Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

HAL-HAL YANG MENGOTORI AQIDAH


Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Ilmu Tauhid
Dosen Pengampu : Dra. Hj. Wiji hidayati, M.Ag

Disusun Oleh :

Dodi Abdul Halim (19104090090)


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang maha menguasai seluruh alam semesta
beserta isinya. Lagi maha berkehendak atas segala sesuatu, dan telah menjadikan
manusia sebaik-baiknya ciptaan yang diberikan akal untuk berfikir. Rasa syukur
saya ucapkan karena berkat rahmat dan hidayahnya saya dapat menyelesaikan
makalah ini.
Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabiyullah
Muhammad SAW kepada keluarganya, para sahabatnya, dan kepada kita selaku
umatnya. Semoga limpahan rahmat yang diberikan Allah kepada beliau sampai
kepada kita semua.
Makalah ini saya buat untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah “Ilmu
Tauhid”. Namun, saya sangat menyadari dalam pembuatan makalah ini jauh dari
kata sempurna dan masih banyak kekurangan baik isi maupun penulisan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan dapat di gunakan sebagaimana mestinya.

Yogyakarta, 10 Februari 2020


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, bahwa hadis merupakan sumber hukum kedua
setelah kitab suci Al Qur’an. Hadis merupakan perkataan perbuatan, dan takrir Nabi Muhammad
selama beliau menjadi Nabi dan Rasul. Karena itu selain kita harus menjadikan Al Qur’an
sebagai sumber hukum utama, kitapun harus mempelajari dan menjadikan hadis sebagai
pedoman dan penguat dari hokum Al Qur’an.
Dan dalam hadis sendiri, terdapat tingkatan-tingkatan hadis dari hadis yang shohih
sampai hadis maudhu’.dan dalam menjadikannya (hadis) sebagai hujjah atau sebagai sumber
hukum, kita harus mengetahui terlebih dahulu tingkatan-tingkatan hadis yang boleh dijadikan
hujjah.
Apakah hadis yang tingkatannya lemah (hadis dhaif) dapat dijadikan hujjah ?, kadang
sering kali kita bertanya bahkan belum mengerti apakah kita dapat berhujjah dengan hadis pada
tingkatan ini atau tidak.
Oleh karena itu, dalam makalah ini kami mengangkat tema “Hadis Dhaif dan
Kehujjahannya”, yang dimaksudkan untuk dibahas lebih lanjut, agar kita mengetahui arti dari
hadis dhaif itu sendiri, sebab-sebab kedhaifannya, dan bolehkah kita berhujjah dengan hadis dhaif.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu :
1) Apakah pengertian Hadis dhaif dan kriteria-kriteria Hadis Dhaif ?
2) Apa saja macam-macam Hadis dhaif karena gugurnya rawi dan cacat pada rawi atau matan ?
3) Bagaimana hukum berhujjah dengan Hadis Dhaif ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1) Untuk mengetahui pengertian Hadis Dhaif dan kriteria-kriteria Hadis Dhaif.
2) Untuk mengetahui macam-macam Hadis Dhoif karena gugurnya rawi dan cacatnya rawi atau
matan.
3) Untuk mengetahui dan memahami kehujjahan dalam mengamalkan hadis Dh
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hadits Dhoif dan Kriteriannya

I. Pengertian Hadits Dhoif


Hadits Dhoif, menurut bahasa berarti hadits yang lemah artinya hadit yang tidak kuat.
Sedangkan secara istilah para ulama terdapat perbedaan rumusan dalam mendefinisikan hadits
dhoif ini akan tetapi pada dasarnya, isi, dan maksudnya tidak berbeda. Beberapa
definisi,diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Hadits yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits shohih dan syarat-syarat hadits hasan.
2. Hadits yang hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadits maqbul(hadits shohih atau yang
hasan)
3. Pada definisi yang ketiga ini disebutkan secara tegas,bahwa Hadits dhoif adalah hadits yang salah
satu syaratnya hilang.
 Para ulama’ memberikan batasan bagi hadits dhoif :
‫الحديث الضعيف هو الحديث الذي لم يجمع صفات الحديث الصحيح و ال صفات الحديث‬
“hadits dhoif adalah hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat hadits”.

