
mustahil.

Dikatakan oleh Watt bahwa pemikiran Ibn Taimiyah mencapai klimaksnya dalam
sosiologi politik yang mempunyai dasar teologi. Masalah pokoknya terletak pada
upayanya membedakan manusia dengan Tuhan yang mutlak. Oleh sebab itu masalah
Tuhan tidak dapat diperoleh dengan metode rasional, baik metode filsafat maupun
teologi. Begitu juga keinginan mistis manusia untuk menyatu dengan Tuhan adalah suatu
hal yang mustahil.

C. Ajaran Pokok / Doktrin Salafiyah


1) Masalah Aqidah

7
Aliran Salaf mengakui keesaan Tuhan, mereka berusaha untuk mensucikan Tuhan
dari segala sesuatu yang menyerupaiNya tanpa menhilangkan sifat-sifat yang
dimilikiNya. Tuhan tetap mempunyai beberapa sifat dan Nama tanpa
mempermasalahkan lebih jauh. Begitu pula tentang keyakinan sepenuhnya terhadap
kerasulan Muhammad saw dan syafa‟atnya bagi orang-orang yang beriman
dikemudian hari.
Selanjutnya mereka juga meyakini adanya hari kebangkitan sebagaimana yang
diberitahukan oleh Al Qur‟an dan hadis-hadis Nabi tanpa mempertanyakan lebih
jauh. Begitu pula terhadap rukun Iman yang lain, mereka yakini sepenuhnya.
Aliran salaf hanya percaya kepada masalah aqidah yang ditunjukkan dan
dikuatkan oleh nash Al Quran dan Hadits sebagai penjelasnya. Hal itu harus diterima
tanpa ragu-ragu dan pantang untuk ditolak. Dengan keseaan yang mutlak terhadap
Tuhan maka aliran ini berpendapat:
a) Melarang mengangkat manusia, wali atau imam, hidup maupun yang sudah
matisebagai perantara (wasilah) kepada Tuhan.
b) Melarang ziarah kepada kuburan orang-orang shaleh.
c) Melarang bernadzar kepada kuburan,penjaga atau penghuni kuburan.

Aqidah salaf mengenal dengan keesaan yang mutlak terhadap tuhan, yaitu Esa
dalam dzat, sifat, penciptaan dan keesaan ibadah.
2) Masalah Muamalat
Hukum mengenai masyarakat yang di bawa oleh Nabi Muhammad saw.
berdasarkan pada:
a. Al Qur‟an dan Sunnah mewajibkan permusyawaratan dalam menetapkan hukum
b. Al Qur‟an memerintahkan berbuat adil, kebajikan, menciptakan rasa persamaan
dan persaudaraan dengan memperhatikan prikemanusiaan.
c. Al Qur‟an dan Sunnah mencegah peperangan yang bersifat permusuhan antara
satu golongan dengan yang lain
d. Al Qur‟an dan Sunnah berusaha memperbaiki nasib kaum wanita dan orang-orang
yang miskin
e. Al Qur‟an dan Sunnah sudah menjelaskan perbedaan hak dalam masyarakat.

8
f. Adapun praktek dasar tersebut telah dicontohkan oleh Rasulullah, sahabat-sahabat
dan tabi‟in serta tabi‟ tabi‟in, dan dapat disesuaikan dengan perkembangan
masyarakat tanpa menyalahi prinsip tersebut di atas.

3) Masalah Ilmu
Orang-orang Salaf hanya mempelajari dan mengamalkan ilmu yang bermanfaat.
Mereka menjauhkan diri dari ilmu pengetahuan yang memberi mudharat yang tidak
ada sumbernya dari Al Qur‟an dan Sunnah, selain iru mereka hanya menunjukkan
ilmu yang bersumber dari al Qur‟an dan Hadis, serta mereka menghindari tentang hal
mempersoalkan masalah qadar.
Oleh karena itu, menurut mereka hanya ada tiga macam ilmu yaitu: Al Qur‟an,
hadis dan apa yang telah disepakati oleh orang-orang Islam.[3]

D. Perkembangan Salafiyah
a) Perkembangan Salafi Puritan
Gerakan salafi menyebar luas di berbagai belahan dunia sebetulnya relatif baru.
Awal dekade 1980-an adalah titik penting awal mula sebaran ajaran salafi puritan.
Mulai dikenalnya ajaran ini didorong oleh konstelasi dalam negeri Arab Saudi serta
perang Afganistan. Dua peristiwa tersebut menandai awal mula lahirnya gerakan
salafi puritan pada level international.
Dalam pola salafi puritan, model jaringan organisasi sebetulnya tidak dikenal.
Sebagai gantinya gerakan ini berkembang biak melalui jaringan guru-murid. Di sini
tokoh penting yang perlu disebut adalah Nashiruddin Al-Bani dan Sheyh Mugbil
Yaman. Dua maha guru salafi ini sekarang mempunyai institusi semi-formal yang
menjadi pusat perkembangan gerakan salafi.
Pusat utama perkembangan tentu saja Arab Saudi. Universitas-universitas
kembali menjadi basis kaderisasi salafi. Akan tetapi, tidak semua alumni universitas
Arab Saudi menjadi agen penting penyebaran ajaran salafi puritan. Bagaimanapun
jejak ajaran Ikhwanul Muslimin masih terasa di sana. Hal ini nantinya terlihat pada

