Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “ Tasawuf dan Etos Kerja”. Sholawat dan salam semoga tetap
tercurah limpahkan kepada kekasih-Nya, Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Akhlak
Tasawuf dan yang lebih pentingnya yakni untuk menambah ilmu pengetahuan kepada kita sebagai
mahasiswa tentang ajaran dan kaidah hidup yang Islami.
Makalah ini tentunya tak luput dari kesalahan dan kekurangan, baik dari segi isinya, bahasa, analisis
maupun yang lainnya. Maka dari itu, komentar maupun kritik dan saran sangat dibutuhkan oleh penulis
untuk memperbaiki hasil karya kedepannya.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada
Bapak Tubi Hermansyah, M.Pd,I Sebagai Dosen mata kuliah Ilmu Akhlak Tasawuf.
Penyusun
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Hampir di setiap sudut kehidupan, kita akan menyaksikan begitu banyak orang yang bekerja.
Apalagi bagi seorang muslim bekerja dimaknai sebagai suatu upaya yang sungguh-sungguh, dengan
mengerahkan seluruh aset, pikir, dan dzikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya
sebagai hamba Allah SWT yang harus menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian
dari masyarakat yang terbaik (khairu ummah) (Tasmara, 2002:25). Atau dengan kata lain dapat juga kita
katakan bahwa dengan hanya bekerja manusia itu memanusiakan dirinya.
Keberhasilan kerja seseorang ditentukan oleh adanya etos kerja tinggi yang tertanam dalam dirinya.
Dengan cara memahami dan meyakini ajaran-ajaran agama yang berhubungan dengan penilaian ajaran
agama tersebut terhadap kerja, akan menumbuhkan suatu etos kerja pada diri seseorang. Pada
perkembangan selanjutnya etos kerja ini akan menjadi pendorong keberhasilan kerjanya. Persoalannya
bagaimana konsep etos kerja dalam Islam yang digali dari Al-Quran dan Hadits.
Mereka yang beretos kerja memiliki semacam semangat untuk memberikan pengaruh positif
kepadanya bahkan kepada lingkungannya. Keberadaan dirinya diukur oleh sejauh mana potensi yang
dimilikinya memberikan pengaruh mendalam bagi orang lain ( Tasmara, 2002:13).
Bagi Mahasiswa, dapat menjadi sumber pengetahuan yang dapat menambah ilmu dan wawasan
mahasiswa, terutama mengenal Tasawwuf dan Etos Kerja.
I. Pengertian Tasawwuf
1. Pengertian tasawuf secara etimologi. Asal istilah tasawuf merujuk ke beberapa kata:
a. Berasal dari kata Shafa ( ) صفىArtinya suci bersih, Dalam pengertian ini orang yang ingin dekat
dengan Allah SWT, aktifitasnya banyak diarahkan pada pensucian diri dalam rangka dekat
dengan Allah SWT. Artinya Allah Maha Suci tidak mungkin bisa didekati kecuali oleh orang-
orang yang memelihara kesucian. Bishr bin al-Harith berkata:”sufi adalah orang yang hatinya
suci/tulus kepada Allah.
b. Berasal dari kata Shaf ( )صفArtinya barisan atau barisan terdepan, Orang yang ingin dekat
dengan Allah, pasti sudah kuat imannya. Oleh karena itu selalu ada pada barisan terdepan dalam
hal ibadah.
c. Berasal dari kata Ahli Shuffah ( ) اهل الصفة, artinya penghuni serambi (masjid). Istilah ini
disandarkan kepada orang yang ingin selalu dekat dengan Allah SWT., maka mereka ikut juga
hijrah dengan Nabi dari Mekah ke Madinah. Di Madinah merreka tinggalnya di serambi masjid.
d. Berasal dari kata Shuf ()صوف, artinya wol, bulu binatang kasar. Orang yang selalu dekat dengan
Allah swa., hanya memakai alat berpakaian bulu binatang yang kasar, domba, unta dan
sebagainya, ini hanya pandangan saya karena kaum sufi tidak mencirikan dirinya dengan
memakai pakaian dari bulu.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa istilah Tasawuf berasal dari bahasa Yunani yaitu Sophos
atau Shofia artinya hikmah atau bijaksana. Pendapat ini merupakan pendapat mayoritas kaum
orientalis. Ahli-ahli sofia adalah orang yang ahli dalam filsafat atau kebijaksanaan.
Mereka menambahkan bahwa dalam tradisi Arab kata sofia direduksi menjadi kata shufiya untuk
menunjukkan kepada orang-orang ahli ibadah dan ahli filsafat agama.