I. Kriteria Hadits Dhoif


Adapun kriteria hadits dhoif adalah dimana ada salah satu syarat dari hadits shohih dan
hadits hasan yang tidak terdapat padanya,yaitu sebagai berikut:
1. Sanadnya tidak bersambung
2. Kurang adilnya perawi
3. Kurang dhobithnya perawi
4. Ada syadz atau masih menyelisihi dengan hadits yang diriwayatkan oleh orang yang lebih
tsiqah dibandingkan dengan dirinya
5. Ada illat atau ada penyebab samar dan tersenbunyi yang menyebabkan tercemarnya suatu hadits
shohih meski secara dzohir terlihat bebas dari cacat.

Dengan demikian, hadits dhoif bukan saja tidak memenuhi syarat-syarat hadits shohih, juga
tidak memenuhi persyaratan hadits hasan.
2.2 Macam-Macam Hadits Dhoif
Secara garis besar yang menyebabkan suatu hadits di golongkan menjadi hadits dhoif di
karenakan dua hal, yaitu : 1. Gugurnya rawi dalam sanadnya, 2. Adanya cacat pada rowi atau
matan. 

 Hadits Dhoif karena gugurnya Rowi.
Yang dimaksud dengan gugurnya rawi adalah tidak adanya satu, dua, atau beberapa rawi,
yang seharusnya ada dalam satu sanad baik pada permulaan sanad, pertengahan, ataupun akhirnya.
Adapun hadits dhoif karena gugurnya rawi di bagi menjadi beberapa macam, di antaranya :

1. Hadits Mursal
Hadits Mursal, menurut bahasa berarti hadits yang terlepas .Yang dimaksud terlepas
yaitu hadits yang gugur sanadnya setelah tabi’in atau hadits yang gugur rawinya di akhir sanad.
Yang dimaksud dengan gugur disini adalah nama sanad terakhirnya tidak disebutkan, dan yang
dimaksud rawi di akhir sanad yaitu rawi pada tingkat sahabat. Jadi hadits mursal adalah hadits
yang dalam sanadnya tidak menyebutkan sahabat nabi, sebagai rawi yang seharusnya menerima
langsung dari Rasulullah SAW.
Contoh Hadits Mursal :
)‫ (رواه مالك‬.‫بيننا و بين المنافقين شهود العشاء والصبح اليستطيعون‬: ‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
Artinya :
“Rasulullah bersabda, “antara kita dengan kaum munafik (ada batas), yaitumenghadiri jama’ah
isya’ dan subuh : mereka tidak sanggup menghadirinya.” (HR. MALIK)
Kebanyakan ulama’ memandang hadits mursal sebagai hadits dhoif dan tidak diterima
sebagai hujjah, tetapi sebagian kecil ulama’ termasuk abu hanifah, malik bin annas dan ahmad bin
hanbal, dapat menerima hadits mursal menjadi hujjah bila rawinya adil.
 Klasifikasi Hadis Mursal
Sebagaimana kita ketahui, bahwa didalam hadis mursal yang digugurkan adalah sahabat yang
langsung menerima berita dari Rasulullah SAW, sedang yang menggugurkan dapat juga seorang
tabi’in atau sahabat kecil. Oleh karena itu, ditinjau dari segi siapa yang menggugurkan dan dari
sifat-sifat pengguguran hadis, hadis mursal terbagi menjadi :
1) Mursal Jaly yaitu bila pengguguran yang dilakukan oleh rawi (tabi’in, adalah jelas sekali, dapat
diketahui oleh umum, bahwa orang yang menggugurkan tidak hidup sezaman dengan orang yang
digugurkan yang mempunyai berita.
2) Mursal Shahaby, yaitu pemberitaan sahabat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW,
tetapi ia tidak mendengar atau menyaksikan sendiri apa yang ia beritakan.
3) Mursal Khafy, yaitu:
‫هو رواية من عا صر التابعى صحابيا ولكنه لم يسمع حديثا منه‬
“ Hadis yang diriwayatkan oleh tabi’in, dimana tabi’in yang meriwayatkan hidup sezaman dengan
shahaby, tetapi ia tidak pernah mendengar sebuah hadis pun daripadanya.”
Hukum hadis ini adalah dhaif.

