Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KEUTAMAAN ORANG BERILMU DAN MENUNTUT ILMU

Mata Kuliah : Tafsir Tarbawi

Dosen Pengampu : Dr. Dedi Masri, Lc., M.A.

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Adha Zam Zam Hariro (0306212147)

Atikah Zahrani Purba (0306212124)

Fadhilah Hilmy Nasution (0306213159)

Siti Fadilla (0306213114)

Kelas : PGMI 3 / Sem V

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

2023/2024
PENDAHULUAN

A. Topik Inti

Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim ataupun muslimah. Khususnya
ilmu yang membahas tentang Iman, Islam, dan Ihsan, yakni tauhid, fiqh, dan tasawuf. Ilmu ini
adalah ilmu pokok. Selebihnya ada ilmu yang dikategorikan fardhu kifayah, seperti Ilmu Falak
dan Ilmu Mawaris, juga ada ilmu-ilmu yang sifatnya sekunder, maka dari itu ada yang
dihukumi sunnah, mubah, makruh, bahkan haram seperti ilmu sihir dan perdukunan (Safa’at,
Tansah Pinayungan Konsep Menuntut Ilmu Menurut Ustaz Adi Hidayat Diss AIN 2020).

Ada banyak sekali jenis dan klasifikasi ilmu. Sehingga ada orang yang ahli di bidang-
bidang tertentu. Dalam dunia modern, juga ada ilmu-ilmu sosial, ekonomi, budaya, politik,
desain, dan lainnya. Luasnya ilmu membuat tidak satupun di muka bumi ini yang menguasai
semua ilmu secara mendetail. Al-Qur’an mengisyaratkan bahwa andai seluruh lautan dijadikan
tinta dan ranting dijadikan pena, niscaya tidak akan mampu menuliskan ilmu Allah. Di ayat
yang lain disebutkan, bahwa ilmu yang diberikan kepada seluruh manusia ini tidak banyak,
tetapi sedikit. Namun siapa yang diberikan ilmu (hikmah), maka ia diberikan kebaikan yang
banyak. Ibnu Khaldun mengatakan, “ilmu dan mengajar adalah satu keniscayaan dalam
membangun manusia. Manusia itu sama dengan semua binatang ditinjau dari segi sifat-sifat
kehewanan, seperti perasaan, gerakan, makanan, dan sebagainya akan tetapi perbedaan antara
keduanya adalah pikiran. Dari pikiran ini terjadilah ilmu pengetahuan dan berbagai temuan
(Suryadi, Rudi Ahmad Dimensi-Dimensi Manusia Perspektif Pendidikan Islam Deepublish
2015)

Dengan ilmu, seseorang bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana
yang membawa mudharat dan mana yang membawa manfaat. Sesudah berilmu itu barulah
keadaan mereka berubah dari biadab menjadi sopan dan beradab.3 Masalah mendasar yang
sedang dihadapi umat sekarang ini adalah masalah hubungan ilmu dan adab/sopan santun.
Banyak orang yang punya ilmu pengetahuan sudah mulai menjauhi adab, bahkan sudah
melupakan adab. Akhlak mulia sudah mulai menipis bagi kalangan ilmuan dan orang cerdik
pandai dalam dunia ilmu pengetahuan. Adapun menurut akidah dan kaidah Islam, seorang
yang punya ilmu pengetahuan hendaknya memiliki adab. Tanpa adab, dirinya akan terjatuh
dalam cerca dan cela, karena Ilmu yang ada pada dirinya tidak membawa manfaat. Oleh karena

