Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

TOKOH-TOKOH PERKEMBANGAN PSIKOLOGI

Dosen Pengampu : Selamat Pasaribu, M.Psi

Ditujukan Untuk Memenuhi UTS Dari Mata Kuliah Psikologi Umum

DISUSUN OLEH :

Nama : Nurul Handini 0306212106)

Kelas: PGMI-3/ Semester I

NIM : 0306212106

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulilllah, kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

hidayahnya, makalah ini dapat kami selesaikan. Salawat dan salam kepada nabi

Muhammad SAW, pembimbing umat menuju cahaya kebenaran illahi.

Adapun pembuatan makalah ini dimaksudkan untuk diajukan sebagai

syarat dalam Ujian Tengah Semester (UTS) Psikologi Umum di Universitas Islam

Negeri Sumatera Utara (UINSU) dan atas dasar itulah maka kami mengharapkan

semoga makalah ini bisa digunakan sebagaimana mestinya.

Mengingat isinya sangat penting sebagai bahan pembelajaran agar ter

capainya tujuan dalam menghadapi dan memecahkan masalah, baik masalah

individu ataupun masalah kelompok.

Mudah-mudahan makalah ini besar manfaatnya bagi para pembaca dan

khususnya bagi penulis menjadi amal yang sholeh yang bisa menghantarkan

kesuksesan dalam belajar.

Medan,26 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

JUDUL

KATA PENGANTAR..................................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

1. Latar Belakang.............................................................................................1

2. Rumusan Masalah.......................................................................................2

3. Tujuan........................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................3

1. Wilhelm Wundt (1832-1920)..........................................................................3

1.1 Biografi Wilhelm Wundt.........................................................................3

1.2 Psikologi Eksperimental........................................................................ 6

1.3 Metode psikologi eksperimental............................................................7

1.4 Pengaruh Wundt pada strukturalisme..................................................9

2. Erik Homburger Erikson.............................................................................9

2.1 Biografi Erik Homburger Erikson.........................................................9

2.2 Perkembangan Psikososial dan Ego..................................................11

2.3 Teori Perkembangan Psikososial Erikson..........................................12

2.4 Tahapan Perkembangan Psikososial..................................................12

2.5 Kelebihan Teori Erikson...................................................................... 16

ii
3. Alfred Adler (1870 – 1937)......................................................................... 17

3.1 Biografi Alfred Adler........................................................................... 17

3.2 Pemikiran Alfred Adler......................................................................... 18

3.3 Perjuangan ke arah Superioritas.........................................................19

3.4 Tujuan Akhir (final destination)........................................................... 20

3.5 Daya juang sebagai Kompensasi....................................................... 21

3.6 Persepsi subjektif................................................................................ 23

3.7 Finalisme Fiktif.................................................................................... 23

BAB III PENUTUP...................................................................................................25

A. Kesimpulan.................................................................................................25

B. Saran........................................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................27

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Ditinjau dari asal katanya, psikologi berasal dari kata psyche yang

berarti jiwa, dan Ligos yang berarti ilmu.Jadi secara istilah, psikologi

berarti ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang gejala gejala

kejiwaan. Tetapi dalam sejarah perkembangannya ,kemudian arti

psikologi menjadi ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Ini di

sebabkan karena jiwa yang mengandung arti yang abstrak itu sukar untuk

di pelajari secara objekti.Kecuali itu, keadaan jiwa seseorang melatar

belakangi timbulnya hampir setiap tingkah laku.Beragamnya pendapat

para ahli psikologi tentang pengertian dari psikologi,sehingga bisa di

simpulkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari

tingkah laku dan perbuatan individu dimana individu tersebut tidak dapat

di lepaskan dari lingkungannya.pada Zaman sebelum masehi, psikologi

sudah dipelajari orang dan banyak dihubungkan dengan filsafat para ahli

filsafat pada waktu itu sudah membicarakan tentang aspek-aspek

kejiwaan manusia.

Mempelajari ilmu psikologi tentu belum terasa lengkap tanpa

mengenal para tokoh yang menjadi pendiri atau yang mempelopori

berbagai teori psikologi yang digunakan saat ini. Selain itu demi

memenuhi banyak permintaan dari para pembaca, maka saya mencoba

untuk menguraikan riwayat singkat para tokoh psikologi dan hasil karya

mereka, dengan menyusun sebuah makalah yang berjudul Tokoh Tokoh

Psikologi Dan Teori Teori Yang Dikemukakanya

1
2. Rumusan Masalah

Beberapa rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini antara lain

sebagai berikut.

1. Siapa saja Tokoh Tokoh Psikologi?

2. Teori apa sajakah yang dikemukakan Tokoh Tokoh Psikologi tersebut?

3. Pelajaran apa saja yang dapat diambil dari pengalaman hidup mereka?

3. Tujuan

Beberapa tujuan dari penulisan makalah ini antara lain sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Tokoh tokoh Psikologi.

2. Untuk mengetahui teori teori Psikologi dan tokoh tokohnya.

3. Untuk mengetahui ilmu apa saja yang dapat dijadikan pelajaran

berdasarkan pengalaman hidup mereka.

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Wilhelm Wundt (1832 – 1920)

1.1 Biografi Wilhelm Wundt

Wilhelm Maximilian Wundt lahir pada 16 Agustus 1832 di distrik

Neckarau, yang terletak di pinggiran kota industri Mannheim (Jerman).

Namun, Wilhelm menghabiskan sebagian besar masa kecilnya di sebuah

kota bernama Heidelsheim, yang terletak di kota Bruchsal. Dia adalah

putra keempat dari pasangan yang dibentuk oleh pendeta Protestan

Maximilian Wundt (1787-1846) dan Maria Friedrerike née Arnold (1797-

1868).Baik di pihak ibu, seperti di pihak ayah, Wilhelm Wundt memiliki

kerabat intelektual, dokter, guru, psikolog, dll Ayahnya, di sisi lain, bukan

orang yang sangat sukses, seperti yang dinyatakan oleh Rieber (2001).