 Berhujjah dengan Hadis Mursal


Adapun pendapat dari para muhaddisin yaitu :
1) Imam Malik dan Ahmad, menurut pendapat beliau, demikian juga Abu Hanifah menerima hadis
mursal sebagai hujjah. Beliau beralasan menurut logika, bahwa rawi yang bersifat adil lagi
perwira, tentu tidak mau menggugurkan rawi-rawi yang berada diantara dia dan nabi, sekiranya
rawi yang digugurkan itu bukan orang yang adil pula.
2) Ulama Jumhur dan Asy Syafi’iy memandang bahwa hadis mursal itu adalah dhaif, karenanya
tidak dapat dibuat hujjah.
3) Menurut Asy Syaukani bahwa yang benar, hadis mursal itu tidak dapat dibuat hujjah secara
mutlak, karena adanya keragu-raguan dan tidak diketahui keadilan rawinya. Inilah pendapat yang
rajjih menurut muhadditsin.

2. Hadits Munqoti’
Menurut bahasa, hadits munqoti’ berarti hadits yang terputus.
“hadis yang gugur seorang rawinya sebelum sahabat, dasatu tempat, atau gugur dua orang padadua
tempat dalam keadaan tidak berturut-turut.”
Para ulama’ member batasan hadits munqoti’ adalah hadits yang gugur satu atau dua rowi tidak
beriringan menjelang akhir sanadnya. Bila rawi diakhir sanadnya adalah sahabat nabi, maka rawi
menjelang akhir sanad adalah tabi’in. jadi, hadits munqoti’ bukanlah rawi di tingkat sahabat yang
gugur, tetapi minimal gugur seorang tabi’in.

Contoh hadits munqoti’ :


‫ بسم هللا و السالم على رسول هللا اللهم اغفرلى ذنوبى وافتح لى ابواب‬: ‫كان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم اذا ذخل المسجد قال‬
)‫ (رواه ابن ما جه‬.‫رحمتك‬
Artinya :
“Rasulullah SAW. Bila masuk kedalam masjid, membaca : dengan nama Allah, dan sejahtera atas
Rasulullah;ya Allah, ampunilah segala dosaku dan bukakanlah bagiku segala pintu rahmatmu”.
(HR. IBNU MAJJAH)
 Hukum Hadis Munqathi’
Hukum hadis munqathi’ tidak dapat dibuat hujjah.

3. Hadis mudhal
Menurut bahasa, hadis mudhal berarti hadis yang sulit dipahami.
.‫ما سقط من رواته اثنان او اكثر على التوالىسواء سقط الصحابى والتابعى او التابعى و تابعه اواثنان قبلهما‬
“hadis yang gugur rawi-rawinya, dua orang atau lebih, berturut –turut, baik sahabat bersama
tabi’iy, tabi’iy bersama tabi’iy tabi’iy,maupun dua orang sebelum r shohaby dan tabi’iy.”
Para ulama’ member batasan hadis mudhal adalah hadis yang gugur dua orang rawinya atau lebih
secara beriringan dalam sanadnya.
Contoh hadis mudhal yang gugur rawinya dua orang sebelum shahaby, seperti hadis Imam Malik
yang termuat dalam kitab Muwattha’:
)‫ (رواه مالك‬.‫للملوك طعامه وكسوته بالمعروف‬
“Budak itu harus diberi makanan dan pakaian secara baik.” (H.R Malik)
Imam Malik, dalam kitabnya itu, tidak menyebut dua orang rawi yang beriringan antara dia dan
Abu Hurairah. Dua orang rawi yang gugur itu diketahui melalui riwayat Imam malik di luar kitab
Al Muwattha’. Malik meriwayatkan hadis yang sama yaitu “dari Muhammad bin Ajlan dari
Ayahnya, dari Abi Hurairah, dari Rasulullah.” Dua orang rawi yang gugur beriringan adalah
Muhammad bin Ajlan dan Ayahnya.

