Anda di halaman 1dari 20

Tugas Pada Mata Kuliah

STUDI ISLAM II
Kesejarahan Turunnya Al Quran







Di Susun Oleh Kelompok II :
Jahrotul Uyun 13.62-201.452
Nina Juniar 13.62-201.454
Widiah Angraeni 13.62-201.457

Jurusan Akuntansi
Kelas O
Fakultas Ekonomi

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
Jl. Perintis Kemerdekaan1/33, Cikokol Kota Tangerang
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
menganugerahkan rahmat, karunia serta ridha-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah tentang Kesejarahan Turunnya Al Quran. Makalah ini disusun sebagai salah
satu tugas kelompok pada mata kuliah Studi Islam II.
Dalam penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi yang
kemudian bermanfaat bagi kita.
Selama mengerjakan tugas makalah ini, kami telah banyak menerima bimbingan
dan saran-saran dari berbagai pihak. Dan juga kami berterimakasih pada Ibu Fitria
Santi.S.Ag selaku Dosen mata kuliah Studi Islam II yang telah memberikan tugas ini
kepada kami.
Akhirnya kami berharap karya tulis ini dapat berguna dan dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya. Kami mengharapkan kritik dan saran untuk kemajuan di masa-
masa mendatang. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.


Tangerang, Maret 2014




Penyusun









DAFTAR ISI
Kata Pengatar..................................................................................................................... i
Daftar isi............................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
1.1 LATAR BELAKANG..................................................................................... 1
1.2 TUJUAN........................................................................................................... 1
1.3 RUMUSAN MASALAH................................................................................. 2
1.4 METODE.......................................................................................................... 2
1.5 MANFAAT....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN MATERI.................................................................................. 3
A. Kondisi masyarakat Arab sebelum turunnya Al-
Quran............................................................................................................... 3
1. Kondisi Geografis...................................................................................... 4
2. Kondisi Politik........................................................................................... 4
3. Kondisi Sosial............................................................................................. 5
4. Kondisi Budaya.......................................................................................... 5
5. Kondisi Ekonomi....................................................................................... 6
B. Kondisi masyarakat Arab setelah turunnya Al-
Quran............................................................................................................. 6
C. Tahap dan fase turunnya Al-Quran... 10
D. Hikmah turunnya Al-Quran secara berangsur-angsur 13

BAB III PENUTUP.......................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 16







BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.
Agama Islam, agama yang kita anut dan dianut oleh ratusan juta kaum Muslim di seluruh
dunia, merupakan way of life yang menjamin kebahagiaan hidup pemeluknya di dunia
dan di akhirat kelak. Ia mempunyai satu sendi utama yang esensial: berfungsi memberi
petunjuk ke jalan yang sebaik-baiknya. Allah berfirman, Sesungguhnya Al-Quran ini
memberi petunjuk menuju jalan yang sebaik-baiknya (QS, 17:9). Al-Quran memberikan
petunjuk dalam persoalan-persoalan akidah, syariah, dan akhlak, dengan jalan meletakkan
dasar-dasar prinsip mengenai persoalan-persoalan tersebut; dan Allah SWT menugaskan
Rasul SAW., untuk memberikan keterangan yang lengkap mengenai dasar-dasar itu:
Kami telah turunkan kepadamu Al-Dzikr (Al-Quran) untuk kamu terangkan kepada
manusia apa-apa yang diturunkan kepada mereka agar mereka berpikir (QS 16:44).
Disamping keterangan yang diberikan oleh Rasulullah SAW., Allah memerintahkan pula
kepada umat manusia seluruhnya agar memperhatikan dan mempelajari Al-Quran:
Tidaklah mereka memperhatikan isi Al-Quran, bahkan ataukah hati mereka tertutup (QS
47:24). Mempelajari Al-Quran adalah kewajiban. Ada beberapa prinsip dasar untuk
memahaminya, khusus dari segi hubungan Al -Quran dengan ilmu pengetahuan. Atau,
dengan kata lain, mengenai memahami Al -Quran dalam Hubungannya dengan Ilmu
Pengetahuan.( Persoalan ini sangat penting, terutama pada masa-masa sekarang ini,
dimana perkembangan ilmu pengetahuan demikian pesat dan meliputi seluruh aspek kehi
dupan. Kekaburan mengenai hal ini dapat menimbulkan ekses -ekses yang mempengaruhi
perkembangan pemikiran kita dewasa ini dan generasi -generasi yang akan datang. Dalam
bukunya, Science and the Modern World, A.N. Whitehead menulis: Bila kita menyadari
betapa pentingnya agama bagi manusia dan betapa pentingnya ilmu pengetahuan, maka
tidaklah berlebihan bila dikatakan 1 2 bahwa sejarah kita yang akan datang bergantung
pada putusan generasi sekarang mengenai hubungan antara keduanya. Demikian pula
halnya bagi umat Islam, pengertian kita terhadap hubungan antara Al-Quran dan ilmu
pengetahuan akan memberi pengaruh yang tidak kecil terhadap perkembangan agama dan
sejarah perkembangan manusia pada generasi - generasi yang akan datang. Kami
membahas tentang peristiwa turunnya Al-Quran, supaya kita mengetahui secara
mendalam tentang peristiwa Al-Quran yang merupakan kitab suci kita sebagai orang-
orang muslim itu diturunkan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui arti Al-Quran.
2. Untuk mengetahui sejarah diturunkannya Al-Quran. 3. Untuk mengetahui tujuan
pokok diturunkannya Al-Quran.