3 Muhammaddin, aliran kalam salafiyah. Hal. 4-10

9
alumninya di mana sebagian di antaranya justru menjadi aktivis ikhwanul muslim di
berbagai negara.
Di luar universitas, tempat yang berperan penting adalah halaqoh-halaqoh yang
diadakan ulama Wahabi secara informal. Halaqoh inilah yang nantinya menjadi titik
penting kaderisasi serta melahirkan jaringan guru-murid. Sayangnya, perkembangan
halaqoh salafi di Arab Saudi justru tidak sepesat di Jordan maupun Yaman.
Perkembangan salafi puritan makin menemukan momentumnya tatkala
pemerintah Arab Saudi secara tidak resmi memberikan bantuan dana bagi operasi
dakwah salafi puritan di berbagai penjuru dunia. Bantuan ini umumnya mengalir
lewat individual, yayasan ataupun lembaga islam internasional seperti Rabithah dan
IIRO. Untuk Robithoh dan IIRO, aliran bantuannya memang tidak membedakan
friksi dalam salafi. Kedua lembaga ini hanya concern terhadap perkembangan Islam
terutama yang mengusung ideologi Salafi. Orientasi ke salafi ini sangat kuat karena
sebagian besar organisasi Islam sunni moderat di Indonesia umpamanya, kurang
mendapatkan bantuan dari organisasi Islam internasional tersebut.

b) Perkembangan Salafi Di Indonesia


Islam merupakan agama yang terbesar di Indonesia, dimana posisi agama Islam
adalah keyakinan mayoritas masyarakat di Idonesia akan tetapi Islam memiliki
permasalahan yang kompleks dibandingkan penganut agama lain. Hal ini karena
banyaknya bermunculan faham atau aliran Islam itu sendiri salah satunya adalah
Salafiyah.
Salafiyah sudah berkembang sampai di Indonesia, aliran-aliran ini sudah
mempunyai banyak pengikut. Menurut Yusuf salah seorang ustadz di kalangan Salafi
mengatakan, bahwa Salafi adalah cara beragama. Salaf tidak terikat organisasi, oleh
karena itu mereka tidak ingin disebut kelompok karena tidak tergabung dalam sebuah
organisasi. Akan tetapi penyebutan kelompok akhirnya disetujui oleh golongan
tersebut dikarenakan penyebutan kelompok merupakan sebutan untuk beberapa orang
yang mempunyai identitas yang sama dan berkumpul menjadi satu, meskipun tidak
tergabung dalam satu organisasi, seperti pedagang sayur, penjula buah dan lain-lain
yang berkumpul di satu tempat dan berjualan disana maka disebut kelompok

10
pedagang. Dengan hal tersebut akhirnya Salafi mau disebut sebagai kelompok. Salafi
merupakan kelompok yang memberikan tentang paham Islam yang agak berbeda di
Indonesia. Adapun persebarannya di daerah-daerah Indonesia yaitu:

a. Gerakan Salafi di Kec. Lembar Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara Barat
(Pasca Orde baru)

b. Gerakan Salafi di Aikmel Lombok Timur Nusa Tenggara Barat

c. Gerakan Salafi di Kota Yogyakarta

d. Gerakan Salafi di Kota Batam Kepulauan Riau

Tanggapan Pemakalah Mengenai Aliran Salafiyah

Apabila yang dimaksud salafi adalah orang-orang yang berusaha sekuat tenaga
mengamalkan al-Qur'an dan as-Sunnah serta beragama seperti beragamanya para sahabat
Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para imam dari 3 generasi pertama Islam maka apa
yang mereka lakukan adalah benar.

Namun apabila ada sekelompok orang menamakan diri sebagai salafi tapi
perbuatan mereka ternyata menyelisihi petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan
sengaja maka penamaan ini tidaklah bermakna atau salah.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada awalnya salaf merupakan aliran ingin menghidupkan atau memurnikan
kembali ajaran islam. Dalam perkembangannya, sejarah mencatat bawa salafiyah tumbuh
dan berkembang menjadi aliran (madzhab) atau paham golongan, sebagaimana golongan
khawarij, mu‟tazilah, maturidiyah dan kelompok-kelompok lainnya. Salafiyah bahkan
sering dilekatkan dengan ahlussunnah waal jama‟ah diluar kelompok syi‟ah. Tokoh-
tokoh aliran salaf yaitu ibnu Hanbal, Ibn Taimiyah dan Muhammad Ibn Abdul Wahab.
Gerakan salafiyah adalah gerakan yang berusaha menghidupkan kembali ajaran
kaum salaf. Kemudian, banyak aliran islam garis keras mengatas namakan dirinya
sebagai golongan salaf juga. Padahal dalam tujuan pemurnian islam tidak harus
menggunakan kekerasan, apalagi pada saat sekarang ini, kondisi budaya dan
intelektualitas masyarakat mulai meningkat.
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat dengan sebenar-benrnya dan di harapkan
makalah ini dapat digunakan dengan sebaik-baiknya serta juga dapat membawa manfaat
dan menambah ilmu pengetahuan bagi orang yag membaca terutama kami yang menulis.

12
Daftar Pustaka

1. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam: dari Khawarij ke Buya Hamka
hingga Hasan Hanafi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2014)
2. Muhammaddin, aliran kalam salafiyah.

13

Anda mungkin juga menyukai