4. Hadis Muallaq
Hadis Muallaq menurut bahasa, berarti hadis yang tergantung.
Menurut istilah :
‫هو الذىيسقط من اول سنده راوفاكثر‬
“ Hadis-hadis yang gugur rawinya seorang atau lebih di awal sanad”
Keguguran (inqitha’) sanad pada hadis muallaq dapat terjadi pada sanad yang pertama,
pada seluruh sanad, atau pada seluruh sanad selain sahabat.

Contoh Hadis Muallaq :


Bukhari berkata, kata malik, dan Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah
berkata :
)‫ (رواه البخارى‬.‫ال تفا ضلوا بين االنبياء‬
Artinya :
“ janganlah kamu melebihkan sebagian Nabi dan sebagian yang lain”. (H.R Bukhari)
 Hukum hadis Muallaq
1) Hadis Muallaq di klasifikasikan kedalam hadis Dhoif, disebabkan sanad yang digugurkan tidak
dapat diketahui sifat dan keadaannya secara meyakinkan, baik mengenai kedlobitannya maupun
keadilannya. Kecuali bila yang digugurkan seorang sahabat yang sudah tidak diragukan lagi
tentang keadilannya.
2) Hadis Muallaq dapat dianggap shahih, apabila sanad yang digugurkan disebutkan oleh hadis yang
bersanad lain.
3) Apabila seluruh sanad yang dibuangnya adalah tsiqoh, perlu diadakan ta’dil (penetapan keadilan)
rawi yang samar-samar.

 Hadis Dhoif karena cacat pada rawi atau matan
Hadis yang bercacat rawi atau matannya, atau kedua-duanya digolongkan hadis dhaif.
Banyak macam cacat yang dapat menimpa para rawi atau menimpa matan, diantaranya pendusta,
pernah berdusta, fasiq, tidak di kenal, dan berbuat bid’ah, merupakan cacat yang masing-masing
dapat menghilangkan sifat dhabit rawi. Banyak keliru, banyak faham, buruk hafalan, lalu
mengusahakan hafalan dan menyalahi raw-rawi yang dipercaya,juga merupakan cacat yang
masing-masing dapat menghilangkan sifat dhabit pada rawi.
Adapun cacat matan misalnya, terdapat sisipan ditengah-tengah lafadz hadis, atau lafadz
hadis itu di putarbalikan sehingga member pengertian yang berbeda dengan maksud lafadz yang
sebenarnya.
Diantara hadis Dhaif karena cacat pada rawi atau matannya, yaitu :
1) Hadis Maudhu’
Dari segi bahasa, Hadis maudhu’ berarti palsu atau hadis yang dibuat-buat. Sedangkan,
menurut istilah :
‫هو المحتلع المصنوع المنصوب الى رسول هللا صلى هللا عليه وسلم زورا وبهتانا سواء كان ذلك‬
‫عمدا ام خطا‬
“ Hadis yang dicipta serta dibuat oleh seseorang (pendusta), yang ciptaan itu dibangsakan kepada
Rasulullah SAW. Secara palsu dan dusta, baik hal itu disengaja, maupun tidak.”
Para ulama’ member batasan hadis maudhu’ adalah hadis yang bukan hadis Rasulullah SAW,
tetapi disandarkan kepada beliau oleh orang secara dusta dan sengaja atau secara keliru tanpa
sengaja.
Golongan pembuat Hadis Maudhu’ antara lain :
a. Musuh-musuh Islam (terutama kaum yahudi dan kaum zindiq).
b. Orang-orang yang fanatik pada golongan politiknya, madzhabnya, atau kebangsaannya.
c. Tukang-tukang dongeng.
d. Orang-orang yang suka mengambil muka pada penguasa.
e. Dan orang-orang yang ingin bermegah diri dengan meriwayatkan hadis yang tidak dimiliki orang
lain.
Hadis Maudhu’ merupakan seburuk-buruk hadis Dhaif.
Banyak tanda untuk menetapkan kemaudhu’an suatu hadis, petunjuk terpenting adalah makna
hadis tersebut rusak atau batil, yakni : tidak masuk akal, bertentangan dengan akal sehat,
bertentangan dengan kebenaran yang sudah dapat dipastikan secara ilmiah/historis, bertentangan
denganhadis-hadis yanglebih kuat, atau bertentangan dengan ayat Al Qur’an.
Beberapa contoh Hadis maudhu’ :
1. Hadis yang dibuat-buat oleh Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam, ia berkata bahwa hadis tersebut
datang dari ayahnya, dari kakaknya, dan selanjutnya dari Rasulullah SAW. Bunyinya :
‫ان سفينة نوح طافت بالبيت سبعاوصلت عند المقام ركعتين‬
“ sesungguhnya bahtera Nuh bertawaf mengelilingi Ka’bah tujuh kali dan shalat dimakam
Ibrahim dua rakaat.”
Makna hadis diatas tidak masuk akal.
2. Hadis berikut :
‫ال يدخل ولد الزنا الجنة الىسبع ابتاء‬
Artinya :
“ anak zina itu tidak masuk syurga hingga tujuh turunan.”
Hadis diatas bertentangan dengan Ayat Al Qur’an/Firman Allah SWT :
)164 : ‫وال تزر وازرة وزر اخرا (االنعام‬
Artinya :
“Pemikul dosa itu tidaklah memikul dosaorang lain.” (QS. Al An’am: 164)