Wundt dibesarkan sebagai anak tunggal, karena dua kakak laki-lakinya

meninggal sebelum kelahirannya dan satu-satunya yang hidup, dikirim

untuk belajar dengan bibinya di gimnasium di Heidelberg, ketika Wilhelm

masih sangat kecil.Masa kecilnya cukup tenang. Dia tidak pernah

memiliki banyak teman seusianya, dia lebih suka ditemani orang dewasa

atau mengabdikan dirinya untuk membaca dan belajar. Ya, ia menjalin

persahabatan yang hebat dengan seorang pendeta yang memperoleh

ayahnya, Friedrich Müller, yang akan menjadi tutornya.Membaca adalah

hasratnya, lebih jauh didorong oleh perpustakaan ayahnya. Setelah

menghadiri sekolah Heidelsheim selama beberapa tahun, ia memasuki

gimnasium Bruchsal, di mana ia mengalami waktu yang sangat buruk,

menjadi kali pertama ia jauh dari keluarganya.

3
Setelah kehilangan tahun akademik itu, ia bertemu di rumah bibinya

dengan kakak laki-lakinya untuk menghadiri gym di Heildeberg.Kemudian,

pada tahun 1851 ia memasuki Universitas Tibunga, di mana akhirnya ke

Heildeberg di mana ia menerima gelar doktor di bidang kedokteran pada

tahun 1856. Selama masa kuliahnya, ia menghabiskan satu semester

belajar dengan ahli anatomi dan fisiologi Johannes Peter Müller dan

fisikawan dan fisiolog Emil-du Bois-Reymond. Pelatihan ini

memungkinkannya sebagai guru dan ia mulai mengajar fisiologi. Dari

1857 hingga 1864 ia diangkat sebagai profesor di Institut Fisiologi di

Heidelberg. Dua tahun kemudian, ahli fisiologi, psikolog dan fisikawan,

Hermann von Helmholtz akan menempati pos mengajar dan akan

menjadikan Wilhelm asistennya.Pada 1862 ia memberikan kuliah

pertamanya tentang psikologi dan pada 1864, Wundt mulai memberikan

kelas sebagai associate professor psikologi medis dan antropologi.

Namun, ketika Hermann von Helmhotz pergi ke Berlin pada tahun 1871,

Wilhelm diabaikan untuk menggantikannya. Antara 1873 dan 1874 ia

menerbitkan karyanya yang paling terkenal Grundzüge der

physiologischen Psychologie. Dalam buku ini Wundt mencoba

menyatukan fisiologi dan psikologi. Juga pada 1874 ia mulai mengajar

filsafat induktif di Universitas Zurich. Di sana ia hanya akan berolahraga

satu tahun, karena pada tahun 1875 ia akan menerima tawaran untuk

mengajar kelas filsafat di Leipzig. Ajarannya dimulai dengan panggilan

konferensi Logika dan Metode dengan Menghargai Metode Ilmu

Pengetahuan Alam (Logic dan Methodenlehre mit besonderer Rücksicht

auf die Methoden der Naturforschung).Leipzig sangat penting bagi

Wilhelm. Di jurusan filsafat adalah ketika dia bisa memberikan kebebasan

dalam pikirannya dan memperoleh lebih banyak pengetahuan. Hampir

4
semua temannya adalah pengikut Johann Friedrich Herbart.Di sana ia

akan mengetahui dan mendukung teori-teori tentang psikologi

eksperimental Ernst Heinrich Weber dan akan setuju dengan juga filsuf

dan psikolog Gustav Theodor Fechner (1801-1887). Yang terakhir

menjadi cikal bakal eksperimen psikologis yang dikembangkan oleh

Wundt. Tetapi, yang terpenting, Universitas Leipzig adalah salah satu

yang membuatnya terkenal ketika ia diizinkan untuk menginstal sebuah

laboratorium yang didedikasikan khusus untuk psikologi, Institute of

Experimental Psychology.Yayasan laboratorium menemaninya dengan

penerbitan jurnal psikologi pertama pada tahun 1881, Philososphiche

Studien, yang berisi hasil percobaan yang dilakukan. Di antara anggota

pertama laboratorium ini adalah Granville Stanley Hall (1844-1924), Max

Friedrich, James McKeen Cattell (1860-1944), Alfred Lehmann (1858-

1921), Hugo Münsterberg (1863-1916) dan Emil Kraeplin (1856-1921).

1926). Institut Psikologi Eksperimental memenangkan banyak

pengikutnya di kalangan mahasiswa, yang menawarkan untuk

membantunya dengan laboratorium dan yang mulai menyelidiki psikologi

eksperimental mengikuti pedomannya. Sebagai tandingan, institusi

universitas tidak secara resmi mengakui fasilitas laboratorium sebagai

bagian dari kampus hingga tahun 1883. Di Universitas Leipzig yang sama

akan menempati posisi Rektor dari tahun 1889 hingga tahun 1890.

Wilhelm Wundt adalah seorang psikolog, filsuf dan fisiolog

Jerman yang terkenal karena menciptakan laboratorium psikologi

eksperimental pertama pada tahun 1879 di Leipzig (Jerman), yang

dikenal sebagai Institute of Experimental Psychology ("Institut für

expertelle Psychologie"). Dia saat ini dianggap sebagai bapak psikologi

5
modern. Wundt juga merupakan pendahulu dari teori psikologi struktural

yang dikembangkan oleh Edward Bradford Titchener, eksponen besar

arus ini. Teori pengetahuan ini mencoba menganalisis pengalaman

individu sepanjang hidupnya, memahami ini sebagai jaringan elemen.

Dari pelatihan universitas, dokter, psikolog Jerman telah menjadi salah

satu tokoh paling penting pada paruh kedua abad XIX dan permulaan XX

di bidang psikologi.

Arti pentingnya terletak pada fakta bahwa itu adalah yang pertama kali

menyelidiki perilaku manusia secara ilmiah. Untuk ini ia mengikuti jejak

Ernst Heinrich Weber (1795-1878), yang ia selalu sebut sebagai "bapak

psikologi".Pikiran dan cara bertindak individu sudah menjadi objek

pengetahuan para filsuf atau psikoanalis lain, perbedaannya adalah

dalam metode yang digunakan. Sementara pemikir lain fokus pada

abstraksi pemikiran atau penyimpangan, Wundt menggabungkan metode

ilmiah dan sistematis untuk disiplin ini..Wilhelm Wundt memiliki karir yang

sangat produktif dan menjadikan Leipzig sebagai referensi dunia dalam

bidang psikologi. Untuk semua ini, ia menerima beberapa penghargaan

seperti Hadiah Pour le Merité untuk Sains dan Seni atau gelar doktor

kehormatan di Universitas Leipzig dan Göttingen. Dia juga ditunjuk

sebagai anggota kehormatan dari 12 lembaga ilmiah baik di Jerman

maupun di luar negeri.