1.3 Rumusan Masalah
1. Mengetahui kondisi masyarakat Arab sebelum turunnya Al-Quran
2. Mengetahui kondisi masyarakat Arab setelah turunnya Al-Quran
3. Bagaimana tahap dan fase Al-Quran diturunkan?
4. Apa hikmah turunnya Al-Quran secara berangsur-angsur?

1.4 Metode
Metode yang di gunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi kepustakaan,
dengan meresume buku tentang sejarah diturunkannya Al-Quran.

1.5 Manfaat
Agar lebih mengetahui sejarah turunnya Al-Quran, kondisi masyarakat Arab sesudah
dan sebelum turunnya Al-Quran, tahap dan fase diturunkannya Al-Quran serta hikmah
diturunkannya Al-Quran.












BAB II
PEMBAHASAN MATERI

A. Kondisi Masyarakat Arab Sebelum Turunnya Al-Quran
Mushaf Al-Quran telah melalui perjalanan panjang yang berliku-liku selama
kurun waktu lebih dari 1500 tahun yang silam dan mempunyai latar belakang sejarah
yang menarik untuk di ketahui. Diawali dari penerimaan wahyu Al-Quran oleh
Muhammad Saw., penyampaiannya kepada generasi pertama islam (sahabat) kemudian
menghafal dan merekamnya secara tertulis, hingga stabilisasi teks dan bacaannya pada
abad ke-3H/9 dan abad ke-4H/10, serta berkulminasi dengan penerbitan edisi standar Al-
Quran di Mesir pada 1342H/1923, dan bahkan, hingga saat ini, Al-Quran terus
mengalami perkembangan yang luar biasa.
Mengungkap sejarah Jazirah Arab sebelum turunnya Al-Quran bukanlah perkara
mudah, hal ini di sebabkan oleh minimnya catatan sejarah yang diwariskan oleh budaya
masyarakat Arab sebelum islam. Budaya berkembang pada saat itu lebih pada budaya
lisan (oral) ketimbang budaya baca-tulis. Tak mengherankan bila sebagian besar dari
mereka buta huruf. Kendatipun begitu, bangsa Arab mempunyai daya ingat yang sangat
kuat untuk memelihara dan meriwayatkan syair-syair Arab, silsilah keturunan mereka,
peperangan yang terjadi, dan peristiwa lainnya. Di samping itu, membicarakan sejarah
Arab sebelum turunnya Al-Quran juga tak bisa di pisahkan dengan sejarah kehidupan
Nabi Muhammad Saw. sebagai penerima wahyu dari Allah swt.
Nabi Muhammad Saw. lahir pada tahun 750 M, kala itu Mekah merupakan kota
yang sangat penting dan terkenal di negeri Arab, baik karena tradisinya maupun karena
letak geografisnya. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang ramai, menghubungkan
Yaman di selatan dan Syiria di utara. Ditambah lagi dengan adanya Kabah di jantung
kota, Mekah menjadi pusat keagamaan dan kota terpenting di Jazirah Arab. Kabah
menjadi tempat ziarah masyarakat Arab dari berbagai wilayah. Di dalamya terdapat 360
berhala mengelilingi berhala utama, Hubal. Kabah bukan saja disucikan dan dikunjungi
oleh penganut-penganut agama asli Mekah, melainkan juga oleh orang-orang Yahudi
yang bermukim di sana.
Untuk lebih jelas memahami kondisi masyarakat Arab sebelum turunnya Al-
Quran, tampaknya perlu di uraikan beberapa hal sebagai berikut.