Sebagian hadis-hadis maudhu’ diketahui kepalsuannya berdasarkan pengakuan dari


mereka yang memalsukan. Misalnya, Maisarah bin Abdi Rabbin Al Farisi, mengaku telah
membuat beberapa hadis tentang keutamaan Al Qur’an dan 70 buah hadis tentang keutamaan Ali
bin Abi Thalib, dan masih banyak lagi.

2) Hadis Matruk atau Hadis Matruh


Dari segi bahasa, hadis matruk berarti yang ditinggalkan dan hadis matruh berarti yang
dibuang. Sedangkan, menurut istilah yaitu :
‫هو الحد يث الذى ينفرد بروايته من يتهم بالكذب فى الحد يث‬
“ hadis yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang tertuduh dusta
dalam perhaditsan.”
Para ulama’ memberikan batasan hadis matruk (hadis matruh) adalah hadis yang di riwayatkan
oleh orang yang tertuduh pernah berdusta (baikberkenaan dengan hadis atau mengenai urusan
lain), atau tertuduh pernah mengerjakan maksiat, atau lalai, atau banyak fahamnya.

Contoh :
‫ لوال النساء لعبد هللا حقا‬: ‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
“rasulullah bersabda, “sekirannya tidak ada wanita,tentu Allah disembah (ditaati) dengan
sungguh-sungguh”.
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Yaqub bin Syufyan bin Asyim, dengan sanad terdiri
serentetan rawi , Muhammad bin Imran, Isa bin Ziyad, Abdur Rahim bin Zaid dan ayahnya, Said
bin Musayyab, dan Umar bin Khattab. Di antara nama-mana dalam snad itu, Abdur Rahim dan
Ayahnya tertuduh pernah berdusta. Oleh karena itu, hadis diatas dikenal dengan sebutan hadis
matruk dan hadis matruh.

3) Hadis Munkar
Hadis munkar dari segi bahasa, berarti hadis yang diingkari atau hadis yang tidak dikenal.
Sedangkan, menurut istilah :
‫هو الحد يث الذى ينفرد بروايته من فحش غلطه او اكثرت غفلته او بين فسقه بغير الكذب‬
“hadis yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang banyak
kesalahan, banyak kelengahannya atau jelas kefasikannya yang bukan karena dusta”.
Para ulama’ memberikan batasan hadis munkar adalah hadis yang diriwayatkan oleh rawi
yang lemah yang menyalahi (berlawanan dengan) rawi yang kuat (kepercayaan).

Contoh :
)‫من اقام الصالة واتى الزكاة و حج وصام وقرى الضيف (اضا فه و اكرمه) دخل الجنة (رواه ابن ابى حاتم‬
“barang siapa yang mendirikan salat, membayar zakat, mengerjakan haji, berpuasa dan
menghormati tamu, niscaya masuk surga.” (HR. Ibnu Abi Hatim)
Hadis diatas dikatakan berasal dari Rasulullah, dan diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari
serangkaian rawi-rawi yang lemah. Ibnu Abi Hatim sendiri memandang hadis tersebut sebagai
hadis munkar, karena rawi-rawinya lemah dan matannya berlainan dengan matan hadis-hadis yang
lebih kuat.