1.2 Psikologi Eksperimental

Wundt dianggap sebagai bapak psikologi modern, dan bahkan oleh

beberapa orang, bapak psikologi pada umumnya. Dia adalah orang

pertama yang memisahkan psikologi sebagai disiplin ilmiahnya

6
sendiri, terpisah dari disiplin ilmu lain seperti filsafat atau fisiologi.

Psikolog Jerman mengesampingkan spekulasi dan memformalkan

psikologi sebagai ilmu, dengan metode eksperimental yang

disesuaikan dengan kebutuhannya. Inilah yang disebut psikologi

eksperimental.Sebagaimana didirikan oleh Wilhelm Wundt dalam

Prinsip Psikologi Fisiologis, psikologi eksperimental harus disebut

"psikologi yang menerima bantuan dari fisiologi dalam penjabaran

metode eksperimental".Dia memahami bahwa hidup dalam arti luas

"harus mencakup baik proses organisme fisik maupun proses

kesadaran." Oleh karena itu, sama seperti fisiologi mempelajari

manifestasi eksternal tubuh dan gejala psikosomatik, dengan bantuan

psikis, untuk psikologi mungkin berguna untuk mengetahui reaksi

fisiologis..Bagi Wundt, satu-satunya objek penelitian adalah

pengalaman batin yang dirasakan oleh individu. Menjadi sangat

berbeda dari objek studi fisiologi, perlu untuk melengkapi metode

ilmiah dengan karakteristik murni disiplin psikologis. Metode ilmiah

dilengkapi dengan prosedur pengamatan internal, yang tidak seperti

pemikir kuno lainnya, tidak didasarkan pada spekulasi, tetapi pada

ilmu eksperimental.

1.3 Metode psikologi eksperimental

Menurut Kurt Danzinger dalam artikelnya Sejarah Introspeksi

Dipertimbangkan, diterbitkan pada Jurnal Sejarah Ilmu Behavorial, Ada

beberapa ambiguitas dengan metode Wilhelm Wundt yang dapat

menyebabkan kebingungan.

7
Pada bagian ini, saya mencoba menjelaskan proposal Wilhelm Wundt

dan bagaimana itu berbeda dari proses introspektif pikiran lainnya, seperti

yang diusulkan oleh para filsuf seperti Plato dan Aristoteles.Wundt, ketika

menjelaskan metodenya membedakan antara pengamatan "diri"

(Selbstbeobachtung) dan persepsi internal (innere Wahrnehmung).

Perbedaan ini telah hilang dengan terjemahan dari bahasa Jerman ke

bahasa Inggris dari karya-karya psikolog Jerman. Secara umum, itu

cenderung disebut metode psikologi eksperimental yang diusulkan Wundt

sebagai introspeksi, sesuatu yang menimbulkan kebingungan, karena

filsuf dan psikolog sangat kritis dengan cara mengetahui pikiran ini.Kritik

utama yang dibuat Wundt terhadap metode pengamatan internal individu

ini adalah sedikit obyektivitas pengamat, karena jarak yang langka

sehubungan dengan pengalaman yang dapat dianalisis..Oleh karena itu,

Wilhelm Wundt berfokus pada aspek yang terukur atau perilaku reguler

yang diberikan ketika menganalisis pengalaman internal. Di satu sisi, ia

mensistematisasikan persepsi internal itu. Dapat dikatakan bahwa, dalam

beberapa hal, ini adalah metode naturalistik, karena ia menyalin aspek-

aspek cara mengetahui ilmu-ilmu alam. Tentu saja, selalu memperhatikan

aspek disiplin psikologis.Untuk alasan ini, pengamat atau individu yang

mengalami persepsi internal harus dilatih sebelumnya. Dengan cara ini,

Anda terhindar dari jatuh ke subjektivitas.Selain itu, introspeksi semacam

ini, sehingga menyerupai metode pengetahuan ilmu-ilmu eksternal, harus

dikombinasikan kemudian dengan pengamatan dan narasi pengalaman

"asli" untuk menghindari proses refleksi dari hati nurani yang dapat

mengubah persepsi yang pertama kali diperoleh dan dianggap sebagai

tujuan.Akhirnya, Wundt menambahkan elemen lain yang memberikan

objektivitas pada metode ini seperti waktu reaksi dan asosiasi kata.

8
1.4 Pengaruh Wundt pada strukturalisme

Meskipun Wilhelm Wundt adalah bagian dari teori voluntarisme, memiliki

pengaruh besar pada penyesuaian strukturalisme.Voluntarisme adalah

doktrin filosofis dan psikologis saat ini atau yang menetapkan kehendak

sebagai prinsip yang mengatur pikiran. Dengan pemasangan

laboratorium psikologi eksperimental di Leipzig, Wundt merekrut sejumlah

besar murid, termasuk Edward Titchener. Yang terakhir dikenal untuk

mentransfer pengetahuan yang diperoleh dengan Wilhelm Wundt dan

psikologi eksperimental ke Amerika Serikat. Dari pengetahuan ini,

sekolah strukturalisme muncul. Arus ini disebut demikian karena

mengandung pengalaman sebagai seperangkat elemen yang saling

terkait, seperti struktur. Untuk Titchener, psikologi bertanggung jawab

untuk mempelajari kesadaran atau pengalaman sadar, seperti untuk

Wundt.Untuk bahasa Inggris, kesadaran dibagi menjadi tiga elemen:

sensasi fisik, perasaan dan gambar. Seperti sebagian besar eksperimen

yang ia lakukan di Leipzig dengan psikolog Wilhelm Wundt dengan siapa

ia menganalisis, di atas segalanya, sensasi, gambar visual, dll.. Edward

B. Tichtener juga mengadopsi metode yang digunakan oleh Wilhelm

Wundt untuk psikologi eksperimental; Introspeksi dan analisis diri oleh

pengamat terlatih.