1. Kondisi Geografis
Arab yang terletak di persimpangan tiga benua semenanjung Arab menjadi
tempat yang sangat mudah dikenal di dunia internasional. Wilayah Arab juga
merupakan wilayah gersang yang terisolasi, jika di lihat dari sisi lautan dan
daratan. Jazirah ini di batasi oleh Laut merah ke sebelah barat, Teluk Arab (dahulu
namanya teluk Persia) ke sebelah timur, Lautan India ke sebelah utara dan suriah
dan Mesopotamia ke sebelah utara dan di sebelah utara berbatasan dengan Gurun
Irak dan Gurun Syam (Gurun Siria). Panjangnya 1000 Km lebih, dan lebarnya
kira-kira 1000 Km.
Jazirah Arab terbagi menjadi dua bagian besar; bagian tengah dan bagian
pesisir, tidak ada sungai yang mengalir tetap, hanya lembah-lembah yang berair di
musim hujan. Sebagian besar dari wilayah Jazirah Arab adalah padang pasir
sahara yang menempati seluruh bagian tengah. Penduduk sahara sangat sedikit
terdiri dari suku-suku Badui yang mempunyai gaya hidup nomadik, berpindah
dari satu daerah ke daerah yang lain guna mencari air dan padang rumput untuk
binatang gembalaannya. Sementara daerah pesisir, bila dibandingkan dengan
sahara sangatlah kecil bagaikan selembar pita yang mengelilingi Jazirah Arab.
Penduduknya sebagian besar sudah hidup menetap, mata pencariannya bertani dan
berniaga.
Dalam sejarahnya, Jazirah Arab sejak awal sebenarnya telah di huni oleh
penduduk teluk Persia yang kemudian membangun perkotaan didaerah tersebut.
Hal ini terjadi pada abad ke-3SM. Para ilmuan mengatakan bahwa wilayah
tersebut sebagai kelahiran suku bangsa Semit, meskipun sebenarnya terjadi
perbedaan pendapat di kalangan para sejarawan. Istilah Semit mencakup beberapa
kawasan, yaitu: Babilonia, Jazirah Arabia, Afrika, Amuru, Arminia, bagian
selatan Jazirah Arabia dan Eropa.

2. Kondisi Politik
Jazirah Arab tidak pernah di perhitungkan oleh imperium raksasa seperti
Bizantium dan Persia yang mengapit Jazirah Arab. Dua imperium tersebut selalu
diliputi ketegangan memperebutkan kekuasaan. Dari sudut pandang negara-negara
adikuasa tersebut, Arabia merupakan kawasan terpencil dan biadab, sekalipun
memiliki posisi cukup penting sebagai kawasan penyangga dalam ajang perebutan
kekuasaan perebutan politik di Timur Tengah. Konflik berkepanjangan Bizantium
dan Persia ini digambarkan dalam Al-Quran surah Ar-Rum ayat 2-4:




Telah dikalahkan bangsa Rumawi, di negeri yang terdekat dan merka sesudah
dikalahkan itu akan menang dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum
dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu
bergembiralah orang-orang yang beriman. (QS.Ar-Rum[30]:2-4)

Di sisi lain, peperangan antarsuku menjadi kegemaran masyarakat Arab.
Perselisihan yang membawa peperangan antarsuku berlangsung dalam skala besar-
besaran di setiap wilayah jazirah tersebut. Situasi seperti ini terus berlangsung sampai
kedatangan Islam.

3. Kondisi Sosial
Peradaban Arab hancur akibat konflik antaretnis, kesukaan dan
primordialitas (mempertahankan adat kebiasaan kebiasaan turun temurun).
Masyarakat Arab suka berperang, karena itu peperangan antarsuku sering terjadi.
Akibatnya, nilai perempuan pun menjadi sangat rendah. Tidak ada kesatuan dari
struktur suku langsung, mereka saling bermusuhan. Merampok, balas dendam,
dan berkelahi biasa terjadi dalam masyarakat Arab. Bahkan, pada umumnya,
mereka dapat dikatakan tidak bermoral. Pada tingkat individu seringkali
termotivasi oleh keserakahan, egoistis, dan tidak terlalu peduli dengan orang lain.
Kecemburuan, eksploitasi, minuman keras, perjudian, bahkan pembunuhan
lumrah terjadi dalam masyarakat Arab kala itu, hal ini menggambarkan kejahatan
dan rendahnya moral rakyat Arab.