1
itu, adab merupakan hal yang amat penting yang harus diperhatikan, agar ilmu yang
dimilikinya menjadi penghias kebaikan dan kebajikan, dan jadi teladan bagi kehidupan banyak
orang.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keutamaan orang berilmu dan menuntut ilmu dalam QS. Al-Mujadalah ayat
11 menurut Tafsir Ibnu Katsir, Al-Misbah, Tafsir Al-Maraghi serta makna pendidikan
terhadap Tafsiran surah Al-Mujadalah ayat 11?
2. Bagaimana keutamaan orang berilmu dan menuntut ilmu dalam QS. Al-Fatir ayat 28
menurut Tafsir Al-Azhar, Al-Munir, Al-Qurthubi serta makna pendidikan terhadap
Tafsiran surah Al-Fatir ayat 28?
3. Bagaimana keutamaan orang berilmu dan menuntut ilmu dalam QS. Al-Ankabut ayat
43 menurut Tafsir Al-Munir, Al-Azhar, Al-Quthubi serta makna pendidikan terhadap
Tafsiran surah Al-Ankabut ayat 43?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui keutamaan orang berilmu dan menuntut ilmu dalam QS. Al-
Mujadalah ayat 11 menurut Tafsir Ibnu Katsir, Al-Misbah, Tafsir Al-Maraghi serta
makna pendidikan terhadap Tafsiran surah Al-Mujadalah ayat 11
2. Untuk mengetahui keutamaan orang berilmu dan menuntut ilmu dalam QS. Al-Fatir
ayat 28 menurut Tafsir Al-Azhar, Al-Munir, Al-Qurthubi serta makna pendidikan
terhadap Tafsiran surah Al-Fatir ayat 28
3. Untuk mengetahui keutamaan orang berilmu dan menuntut ilmu dalam QS. Al-
Ankabut ayat 43 menurut Tafsir Al-Munir, Al-Azhar, Al-Quthubi serta makna
pendidikan terhadap Tafsiran surah Al-Ankabut ayat 43

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. keutamaan orang berilmu dan menuntut ilmu dalam QS. Al-Mujadalah ayat 11
menurut Tafsir Ibnu Katsir, Al-Misbah
a. QS. Al-Mujadalah ayat 11

َ ْ ُّ َ ْ ُّ َ َ ُّ َ ُّ َ ۡ ْ ُّ َ ۡ َ َ ‫حوا ْ ف ِي ٱل ۡ َم‬ ُّ َ َ َ ْ َٰٓ ُّ َ َ َ َ َ َُّ َ ََٰٓ


ُّ ‫ك ۡم َت َف َس‬
ِِ ‫ٱّلل لك ۡمۖۡ ِإَوذا قِيل ٱشُ ُُّاا فٱشُ ُُّاا يَ ۡۡرف‬ ِ‫حوا َيف َسح‬ ‫جَٰل ِِس فٱفس‬ ‫يأيها ٱلذِين ءامنوا إِذا قِيل ل‬
َٰ

َ ُّ َ ۡ َ َ ُّ َ َ َٰ َ َ َ َ ۡ ۡ ْ ُّ ُّ َ َ َ ۡ ُّ
ٞ ‫ون َخب‬ ْ ُّ َ َ َ َ ُّ َ
‫يۡر‬ِ ‫ت اٱّلل بِما تعمل‬
ٖۚ ‫ٱّلل ٱلذِين ءامنوا مِنكم اٱلذِين أاتوا ٱلعِلم درج‬

Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam


majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

b. Tafsir Ibnu Katsir Mengenai QS. Al-Mujadalah ayat 11

Menjelaskan bahwa Allah Ta’ala berfirman guna mendidik hamba-hamba-Nya yang


beriman dan memerintahkan kepada mereka agar satu sama lain saling bersikap baik di majelis.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, berlapang- lapanglah dalam majelis
maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu”. Selanjutnya Allah Ta’ala
berfirman. “niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. Yaitu, janganlah kamu mengira bila kamu memberikan kelapangan kepada saudaramu
yang datang atau bila dia diperintahkan untuk keluar, lalu dia keluar, akan mengurangi haknya.
Bahkan itu merupakan ketinggian dan perolehan martabat disisi Allah. Sedangkan Allah tidak akan
menyia-nyiakan hal itu, bahkan Dia akan memberikan balasan kepadanya di dunia dan di akhirat.
Karena orang yang merendahkan diri karena Allah, maka Allah akan mengangkat derajatnya.

c. Tafsir Al-Misbah Mengenai Q.S Al-Mujadalah ayat 11

3
Menurut Quraish Shihab, ayat di atas merupakan tuntunan Akhlak yang menyangkut
perbuatan dalam majelis untuk menjalin Harmonisasi dalam satu majelis. Allah berfirman “hai
orang- orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu”, oleh siapapun: berlapang-
lapanglah,Yaitu berupayalah dengan sungguh-sungguh walau dengan mamaksakan diri untuk
memberi tempat pada orang lain dalam majelis-majelis yakni satu tempat, baik tempat duduk
maupun bukan tempat duduk, apabila diminta kepadamu untuk melakukan itu, maka lapangkanlah
tempat untuk orang lain itu dengan suka rela. Jika kamu melakukan hal tersebut, niscaya Allah
akan memberikan kelapangan segala sesuatu buat kamu.