Apabila melihat beberapa definisi di atas, maka dapat diperoleh ungkapan yang singkat dan padat
yang mencakup dua segi yang keduanya membentuk satu kesatuan yang saling menunjang dalam
Rosulullaah ﷺbersabda:
ِسْلَ ُم َكانَ يَا ْ ُك َل ِم ْن َع َم ٍل يَ ِد ِه هللا َّ ِطعَا َما َخي ٌْر لَهُ ِم ْن ا َ ْن يَا ْ ُك َل ِم ْن َع ًم ٍل يَ ِد ِه ا َ َّن نَب
َّ ي هللاِ دَ ُاودَ َعلَ ْي ِه ال َ َما ا َ َك َل ا َ َحد ُ ُك ْم
“Tidak ada seorangpun yang dapat mencapai kehidupan yang lebih baik, kecuali orang itu berusaha
dengan tangannya sendiri (bekerja) dan Nabi Daud AS, makan dari usahanya sendiri” ﴾HR. Bukhori)
Dalam pandangan Islam semua pekerjaan yang halal dianggap mulia. Yang penting pekerjaan itu tidak
haram, seperti mencuri, korupsi dan merampok.
Ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits di atas menunjukkan betapa perlunya sikap istiqomah.
Bagaimana wujud istiqomah itu, sebagian ulama berpendapat bahwa istiqomah orang awam
Sikap konsisten merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam pekerjaan. Pekerjaan
memerlukan konsistensi untuk mencapai tujuan. Konsistensi dalam pekerjaan adalah
memenuhi/menepati waktu yang sudah ditentukan. Konsistensi diperlukan untuk mencapai target
yang sudah ditentukan, baik kualitas maupun kuantitasnya. Namun, jika tidak ada konsistensi
dalam bekerja, maka tidak mencapai target dan akan merugikan perusahaan serta diri sendiri.
Dengan demikian, istiqomah sangat relevan dengan pengembangan etos kerja. Meskipun
awalnya istiqomah ini untuk menjalankan perintah Tuhan. Sikap istiqomah juga kemudian dapat
diterapkan dalam pekerjaan, karena salah satu perintah Tuhan adalah mencari nafkah dengan
cara yang halal untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Istiqomah di sini konteksnya adalah perbuatan halal, yakni melakukan suatu perbuatan halal
secara konsisten, terus menerus tanpa kenal henti dengan sabar dan ikhlas untuk mencapai
kemaslahatan diri dan umat serta mendekatkan diri pada Tuhan.
3. Sabar
Sabar berarti menahan, maksudnya menahan diri dari keluh kesah ketika menjalankan perintah
Tuhan dan sewaktu menghadapi musibah. Jadi, sabar meliputi urusan duniawi dan ukhrowi.
Sabar merupakan salah satu cara mendekatkan diri kepada Tuhan.
Ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits di atas selain menjelaskan bahwa Allah SWT
memerintahkan kita untuk selalu bersabar dan memberitahukan hikmahnya. Yakni, sabar itu
bermanfaat bagi diri sendiri.
Sabar, ada beberapa macam. Pertama, sabar untuk menjauhi larangan Allah SWT. Kedua,
sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah SWT dan terakhir adalah sabar ketika
mengalami musibah. Kebalikan sikap sabar ialah ghadlab (pemarah).
Kesabaran merupakan salah satu sikap yang sangat penting dalam pengembangan etos kerja.
Kita tidak mampu bekerja disiplin, jika tidak memiliki kesabaran. Dalam pekerjaan biasanya ada
tantangan, seperti lelah, mengurus tenaga dan pikiran dan sebagainya. Semua ini tidak dapat
dilakukan tanpa kesabaran.
Sikap sabar juga menghendaki upaya meningkatkan pengetahuan mengenai pekerjaan yang
dilakukan supaya dapat mengatasi kendal-kendalanya. Artinya orang yang memiliki sifat sabar
Dengan demikian, sikap sabar mengandung etos kerja yang kuat. Etos kerja harusnya menjadi
lebih kuat lagi bila diingat bahwa untuk sabar dalam melaksanakan perintah Allah SWT. Jadi,
jelaslah bahwa sifat sabar sangat penting dalam pekerjaan, karena dengan sikap atau sifat ini,
akan mudah untuk menyelesaikan sebagian masalah.
4. Ikhlas
Ikhlas berati murni atau bersih, maksudnya suatu amal perbuatan dilakukan bersih dari
pamrih. Amal itu dilaksanakan semata-mata karena Allah SWT atau menegakkan kebenaran,
keadilan dana kejujuran. Dalam tasawuf ikhlas merupakan salah satu cara mendekatkan diri pada
Tuhan.
Jelaslah bahwa ikhlas itu sangat menentukan diterima tidaknya suatu ibadah oleh sang kholiq.
Jika ibadah dilakukan dengan ikhlas karena Allah SWT, in sya Allah diterima oleh Allah SWT.
Tetapi jika ibadah disisipi oleh hal-hal yang sifatnya duniawi, seperti pujian, maka ibadahnya
tidak diterima oleh Allah SWT.
Sikap ikhlas mengandung etos kerja yang kuat. Etos kerja yang ditimbulkan oleh sikap ikhlas
sangat kuat. Karena pekerjaan yang didasarkan pada keikhlasan tidak mengharapkan pamrih.