4. Kondisi Budaya
Akibat peperangan yang terus menerus, kebudayaan mereka tidak
berkembang. Karena itu, bahan-bahan sejarah pra-Islam sangat langka didapatkan.
Sejarah mereka hanya di ketahui dari masa kira-kira 150 tahun menjelang lahirnya
agama Islam. Apa yang berkembang menjelang lahirnya Islam itu merupakan
pengaruh dari budaya bangsa-bangsa di sekitarnya yang lebih dulu maju dari pada
kebudayaan dan peradaban Arab.

5. Kondisi Ekonomi
Sebagaimana dimaklumi bahwa kondisi geografis Jazirah Arab yang pada
umumnya tandus dan gersang telah mengakibatkan aktifitas ekonomi bertumpu pada
sektor perdagangan-meskipun ada juga yang bertani tetapi jumlahnya sangatlah kecil.
Sementara itu, karena kota Mekah terletak di jalur perdagangan, tak heran bila
kemudian Mekah dianggap sebagai kota yang penting bagi penduduk Arab. Dalam
transaksi perdagangan orang-orang Arab terdahulu selalu membentuk kafilah-kafilah
yang disepakati sebagai jaminan keamanan dalam perjalanan, karena saat itu,
perampokan menjadi momok yang sangat menakutkan. Maski iklim perdagangan
tumbuh sangat kondusif di Mekah, bukan berarti pemerataan ekonomi yang
berkeadilan dapat terwujud di sana.
Risalah yang dibawa Muhammad memiliki keterkaitan yang erat dengan
lingkungan dunia perniagaan masyarakat perkotaan Arab ketika itu. Mekah
merupakan pusat perniagaan yang sangat makmur. Sementara Madinah adalah oase
kaya yang juga merupakan kota niaga, sekalipun tidak sebesar Mekah. Meskipun
Madinah memiliki peran sentral yang amat vital dalam perkembangan misi kenabian
Muhammad, namun lingkunan niaga Mekah-lah yang tampaknya paling mendominasi
perkembangan Islam.

B. Kondisi Masyarakat Arab Setelah Turunnya Al-Quran
Meskipun Jazirah Arab sejak semula telah berbentuk sebagai negara perkotaan
namun tetap merupakan masyarakat kesukuan hingga diutusnya Nabi Muhammad Saw.
Sistem kependudukan masyarakat Arab dibangun menurut kabilahnya masing-masing,
anak-anak dari satu suku dianggap saudara yang memiliki pertalian hubungan darah.
Setiap anggota merupakan aset seluruh kabilah, munculnya penyair kenamaan ataupun
petarung pemberani, akan membuat kehormatan dan nama baik seluruh garis
keturunannya.
Namun hal tersebut hanya berfokus pada kalangan tertentu, karena belum ada
bentuk pemerintahan yang dapat mengatur masyarakat Arab secara umum dan merata
oleh seorang penguasa. Mereka tidak mempunyai sistem dan acuan yang baku dalam
pemerintahan seperti yang kita kenal saat ini.
Masyarakat Arab menjelang diturunkannya Al-Quran, tidak merasa aman dan
akrab melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada saat itu, terutama perubahan
dibidang agama. Sejak berabad-abad lamanya mereka menyembah berhala-berhala, baik
pada masa kehadiran kaum Yahudi maupun upaya-upaya kristenisasi yang muncul dari
Syiria dan Mesir.
William Muir dalam bukunya yang berjudul The Life Of Mahomet menyebutkan
bahwa kehadiran kaum Yahudi atau keberadaan mereka membantu menetralisasi
tersebarnya ajaran injil melalui dua tahapan: pertama, dengan memperkuat diri sendiri di
sebelah utara perbatasan Arab, sehingga mereka membuat penghalang antara ekspansi
kristen ke utara dan penghuni kaum penyembah berhala di sebelah selatan; dan kedua,
para penyembah berhala bangsa Arab melakukan kompromi dengan agama Yahudi dalam
memasukan cerita-cerita legendaris ke dalam agama mereka.
Dari segi sosial ekonomi, masyarakat Arab, terutama di Mekah, sebelum
diturunkan Al-Quran digolongkan sebagai kelompok menengah ke atas. Hal tersebut
disebabkan Mekah pada saat itu merupakan pusat kehidupan sosial, khususnya di bidang
perekonomian. Keberadaan Mekah yang merupakan pusat perekonomian dan
perdagangan memperkuat bukti bahwa bangsa Arab menjelang kehadiran Al-Quran telah
mengalami kemajuan dalam banyak bidang. Hal ini sangat berpengaruh pada
pembentukan tradisi Islam yang meliputi sebagai berikut.
1. Kesucian Mekah dan Kabah
Wilayah Mekah dan sekitarnya dianggap sebagai tempat suci dan memiliki label
sebagai tanah haram, khususnya disekitar Kabah.
2. Mekah sebagai pusat perekonomian
Berkenaan dengan hal ini, dalam surah Quraisy disebutkan kebiasaan orang-orang
Quraisy yang berdagang pada musim panas ke Syiria dan pada musim dingin ke
Yaman. Hal ini disebabkan oleh letak geografis Mekah yang berada di tengah rute
perjalanan dagang dan adanya jaminan keselamatan di wilayah tersebut. Di
wilayah Mekah dan sekitarnya terdapat larangan pertumpahan darah yang pada
waktu itu mudah sekali terjadi. Kalaupun terpaksa, mereka harus melakukannya di
luar Mekah.