Dan apabila dikatakan: “berdirilah kamu ketempat yang lain,atau untuk diduduki
tempatmu buat orang yang lebih layak, atau bangkitlah untuk melakukan sesuatu seperti untuk
salat dan berjihad, maka berdirilah dan bangkitlah, Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antara kamu wahai yang memperkenankan tutunan ini, dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat di dunia dan akhirat, dan Allah terhadap apa-apa yang kamu
kerjakan sekarang atau masa yang akan datang Maha Mengetahui ”

d. Tafsir Al-Maraghi Mengenai Q.S Al-Mujadalah ayat 11

dalam tafsirnya Al-Maraghi menafsikan bahwa berdasarkan Surat Al Mujadalah Ayat 11 tersebut
dapat diketahui setidaknya tiga hal sebagai berikut : (1) bahwa para sahabat berupaya ingin saling
mendekat pada saat berada di majelis Rasulullah SAW, dengan tujuan agar ia dapat mudah
mendengar wejangan dari Rasulullah SAW yang diyakini bahwa dalam wejangannya itu terdapat
kebaikan yang amat dalam serta keistimewaan yang agung. (2) bahwa perintah untuk saling
meluangkan dan meluaskan tempat ketika berada di majlis, tidak saling berdesakan dan
berhimpitan dapat dilakukan sepanjang dimungkinkan, karena cara demikian dapat menimbulkan
keakraban diantara sesama orang yang berada di dalam majlis dan bersama-sama dapat mendengar
wejangan Rasulullah SAW. (3) bahwa pada setiap orang yang memberikan kemudahan kepada
hamba Allah yang ingin menuju pintu kebaikan dan kedamaian, Allah akan memberikan keluasan
kebaikan di dunia dan di akhirat

e. Analisis Q.S Al-Mujadalah Ayat 11 dan kaitannya dengan keutamaan orang berilmu
dan menuntut ilmu

4
Berdasarkan penjelasan Q.S Al-Mujadalah Ayat 11 kaitannya dengan keutamaan orang
berilmu dan menuntut ilmu adalah hendaklah ketika ada di dalam majelis disunnahkan untuk
memperbaiki tempat duduk dan mempersilahkan orang yang baru hadir dengan memberikan
tempat yang cukup untuk orang itu duduk. Tafsir ayat ini juga mengajarkan kita untuk beriman
dengan Ikhlas dan berlapang dada serta patuh terhadap aturan Allah, serta dalam belajar dan
mengamalkan ilmu karena Allah akan meninggikan beberapa derajat untuk orang berilmu baik di
dunia ataupun di akhirat. Dalam konteks pendidikan (tarbawi).

f. Makna Pendidikan Terhadap Tafsiran Surah Al-Mujadalah Ayat 11

Makna pendidikan dari surah Al mujadallah ayat 11 ialah memberikan pengertian


bahwasannya Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang
memiliki ilmu dengan beberapa derajat atau kemuliaan dalam kehidupannya. Dengan kata lain,
bahwa manusia mulia dihadapan Allah apabila memiliki pengetahuan yang bisa dimiliki dengan
jalan benar. Peranan ilmu dalam Islam sangat penting sekali. Karena tanpa ilmu, maka seorang
yang mengaku mukmim, tidak akan sempurna bahkan tidak benar dalam keimanannya. Seorang
muslim wajib mempunyai ilmu untuk mengenal berbagai pengetahuan dan ilmu yang diperoleh
seharusnya menambah dekatnya hubungan manusia dengan sang Khaliq.