Sikap ikhlas dapat menjadi dasar etos kerja yang paling ideal. Karena dengan ikhlas, seberat
apapun pekerjaan itu akan terasa ringan dan tak kenal lelah.
Sikap ikhlas juga membuat orang jujur dalam bekerja. Artinya, orang yang bekerja akan
menjaga aset-aset yang dimiliki oleh perusahaannya dan tidak akan merusak atau mencuri. Sikap
ikhlas membuat orang bertanggung jawab terhadap pekerjaannnya, karena orang tersebut
menyadari bahwa pekerjaannya akan berdampak pada konsumen dan diri sendiri.
Dengan demikian, sikap ikhlas sangat penting dalam pekerjaan. Meskipun memang bertujuan
untuk mencari uang. Jadi jelaslah bahwa sikap ikhlas merupakan salah satu unsur yang sangat
penting dalam pekerjaan dan etos kerja.
5. Ridho
Dalil-dalil di atas dapat dikatakan bahwa ridlo kepada Allah SWT berlangsung beberapa
tahap. Tahap pertama ialah ridlo kepada Allah sebagai Tuhan, maksudnya ialah Tuhan yang
dipercaya hanya Allah dan meng-Esa-kannya serta tidak mempersekutukannya.
Tahap kedua ridlo kepada Allah SWT ialah ridlo kepada ajaran Allah SWT yang diturunkan
melalui Nabi Muhammad ﷺ, baik perintah maupun larangan. Pada tahap ini ridlo kepada Allah
SWT berarti senang kepada ajarannya, yaitu senang menjalankan perintah-Nya dan senang
menjauhi larangan-Nya.
Tahap terakhir kepada Allah SWT ialah ridlo kepada takdirnya, baik dalam keadaan bahagia
atau sengsara. Takdir dialami setelah orang berikhtiar. Karena itu, kita tidak boleh menunggu
takdir datang, tetapi takdir iu harus disongsong melalui ikhtiar. Setelah berikhtiar atau bekera
apapun hasil, bahagia atau sengsara, itulah takdir.
Bekerja merupakan salah satu wujud ridlo kepada Allah SWT, dan orang yang ridlo akan
menganggap bahwa pekerjaan itu suatu hal yang menyenangkan. Sebab ridlo kepada Allah SWT
berarti senang bekerja dalam upaya memenuhi kebutuhan kewajibannya mencari nafkah.
Dengan demikian, ridlo kepada Allah SWT mengandung etos kerja yang kuat. Karena ridlo,
maka orang bekerja keras untuk membuktikan takdir.
6. Qona’ah
Qona’ah berarti merasa cukup, maksudnya rizqi yang diperoleh dari Allah SWT dirasa cukup
untuk disyukuri. Meskipun penghasilannya kecil, namun diterima dengan ikhlas dan sabar,
sehingga tidak terdorong mencari tambahan pendapatan dengan cara yang haram dan percaya
bahwa setiap orang telah ditentukan rizqinya. Mengenai hal ini Allah SWT berfirman:
1. “Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rizqinya” {QS. Hud: 6}.
2. “ Berinfaklah kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh ihad) di jalan Allah SWT,
mereka tidak dapat (berusaha) di bumi, orang yang tidak tahu menyangka mereka orang
Tasawuf & Etos Kerja 13
kaya, karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat
sifat-siatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak” {QS. Al-Baqoroh:
273}.
3. “Bukanlah kekayaan itu banyaknya harta, tetapi kekayaan itu adalah kekayaan jiwa”
﴾HR. Bukhori dan Muslim﴿.
4. “Sungguh beruntung orang yang masuk Islam dan rizqinya cukup dan merasa cukup
dengan apa yang diberikan Allah kepadanya” ﴾HR. Muslim﴿.
Qona’ah bertujuan untuk menghilangkan rasa keluh kesah dan menghindarkan dari
mengambil hak orang lain, seperti korupsi. Selain itu qona’ah juga bermanfaat, supaya orang
merasa tenang dan bahagia dengan apa yang diperoleh. Orang yang tidak pernah merasa cukup,
hidupnya tidak pernah merasa tenang. Qona’ah termasuk sifat yang terpuji, sebaliknya rakus
termasuk sifat yang tercela.
Qona’ah adalah merasa cukup setelah berikhtiar. Sebaliknya merasa cukup tanpa ikhtiar itu
bukan qona’ah, tetapi disebut malas, dan sikap malas dilarang oleh Allah SWT. Firman-Nya,
yang artinya.
“Maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah” {QS. Al-Jumu’ah:
10}.
Dengan demikian, orang harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik itu
hasilnya mencukupi atau kurang mencukupi. Ini berarti qona’ah mengandung etos kerja yang
kuat.