4) Hadis Muallal
Muallal, dari segi bahasa, berarti yang terkena illat (penyakit atau bencana). Para ulama’
member batasan hadis muallal adalah hadis yang mengandung sebab-sebab tersembunyi (tidak
mudah untuk diketahui) yang menjatuhkan derajatnya.
Illat yang menjatuhkan derajat hadis itu bisa terdapat pada sanad atau pada matan, serta
bisa pada keduanya.

Contoh :
‫ البيعان بالخيار مالم يتفرقا‬: ‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
Artinya :
“ Rasulullah bersabda, “penjual dan pembeli boleh berkhiyar, selama mereka belum berpisah”.
Hadis tersebut diriwayatkan Yala bin Ubaid bersanad Sufyan Ats Tsauri, dari Amru bin
Dinar, dari Ibnu Umar. Matan hadis diatas shahih, tetapi sanadnya memiliki illat. Seharusnya
bukan dari Amru bin Dinar, melainkan dari Abdullah bin Dinar.

5) Hadis Mudraj
Hadis mudraj, dari segi bahasa, berarti hadis yang dimasuki sisipan. Dari segi istilah hadis
mudraj adalah hadis yang dimasuki sisipan, yang sebenarnya bukan bagian hadis itu.
Sisipan itu bisa pada sanad, matan, dan bisa pada keduanya.
Contoh :
‫ انا زعيم والزعيم الحميل لمن امن بى واسام وجاهد فى سبيل هللا يبيت فى ريض الجنة (رواه‬: ‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
)‫النساء‬
Artinya :
“ Rasulullah bersabda, “ saya adalah zaim dan zaim itu adalah penanggung jawab dari orang
yang beriman kepadaku, taat dan berjuang dijalan Allah, dia bertempat tinggal di taman syurga.”
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Nasai, dan disebut hadis mudraj karena ungkapan (‫)والزعيم الحميل‬
adalah sisipan, tidak berasal dari sabda Rasulullah SAW.

6) Hadis Maqlub
Dari segi bahasa, hadis maqlub berarti, hadis yang diputar balik. Dari segi istilah hadis
maqlub adalah hadis yang terjadi pemutarbalikan pada matannya atau pada rawi dalam sanadnya
atau penukaran suatu sanad untuk matan yang lain.
Bila hadis sebenarnya diriwayatkan oleh kaab bin Murrah (misalnya), tetapi Kaab bin
Murrah itu dibalik menjadi Murrah bin kaab maka hadis itu disebut hadis maqlub.
Contoh pada matannya :
)‫ (رواه الطبرانى‬.‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم اذا امرتكم بشىء فأتوه واذا نهيتكم عن شىء فاجتنيبوه ما استطعتم‬
Artinya :
“ Rasulullah bersabda, “ apabila aku menyuruh kamu mengerjakan sesuatu, maka kerjakanlah
dia; apabila aku melarang kamu dari sesuatu, maka jauhilah dia sesuai dengan kesanggupan
kamu.” (HR. Thabarani)
Matan diatas, merupakan pemutarbalikan.berdasarkan hadis Bukhari dan Muslim,
Seharusnya hadis itu berbunyi :
‫ ما نهيتكم عنه فاجتنيبوه وما امرتكم به فا فعلوه‬: ‫ سمعت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يقول‬: ‫عن ابى هريرة رضي هللا عنه قال‬
.)‫ (رواه البخارى و مسلم‬. ‫منه ما استطعتم‬
Artinya :
“dari Abu hurairah r.a ai berkata, :”saya mendengar Rasulullah SAW bersabda,: apa-apa yang
kami cegah dari kamu semua maka jauhilah dan apa-apa yang kami perintahkan kepadamu
sekalian perbuatlah menurut kemampuannmu.” (HR. Bukhari-Muslim).