B. Keutamaan orang berilmu dan menuntut ilmu dalam QS. Al-fatir ayat 28 menurut
Al-Azhar, Tafsir Al-Munir, Al-Qurthub
a. QS. Al-fatir ayat 28

ٌ ‫زُ ََ ُّف‬
‫ور‬ َ َ ‫َٰٓ ُّ َُۗا ْ إ َن‬
ٌ ُ‫ٱّلل َع‬ َٰ َ َ ‫ٱلد َاا َٰٓ َب َاٱلۡ َأنۡ َع َٰ ِم ُّم ۡخ َتل ٌِف َأ ۡل َوَٰنُّ ُّهۥ َك َذَٰل َِك إ َن َما يَ ۡخ َُي‬
ََٰٓ َ‫ٱّلل م ِۡن ع َِبادِه ِ ۡٱل ُّعل‬ َ َ َ
ِ ‫َام َِن ٱلن‬
‫اس ا‬
ِ ِ ِ َۗ ِ

Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang


ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada
Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun

b. Tafsir Al Azhar Mengenai QS. Al-fatir ayat 28

Dengan jelas pada kalimat dalam ayat ini dijelaskan bahwasanya orang yang bisa
merasakan takut kepada Allah ialah orang-orang yang berilmu. Di pangkal kata ini Tuhan
memakai kata"Innamaa" yang berarti "lain tidak hanya". Ahli-ahli ilmu nahwu mengatakan bahwa

5
huruf innamaa itu adalah adaatu hashr, yang artinya "alat untuk pembatas". Sebab itu artinya yang
tepat dan jitu ialah:"lain tidak hanyalah orang-orang yang berilmu juga yang akan merasa takut
kepada Allah". Kalau ibu tidak ada tidaklah orang akan merasa takut kepada Allah. Karena
timbulnya suatu ilmu ialah setelah diselidiki. Maka jelaslah di pangkal ayah tadi bahwa Allah telah
bersabda: "Tidakkah engkau lihat!" Maka kalau tidak dilihat tidaklah akan tahu. Kalau sudah
dilihat dan diketahui, dengan sendirinya akan mengertilah bagaimana kebesaran Allah,
kekuatannya, dan keagungannya. Terasa kecil diri di hadapan kekuasaan maha besar itu: makan
bulat takut. Kalau takut telah timbul niscaya timbulnya ketundukan, lalu segala perintah
dilaksanakan dan segala larangan dihentikan.

Dalam ayat ini bertemu kalimat ulama, yang berarti orang-orang yang berilmu. Dan jelas
pula bahwa ilmu itu adalah luas sekali. Alam dikelilingi kita, sejak dari air hujan yang turun dari
langit menghidupkan bumi yang telah mati, sampai kepada gunung-gunung menjulang langit,
warna-warni pada gunung, sampah yang lain-lain yang disebutkan manusia, binatang melata,
binatang ternak dan berbagai warna, sungguh-sungguh menakjubkan dan meyakinkan tentang
kekuasaan Allah. Di ujung air dijelaskan: "Sesungguhnya Allah maha perkasa, lagi maha
pengampun."

Maka nampaklah bahwa memang Allah itu maha perkasa. Sebesar itu alam keliling, hanya
patuh menuruti qodrat iradatnya. Namun kita manusia kerap kali lupa akan kebesaran ilahi itu
sehingga kerap kali terlanggar perintah terbuat dosa. Namun apabila telah insaf dan mohon ampun
dia tetap akan mengampuni. Tentang ulama atau orang-orang yang berpengetahuan, Ibnu Katsir
telah menafsirkan: "tidak lain orang yang akan merasa takut kepada Allah itu hanyalah ulama yang
telah mencapai ma'rifat, yaitu mengenal Tuhan pemilik hasil kekuasaan dan kebesarannya. Maha
besar, maha kuasa, yang maha mengetahui, yang mempunyai sekalian sifat kesempurnaan dan
yang mempunyai "Al asmaul husna". Apabila ma'rifat bertambah sempurna dan ilmu terhadapnya
bertambah matang, ketakutan kepadanya pun bertambah besar dan bertambah banyak.