7. Takwa
Takwa berarti menjaga atau memelihara, artinya memelihara diri dari murka Tuhan dengan
cara menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Menurut sebagian sufi, takwa adalah
membentengi diri dari siksa Tuhan dengan jalan taat kepadanya. Sedang ahli fiqih berpendapat
bahwa takwa adalah menjaga diri dari segala sesuatu yang melibatkan diri ke dalam perbuatan
dosa.
Dari dalil-dalil di atas dapat disimpulkan bahwa takwa itu tidak menyekutukan Allah SWT
dengan yang lain, hanya taat kepada-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Orang yang bertakwa
selalu mengharapkan rahmat Allah SWT dan takut terhadap murka-Nya.
Rasa takut hanya kepada Allah SWT mengandung pengertian bahwa orang tidak boleh takut
kepada selain Allah SWT. Dengan demikian, takwa mengandung etos kerja yang kuat. Karena
takwa diwujudkan dengan membangun kehidupan dunia dan tetap menjalankan perintah-Nya.
Dalam membangun kehidupan dunia, ada batas-batas yang tidak boleh dilanggar, seperti bisnis
seks, perjudian dan minuman keras. Kemudian tidak boleh melakukan hal-hal yang merugikan
orang lain.
8. Tawakkal
Dalil-dalil di atas menjelaskan perlunya sikap tawakal, bagaimana wujud tawakal dalam
kehidupan Islam. Terdapat beberapa tingkatan wujud tawakal, di antaranya:
Dengan demikian orang tidak boleh berhenti berikhtiar untuk meraih kesuksesan dalam
hidupnya dan terus bertawakal. Ikhtiar yang terus menerus merupakan etos kerja yang
ditanamkan oleh sikap tawakal.
9. Zuhud
Zuhud berarti menjauhkan diri dari segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia. Tetapi para
ulama memberikan definisi yang berbeda-beda mengenai zuhud. Ibnu Taimiyah misalnya,
berpendapat bahwa zuhud adalah meninggalkan segala hal yang tidak bermanfaat bagi kehidupan
akhirat kelak. Ada juga yang berkata bahwa zuhud adalah menghilangkan rasa cinta selain
kepada Allah SWT.
Ayat-ayat di atas mengingatkan agar manusia tidak terpukau kepada hal-hal yang bersifat
duniawi, seperti harta dan tahta. Bila ia mendapatkannya, maka ia bersyukur, sebaliknya, bila ia
kehilangan harta dan tahta, maka ia tidak kecewa dan putus asa. Ini tidak berarti bahwa zuhud
harus miskin. Zahid (orang yang zuhud) boleh saja kaya raya dan berkuasa. Yang penting ia
memperoleh kekayaan dan kekuasaan dengan cara yang dan memanfaatkannya secara benar.
Dalam konteks perkerjaan zuhud berarti mengerjakan pekerjaan halal dan hasilnya tidak
dihambur-hamburkan atau digunakan dalam perbuatan maksiat. Selain menjauhi pekerjaan
syubhat dan haram, zuhud juga menghendaki kita melakukan kewajiban, termasuk mencari
nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dilihat dari ini, zuhud mengandung etos kerja yang
tinggi.
Dengan demikian, zuhud tidak melemahkan etos kerja, sebaliknya zuhud dapat
meningkatkan etos kerja. Inilah pemahaman zuhud yang perlu dikembangkan oleh kita untuk
keluar dari krisis yang berkepanjangan saat ini.
10. Wara’
Wara’secara sederhana ialah meninggalkan hal-hal yang syubhat dan haram. Para ulama
seringkali memaksudkan wara’ dalam hal meninggalkan perkara syubhat dan mubah berlebih-
lebihan, juga meninggalkan perkara yang masih samar hukumnya. Ibnul Qayyim menjelaskan
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menghimpun makana wara dalam satu kalimat hadits,
yaitu “sebagian dari kesempurnaan Islam seseorang ialah meninggalkan hal-hal yang tidak
bermanfaat” ﴾HR. Malik, Tirmidzi dan Ibnu Majah﴿”.
Hadist ini dimaksudkan untuk meninggalkan hal yang tidak bermanfaat seperti perkataan,
pandangan, mendengar yang tidak baik, bertindak anarkis dan hal lainnya lahir maupun batin.
Dalil tentang wara’ :
1. “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram juga jelas dan di antara keduanya
ada hal-hal yang syubhat yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barang siapa
yang berhati-hati dari syubhat, maka akan bersih agamanya dan kehormatannya, dan
barang siapa yang terjerumus ke dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus ke dalam
perbuatan haram”﴾HR. Ibnu Majah dan At Thabrani﴿.
2. “Hai rosul-rosul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal sholih.
Sesunggunya Aku Mengetahui apa yang kamu kerjakan” {QS. Al-Mu’minun: 51}.