2. Erik Homburger Erikson

2.1 Biografi Erik Homburger Erikson

Erik Homburger Erikson yang terlahir dengan nama Erik Salomonsen ( 15

Juni 1902 – 12 Mei 1994) adalah seorang pakar psikologi perkembangan

dan psikoanalis berkebangsaan Jerman, dikenal akan teorinya akan

9
perkembangan psikososial manusia.Erikson terlahir sebagai seorang anak

keturunan ayah Jerman dan ibu Yahudi, akan tetapi dia hanya mengenal

ayah tirinya yang juga Yahudi. Sehingga ketika kecil ia selalu diejek karena

menjadi satu – satunya anak berambut pirang dan bermata biru diantara

lingkungan Yahudi, sementara di lingkungan sekolah yang lebih umum ia

justru selalu diejek sebagai seorang Yahudi. Selama hidupnya ia selalu

berada dalam kebimbangan tentang identitas dirinya sampai memutuskan

untuk mengganti nama. Erikson adalah nama buatannya sendiri yang ia

tetapkan untuk menentukan identitas pribadinya. Ketika sedang mengajar

seni di sebuah sekolah di Wina, ia mendapati sekolah tersebut

mempraktekkan teori psikoanalisis dibawah pengawasan oleh putri dari

Sigmund Freud yaitu Anna Freud. Anna melihat kepedulian Erikson kepada

anak – anak, lalu menyarankan agar Erikson mempelajari psikoanalisis

di Institut Psikoanalisis Wina. Disana dengan pengajaran para ahli, Erikson

mempelajari spesialisasi tentang analisa psikologi pada anak – anak dan

mempelajari metode Montessori dalam pendidikan yang menfokuskan

pada perkembangan anak dan tingkatan seksualnya.

Pada tahun 1933, Erikson dan keluarganya pindah ke Amerika Serikat

menjadi ahli psikoanalis anak pertama di Boston. Ia mulai memperdalam

ketertarikannya pada psikoanalis dan mengembangkan hubungan antara

psikologi dan antropologi. Penelitian – penelitian yang ia lakukan kelak

menjadi dasar dari Teori Psikososial Erikson yang terkenal tersebut. Pada

tahun 1950 ia menerbitkan sebuah buku berjudul Childhood and Society.

Erikson kemudian melanjutkan penelitiannya pada anak – anak dan anak

muda, ia mengembangkan suatu konsep bahwa terjadinya krisis perasaan

dan identitas tidak bisa diacuhkan pada masa remaja. Ia masih menulis

buku dan kembali mengajar di Harvard sampai pensiun pada tahun 1970.

1
2.2 Perkembangan Psikososial dan Ego

Teori dari Erikson tentang perkembangan manusia dikenal dengan istilah

perkembangan psikososial. Teori psikososial Erikson ini merupakan salah

satu teori terbaik mengenai kepribadian yang ada dalam psikologi. Seperti

Sigmund Freud, Erikson juga mempercayai bahwa kepribadian seseorang

akan berkembang melalui beberapa tingkatan tertentu.

Salah satu elemen yang penting dari tingkatan psikososial Erikson adalah

perkembangan mengenai persamaan ego, suatu perasaan sadar yang kita

kembangkan melalui proses interaksi sosial. Perkembangan ego akan

selalu berubah berdasarkan pengalaman dan informasi baru yang

didapatkan seseorang sebagai hasil dari interaksinya dengan orang lain.

Ego yang sempurna menurut Erikson adalah yang mengandung tiga aspek

utama yaitu

Faktualitas – Yaitu kumpuan fakta dan data yang dapat diverifikasi

dengan metode kerja yang digunakan, sebagai hasil dari interaksi dengan

lingkungan.

Universalitas – Berkaitan dengan kesadaran akan kenyataan atau sense

of reality, menggabungkan hal yang praktis dan konkrit dengan pandangan

mengenai seluruh semesta.

Aktualitas – Yaitu suatu cara untuk memperkuat hubungan dengan orang

lain agar mencapai tujuan bersama.

Erikson juga mempercayai bahwa kemampuan untuk memotivasi sikap dan

perbuatan seseorang dapat memicu suatu perkembangan menjadi positif,

hal inilah yang kemudian mendasari penyebutan teorinya sebagai Teori

Perkembangan Psikososial.

1
2.3 Teori Perkembangan Psikososial Erikson

Dasar dari teori Erikson adalah sebuah konsep yang mempunyai tingkatan.

Ada delapan tingkatan yang menjadi bagian dari teori psikososial Erikson,

yang akan dilalui oleh manusia. Setiap manusia dapat naik ke tingkat

berikutnya walaupun tidak sepenuhnya tuntas mengalami perkembangan

pada tingkat sebelumnya.

Setiap tingkatan dalam teori Erikson berhubungan dengan semua bidang

kehidupan yang artinya jika setiap tingkatan itu tertangani dengan baik oleh

manusia, maka individu tersebut akan merasa pandai. Sebaliknya jika

tingkatan – tingkatan tersebut tidak tertangani dengan baik, akan muncul

perasaan tidak selaras pada orang tersebut.

Erikson percaya bahwa dalam setiap tingkat, seseorang akan mengalami

konflik atau krisis yang akan menjadi titik balik dalam setiap

perkembangannya. Menurut pendapatnya, konflik – konflik ini berpusat

pada perkembangan kualitas psikologi atau kegagalan dalam

pengembangan kualitas tersebut. Selama masa ini, potensi pertumbuhan

pribadi meningkat sejalan dengan potensi kegagalannya pula.

2.4 Tahapan Perkembangan Psikososial

Teori psikososial Erikson berkaitan dengan prinsip – prinsip dari

perkembangan secara psikologi dan sosial, dan merupakan bentuk

pengembangan dari teori psikoseksual dari Sigmund Freud. Delapan

tahapan yang dibuat oleh Erikson yaitu:

1. Trust vs Mistrust ( Percaya & Tidak Percaya, 0-18 bulan)

1
Karena ketergantungannya, hal pertama yang akan dipelajari seorang anak

atau bayi dari lingkungannya adalah rasa percaya pada orang di

sekitarnya, terutama pada ibu atau pengasuhnya yang selalu bersama

setiap hari. Jika kebutuhan anak cukup dipenuhi oleh sang ibu atau

pengasuh seperti makanan dan kasih sayang maka anak akan merasakan

keamanan dan kepercayaan.

Akan tetapi, jika ibu atau pengasuh tidak dapat merespon kebutuhan si

anak, maka anak bisa menjadi seorang yang selalu merasa tidak aman dan

tidak bisa mempercayai orang lain, menjadi seorang yang selalu skeptis

dan menghindari hubungan yang berdasarkan saling percaya sepanjang

hidupnya.