Ibnu Abbas mengatakan: "Alim sejati di antara hamba Ar-Rahman ialah yang tidak
mempersekutukan dia dengan sesuatu apapun, dan yang halal tetap halal dan yang haram tetap
haram, serta memelihara perintahnya dan yakin bahwa dia akan bertemu dengan dia, lalu selalu
menilik dan menghitung amalnya sendiri”. Abdullah bin Masud berkata: "bukanlah seorang
dikatakan alim karena dia banyak hafal hadits. Alim sejati ialah yang banyak khasyyah atau

6
takutnya kepada Tuhan”. Imam Malik berkata: "ilmu bukanlah karena banyak menghafal riwayat
hadits, bahkan ilmu adalah NUR yang dinyalakan Tuhan dalam hati”.

Suatu riwayat yang dibawakan dari Sufyan Tsauri: "ulama itu tiga macam, (1) alim yang
mengenal Allah dan mengenal perintah Allah, (2) alim yang mengenal Allah tetapi tidak mengenal
perintah Allah dan (3) alim yang mengenal perintah tetapi tidak mengenal Allah”. Adapun alim
yang mengenal Allah dan mengenal perintah Allah, iyalah yang takut kepada Allah dan mengenal
batas-batas dan perintah serta larangan. Alim yang mengenal Allah tetapi tidak mengenal perintah
Allah ialah yang takut kepada Allah tetapi tidak melaksanakan perintah karena tidak tahu.alim
yang mengenal perintah Allah tetapi tidak mengenal Allah ialah yang sangat tahu batas-batas dan
perintah Allah tetapi tidak ada rasa takut kepada Allah. Kita dapat mengatakan bahwa yang nomor
tiga inilah yang banyak sekarang, sehingga Nur atau cahaya itu dicabut Tuhan dari dirinya,
sehingga pengetahuannya dari hal halal dan haram, hanyalah laksana pengetahuan seorang tokoh
bambu yang dapat memutar-mutar ayat bagaimana yang akan senang hati orang yang menanyakan.
Apabila direnungkan ayat ini jelaskan bahwa jangkauan ulama itu amatlah luas. Nampaklah bahwa
guru bukanlah semata-mata kitab saja. Alam itu sendiri adalah kitab yang terbuka luas. Ada juga
pepatah: "Alam terbentang jadikan guru!". Setelah berguru kepada alam terbukalah hijab dan
jelaslah Tuhan dengan serba-serbi kebesaran dan keagungannya, lalu timbullah rasa takut kalau
kalau umur telah terbuang percuma saja.

Dengan demikian jelas pula bahwa ulama bukanlah sempit hanya sekedar orang yang tahu
hukum-hukum agama secara terbatas, dan bukan orang yang hanya mengaji kitab fiqh, dan bukan
pula ditentukan oleh jubah dan serban besar. Malahan kadang-kadang dalam perjalanan sejarah
kerap kali agama terancam bahaya karena oleh serban besar

c. Tafsir Al Munir Syekh Wahbah Zuhaili Mengenai QS. Al-fatir ayat 28

Menyebutkan beberapa pendapat tentang ‘Alim sebagai bentuk singular dari kata
Ulama’.Yang dimaksud dengan Alim adalah orang yang mengerti tentang ilmu-ilmu alam dan
kehidupan serta rahasia-rahasia alam semesta. Menurut pendapat Syekh Wahbah Zuhaili sendiri.
Kemudian beliau melanjutkan pembahasan kata ‘Alim dengan mengutip pendapat ulama seperti
berikut ini. Yang artinya : Ibn Abbas berkata : orang yang tahu Allah yang Maha Pengasih adalah
orang yang tidak menyekutukan Allah, memandang halal apa yang dihalalkan Allah memandang
haram apa yang diharamkan Allah, menjaga wasiat Allah SWT, yakin bahwa akan berteme Allah

7
SWT dan Allah SWT akan menghisab semua amal perbuatannya. Imam Hasan Al Bashri berkata
: orang Alim adalah orang yang takut kepada Allah SWT yang Maha Pengasih. Senang dengan
apa yang disenangi Allah, meninggalkan apa yang dibenci Allah SWT.