3. Perilaku terhadap harta benda
Mekah sebagai pusat perdagangan telah banyak memberi keuntungan yang
berlimpah bagi sekolompok masyarakat Arab, khususnya mereka yang tinggal di
Mekah. Banyak di antara mereka yang konglomerat dan kaya menyikapi
kehidupan secara materialistis dan terbiasa dengan hedonisme.
Di sisi lain, masyarakat Arab dalam Al-Quran disebut juga sebagai masyarakat
ummiyyin. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul Mukjizat Al-Quran
menyatakan bahwa ummiyyin merupakan bentul jama dari kata ummi yang di ambil dari
kata umm yang artinya ibu, sehingga apabila dikatakan seseorang itu ummi berarti
keadaannya sama seperti saat ia dilahirkan oleh ibunya dalam hal kemampuan membaca
dan menulis. Dalam hadits diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda: Kami umat yang
ummi tidak pandai menulis, tidak juga pandai berhitung. Bulan begini, begini, dan
begini.
Kemampuan membaca dan menulis dikalangan masyarakat Arab, khususnya pada
awal turunnya Al-Quran sangatlah minim. Hal ini disebabkan oleh jarangnya alat tulis
menulis pada saat itu, sehingga mereka banyak mengandalkan kemampuan hafalan.
Kemampuan menghafal pada saat itu dijadikan sebagai tolak ukur kecerdasaan dan
kemampuan ilmah seseorang.
Sumber sejarah lain menjelaskan bahwa Nabi Muhammad Saw. diturukan oleh
Allah ke dalam suatu komunitas masyarakat yang dikenal dengan istilah masyarakat
Arab jahiliyah. Secara bahasa, istilah jahiliyah berasal dari kata bahasa Arab, yaitu jahala
yang berarti bodoh dan tidak mengetahui atau tidak mempunyai pengetahuan. Meski
kenyataannya masyarakat Arab yang dihadapi Nabi Muhammad Saw. saat itu bukanlah
masyarakat yang bodoh atau tidak mempunyai pengetahuan. Buktinya, pada saat itu
sastra dan syair dengan pesat di kalangan mereka., bahkan setiap tahun diadakan festival-
festival pembacaan puisi dan syair. Hal ini membuktikan bahwa orang-orang Arab ketika
itu sudah banyak yang mengetahui baca dan tulis. Selain itu, mereka juga mampu
membuat tata kota dan tata niaga yang sangat baik. Dari sini, dapat dipahami bahwa
mereka sebenarnya adalah masyarakat yang sedang berkembang peradabannya, sehingga
maksud masyarakat jahiliyah di sini adalah masyarakat yang jahil (tidak memiliki
pengetahuan) dalam segi akidah dan akhlak.
Bila dibandingkan, masyarakat Arab, khususnya yang berada di lingkungan
Mekah saat itu, dapat dikatakan sangat terisolasi dari masyarakat-masyarakat lain yang
relatif sudah maju, seperti Mesir, Persai, Iraq, dan Cina. Pedagang Arab yang melakukan
perniagaan ke Yaman dan Syam tidak membawa pengaruh apa-apa dalam bidang ilmiah.
Menurut pandangan Quraish Shihab, pengetahuan masyarakat non-Arab pada
masa turunnya Al-Quran bukan atas dasar metode ilmiah yang sistematik atau
pengamatan hasil perobaan-percobaan dalam dunia empiris. Hal inilah kemudian yang
mendorong para sejarawan menyimpulkan bahwa masyarakat Arab secara umum belum
memiliki ilmu pengetahuan dalam arti yang sebenarnya.
Memahami kondisi masyarakat dan perkembangan pengetahuan pada masa