2. Otonomi vs Malu dan Ragu – ragu (Autonomy vs Shame and Doubt,

18 bulan – 3 tahun)

Kemampuan anak untuk melakukan beberapa hal pada tahap ini sudah

mulai berkembang, seperti makan sendiri, berjalan, dan berbicara.

Kepercayaan yang diberikan orang tua untuk memberikannya kesempatan

bereksplorasi sendiri dengan dibawah bimbingan akan dapat membentuk

anak menjadi pribadi yang mandiri serta percaya diri.Sebaliknya, orang tua

yang terlalu membatasi dan bersikap keras kepada anak, dapat

membentuk sang anak berkembang menjadi pribadi yang pemalu dan tidak

memiliki rasa percaya diri, dan juga kurang mandiri. Anak dapat menjadi

lemah dan tidak kompeten sehingga selalu merasa malu dan ragu – ragu

terhadap kemampuan dirinya sendiri.

3. Initiative vs Guilt (Inisiatif vs Rasa Bersalah, 3 – 6 tahun)

1
Anak usia prasekolah sudah mulai mematangkan beberapa

kemampuannya yang lain seperti motorik dan kemampuan berbahasa,

mampu mengeksplorasi lingkungannya secara fisik maupun sosial

dan mengembangkan inisiatif untuk mulai bertindak.

Apabila orang tua selalu memberikan hukuman untuk dorongan inisiatif

anak, akibatnya anak dapat selalu merasa bersalah tentang dorongan

alaminya untuk mengambil tindakan. Namun, inisiatif yang berlebihan juga

tidak dapat dibenarkan karena anak tidak akan memedulikan bimbingan

orang tua kepadanya. Sebaliknya, jika anak memiliki inisiatif yang terlalu

sedikit, maka ia dapat mengembangkan rasa ketidak pedulian.

4. Industry vs Inferiority ( Tekun vs Rasa Rendah Diri, 6-12 tahun)

Anak yang sudah terlibat aktif dalam interaksi sosial akan mulai

mengembangkan suatu perasaan bangga terhadap identitasnya.

Kemampuan akademik anak yang sudah memasuki usia sekolah akan

mulai berkembang dan juga kemampuan sosialnya untuk berinteraksi di

luar keluarga.

Dukungan dari orang tua dan gurunya akan membangun perasaan

kompeten serta percaya diri, dan pencapaian sebelumnya akan memotivasi

anak untuk mencapai pengalaman baru. Sebaliknya kegagalan untuk

memperoleh prestasi penting dan kurangnya dukungan dari guru dan orang

tua dapat membuat anak menjadi rendah diri, merasa tidak kompeten dan

tidak produktif.

5. Identity vs Role Confusion ( Identitas vs Kebingungan Peran, 12-18

tahun)

1
Pada tahap ini seorang anak remaja akan mencoba banyak hal untuk

mengetahui jati diri mereka sebenarnya, dan biasanya anak akan mencari

teman yang memiliki kesamaan dengan dirinya untuk melewati hal

tersebut.Jika anak dapat menjalani be rbagai peran baru dengan positif dan

dukungan orang tua, maka identitas yang positif juga akan tercapai. Akan

tetapi jika anak kurang mendapat bimbingan dan mendapat banyak

penolakan dari orang tua terkait berbagai peranannya, maka ia bisa jadi

akan mengalami kebingungan identitas serta ketidak yakinan terhadap

hasrat serta kepercayaan dirinya.

6. Intimacy vs Isolation ( Keintiman vs Isolasi, 18-35 tahun)

Tahap pertama dalam perkembangan kedewasaan ini biasanya terjadi

pada masa dewasa muda, yaitu merupakan tahap ketika seseorang

merasa siap membangun hubungan yang dekat dan intim dengan orang

lain. Jika sukses membangun hubungan yang erat, seseorang akan

mampu merasakan cinta serta kasih sayang.Pribadi yang memiliki identitas

personal kuat sangat penting untuk dapat menembangkan hubungan yang

sehat. Sementara kegagalan menjalin hubungan bisa membuat seseorang

merasakan jarak dan terasing dari orang lain.

7. Generativity vs Stagnation ( Bangkit vs Stagnan, 35-64 tahun)

Ini adalah tahap kedua perkembangan kedewasaan. Normalnya seseorang

sudah mapan dalam kehidupannya. Kemajuan karir atau rumah tangga

yang telah dicapai memberikan seseorang perasaan untuk memiliki suatu

tujuan. Namun jika seseorang merasa tidak nyaman dengan alur

kehidupannya, maka biasanya akan muncul penyesalan akan apa yang

telah dilakukan di masa lalu dan merasa hidupnya mengalami stagnasi.

1
8. Integrity vs Despair (Integritas vs Keputusasaan, 65 tahun keatas)

Pada fase ini seseorang akan mengalami penglihatan kembali atau flash

back tentang alur kehidupannya yang telah dijalani. Juga berusaha untuk

mengatasi berbagai permasalahan yang sebelumnya tidak terselesaikan.

Jika berhasil melewati tahap ini, maka seseorang akan mendapatkan

kebijaksanaan, namun jika gagal mereka bisa menjadi putus asa.

2.5 Kelebihan Teori Erikson

Sebenarnya teori dari Erikson adalah pengembangan dari teori Freud.

Banyak orang yang lebih memilih teori Erikson daripada teori Freud karena

Erikson mencakup seluruh masa dan tahapan kanak – kanak hingga lanjut

usia sementara Freud hanya sebagian diantaranya yaitu sampai masa

remaja.Dan juga karena banyak orang tidak percaya bahwa manusia

hanya didominasi oleh naluri seksual mereka seperti yang dinyatakan

Freud. Erikson menangkap banyak masalah utama dalam kehidupan yang

menjadi dasar pembentukan teori psikososisalnya tersebut. Teori

psikososial Erikson dianggap lebih realistis karena membawa aspek

kehidupan seperti sosial dan budaya. Setiap teori tentu memiliki kelebihan

dan kekurangannya sendiri, namun teori psikososial Erikson telah

mendasari banyak metode pendidikan dan pengasuhan terhadap anak –

anak usia dini. Para orang tua pun dapat mendasarkan pola pengasuhan

mereka kepada teori ini jika menginginkan anak terbentuk dengan baik dan

memiliki kepribadian serta karakter yang positif.

