Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Segala puji kami panjatkan kepada Sang Ilahi Rabbi atas kehadirat-Nya,
yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada saya, tanpa
pertolongannya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelasaikannya dengan
baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita
yakni Nabi Muhammad SAW.

Dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga karya ini menjadi
sumbangsih yang bermanfaat dalam pelajaran Ulumul Qur’an III khususnya
dalam mengenai hal Mutlaq dan Muqayyad.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan tangan yang terbuka dan hati yang ikhlas saya meminta kritik dan
saran dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini.

Kami memohon maaf jika dalam makalah ini terdapat kesalahan penulisan
atau ketika penyampaian presentasi ada kekeliruan, karena semata-mata kami
masih dalam proses pembelajaran dan yang hanya benar adalah Allah SWT.

Bandung, 25 Oktober 2018

Penyusun

i | Mutlaq dan Muqayyad


ABSTRAK
Kaidah muthlaq dan muqoyyad sangat erat kaitannya dengan ilmu ushulul
fiqh yang merupakan salah satu cabang ilmu yang berkaitan dengan ulumul
qur'an. Karena itu pembahasan di dalam makalah ini tidak akan jauh berbeda
dengan pembahasan ilmu ulumul qur'an yang membahas tema yang serupa. lstilah
lain yang mewakili kaidah ini adalah ‘kaidah keterikatan‘ . Pengaplikasian kaidah
ini diperunlukkan sebagai penunjang dalam memahami hukum-hukum yang
terdapat di dalam Alqur‘an.

Penulisan mukalah ini bertujuan untuk memaparkan kaidah muthlaq wa al-


muqoyyad dengan singkat,jelas dan padat guna membantu penggalian ilmu-ilmu
Alqur‘an. Selain itu. apabila seorang muslim ingin memahami makna Alqur‘an
dan menyingkap rahasia-rahasia yang terkandung di dalamnya. terutama bagi
pelajar akademis yang menggeluti bidang keilmuan Alqur'an dan tafsir sangat
perlu mempelajari ilmu-ilmu pendukungnya. salah satunya adalah kaidah muthlaq
dan muqoyyad tersebut.

Adapun metode yang digunakan dalam penyusuan makalah ini adalah


dengan menggunakan metode kepustakaan. Seluruh materi yang terdapat dalam
makalah ini dirujuk dari kitab-kilab yang membahas ilmu-ilmu Alqur‘an dan ilmu
ushulul fiqh.

Kata kunci: Muthlaq, Muqoyyad

ii | Mutlaq dan Muqayyad


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
ABSTRAK...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2
A. Pengertian Mutlaq.........................................................................................2
B. Pengertian Muqayyad...................................................................................3
C. Hukum Lafadz Mutlaq dan Muqayyad.........................................................4
BAB III KESIMPULAN..........................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................10

iii | Mutlaq dan Muqayyad


BAB I
PENDAHULUAN

Ketetapan hukum syar’i yang sudah digariskan oleh Alqur’an dan as Sunnah
harus dipahami dengan sungguh-sungguh, untuk melangkah ke sana diperlukan
kemampuan mumpuni bagi calon-calon mufassir agar tidak terjadi produk hukum
yang tidak benar dan tidak bisa dipertanggung jawabkan. Mempelajari ilmu Ushul
Fiqh, mendalami dan sekaligus menguasainya adalah salah satu batu loncatan
untuk menjadi pencetus hukum yang handal dan diperhitungkan.
Apabila kita selidiki secara seksama tentang keadaan tiap-tiap lafal dari segi
dibatasinya atau tidaknya lafal, tampak bahwa ada keadaannya bebas dan tidak
dibatsi penggunaannya oleh yang lain (muqayyad) dan ada pula hal-hal yang
membatasi yang disebut (al-qaid). Oleh karena itu, berbicara tentang mutlak
terkait pula dengan masalah muqayyad dan al-qaid.
Akhir kata, semoga apa yang kami sampaikan dapat dipertanggung
jawabkan di akhirat nanti.