Dalam kajian tentang tasawuf wara’ biasanya disebut sesudah zuhud. Karean wara’ adalah
tingkat tertinggi dalam sikap zuhud. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa wara’ adalah
meninggalkan hal-hal yang haram dan syubhat serta akhirnya meninggalkan hal-hal yang tidak
bermanfaat meskipun halal. Wara’ harus dilakukan secara ikhlas. Wara’ dapat dilakukan dengan
beberapa tahap, di antaranya:
Pertama, memelihara iman agar tidak ternoda oleh maksiat, karena iman itu dapat bertambah
dan berkurang, Kedua, menghindari perbuatan yang sebenarnya halal, tetapi dikhawatirkan jatuh
kepada perbuatan haram. Misalnya tidak masuk bar, karena khawatir tergoda meminum
minuman keras dan melakukan perbuatan maksiat lainnya, Ketiga, selalu ingat Allah SWT dan
kegiatannya sehari-hari hanya ditujukan kepada Allah SWT. Tahap ini kelihatanya, sama sekali
Hakikat syukur adalah pengakuan terhadap nikmat Allah SWT dengan hati dan tindakan.1[42]
Pengakuan dengan hati ialah beriman kepadanya, dan pengakuan dengan tindakan ialah taat
kepadanya. Oleh karena itu, pekerjaan tidak boleh dinodai dengan hal-hal yang dilarang oleh
Allah SWT. Etos kerja hanya boleh diwujudkan dalam pekerjaan yang halal dan dilarang
dikembangkan dalam pekerjaan yang haram.
Dengan demikian, etos kerja yang diharapkan tumbuh dari rasa syukur ialah etos kerja yang
sehat, yang memajukan kepentingan bersama dan kebersamaan itu tidak boleh dinodai dengan
hal-hal yang destruktif, seperti menipu dan korupsi.
12. Takut
Takut dalam tasawuf berarti takut kepada siksaan Allah SWT dan takut amalnya ditolak.
Untuk menyebut kata “takut” ada empat istilah dalam Al-Qur’an dan hadits, yaitu Khauf,
Khasyyah, Rahbah dan Wajal. Tetapi istilah yang sering digunakan dalam tasawuf ialah Khauf
sesuai dengan firman-Nya:
1. “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo’a kepada Tuhannya
dengan rasa takut dan harap” {QS. As-Sajdah: 16}.
2. Selain itu ‘Aisyah pernah bertanya tentang khauf, yaitu:
Taubat adalah memperbaiki diri dengan menjalankan kewajiban agama dan menjauhi
larangannya. Di antara kewajiban itu adalah mencari nafkah untuk diri sendiri dan keluarga.
Orang yang bertaubat seharusnya bekerja keras untuk memperoleh pendapatan yang dapat
menenuhi kebutuhan hidupnya. Selain itu, orang yang bertaubat dianjurkan banyak beramal,
tidak hanya melakukan ibadah seperti sholat sunnah, dzikir, tetapi juga bershodaqoh untuk
membantu orang-orang yang kurang mampu. Ini berati orang yang bertaubat harus bekerja agar
mendapatkan rizqi untuk dishodaqohkan.
Dengan demikian, taubat mengandung etos kerja, karena pada intinya memperbaiki diri
dengan cara bekerja dan memperoleh harta dengan cara yang halal untuk memperoleh kebaikan
di dunia dan keselamatan di akhirat. Jadi, orang bertaubat itu tidak harus menghabiskan
waktunya untuk beribadah dan meninggalkan urusan duniawi. Bahkan dalam hal tertentu, orang
yang bekerja keras bertaubat dengan cara memperbanyak shodaqoh dari hasil pekerjaannya
tersebut.
14. Cinta
Cinta dalam tasawuf disebut mahabbah, maksudnya mahabbah kepada Allah SWT untuk
mendekatkan diri kepada-Nya. Selain cinta kepada Allah SWT ada pula cinta kepada diri sendiri
yang diketahui melalui ma’rifat yang selanjutnya ma’rifat kepada Allah SWT. Kemudian, tulis
Haidar Al-Kufi, ada cinta kepada kedua orang tua yang di dalamnya untuk mengetahui
kesadarannya tentang sejauh mana keharusan untuk berbuat baik kepada kedua orang tua,
sehingga Allah SWT ridlo kepadanya.
Jelaslah bahwa cinta yang paling tinggi adalah cinta kepada Allah SWT. Sedang cinta kepada
selain Allah SWT, yaitu diri sendiri, orang tua, anak-anak, saudara, kerabat dan kehidupan dunia
adalah perwujudan cinta kepada Allah SWT.
Keutamaan cinta kepada Allah SWT dijelaskan dalam Al-Qur’an:
1. “Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari
agamanya,maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai
mereka dan merekapun mencintai-Nya”{QS. Al-Maidah: 54}.
2. “Barang siapa yang senang bertemu dengan Allah, maka Allah juga senang bertemu
dengannya. Barang siapa yang tidak sennag bertemu dengan Allah, maka Allah juga
tidak senang bertemu dengannya” ﴾HR. Bukhori﴿.