turunnya Al-Quran akan menunjang bukti kebenaran Al-Quran saat disadari betapa
kitab suci ini memaparkan hakikat-hakikat ilmiah yang tidak di kenal, kecuali pada masa-
masa modern.
Kehadiran Al-Quran di tengah-tengah masyarakat Arab yang pada waktu itu
masih kental dengan tradisi kejahiliyahannya, sangat berpengaruh pada perubahan sosio-
budaya, memperbaiki sistem-sistem hukum yang telah ada sebelumnya, dan menghapus
hukum-hukum yang bertentantangan dengan Al-Quran maupun dengan
perikemanusiaan. Kehadiran Al-Quran (Islam) ini mendapat respons posotif dari
kalangan masyarakat yang menghendaki perubahan maupun kalangan masyarakat yang
menjadi penopang hukum jahiliyah yang telah ada.
Dalam sejarah dikatakan bahwa pada awalnya orang-orang yang berpengaruh
terhadap kehadiran Al-Quran (Islam) terdiri dari beberapa anggota keluarga dekat Nabi
Muhammad Saw., orang-orang lemah, dan beberapa budak. Orang-orang jahiliyah
menyambut baik kehadiran Al-Quran, termasuk orang migran dan orang miskin karena
mereka merasa terpinggirkan oleh kondisi moral dan sosial kala itu, sehingga mereka
mudah menerima dan mengikuti apa yang di bawa oleh Nabi Muhammad Saw.
Sejarah mencatat bahwa kondisi masyarakat Arab yang hedonis dan materialis
sama sekali tidak membuat Muhammad tercebur ke dalam pola hidup yang demikian.
Untuk itulah dia disebut ummi karena keterasingannya dengan tradisi dan budaya yang
dianut oleh masyarakatnya. Sikap menjaga jarak dengan tradisi yang berlangsung dalam
masyarakat telah mencetak kepribadiannya untuk selalu berpikir. Bagaimanapun sikap
tersebut telah mengantarkan dirinya menjadi orang yang paling sadar akam kekacauan
yang terjadi dalam masyarakat Arab. Kegelisahannya mendorong dirinya untuk
merenungkan apa yang harus di perbuat. Upayanya dalam berkontemplasi secara teratur
mendapatkan penghargaan dari Allah dengan di turunkannya wahyu sebagai pertanda atas
anugerah dan tanggung jawab kenabian. Dengan demikian, pengangkatan Muhammad
sebagai Nabi dan Rasul dengan obyektif dan rasional.
Setelah masyarakat Arab mulai mengenal Al-Quran, secara bertahap mereka
mulai mengubah gaya hidup mereka yang sebelumnya penuh dengan permusuhan dan
pertumbuhan darah menjadi masyarakat yang hidup dalam kedamaian dengan ikatan
persaudaraan yang kuat.
Tetapi, pada awal turunnya Al-Quran banyak terjadi pertentangan dan penolakan
terhadap ajaran Al-Quran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Mereka menganggap
bahwa Al-Quran menyalahi ajaran nenek moyang mereka yang telah bertahun-tahun
dianut oleh bangsa Arab, khususnya kaum Quraisy. Lebih dari itu, mereka bahkan
menuduh Al-Quran tak lebih merupakan buatan dan dan kebohongan yang dbuat-buat
oleh Nabi Muhammad Saw.
Penolakan kuam Quraisy pada Al-Quran bukan hanya karena faktor Al-Quran di
anggap sebagai ajaran baru oleh mereka, melainkan juga karena faktor kaum Quraisy
yang tidak mampu membedakan kenabian dan kekuasaan, sehingga mereka meyakini bila
mengikuti Al-Quran, mereka sama saja tunduk di bawah kekuasaan dan pengaruh Nabi
Muhammad Saw.