1 | Mutlaq dan Muqayyad


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mutlaq

‫المطلق هو اللفظ الخاص الذي يدل على فرد شائع او افراد على سبيل شيوع و لم يتقيد بصفة‬
1
‫من صفات‬
Mutlak ini didefenisikan oleh para ulama yaitu: meyebutkan bahwa mutlak
itu adalah suatu lafal yang menunjukan kepada sesuatu pengertian tanpa diikat
oleh batasan tertentu Mutlak ialah lafal-lafal yang menunjukan kepada pengertian
yang tidak ada batasan oleh hal lain. Maksudnya lafal tersebut masih mutlak,
seperti firman Allah
Artinya “Maka (wajib atasnya) memerdekakan seseorang hamba sahaya”
(QS Mujadilah 3)
Jadi dapat saya simpulkan bahwa mutlak itu tidak ada ikatan (batas) yang
tertentu, disini dicontohkan dalam firman Allah Swt dalam ayat diatas
menjelaskan tentang  hamba sahaya, disini tidak dijelaskan hamba sahaya yang
seperti apa mukmin atau bukan, oleh sebab itu mutlak itu lebih luas
pengertiannya. Mutlak itu lafal nash yang tertentu yang tidak atau tanpa adanya
batasan yang mempersempit cakupan artinya.
Atau
‫دليل‬kk‫ وهو مع المقيد كالعام و الخاص قال العلماء متى وجد ال‬k‫المطلق الدال على الماهية بالقيد‬
‫د الن‬kk‫د على تقيي‬kk‫ق على االطالق و المقي‬kk‫على تقييد المطلق صيراليه و اال فال بل يبقى المطل‬
.2‫هللا تعالى خاطبنا بالغة العرب‬

Muthlak adalah suatu kata untuk menunjukan kepada suatu materi dengan tanpa
ikatan. Muthlaq dengan muqayyad itu sama dengan ‘am dan khas. Para ulama
berkata kapan saja ditemukan suatu dalil yang mengikat (menjadikan nya

Bag. Kurikulum, Ushul Fiqh (Gontor, Ponorogo, Darussalam Press 2012), 111
1

Al-Hafidz Jalaluddin Abdurrahman Assuyuti, Al-Itqon Fii Ulumil Qur’an, (Al-


2

Jumhuriyah Qohiroh 2010), 619

2 | Mutlaq dan Muqayyad


muqayyad), maka yang mthlaq itu di tafsirkan dengan nya. Dan jika tidak di
temukan, maka juga tidak. Tetapi yang muthlak itu tetap pada kemuthlakan nya.
Dan yang muqayyad tetap pada makna nya karena Allah menurunkan firman nya
kepada kita dengan bahasa Arab.

A. Pengertian Muqayyad

‫دال على‬k‫ظ ال‬k‫و الف‬k‫فات او ه‬k‫فة من الص‬k‫د بص‬k‫ائع مقي‬k‫رد ش‬k‫دل على ف‬k‫اص ي‬k‫المقيد هو لفظ خ‬
‫مدلول معين‬
Muqayyad didefinsikan juga oleh para ulama ushul yaitu: menurut Syaikh
Al-Khudari Beik, Muqayyad ialah lafal yang menunjukan suatu objek (afrad) atau
beberapa objek tertentu yang dibatasi oleh lafal tertentu. Sedangkan menurut Zaky
Al-Din Sya’ban, muqayyad ialah suatu lafal yang menunjukan atas satu objek atau
beberapa objek dan ia telah oleh suatu sifat. Dan menurut Mustafa Said Al-Khin,
yaitu petunjuk makna lafal kepada sesuatu yang telah dibatasi dengan suatu
batasan yang mempersempit cakupannya atau petunjuk lafal tersebut telah tertentu
maknanya.
Atau

‫دليل‬kk‫ وهو مع المقيد كالعام و الخاص قال العلماء متى وجد ال‬k‫المطلق الدال على الماهية بالقيد‬
‫د الن‬kk‫د على تقيي‬kk‫ق على االطالق و المقي‬kk‫على تقييد المطلق صيراليه و اال فال بل يبقى المطل‬
.3‫هللا تعالى خاطبنا بالغة العرب‬

Muthlak adalah suatu kata unag menunjukan kepada suatu materi dengan
tanpa ikatan. Muthlaq dengan muqayyad itu sama dengan ‘am dan khas. Para
ulama berkata kapan saja ditemukan suatu dalil yang mengikat (menjadikan nya
muqayyad), maka yang mthlaq itu di tafsirkan dengan nya. Dan jika tidak di
temukan, maka juga tidak. Tetapi yang muthlak itu tetap pada kemuthlakan nya.
Dan yang muqayyad tetap pada makna nya karena Allah menurunkan firman nya
kepada kita dengan bahasa Arab.