Dari tiga penjelasan di atas kita bisa memahami bahwa ulama yang dalam bentuk
tunggalnya berupa kata ‘alim adalah orang--sekali lagi orang, bukan hewan atau tumbuhan--yang
berilmu dan dengan ilmunya tersebut dia takut kepada Allah, melakukan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya serta tidak menyekutukan Allah SWT dengan apapun. Dalam
penjelasannya Syekh Wahbah Zuhaili tidak menyebutkan bahwa orang Alim adalah orang yang
sangat faham tentang fiqih, hadits, tafsir, tajwid, Nahwu, Shorof ataupun pintar pidato. Beliau
menjelaskan kata ulama sebagai orang yang mengerti ilmu-ilmu alam dan kehidupan serta rahasia-
rahasia alam. Pendapat ini selaras dengan pendapat Prof. Quraish Shihab ketika menjelaskan surat
Fathir ayat 28 tersebut sebagaimana banyak kita temukan dalam buku-buku beliau seperti
Membumikan Al-Qur’an, Wawasan Al-Qur’an, dan Tafsir Al-Misbah. Prof. Quraish Shihab
mengungkapkan bahwa Ulama adalah orang yang memiliki ilmu yang mengantarkannya takut
kepada Allah SWT walaupun ilmu-ilmu alam, sosial dan lain sebagainya.

d. Tafsir Al Qurthubi Mengenai QS. Al-fatir ayat 28

Yang dimaksud dengan ulama di sini adalah mereka yang takut akan kekuasaan Allah.
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ali bin Abu Thalhah dari Ibnu Abbas bahwa firman Allah
subhanahu wa ta'ala maksudnya adalah bagi mereka yang mengetahui bahwa Allah itu berkuasa
atas segala sesuatu. Rabi' bin Anas berkata,"barang siapa yang tidak takut kepada Allah maka dia
bukanlah orang alim. Mujahid berkata,"orang alim (berilmu) adalah orang yang takut kepada
Allah. Sa'ad bin Ibrahim ketika ditanya tentang siapakah yang paling berilmu di antara penduduk
Madinah? Dia menjawab,"dia adalah orang yang paling bertakwa kepada Tuhannya."
Diriwayatkan dari mujahid, Dia berkata,"seorang faqih (berilmu) itu adalah yang takut kepada
Allah ta'ala.

e. Analisis Q.S Al-Fatir ayat 28 dan kaitannya dengan keutamaan orang berilmu dan
menuntut ilmu

Berdasarkan penjelasan Q.S Al-Fatir ayat 28 kaitannya dengan keutamaan orang berilmu
dan menuntut ilmu adalah Ulama disebut sebagai sosok insan yang berilmu. Di dalam QS. Fatir:28

8
menjelaskan sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-hambanya hanyalah ulama. Rasa
takut itu didapatkan pada perantara ilmu, dengan dia belajar tauhid kepada Allah, belajar nama-
nama dan sifat-sifat Allah. Sehingga semakin sempurnalah rasa takut nya kepada Allah. Menuntut
ilmu adalah kewajiban dalam islam. Keutamaan orang yang menuntut ilmu yaitu, akan ditinggikan
derajatnya oleh Allah swt, akan diberikan kebaikan di dunia maupun di akhirat, dimudahkan
jalannya ke surga, dan mendapatkan pahala yang kekal. Sedangkan orang yang tidak berilmu,
mereka akan menahan perihnya kebodohan, ceroboh dalam bertindak. Dan apabila orang yang
berilmu tetapi tidak mengamalkan ilmunya, maka itulah yang akan mendapatkan siksaan yang
paling berat di hari kiamat. Karena mereka adalah orang-orang yang mencari ilmu hanya untuk
pengetahuan, sementara mereka sibuk mementingkan diri sendiri, nafsunya, dan keindahan dunia.

f. Makna Pendidikan Terhadap Tafsiran Q.S Al-Fatir ayat 28

Dalam konteks pendidikan ayat ini menggambarkan tentang kedudukan ulama dalam Islam
sangatlah fundamental dan strategis. Karena eksistensinya dapat memberikan konsistensi bagi
penyebaran agama Islam ke seluruh penjuru dunia. Akan tetapi, signifikansi posisi ini tidak lagi
diiringi dengan realita sosok ulama yang sejalan dengan konsepsinya di awal keislaman. Apalagi
saat ini, yang dominasi kehidupannya terhancurkan oleh gaya hidup hedonisme, materialisme, dan
liberalisme, maka untuk mencari sosok ulama yang ideal sangatlah sulit. Karena idealisme al-
Qur’an tentang ulama adalah yang memiliki karakteristik al-khassyah (takut kepada Allah), Dalam
konteks kebahasaan maka pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.