Untuk dapat mencintai Allah SWT diperlukan syrat-syarat. Di antaranya ialah ma’rifat
kepada Allah SWT, dzikrullah, taat, takut dan selalu bersyukur kepada-Nya. Dan syarat terakhir
adalah sabar menghadapi apa yang diwajibkan dan dilarang kepadanya. Dengan kesabaran
terjadilah kepribadian dan takwa seorang hamba yang mencintai Allah SWT, dan tidak akan
goyah dalam mengahdapi ujian dan ujian yang dihadapi.
Dalam tasawuf sufi yang sangat terkenal dengan ajaran cintanya ialah Rabi’ah al’Adawiyah
(w. 185 H/801 M). Dia pernah mengatakan bahwa dia beribadah kepada Allah SWT bukan
karena ingin surga dan takut neraka, tetapi semata-mata karena cinta kepada Allah SWT.
Telah dijelaskan bahwa cinta kepada Allah SWT merupakan cinta yang paling tinggi
nilainya. Sedang mencintai selain Allah SWT ditempatkan di bawah cinta kepada Allah SWT.
Kita dianjurkan mencintai keluarga dan kehidupan dalam rangka mencintai Allah SWT. Wujud
cinta kepada keluarga adalah memenuhi kebutuhannya, fisik maupun mental. Untuk itu,
diperlukan biaya, sehingga diwajibkan mencari nafkah.
Rindu kepada Allah SWT sebenarnya bukan hal baru setelah datangnya Nabi Muhammad
ﷺ, tetapi nabi terdahulu. Di antara tanda rindu kepada Allah SWT adalah tidak mengeluh di kala
susah dan minta mati tatkala senang, seperti yang dialami nabi Yusuf. Ketika nabi Yusuf
dilempar ke dalam sumur dia tidak berkata: matikanlah aku. Juga ketika dimasukkan ke dalam
penjara, dia tidak mengatakan: matikanlah aku. Tetapi sewaktu orang tua dan saudara-
saudaranya datang kepadanya, dia berkata: matikanlah aku dalam keadaan Islam.
Dengan demikian, rindu mengandung etos kerja yang kuat. Karena keluarga, orang mau
bekerja tanpa lelah dan terus mencari nafkah, meski harus meninggalkan kampung halaman.
Kesungguhan bekerja tidak dapat dilepaskan dari rasa rindu kepada keluarga. Tetapi rasa rindu
kepada keluarga tidak boleh melebihi rindu kepada Allah SWT.
16. Shiddiq
Shiddiq berarti benar atu jujur, maksudnya benar atau jujur dalam perkataan dan perbuatan.
Membiasakan sikap shiddiq merupakan salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah SWT dan
bersikap shiddiq merupakan nilai hidup yang sangat penting dalam hubungan sesama manusia,
sekaligus menjadi sendi kemajuan manusia sebagai pribadi dan kelompok.
Demikianlah dalil-dalil yang mengharuskan manusia untuk selalu berkata dan berbuat benar
atau jujur. Artinya manusia harus menghindari sikap curang, seperti berbohong, dan perbuatan
yang melanggar hukum dan etika, seperti korupsi.
Sikap berani dapat dilihat pada stabilnya pikiran seseorang sewaktu menghadapi bahaya. Ia
tetap melakukan pekerjaan dengan hati yang teguh dan akal yang sehat serta tidak gentar
menghadapi ancaman dan celaan sebagai konsekuensi tindakannya. Hal ini sudah ditunjukkan
oleh Rosulullah ﷺdan para sahabatnya ketika menyebarkan Islam. Allah SWT berfirman:
“(yaitu)orang-orang nyampaikan risalayang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut
kepada-Nya dan mereka tidak merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan
cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan” {QS. Al-Ahzab: 39}.
Sikap berani pada awalnya merupakan sikap mental yang berasal dari masyarakat Arab
jahiliah pra Islam. Orang-orang Arab yang tinggal di Padang Pasir sering mengalami
perampokan dan perang antar suku. Untuk mempertahankan diri, mereka memerlukan sikap
berani untuk melawan perampok dan menghadapi perang. Inilah sebabnya kemudian sikap berani
menjadi akhlak yang sangat terpuji di kalangan masyarakat Arab.
Ketika Islam datang, sikap berani tetap mendapat kedudukan yang tinggi sebagai akhlak
mahmudah (terpuji), karena sikap inilah yang menunjang penyebaran Islam. Tanpa sikap berani
orang-orang Islam tidak mudah menyebar ke seluruh masyarakat Arab, apalagi ke seluruh dunia.
Telah terbukti dalam sejarah Islam bahwa keberanian yang dimiliki oleh para pejuang Islam
sangat menentukan pengembangan agama Islam di masa lalu. Ini berarti bahwa keberanian dapat
membawa kemajuan Islam, berbagai kehidupan masyarakat dan dalam dunia kerja. Hal ini
terlihat misalnya munculnya kreasi-kreasi baru yang berguna bagi kehidupan manusia.
Munculnya temuan-temuan baru di bidang IPTEK didorong oleh keberanian untuk melakukan
eksperimen. Ini berarti bahwa syaja’ah mengandung etos kerja yang kuat.