Al-Hafidz Jalaluddin Abdurrahman Assuyuti, Al-Itqon Fii Ulumil Qur’an,(Al-


3

Jumhuriyah Qohiroh 2010),619

3 | Mutlaq dan Muqayyad


Kaidah nya adalah bahwa jika Allah menghukumi suatu dengan suatu sifat
atau syarat dan datang hukum yang lain secara muthlak (tidak ada sifat dan syarat
nya), maka ditinjau. Jika hukum itu tidak memiliki dasar yang dijadikan sebagai
rujukan, kecuali hukum yang muqayyad itu, maka wajiblah mengikat hukum itu
dengan nya. Dan jika ada hukum dasr yang lain nya, maka mengemnalikan nya
kepada slah satunya adalah tidak lebih baik dari pada yang lainnya

ِ ‫ؤ ِمنُ بِاهَّلل‬kْ kُ‫انَ ي‬kk‫ ِه َم ْن َك‬kِ‫ َذ َويْ َع ْد ٍل ِم ْن ُك ْم َوأَقِي ُموا ال َّشهَا َدةَ هَّلِل ِ َذلِ ُك ْم يُو َعظُ ب‬k‫ُوف َوأَ ْش ِهدُوا‬
ٍ ‫فَإِ َذا بِ َم ْعر‬
‫ا‬kk‫هُ َم ْخ َر ًج‬k َ‫لْ ل‬kk‫ق هَّللا َ يَجْ َع‬
ِ َّ‫ارقُوه َُّن َو َم ْن يَت‬ ِ َ‫ُوف أَوْ ف‬
kٍ ‫اآلخ ِر بَلَ ْغنَ أَ َجلَه َُّن فَأ َ ْم ِس ُكوه َُّن بِ َم ْعر‬
ِ ‫م‬kِ ْ‫َو ْاليَو‬
)4٢(

Apabila mereka telah mendekati akhir iddah nya, maka rujukilah mereka
dengan baik atau lepaskan lah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi yang adil diantara kamu.

B. Hukum Lafadz Mutlaq dan Muqayyad


Apabila nash hukum datang dengan bentuk mutlaq dan pada sisi yang lain
dengan bentuk muqayyad, maka menurut ulama ushul ada empat kaidah di
dalamnya, yaitu:

1. Jika sebab dan hukum yang ada dalam mutlaq sama dengan sebab dan
hukum yang ada dalam muqayyad. Maka dalam hal ini hukum yang
ditimbulkan oleh ayat yang mutlaq tadi harus ditarik atau dibawa kepada
hukum ayat yang berbentuk muqayyad.
Contoh:
a. Ayat mutlaq: Surat al-Maidah ayat 3 tentang darah yang diharamkan,
yaitu:
[3 ‫]سورة المائدة‬

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah daging babi...”

4
Q.S.At-Thalaq Ayat 3

4 | Mutlaq dan Muqayyad


Ayat ini menerangkan bahwa darah yang diharamkan ialah
meliputi semua darah tanpa terkecuali, karena lafadz “dam” (darah)
bentuknya mutlaq tidak diikat oleh sifat atau hal-hal lain yang
mengikatnya.

Adapun sebab ayat ini ialah “dam” (darah) yang di dalamnya


mengandung hal-hal bahaya bagi siapa yang memakannya, sedangkan
hukumnya adalah haram.

b. Ayat Muqayyad:

Surat al-An’am ayat 145, dalam masalah yang sama yaitu “dam”
(darah) yang diharamkan.

AL AN’AM:145

“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan


kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak
memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang
mengalir”. Lafadz “dam” (darah) dalam ayat di atas berbentuk
muqayyad, karena diikuti oleh qarinah atau qayid yaitu lafadz
“masfuhan” (mengalir). Oleh karena itu darah yang diharamkan.

Menurut ayat ini ialah “dam-an masfuhan” (darah yang mengalir).


Sebab dan hukum antara ayat al-An’am ayat 145 ini dengan surat al-
Maidah ayat 3 adalah sama yaitu masalah darah yang diharamkan.