Dari pengertian pendidikan di atas, maka dapat diambil sebuah kesimpulan. Bahwa
pendidik secara makna adalah orang yang berkontribusi dalam sebuah proses pengubahan sikap
dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam dalam usaha mendewasakan manusia melalui

9
upaya pengajaran dan pelatihan. Mengenai hal ini, Abuddin Nata menegaskan bahwa kata
pendidik secara fungsional menunjukkan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dan
memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman dan sebagainya. Dan orang
yang melakukan kegiatan ini bisa siapa saja dan di mana saja.

Dalam tema pendidikan umum, Ahmad Tafsir menyatakan bahwa definisi pendidik dapat
dirumuskan dengan semua yang mempengaruhi perkembangan seseorang, yaitu manusia, alam
dan kebudayaan. Manusia, alam dan kebudayaan inilah yang disebut dalam ilmu pendidikan
sebagai lingkungan pendidikan. Yang paling penting di antara ketiganya ialah orang. Alam itu
tidak melakukan pendidikan secara sadar; kebudayaan juga. Orang ada yang melakukan
pendidikan secara sadar dan ada yang tidak dengan kesadaran, dan ada yang kadang-kadang sadar
kadang-kadang tidak. Orang sebagai kelompok pendidik banyak macamnya, tetapi pada dasarnya
adalah semua orang. Yang paling dikenal dalam ilmu pendidikan ialah orang tua murid, guru-guru
disekolah, teman sepermainan dan tokoh-tokoh atau figure masyarakat.

C. keutamaan orang berilmu dan menuntut ilmu dalam QS. Al-Ankabut ayat 43
menurut Tafsir Al-Munir, Al-Azhar, Al-Quthubi

a. QS. Al-Ankabut ayat 43

َ َ ۡ َ َٰٓ ُّ َ ۡ َ ُّ َ َ ۡ َ ۡ
‫اس َا َما َي ۡعقِل َها إِلا ٱلعَٰل ُِّمون‬
ِِۖ ‫َات ِلك ٱلأ ۡمثَٰل نضۡرِ ُّب َها ل ِلن‬

Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia dan tiada yang
memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.

b. Tafsir Ibnu Katsir Mengenai QS. Al-Ankabut ayat 43

Oleh Muhammad Nasib Ar-Rifa‟I pada ayat 43 tiada yang memahaminya dan
merenungkannya kecuali hanya orang-orang yang mendalam ilmunya lagi berwawasan luas.
Imam Ahmad Mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Isa, menceritakan kepada
ku Ibnu Lahi'ah, dari Abu Qubail, dari Amr ibnu As r.a. yang menceritakan bahwa dia telah hafal
ribuan tafsir tamsil dari Rasulullah SAW. Hal ini merupakan suatu prioritas atau keutamaan hebat
bagi Amr ibnu As, karena Allah berfirman: "Dan perumpamaan-perumpamaan Kami buatkan

10
untuk manusia, dan tidak ada seorang pun yang dapat memahaminya kecuali orang yang
mempunyai pemahaman yang baik atau orang yang berilmu. Adapun Hadits menuntut ilmu
Wajib bagi seluruh umat manusia baik laki-laki maupun perempuan. (HR. Al-Baihaqi, Ath-
Thabrani) Dari hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa pencarian ilmu atau pembelajaran adalah
sesuatu yang wajib bagi setiap manusia.

c. Tafsir Al-Azhar Mengenai QS. Al-Ankabut ayat 43

Hamka mengatakan perumpamaan Allah sangat tepat, karena Allah Maha mengetahui
rahasia kekuatan serta kelemahan alam yang diciptakan-Nya. AllahAllah telah membuat banyak
perumpamaan untuk mendekatkan pemahaman pikiran manusia. Seperti laba-laba, nyamuk, lalat,
atom dan lain-lain. mereka yang merasa kasar karena tidak memiliki ilmu, maka perumpamaan ini
tidak ada tidak akan pernah di mengerti. Sama seperti orang musyrik yang tidak mau membuka
diri dan bahkan mengejek Perumpamaan-perumpamaan tersebut. Orang yang memiliki perasaan
kasae karena kurangnya pengetahuan tidak akan mampu memahami perumpamaan tersebut.
Sebaliknya seseorang mempunyai ilmu, semakin tinggi ilmunya maka ia semakin kagum ketika
melihat betapa kekuasaan Allah meliputi besar dan kecil (Abdul Malik Abdul Karim Abdullah
(HAMKA) 1982).