Selain itu, sikap berani sangat berguna dalam dunia kerja atau pekerjaan. Dalam pekerjaan
kadang-kadang mengalami kesulitan, dan kesulitan itu di antara lain disebabkan oleh rasa takut,
sehingga bisa di atasi dengan sikap berani. Kemudian sikap berani menimbulkan suasana hati
yang bermanfaat dalam pekerjaan, yaitu rasa tenteram.
18. Takdir
Takdir adalah ketetapan dan ketentuan Allah SWT tentang keadaan segala sesuatu sebelum
terwujud di dunia ini. Takdir disebut juga qadha dan qadar. Takdir merupakan salah satu rukun
iman, berdasarkan sabda Rosulullah: “Hendaklah engkau beriman kepada Allah, para malaikat-
Hadits-hadits di atas menjelaskan perlunya rasa malu, yaitu malu berbuat salah dan dosa.
Meskipun kita bisa menghindar dari penglihatan manusia, tetapi tidak bisa lepas dari penglihatan
Allah SWT. Mengenai hal ini Allah SWT berfirman: “Tidakkah dia mengetahui bahwa
sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya” {QS. Al-‘Alaq: 14}.
20. Dzikir dan Wirid
Dzikir berasal dari akar kata dzakara-yadzkuru-dzikran yang berarti menyebut,
mengucapkan, mengagungkan, menyucikan, dan mengingat. Dzikrullah biasa diartikan berarti
menyebut-nyebut (nama) Allah SWT seraya mengingat-Nya, sedangkan wirid berasal dari akar
kata warada-yaridu-wuruda. Wirdun berarti datang, sampai, mendatangi, menyebutkan.
Kata dzikir dan wirid dari segi bahasa memiliki makna yang sama, yaitu menyebut atau
mennyucikan. Makna zikir dan wirid termasuk membaca kalam Allah, yakni Alquran. Keduanya
juga sama-sama bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bedanya hanya dari segi
ketentuan penyebutan dan pengungkapan.
Jumlah, waktu, dan tempat pelaksanaan Dzikir biasanya tidak ditentukan. Kapanpun dan di
manapun bebas menjalankan dzikir. Sementara itu, jenis, jumlah, waktu, dan ketentuan
pengamalan wirid biasanya ditentukan. Bacaan yang dibaca pada waktu zikir tidak ditentukan,
bergantung pada apa yang dihafal atau apa yang dikuasainya. Sementara itu, dalam wirid jenis
Dalil-dalil di atas menjelaskan perlunya do’a dan keutamaannya. Do’a biasanya berkaitan
dengan ikhtiar. Do’a dan ikhtiar merupakan dua hal yang penting dalam kehidupan manusia.
Manusia perlu berdo’a, karena ikhtiar yang dilakukan ada batasnya, dan manusia juga perlu
berikhtiar, karena hal itu merupakan jalan untuk mencapai tujuan.
Jelaslah bahwa do’a tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus disertai dengan ikhtiar. Artinya
orang tidak boleh hanya berdo’a, tetapi juga harus berikhtiar untuk mencapai hal-hal yang
diminta dalam do’a. Ha lini berarti bahwa do’a mengandung etos kerja yang kuat.
Do’a mengandung harapan, orang yang berharap tentu selalu terdorong melakukan ikhtiar
untuk mewujudkan harapannya. Sebaliknya, orang yang putus asa tidak akan berikhtiar, karena
tidak ada dorongan. Harapan merupakan semangat hidup yang mengandunt etos kerja.
1. “Dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya
Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia” {QS. Ali-Imron: 191}.
2. “Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi
membuat kerusakan” {QS. Al-A’rof: 74}.
Selain istilah tafakkur dalam tasawuf juga ada istilah tazakkur. Adapun persamaan dan
peerbedaan antara kedua istilah ini. Persamaannya adalah memiliki arti yang sama yakni
renungan. Sedang perbedannya menurut sebagian ulama ialah, tafakkur merupakan cara atau
jalan menuju tazakkur, sedang tazakkur adalah wujud tafakkur.
Tafakkur dan tazakkur menghasilkan kerinduan untuk selalu dekat dengan Allah SWT,
mendorong untuk beribadah, beramal sholih, berbuat baik, dan menghindari perbuatan salah dan
dosa. Salah satu perbuatan baik adalah bekerja mencari rizqi untuk diri memenuhi kebutuhan
hidup. Hal ini berarti, tafakkur dan tazakkur mengandung etos kerja yang kuat.
Tafakkur dan tazakkur membawa ketenangan pada hati dan pikiran dan ini sangat penting
dalam bekerja. Orang yang hati dan pikirannya tenang, maka dia dapat bekerja dengan hasil yang
maksimal.