3. Alfred Adler (1870 – 1937)

3.1 Biografi Alfred Adler

1
Alfred Adler lahir di Wina dari keluarga kelas menengah, dan meninggal

di Aberdeen Skotlandia saat menjadi pembicara keliling untuk

menyebarkan teorinya. Sejak kecil ia bercita-cita menjadi seorang

dokter. Ia termotivasi oleh kematian adiknya serta kondisi kesehatan

masa kecilnya yang buruk. Ia meraih gelar dokter pada tahun 1895 dari

Universitas Wina. Setelah itu, ia mengambil program pascasarjana

bidang ophthalmologi dan membuka praktek sebagai dokter mata.

Namun akhirnya ia lebih tertarik untuk menjadi dokter umum dan

psikiater.

Adler menikah dengan wanita Rusia yang sangat independen, Raissa

Epstein, pada Desember 1897. Raissa adalah seorang feminis yang

mengembangkan pandangan Marxist-Leninist yang cukup berbeda

dengan pandangan Adler tentang kebebasan dan tanggung jawab

individual. Mereka dikaruniai 4 orang anak; Alexandra, Kurt, Valentine,

dan Cornelia. Pada mulanya Adler bergabung dengan Vienna

Psychoanalytic Society (yang dibentuk oleh Freud) walaupun dia tidak

selalu sepaham dengan teori dan pandangan Freud, terutama

mengenai kecenderungan seksual dari psikoanalisis. Ia berpendapat

bahwa dorongan untuk superioritas lebih sesuai sebagai motivasi dasar

daripada seksualitas. Berbeda dengan Freud yang mendasarkan

teorinya pada seksualitas, Adler lebih tertarik pada minat sosial. Karena

sering selisih pendapat, akhirnya ia mendirikan satu organisasi Society

for Individual Psychology, sebagai indikasi bahwa dirinya telah

sepenuhnya keluar dari psikoanalisis. Setelah Perang Dunia I, ia

melakukan eksperimen di dunia pendidikan untuk memperbaiki

1
teorinya. Ia melakukan eksperimen di bidang pengajaran, pelatihan

guru serta mendirikan klinik bimbingan anak.

Pada tahun 1935 ia menetap di Amerika Serikat di mana ia

meneruskan prakteknya sebagai psikiater dan menjadi profesor

psikologi medis. Di negara ini, ia juga mendapatkan kesempatan untuk

mengajar Psikologi Individual di beberapa Universitas. Berbeda dengan

Freud yang tidak menyukai Amerika, Adler justru mengagumi

optimisme dan keterbukaan yang ditunjukkan masyarakat negara

tersebut. Namun Raissa, istrinya, tidak memiliki kecintaan yang sama

terhadap Amerika. Ia lebih memilih untuk tinggal di Wina sampai

menjelang kematian Adler.

Tahun 1937, ia sangat aktif menjadi pembicara keliling di Belanda.

Walaupun mulai merasakan nyeri dada dan disarankan oleh dokter

untuk beristirahat, Adler tetap bersikeras ke Aberdeen Skotlandia dan

akhirnya pada tanggal 28 Mei 1937, ia meninggal dunia akibat

serangan jantung. Mendengar kabar kematian lawannya, Freud berujar

dengan nada menyindir bahwa kematian Adler di Aberdeen

menunjukkan bahwa karirnya tidak dikenal dan hal tersebut akibat dari

penolakannya terhadap teori psikoanalisis.

3.2 Pemikiran Alfred Adler

Alfred Adler tidak begitu terkenal dibandingkan dengan Freud dan Carl

Jung meskipun teorinya berpengaruh besar terhadap teoritikus-

teoritikus selanjutnya seperti Harry Stack Sullivan, Karen Horney, Julian

Rotter, Abraham H. Maslow, Carl Rogers, Albert Ellis, Rollo May, dan

1
yang lainnya. Ada tiga hal yang menyebabkan hal ini, yaitu: pertama,

Adler tidak mendirikan organisasi yang dijalankan dengan kuat untuk

mengabadikan teorinya. Kedua, Adler bukan seorang penulis yang

berbakat dan sebagain besar bukunya merupakan kumpulan bahan

pengajaran Adler yang tersebar yang dikumpulkan oleh beberapa

editor. Ketiga, banyak dari pandangan Adler tergabung dalam karya

teoritikus selanjutnya, seperti Maslow, Rogers, dan Ellis sehingga

pandangan-pandangan itu tidak lagi diasosiasikan dengan nama Adler.

Teori-terori Adler mengenai manusia disusun dengan sederhana. Bagi

Adler manusia lahir dengan tubuh yang lemah dan inferior. Kondisi

inferior ini menjadikan seseorang menggantungkan diri pada orang lain.

Perasaan ketergantungan ini mendorong seseorang untuk menyatu

dengan orang lain (minat sosial). Adler menyebutkan bahwa sifat

menyatu dengan orang lain (minat sosial) adalah sifat manusia. Berikut

ini adalah prinsip-prinsip utama dalam teori Adler.

3.3 Perjuangan ke arah Superioritas

Prinsip pertama dari teori Adlerian adalah kekuatan dinamis dibalik

perilaku manusia adalah perjuangan untuk meraih keberhasilan atau

superioritas. Adler menggambarkan manusia sebagai individu yang

berjuang untuk meraih kesempurnaan atau superioritas. Psikologi

individual mengajarkan bahwa setiap orang memulai hidup dengan

kelemahan fisik yang memunculkan perasaan inferior, yaitu perasaan

yang memotivasi seseorang untuk berjuang demi meraih superioritas

atau keberhasilan. Perjuangan ke arah superioritas adalah perjuangan

yang bersifat bawaan. Ia adalah bagian dari hidup dan bahkan hidup itu

1
sendiri. Dari lahir sampai mati perjuangan ke arah superioritas itu

membawa setiap individu dari satu tahap perkembangan ke tahap-

tahap perkembangan berikutnya yang lebih tinggi. Adler menyebutkan

bahwa dorongan ke arah superioritas itu dapat menjelma dengan

bermacam-macam cara yang berbeda-beda, dan setiap individu

memiliki cara masing-masing untuk mencapai kesempurnaan. Individu

yang tidak sehat secara psikologis (neurotik) akan berjuang untuk

superiotitas pribadi (memperjuangkan tujuan-tujuan egoistik),

sedangkan individu yang sehat secara psikologis (normal) mencari

keberhasilan untuk semua umat manusia (bersifat sosial).