C. Tahap dan Fase Turunnya Al-Quran
Sehubungan dengan pewahyuan Al-Quran dikemukakan bahwa Al-Quran
pertama kali di turunkan pada malam lailatul qadar atau malam yang diberkahi Tuhan.
Hal tersebut sebagaimana dinyatakan dalam Al-Quran surah Al-Qadar ayat 1 dan surah
Ad-Dukhan ayat 3-4:

Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat (Al-Quran) pada malam lailatul qadar.
(QS. Al-Qadar [97]:1)




Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat (Al-Quran) pada malam yang di berkahi.
(QS. Ad-Dukhan [44]:3)

Yang dimaksud dengan malam lailatul qadar atau malam penuh berkah dalam kedua ayat
di atas dijelaskan dalam bagian Al-Quran lainnya surah Al-Baqarah ayat 185:



Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Quran sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu pembela antar yang hak dan
yang bathil. (QS. Al-Baqarah [2]:185)

Lebih jauh, beberapa hadits memberi penjelasan lain tentang maksud dari malam
lailatul qadar. Sebagian hadits mengemukakan, lailatul qadar terjadi pada malam ganjil di
bulan Ramadhan, sementara hadits lain menjelaskan terjadi pada malam ganjil
dipertigaan terakhir bulan tersebut.
Penurunan pertama Al-Quran ini setidak-tidaknya dalam bentuk embrionik dari
lauh al-mahfudz ke bait al-izzah di langit dunia, sebagaimana dikemukakan sejumlah
pemikir Muslim, seperti Al-Gazali (w. 1111) dan Syah Wali Allah Ad-Dihlawi (w. 1762).
Dari bentuk embrionik ini kemudian berkembang rincian-rincian Al-Quran selama
kurang lebih 20 (atau 23 atau 25) tahun, selaras dengan perkembangan misi kenabian
Muhammad Saw.
Ibn Abbas (w. 687/8), salah seorang sahabat Nabi yang memiliki otoritas dalam
studi Al-Quran misalnya, mengemukakan bahwa Al-Quran diturunkan sekaligus ke
langit dunia pada lailatul qadar, setelah itu bagian demi bagiannya diturunkan secara
berangsur-angsur kepada Muhammad dari waktu ke waktu. Pendapat ini terdapat dalam
berbagai riwayat yang sahih dari Ibn Abbas, di antaranya sebagai berikut.
- Ibn Abbas r.a. berkata, Al-Quran diturunkan sekaligus ke langit dunia pada
malam lailatul qadar. Setelah itu, ia diturunkan selama 20 tahun. (HR.Hakim, Baihaqi,
dan Nasai)
- Ibn Abbas r.a. berkata, Al-Quran itu dipisahkan dari adz-Dzikr, lalu diletakkan
di bait al-izzah di langit. Maka, jibril mulai menurunkannya kepada Nabi Saw.
(HR.Hakim)
Ibn Abbas mengatakan, Allah menurunkan Al-Quran sekaligus ke langit dunia,
tempat turunnya secara berangsur-angsur. Kemudian Dia menurunkannya kepada Rasul-
Nya Saw. bagian demi bagian . (HR. Hakim dan Baihaqi)
Pendapat ini dipandang paling sahih dan dipegang mayoritas sarjana Muslim.
Tetapi terdapat juga pandangan minoritas lainnya yang berkembang di dalam Islam. Bagi
sebagian keil sarjana muslim misalnya, menganggap bahwa Al-Quran diturunkan ke
langit dunia dalam 20 (atau 23 atau 25) kali di dalam laylatul qadar. Pada setiap malam
tersebut diturunkan wahyu untuk kebutuhan satu tahun, yang kemudian disampaikan
kepada Nabi di sepanjang tahun itu secara berangsur-angsur. Sementara minoritas sarjana
muslim lainnya, seperti Asy-Syabi, memandang bahwa permulaan turunnya Al-Quran
adalah pada malam lailatul qadar di bulan Ramadhan. Setelah itu, wahyu disampaikan
dalam berbagai kesempatan selama masa kenabian Muhammad Saw. secara berangsur-
angsur.
Penurunan Al-Quran secara berangsur-angsur ini, selain ditekankan dalam
seluruh pendapat yang berkembang, juga selaras dengan penegasan kitab suci itu sendiri.
Al-Quran menegaskan bahwa pewahyuan secara total pada suatu waktu, sekalipun
dituntut oleh para penentang Nabi Muhammad adalah hal yang mustahil:



Dan berkatalah orang-orang kafir: Mengapa Al-Quran tidak diturunkan
kepadanya sekali turun saja? demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan
Kami membacakannya kelompok demi kelompok. (QS. Al-Furqan[25]:32)

Pada kenyataannya, Al-Quran memang harus turun sebagai petunjuk bagi kaum
muslimin dari waktu ke waktu, selaras dengan dengan kebutuhan-kebutuhan yang
muncul. Hal tersebut diungkapkan dalam surah Al-Isra ayat 106:


(Telah Kami turunkan) sebuah Al-Quran yang Kami bentangkan secara
gradual sehingga kamu (Muhammad) dapat membacakannya kepada manusia secara
bertahap, (karena itu) Kami menurunkannya hanya dalam bagian-bagian. (QS. Al-Isra
[17]:106).