d. Tafsir Al-Qurthubi Mengenai QS. Al-Ankabut ayat 43

Perumpamaan-perumpamaan ini,” artinya Kami menjadikannya untuk manusia dan tidak


seorang pun memahaminya,” artinya mereka tidak memahaminya. atau kecuali orang-orang yang
mengenal Allah, sebagaimana Jabir meriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda:
“Orang yang berilmu adalah orang yang dapat memahami Allah SWT, kemudian menaati apa yang
diperintahkan-Nya dan menjauhi apa yang dimurkai oleh Allah’(Syaikh Imam 2009).

e. Analisis Q.S Al-Ankabut ayat 43 dan kaitannya dengan keutamaan orang berilmu
dan menuntut ilmu

Berdasarkan penjelasan Q.S Al-'Ankabut ayat 43 kaitannya dengan keutamaan orang


berilmu dan menuntut ilmu adalah betapa besarnya kebaikan yang akan didapatkan oleh orang
yang berilmu berupa pahala dan kebaikan-kebaikan yang banyak. Dan pahala akan terus menerus

11
mengalir kepadanya tanpa terputus selama ilmunya disampaikan oleh murid-muridnya dari
generasi ke generasi berikutnya, dan selama kitab-kitabnya dan tulisan-tulisannya dimanfaatkan
oleh para hamba di berbagai negeri (Abu Hurairoh).

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Q.S Al-Mujadalah ayat 11 berisi tentang mengajarkan kita untuk beriman dengan Ikhlas
dan berlapang dada serta patuh terhadap aturan Allah, serta dalam belajar dan
mengamalkan ilmu karena Allah akan meninggikan beberapa derajat untuk orang berilmu
baik di dunia ataupun di akhirat. Dalam konteks pendidikan (tarbawi).
2. Q.S Al-Fatir ayat 28 berisi tentang Menuntut ilmu adalah kewajiban dalam islam.
Keutamaan orang yang menuntut ilmu yaitu, akan ditinggikan derajatnya oleh Allah swt,
akan diberikan kebaikan di dunia maupun di akhirat, dimudahkan jalannya ke surga, dan
mendapatkan pahala yang kekal. Sedangkan orang yang tidak berilmu, mereka akan
menahan perihnya kebodohan, ceroboh dalam bertindak. Dan apabila orang yang berilmu
tetapi tidak mengamalkan ilmunya, maka itulah yang akan mendapatkan siksaan yang
paling berat di hari kiamat. Karena mereka adalah orang-orang yang mencari ilmu hanya
untuk pengetahuan, sementara mereka sibuk mementingkan diri sendiri, nafsunya, dan
keindahan dunia.

12
3. Q.S Al-Ankabut ayat 43 berisi tentang betapa besarnya kebaikan yang akan didapatkan
oleh orang yang berilmu berupa pahala dan kebaikan-kebaikan yang banyak. Dan pahala
akan terus menerus mengalir kepadanya tanpa terputus selama ilmunya disampaikan oleh
murid-muridnya dari generasi ke generasi berikutnya, dan selama kitab-kitabnya dan
tulisan-tulisannya dimanfaatkan oleh para hamba di berbagai negeri

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Malik Abdul Karim Abdullah (HAMKA) 1982

Al-Qurthubi, Syaikh Imam.2009.Tafsir Al-Qurthubi,Jakarta: Pustaka Azzam. Hal. 882

Safa’at, Tansah Pinayungan Konsep Menuntut Ilmu Menurut Ustaz Adi Hidayat Diss AIN 2020

Suryadi, Rudi Ahmad Dimensi-Dimensi Manusia Perspektif Pendidikan Islam Deepublish 2015

13

Anda mungkin juga menyukai