Dalam pemikiran Adler, terdapat tiga tahap tentang tujuan akhir (final)

manusia, yakni: menjadi agresif (agresi), menjadi berkuasa (masculine

protest), dan menjadi superior (berjuang untuk meraih superioritas).

Superioritas yang dimaksudkan oleh Adler adalah perjuangan ke arah

kesempurnaan, itu merupakan “dorongan kuat ke atas”.

3.4 Tujuan Akhir (final destination)

Menurut Adler, manusia berjuang demi sebuah tujuan akhir, entah itu

superioritas pribadi atau keberhasilan untuk semua umat manusia.

Tujuan akhir ini semata-mata bersifat fiktif, yang tidak ada bentuk

objektifnya. Namun demikian, tujuan akhir memiliki makna yang besar

karena mempersatukan kepribadian dan membuat semua perilaku

dapat dipahami. Setiap individu memiliki kekuatan untuk menciptakan

sebuah tujuan fiksional. Tujuan ini tidak ditentukan oleh faktor genetik

dan lingkungan. Ia lebih sebagai produk dari daya kreatif (creative

power), yaitu kemampuan manusia untuk secara bebas membentuk

2
perilakunya dan menciptakan kepribadian mereka sendiri. Anak-anak

yang berusia empat atau lima tahun memiliki daya kreatif yang telah

terbentuk sampai pada titik di mana mereka bisa menetapkan tujuan

akhir mereka. Tujuan akhir dari individu adalah mengurangi rasa sakit

akibat perasaan inferior dan mengarahkan individu tersebut kepada

superioritas atau keberhasilan. Di dalam prinsip ini, Adler mereduksi

semua motivasi menjadi satu dorongan tunggal-berjuang untuk meraih

keberhasilan atau superioritas. Superioritas bukan pengkotakan sosial,

kepemimpinan, atau kedudukan yang tinggi di dalam masyarakat, tetapi

perjuangan ke arah kesempurnaan.

3.5 Daya juang sebagai Kompensasi

Manusia berjuang untuk meraih superioritas sebagai cara untuk

menggantikan perasaan inferior. Adler percaya bahwa semua manusia

yang baru lahir dikaruniai tubuh yang kecil, lemah, dan inferior.

Kelemahan fisik manusia itu memicu perasaan inferior. Manusia secara

terus menerus oleh kebutuhan untuk mengatasi perasaan inferior dan

didorong oleh keinginan untuk menjadi sempurna. Daya juang manusia

merupakan bawaan, tetapi sifat dan arahnya ditentukan oleh perasaan

inferior dan tujuan untuk meraih kesempurnaan. Tanpa daya bawaan

untuk menuju kesempurnaan, anak-anak tidak akan pernah merasa

inferior. Akan tetapi, tanpa perasaan inferior, mereka tidak akan pernah

menetapkan tujuan untuk meraih superioritas. Tujuan untuk meraih

superioritas itu ditetapkan sebagai kompensasi perasaan inferior, di

mana perasaan itu tidak akan muncul bila seorang anak tidak memiliki

kecenderungan dasar untuk menjadi utuh.

2
Ketika lahir, setiap individu berpotensi memiliki daya juang, tetapi belum

benar-benar memilikinya. Untuk itu, setiap individu harus

mengembangkannya dengan cara masing-masing. Pada usia empat

atau lima tahun, anak-anak memulai proses ini dengan menetapkan

sebuah arah bagi daya juang dengan membuat sebuah tujuan, baik

untuk superioritas pribadi ataupun keberhasilan social. Tujuan ini

memberikan panduan untuk memotivasi, membentuk perkembangan

psikologis, dan memberikannya sasaran. Tujuan bisa berbentuk apa

saja dan tidak harus berbentuk gambaran yang sama dengan

kelemahan individu. Misalnya seorang yang memiliki tubuh yang lemah

tidak harus menjadi seorang atlet yang tegap dan kuat, tetapi ia bisa

menjadi seorang seniman, aktor dan penulis.

Adler memperkenalkan dua cara utama untuk berjuang, yaitu: pertama,

usaha yang secara sosial tidak produktif untuk meraih superioritas

pribadi. Beberapa individu berjuang meraih superioritas dengan sedikit

atau tanpa memperhatikan orang lain. Mereka memiliki tujuan yang

bersifat personal dan usaha mereka ini dimotivasi sebagian besar oleh

perasaan inferior yang berlebihan atau munculnya inferiority complex.

Misalkan, pembunuh, pencuri dan penipu, mereka individu-individu

yang berjuang untuk keuntungan pribadi. Kedua, mencakup minat

sosial dan ditujukan untuk keberhasilanatau kesempurnaan setiap

orang. Adler menyebutkan bahwa orang yang sehat secara psikologis

(normal) adalah mereka yang dimotivasi oleh minat sosial dan

keberhasilan untuk semua umat manusia . Individu-individu yang sehat

memiliki kepedulian dengan tujuan-tujuan yang melebihi diri mereka,

mampu untuk menolong orang lain tanpa menuntut imbalan, mampu

2
melihat orang lain tidak sebagai lawan, tetapi sebagai manusia yang

dapat diajak bekerja sama untuk kepentingan sosial. Bagi Adler,

individu-individu yang normal memili pandangan bahwa kemajuan

sosial lebih penting daripada kebanggan pribadi .

3.6 Persepsi subjektif

Prinsip Adler yang kedua adalah persepsi subjektif seseorang

membentuk perilaku dan kepribadian mereka. Manusia berjuang meraih

kesempurnaan untuk menggantikan perasaan inferior. Namun, sikap

juang manusia tidak ditentuk oleh kenyataan, namun oleh persepsi

subjektif manusia akan kenyataan, yaitu oleh fiksi manusia, atau

harapan masa depan.