Berdasarkan kaidah bahwa “Apabila sebab dan hukum yang terdapat


dalam ayat yang mutlak sama dengan sebab dan hukum yang terdapat
pada ayat yang muqayyad, maka pelaksanaan hukumnya ialah yang
mutlak dibawa atau ditarik kepada muqayyad.” Dengan demikian hukum
yang terdapat dalam ayat 3 surat al-Maidah yakni darah yang diharamkan
harus dipahami darah yang mengalir sebagaimana surat al-An’am ayat
145.

5 | Mutlaq dan Muqayyad


2. Jika sebab yang ada dalam mutlaq dan muqayyad sama tetapi hukum
keduanya berbeda, maka dalam hal ini yang mutlaq tidak bisa ditarik
kepada muqayyad.
Contoh:
a. Ayat mutlaq: Surat al-Maidah ayat 6 tentang tayammum, yaitu:
AL-MAIDAH: 6
“Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih), sapulah
mukamu dan tanganmu dengan tanah.” Lafadz yad” (tangan) dalam
ayat di atas berbentuk mutlaq karena tidak ada lafadz lain yang
mengikat lafadz "yad” (tangan). Dengan demikian kesimpulan dari
ayat ini ialah keharusan menyapukan tanah ke muka dan kedua
tangan, baik itu hingga pergelangan tangan atau sampai siku, tidak
ada masalah. Kecuali jika di sana ada dalil lain seperti hadits yang
menerangkan tata cara tayammum oleh Nabi yang memberikan
contoh mengusap tangan hanya sampai pergelangan tangan.
b. Ayat Muqay'yad: Surat al-Maidah ayat 6 tentang wudhu, yaitu:
AL-MAIDAH: 6
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai
dengan siku...” Lafadz ‘yad” (tangan) dalam ayat ini berbentuk
muqayyad karena ada lafadz yang mengikatnya yaitu “ilal marafiqi”
(sampai dengan siku). Maka berdasarkan ayat tersebut mencuci
tangan harus sampai siku. Sebab dari ayat di atas adalah sama
dengan ayat mutlaq yang sebelumnya yaitu keharusan bersuci untuk
mendirikan shalat, akan tetapi hukumnya berbeda. Ayat mutlaq
sebelumnya menerangkan keharusan menyapu dengan tanah, sedang
ayat muqayyad menerangkan keharusan mencuci dengan air. Maka
ketentuan hukum yang ada pada ayat mutlaq tidak bisa ditarik
kepada yang muqayyad. Artinya, ketentuan menyapu tangan dengan
tanah tidak bisa dipahami sampai siku, sebagaimana ketentuan
wudhu’ yang mengharuskan membasuh tangan sampai siku. Dengan

6 | Mutlaq dan Muqayyad


demikian ayat mutlaq dan muqayyad berjalan sesuai dengan
ketentuan hukumnya sendiri-sendiri tidak bisa dijadikan satu.
3. Jika sebab yang ada pada mutlaq dan muqayyad berbeda, tetapi hukum
keduanya sama, maka yang mutlaq tidak bisa dipahami dan diamalkan
sebagaimana yang muqayyad. Contoh :
a. Mutlaq Surat al-Mujadalah ayat 3 tentang kafarah dzihar yang
dilakukan seorang suami kepada istrinya.
AL-MUJADALAH:3
“Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka
hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib
atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri
itu bercampur.” Lafadz “raqabah” (hamba sahaya) dalam masalah
dzihar ini berbentuk mutlaq karena tidak ada lafadz yang
mengikatnya. Sehingga seorang suami yang sudah terlanjur men-
dzihar istrinya dan ingin ditarik ucapannya, maka sebelum
mencampurinya harus memerdekakan hamba sahaya atau budak,
baik yang beriman ataupun yang tidak.
b. Muqayyad Surat an-Nisa’ ayat 92 tentang kafarah qatl
(pembunuhan) yang tidak sengaja, yaitu:
AN-NISA:92
“Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah
(hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang
beriman.” Lafadz “raqabah” (hamba sahaya) dalam ayat ini
berbentuk muqayyad dengan diikat lafadz “mukminah” (beriman),
maka hukumnya ialah keharusan untuk memerdekakan hamba
sahaya yang beriman. Karena sebabnya berbeda, satu masalah
kafarah dzihar dan yang lain kafarah qatl, walaupun hukumnya
sama-sama memerdekakan hamba sahaya, namun tetap diamalkan
sesuai dengan ketentuannya masing-masing. Ayat mutlaq berjalan
berdasarkan kemutlaq-annya, sedang yang muqayyad berjalan
berdasarkan kemuqayyadannya.