23. Kemiskinan
Dalam tasawuf kemiskinan disebut faqr. Maksudnya, pada dasarnya manusia itu miskin, baik
secara spiritual maupun material. Miskin spiritual berarti manusia tidak dekat dengan Tuhan dan
berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-
Nya. Sedang miskin secara material adalah pada dasarnya manusia itu miskin, tidak memiliki
apa-apa. Semua harta/barang berharga adalah titipan Allah SWT yang harus dipergunakan
sebaik-baiknya.
Orang miskin yang tetap beribadah dan beramal sholih dipuji oleh Allah SWT dengan janji
akan lebih dahulu masuk surga. Rosulullah ﷺbersabda: “Orang-orang miskin akan masuk
surga sebelum orang-orang kaya dengan jangka waktu lima ratus tahun setengah hari” ﴾HR.
Tirmidzi﴿.
Pujian terhadap orang miskin yang bersabar dan beramal sholih menyebabkan banyak sufi
lebih suka hidup miskin daripada berkecukupan. Dengan alasan bahwa jika kita hidup
berkecukupan, maka yang akan dikhawatirkan adalah harta dan lalai terhadap Allah SWT.
Kecenderungan sufi untuk hidup miskin terlihat pada kainnya yang sangat sederhana, yaitu wol
(shuf) yang kasar. Pada awal perkembangan Islam shuf yang kasar adalah pakaian orang miskin.
Sedang orang kaya biasanya memakai pakaian yang terbuat dari sutra.
Namun hal itu tidak berarti orang Islam tidak perlu kaya. Menjadi kaya itu boleh dan
dianjurkan bila tujuannya untuk membela kepentingan Islam. Mengenai hal ini Allah SWT
berfirman: “ (Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah,
mereka tidak dapat (berusaha) di bumi, orang yang tidak tahu menyangka merekaorang kaya
karea memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya,
mereka tidak memintakepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik kamu
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Abu Qasim al-Qusyaeri (376-466), tasawuf ialah penjabaran ajaran Al-Quran, sunnah,
berjuang mengendalikan hawa nafsu, menjauhi perbuatan bid’ah, mengendalikan syahwat, dan
menghindari sikap meringankan ibadah. Dan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia etos kerja
adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok.
Menurut ajaran Islam, bekerja itu wajib, setidaknya untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri,
keluarga dan umat. Tasawuf pun sejalan dengan ajaran dasar Islam, sehingga tasawuf tidak
melemahkan etos kerja, tetapi malah dapat memperkuat etos kerja.
Untuk meningkatkan semangat atau etos kerja dalam diri kita, para ahli sufi telah mengajarkan
kita melalui sikap yang mereka contohkan dalam kehidupan mereka sesuai dengan ajaran dan konsep
tasawuf. Di antaranya, sikap optimisme, istiqamah, sabar, ikhlas, ridha, qana’ah, takwa, takut,
tawakal, tobat, zuhud, wara’, syukur, cinta, rindu, hidiq, syaja’ah, takdir, malu, zikir, doa, tafakkur,
kemiskinan, dan kematian.
B. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan, maka penulis mengajukan rekomendasi yang
dipandang berguna agar dapat meningkatkan pengetahuan para pembaca, khusunya mahasiswa.
Yakni, pada zaman sekarang pastilah sulit untuk mengaplikasikan kehidupan tasawuf dalam suatu
pekerjaan. Namun, tidak ada salahnya jika kita mencoba mempraktikannya. Karena jika semua
diawali dengan niat yang benar dan sungguh-sungguh pasti semua terasa mudah. Dunia ini hanyalah
sebagai tempat sendau gurau dan main-main, jadi jika penuh dengan kekayaan atau kebanyakan harta
memungkinkan manusia dekat pada kejahatan. Untuk itu tidak ada salahnya kita sama-sama belajar
mengaplikasikan kehidupan tasawuf pada suatu pekerjaan dengan tujuan mendekatkan diri kepada
Allah SWT.
Prof. Dr. Harun Nasution, Falsafat dan Mistisme dalam Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1995.
Sudirman Tebba, Membangun Etos Kerja dalam Perspektif Tasawuf, Bandung: Pustaka Nusantara, 2003.
(Tasmara, 2002:13)
Prof. Dr. Harun Nasution, Falsafat dan Mistisme dalam Islam, (Jakarta : Bulan Bintang), 1995, hlm. 64
Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir : Kamus Arab – Indonesia, PP. Al-Munawiwir, Yogyakarta, 1984,
hlm. 626
http://amaliahrima.blogspot.com/2017/06/makalah-tasawuf-dan-etos-kerja.html
http://tulisanalonelygirl.blogspot.com/2017/04/makalah-tasawuf-dan-etos-kerja.html
https://mediaindonesia.com/read/detail/109519-dari-zikir-ke-wirid
https://islam.nu.or.id/post/read/88687/kenapa-doa-itu-sangat-penting
https://islamkafah.com/fatwa-ulama-apa-perbedaan-zuhud-dan-wara/
https://rumaysho.com/3016-bersikaplah-wara.html