7) Hadis Syadz
dari segi bahasa, hadis syadz berarti hadis yang ganjil. Para ulama’ member batasan hadis
syadz adalah hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang dipercaya tetapi hadisnya berlainan dengan
hadis-hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang juga dipercaya.
Contoh :
)‫ (رواه موسى بن على‬.‫ يوم عرفه وايام التشريق ايام اكل وشرب‬: ‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
Artinya :
“ Rasulullah bersabda, “ hari arafah dan hari tasyrik adalah hari-hari makan dan minum.”
Hadis diatas diriwayatkan oleh Musa bin Abi bin Kubah dengan sanad dari serentetan rawi
yang dipercaya, namun matan hadis tersebut ganjil, jika dibandingkan dengan hadis-hadis yang
diriwayatkan oleh rawi-rawi yang juga dipercaya. Pada hadis-hadis lain tidak dijumpai ungkapan
(‫ )يوم عرفة‬keganjilan hadis diatas terletak pada ungkapan tersebut.

2.3 Hukum Berhujjah dengan Hadits Dhaif


Cacat-cacat hadis dhaif berbeda-beda, baik macamnya maupun berat ringannya. Dari
hadis-hadis yang mengandung cacat pada rawi(sanad) atau matannya, yang paling rendah
martabatnya ialah hadis Maudhu’, kemudian hadis Matruk, hadis Munkar, hadis Muallal, hadis
Mudraj, hadis Maqlub dan hadis-hadis lain. Dari hadis-hadis yang gugur rawi atau sejumlah
rawinya, yang paling lemah adalah hadis Muallaq (kecuali hadis-hadis shohih, yang diriwayatkan
secara Muallaq oleh Bukhari dalam kitab sahihnya), hadis Mudhal, hadis Munqathi’, kemudian
hadis Mursal.

Adapun pendapat Muhadditsin tentang kehujjahan hadis Dhaif, yaitu :


 Pendapat pertama : hadis Dhaif dapat diamalkan secara mutlak, yakni baik yang berkenaan dengan
masalah halal haram, maupun kewajiban, dengan syarat tidak ada hadis lain yang
menerangkannya. Pendapat ini disampaikan oleh beberapa imam, seperti : Imam Ahmad bin
Hambal, Abu Dawud dan sebagainya.

 Pendapat kedua : dipandang baik mengamalkan hadis dhaif dalam fadailul ‘amal, baik yang
berkaitan dengan hal-hal yang dianjurkan maupun hal-hal yang dilarang.
Abu Hafid Ibnu Hajar menjelaskan bahwa syarat mengamalkan hadis dhaif ada tiga :
1. Telah disepakati untuk diamalkan, yaitu hadis dhaif yang tidak terlalu dhaif.
2. Hadis dhaif yang bersangkutan berada dibawah suatu dalil yang umum sehingga tidak dapat
diamalkan hadis dhaif yang sama sekali tidak memiliki dalil pokok.
3. Hadis dhaif yang bersangkutan diamalkan, namun tidak disertai keyakinan atas kepastian
keberadaannya, untuk menghindar penyandaran kepada Nabi Muhammad SAW, sesuatu yang
tidak beliau katakan.
 Pendapat ketiga : hadis dhaif sama sekali tidak dapat diamalkan, baik yang berkaitandengan fadailul
amal maupun yang berkaitan dengan halal haram. Pendapat ini di nisbatkan kepada Qadi Abu
Bakar Ibnu Arabi.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Hadits Dhoif, menurut bahasa berarti hadits yang lemah artinya hadit yang tidak kuat.
Sedangkan secara istilah para ulama terdapat perbedaan rumusan dalam mendefinisikan hadits
dhoif ini akan tetapi pada dasarnya,isi, dan maksudnya tidak berbeda. Beberapa
definisi,diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Hadits yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits shohih dan syarat-syarat hadits hasan.
2. Hadits yang hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadits maqbul(hadits shohih atau yang
hasan)
3. Pada definisi yang ketiga ini disebutkan secara tegas,bahwa Hadits dhoif adalah hadits yang salah
satu syaratnya hilang.

Adapun kriteria hadits dhoif adalah dimana ada salah satu syarat dari hadits shohih dan
hadits hasan yang tidak terdapat padanya,yaitu sebagai berikut:
 Sanadnya tidak bersambung
 Kurang adilnya perawi
 Kurang dhobithnya perawi
 Ada syadz atau masih menyelisihi dengan hadits yang diriwayatkan oleh orang yang lebih tsiqah
dibandingkan dengan dirinya
 Ada illat atau ada penyebab samar dan tersenbunyi yang menyebabkan tercemarnya suatu hadits
shohih meski secara dzohir terlihat bebas dari cacat.