7 | Mutlaq dan Muqayyad


4. Jika sebab dan hukum yang ada pada mutlaq berbeda dengan sebab dan
hukum yang ada pada muqayyad, maka yang mutlak tidak bisa dipahami
dan diamalkan sebagaimana yang muqayyad. Contoh:
a. Mutlaq Masalah had pencurian yang terdapat dalarn surat al-Maidah
ayat 38 yang berbunyi:
AL-MAIDAH:38
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah
tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka
kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah” Lafadz "yad" dalam ayat
di atas berbentuk mutlaq, yakni keharusan memotong tangan tanpa
diberi batasan sampai daerah mana dari tangan yang harus dipotong.
b. Muqayyad Masalah wudhu’ yang dijelaskan dalam surat al-Maidah
ayat 6, yaitu:
AL-MAIDAH:6
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai
dengan siku.” Lafadz "yad” dalam ayat wudhu’ ini berbentuk
muqayyad karena diikat dengan lafadz “ilal marafiqi” (sampai
dengan siku). Ketentuannya hukumnya adalah kewajiban mencuci
tangan sampai siku. Dari dua ayat di atas terdapat lafadz yang sama
yaitu lafadz "yad”. Ayat pertama berbentuk mutlaq, sedangkan yang
kedua berbentuk muqayyad. Keduanya mempunyai sebab dan
hukum yang berbeda. Yang mutlaq berkenaan dengan pencurian
yang hukumannya harus potong tangan. Sedangkan yang muqayyad
berkenaan masalah wudhu’ yang mengharuskan membasuh tangan
sampai siku. Dari sini dapat disimpulkan bahwa yang mutlaq tidak
bisa dipahami menurut yang muqayyad.

8 | Mutlaq dan Muqayyad


BAB III
KESIMPULAN
Mutlak adalah Muhammad jawad mughniyah dalam kitab Ilmu Ushul Fi
Sanbih Al-Jadid, meyebutkan bahwa mutlak itu adalah suatu lafal yang
menunjukan kepada sesuatu pengertian tanpa diikat oleh batasan tertentu.
Muqayyad adalah Mustafa Said Al-Khin, yaitu petunjuk makna lafal kepada
sesuatu yang telah dibatasi dengan suatu batasan yang mempersempit cakupannya
atau petunjuk lafal tersebut telah tertentu maknanya
a). Bentuk-bentuk mutlaq dan muqayyad
Kaidah lafal mutlaq dan muqayyad dapat dibagi dalam lima bentuk:
 Suatu lafal dipakai dengan mutlak pada suatu nash, sedangkan pada nash
lain digunakan dengan muqayyad
 Lafal mutak dan muqayyad berlaku sama pada hukum dan sebabnya
 Lafal mutlak dan muqayyad yang berlaku pada nash itu berbeda, baik
dalam hukumnya ataupun sebab hukumnya
 Mutlak dan muqayyad berbeda dalam hukumnya, sedangkan sebab
hukumnya sama
 Mutlak dan muqayyad sama dalam hukumnya, tetapi berbeda dalam
sebabnya
b). Hukum lafal Mutlak dan Muqayyad
 Tidak berbeda (sama) hukum dan sebabnya. Dalam hal ini Mutlak harus
bibawa kepada Muqayyad, artinya Muqayyad menjadi penjelasan
terhadap Mutlak
 Berbeda hukum dan sebabnya (kebalikan nomor 1) dalam hal ini
masing-masing mutlak dan muqayyad tidak menjadi penjelasan mutlak
 Berbeda hukum tetapi sebabnya sama dalam hal ini masing-masing
Mutlak dan Muqayyad tetap pada tenpatnya sediri

9 | Mutlaq dan Muqayyad


DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, As-Suyuthi Jalaluddin. Al-Itqan Fi Al-Ulumil Qur’an. Kairo:
Maktabah Dar At-Turst, 2010.
Bag.Kurikulum. Ushul Fiqh. Gontor Ponorogo: Darussalam Press, n.d.
Baihaqie, Endang. Ringkasan Ilmu Al-Bayan, Al-Ma’aniy Dan Al-Badi’. Jawa
Barat: CV. Semiotika, 2015.
Farid, Esac. Samudera Al-Qur’an. Dippa Press, 2007.

10 | Mutlaq dan Muqayyad

Anda mungkin juga menyukai