3.7 Finalisme Fiktif

Adler sangat dipengaruhi oleh filsafat Hans Vaihinger, dimana

gagasannya cukup memikat banyak orang. Vaihinger meilihat bahwa

manusia hidup dengan banyak cita-cita yang semata-mata bersifat fiktif,

yang tidak mempunyai padanannya di dalam kenyataan. Pandangan

Vaihinger ini digunakan oleh Adler untuk menangkis pemikiran Freud

yang menekankan bahwa faktor-faktor konstitusi dan pengalaman-

pengalaman selama awal masa kanak-kanak sangat menentukan

kepribadian seseorang. Adler menyebutkan bahwa manusia itu lebih

dimotivasikan oleh harapan-harapannya tentang masa depan daripada

pengalaman masa lampaunya. Fiksi manusia yang paling penting

adalah tujuan meraih superioritas atau keberhasilan, tujuan yang

diciptakan di awal kehidupan. Tujuan akhir yang fiksional ini menuntun

2
gaya hidup manusia. Contoh sebuah fiksi adalah “pria lebih superior

dibandingkan wanita”. Meskipun pernyataan ini fiksi, tetapi banyak

orang bertindak seolah-olah hal ini nyata. Contoh lain, manusia yang

percaya akan Tuhan Yang Maha Kuasa yang memberi imbalan kepada

yang berbuat baik dan menghukum yang berbuat jahat. Kepercayaan

ini menuntun kehidupan banyak orang dan membantu mereka dalam

pembentukan tindakan-tindakan mereka .

Adler melihat motivasi sebagai persoalan bagaimana melangkah ke

masa depan. Manusia diarahkan menuju tujuan, harapan dan cita-cita.

Hal inilah yang disebut Adler sebagai Teologi[7]. Teologi adalah

penjelasan tentang perilaku dalam pengertian tujuan dan sasaran akhir.

Hal ini berlawan dengan kausalitas, yang melihat perilaku sebagai hal

yang tumbuh dari sebab spesifik. Teologi biasanya berorientasi kapada

masa depan, sedangkan kausalitas berhubungan dengan pengalaman

masa lalu yang menghasilkan pengaruh di masa sekarang. Adler

menggunakan pendekatan teologis di mana manusia dimotivasi oleh

persepsi mereka pada saat ini tentang masa depan.

2
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Diantara tokoh tokoh ilmu Psikologi yang terkemuka adalah :

Wilhelm Wundt (1832 – 1920) Wilhelm Wundt dilahirkan di

Neckarau pada tanggal 18 Agustus 1832 dan wafat di Leipzig pada

tanggal 31 Agustus 1920. Wilhelm Wundt seringkali dianggap sebagai

bapak psikologi modern berkat jasanya mendirikan laboratorium psikologi

pertama kali di Leipzig

Erik Homburger Erikson Erik Homburger Erikson dilahirkan di

Frankfurt, Jerman, pada tahun 1902. Ayahnya adalah seorang keturunan

Denmark dan Ibunya seorang Yahudi. Erikson belajar psikologi pada

Anna Freud (putri dari Sigmund Freud)di Vienna Psycholoanalytic

Institute selama kurun waktu tahun 1927-1933.Pada tahun 1933 Erikson

pindah ke Denmark dan disana ia mendirikan pusat pelatihan

psikoanalisa (psychoanalytic training center). Erik Erikson sangat dikenal

dengan tulisan-tulisannya di bidang psikologi anak

Alfred Adler Alfred Adler dilahirkan pada tanggal 7 Pebruari 1870

di Viena (Austria) dan wafat pada tanggal 28 Mei 1937 di Aberdeen

(Skotlandia). Pada tahun 1907,Adler menulis sebuah paper berjudul

“Organ Inferiority” yang menjadi pemicu rusaknya hubungan Freud

dengan Adler. Dalam tulisan tersebut Adler mengatakan bahwa setiap

manusia pada dasarnya mempunyai kelemahan organis.

2
B. Saran

Pentingnya memahami tokoh-tokoh Psikologi, dalam artian mengetahui

lebih dalam setiap Biografi dan pengelaman mereka untuk dijadikan

pembelajaran, Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang

kejiwaan, berbicara tentang jiwa terlebih dahulu kita harus dapat

membedakan nyawa dengan jiwa. Nyawa adalah Daya jasmaniah yang

adanya tergantung pada hidup jasmani dan menimbulkan perbuatan

badaniah organik behavior,yaitu perbuatan yang ditimbulkan oleh proses

belajar. Misalnya: insting,refleks,nafsu dan sebagainya. Jika jasmani mati

maka mati pulalah nyawanya. Perkembangan anak memerlukan banyak

perhatian dari orang tua, untuk itu orang tua perlu memberikan arahan

dan mendampingi anaknya pada setiap masa perkembangannya. Tetapi

sikap perhatian yang berlebihan dari orang tua juga tidak baik karena

anak juga akan melakukan perlawanan sebagai bentuk protes. Dan

apabila anak sudah melakukan protes maka anak tersebut akan sulit

untuk diatur.

2
DAFTAR PUSTAKA

Handriatno (Penj.), 2010. Teori Kepribadian, salemba Humanika, Jakarta

Inyak Ridwan Muzir, 2010. Personality Theories: Melacak Kepribadian


Anda bersama Psikolog Dunia, Prismasophie.

Supratiknya, A. (Ed.), 2009. Teori-teori Psikodinamik (Klinis), Kanisius,


Yogyakarta

Abin Syamsuddin 1981 Pedoman Studi Psikologi Kependidikan, Penerbit


Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP), Bandung.

Bimo Walgito 1981 Pengantar Psikologi Umum, diterbitkan oleh


Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta.

E Usman Effendi dan Juhaya S. Praja 1985 Pengantar Psikologi, Penerbit


Angkasa, Bandung.

Rieber, RW., Robinson, DK. (2001) Wilhelm Wundt dalam Sejarah:


Pembuatan Psikologi Ilmiah. New York, Springer.

Biografi dan Kehidupan. Ensiklopedia biografi online.

Departemen Psikologi. Universität Leipzig.

Wundt, W. Trad: Titchener, E. (1904) Prinsip Psikologi Fisiologis. New


York, Perusahaan Macmillan.

Bustos, A. et al. (1999) Pengantar Psikologi. Kota Quezon, Filipina,


Perusahaan Penerbitan Katha.

McLeod, S.A. (2008). Wilhelm Wundt. Diperoleh dari


simplypsychology.org.

Danzinger, K. (1980). Sejarah Introspeksi Dipertimbangkan. Jurnal


Sejarah Ilmu Perilaku. 16, 241-262.

Buxton, C. (1985). Pokok-Pokok Pandang dalam Sejarah Psikologi


Modern. Connecticut, Academic Press Inc.

2
2

Anda mungkin juga menyukai