Secara garis besar yang menyebabkan suatu hadits di golongkan menjadi hadits dhoif di karenakan
dua hal, yaitu : 1. Gugurnya rawi dalam sanadnya, 2. Adanya cacat pada rowi atau matan.

 Hadits Dhoif karena gugurnya Rowi.


1. Hadis mursal
2. Hadis Munqathi’
3. Hadis Mudhal
4. Hadis Muallaq
 Hadis Dhaif karena cacat pada rawi atau matan.
1. Hadis Maudu’
2. Hadis Matruk dan Hadis Matruh
3. Hadis Munkar
4. Hadis Mudraj
5. Hadis Muallal
6. Hadis Maqlub
7. Hadis Syadz

Adapun pendapat Muhadditsin tentang kehujjahan hadis Dhaif, yaitu :


 Pendapat pertama : hadis Dhaif dapat diamalkan secara mutlak, yakni baik yang berkenaan dengan
masalah halal haram, maupun kewajiban, dengan syarat tidak ada hadis lain yang
menerangkannya. Pendapat ini disampaikan oleh beberapa imam, seperti : Imam Ahmad bin
Hambal, Abu Dawud dan sebagainya.
 Pendapat kedua : dipandang baik mengamalkan hadis dhaif dalam fadailul ‘amal, baik yang
berkaitan dengan hal-hal yang dianjurkan maupun hal-hal yang dilarang.
Abu Hafid Ibnu Hajar menjelaskan bahwa syarat mengamalkan hadis dhaif ada tiga :
4. Telah disepakati untuk diamalkan, yaitu hadis dhaif yang tidak terlalu dhaif.
5. Hadis dhaif yang bersangkutan berada dibawah suatu dalil yang umum sehingga tidak dapat
diamalkan hadis dhaif yang sama sekali tidak memiliki dalil pokok.
6. Hadis dhaif yang bersangkutan diamalkan, namun tidak disertai keyakinan atas kepastian
keberadaannya, untuk menghindar penyandaran kepada Nabi Muhammad SAW, sesuatu yang
tidak beliau katakana.
 Pendapat ketiga : hadis dhaif sama sekali tidak dapat diamalkan, baik yang berkaitandengan fadailul
amal maupun yang berkaitan dengan halal haram. Pendapat ini di nisbatkan kepada Qadi Abu
Bakar Ibnu Arabi.

B. SARAN
Adapun saran yang kami ambil dari makalah ini, yaitu : sebagai umat islam yang baik,
sebelum kita mengamalkan sebuah hadis untuk dijadikan sebuah hujjah, hendaknya kita
mengetahui dan memahami apakah hadis tersebut dapat dijadikan hujjah ataupun tidak. Salah
satunya dengan memperhatikan criteria-kriteria maupun syarat sebuah hadis yang shohih maupun
hadis yang dhaif dan mardud.
DAFTAR PUSTAKA

 Ahmad, Muhammad, “ulumul Hadis/ Drs. H. Muhammad Ahmad; Drs. M. Mudzakir”. Bandung :
Pustaka Setia.
 Rahman, Drs. Fatchur, “ Ikhtisar Musthalahul Hadits”. Cetakan :10. Bandung : PT. Alma’arif.
 Judul asli Ushul Al Hadits
 Ajjaj Al Khatib, Dr. Muhammad. “Ushul Al Hadits”. Libanon : Dar al fikr, Beirut.
 Ushul Al hadits. Pokok-pokok ilmu Hadits
Penerjemah : Drs. H. M Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, S.Ag.
Diterbitkan : Penerbit Gaya Media Pratama, Jakarta.
 Ismail, Drs. M.Syuhudi.” Pengantar ilmu Hadis”. Cetakan : 10. Bandung : Angkasa.
 http://www.sarjanaku.com/2011/11/hadits-dhaif-pengertian-macam-macam.html. (Di akses 28
Februari 2013).

Anda mungkin juga menyukai