Dari ayat ini, ulama bahasa membedakan antara inzal dengan tanzil. Inzal hanya
menunjukkan turun atau menurunkan dalam arti umum, sedangka tanzil berarti turun
secara berangsur-angsur.
Dari seluruh uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Al-Quran diturunkan
melalui tiga tahapan, yaitu sebagai berikut.
1. Al-Quran turun secara keseluruhan dari Allah ke lauh al-Mahfuzh, yaitu suatu tempat
yang merupakan suatu tempat yang merupakan catatan tentang segala ketentuan dan
kepastian Allah. Proses pertama ini diisyaratakan dalam surah Al-Buruj ayat 21-22:


Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al-Quran yang mulia. Yang (tersimpan)
dalam Lauh Al-Mahfuzh. (QS. Al-Buruj[85]:21-22)

Kemudian diisyaratkan pula dalam firman Allah surah Al-Waqiah ayat 77-80:


Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang
terpelihara (Lauhul Mahfudz), tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.
Diturunkan dari Rabbil Alamin. (QS. Al-Waqiah [56]:77-80)

2. Al-Quran diturunkan Lauh al-Mahfuzh ke Bait al-Izzah (tempat yang berada di langit
dunia). Proses yang kedua ini diisyaratkan Allah dalam surah Al-Qadar ayat 1 dan surah
Ad-Dukhan ayat 3:


Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. (QS.
Al-Qadar [97]:1)

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada suatu malam yang di berkahi dan
sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. (QS. Ad-Dukhan [44]:3)

3. Al-Quran diturunkan dari Bait al-Izzah ke dalam hati Nabi Muhammad Saw. secara
berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan. Ada kalanya satu ayat, dua ayat, dan bahkan
kadang satu surah. Hal tersebut diisyaratkan dalam surah As-Syura ayat 193-195 dan
surah Al-Furqan ayat 32:



Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar
kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan
bahasa Arab yang jelas. (QS. As-Syura [26]:193-195]



Berkatalah orang-orang yang kafir, Mengapa Al-Quran itu tidak diturunka kepadanya
sekali turun saja? Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami
membacanya secara tartil (teratur dan benar). (QS. Al-Furqan [25]:32 )

D. Hikmah Turunnya Al-Quran Secara Berangsur-angsur
Al-Quran diturunkan dalam kurun waktu kurang lebih 22 tahun 2 bulan 22 hari,
yaitu mulai dari malam 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi Muhammad Saw.,
sampai 9 dzulhijah sewaktu pelaksanaan haji wada tahun 3 dari kelahiran Nabi
Muhammad Saw. atau tahun 10 H.
Ada beberapa hikmah kenapa Al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur,
antara lain sebagai berikut.
1. Memantapkan hati nabi Muhammad Saw.
Ketika menyampaikan dakwah, nabi sering berhadapan dengan para penentang.
Turunnya wahyu secara berangsur-angsur menjadi dorongan tersendiri bagi nabi untuk
terus menyampapikan dakwah. Selain itu, turunnya ayat-ayat Al-Quran secara berangsur-
angsur dan berkesinambungan juga menjadi penghibur dan motivasi bagi Rasulullah
Saw., sehingga ia tidak dirundung kesedihan dan dihinggapi rasa putus asa setip kali
menghadapi penentang dakwahnya. Hal ini sebagimana telah disebutkan di atas dala
surah Al-Furqan ayat 32.
2. Menentang dan melemahkan para penentang Al-Quran
Nabi sering berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan sulit yang di lontarkan
orang-orang musyrik dengan tujuan melemahkan nabi. Turunnya wahyu yang berangsur-
angsur itu tidak saja menjawab pertanyaan itu, bahkan menentang mereka untuk membuat
sesuatu yang serupa dengan Al-Quran. Ketita mereka tidak mampu memeuhi tantangan
itu, justru hal tersebut membuktikan salah satu kemukjizatan Al-Quran, sebagaimana
firman Allah:


Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Quran yang Kami wahyukan kepada
hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Quran itu dan
ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (Al-
Baqarah [2]:23)
3. Memudahkan untuk dihafal dan difahami
Al-Quran pertama kali turun di tengah-tengah masyarakat Arab yang ummi, tidak
memiliki kemampuan baca dan tulis. Turunnya wahyu secara berangsur-angsur
memudahkan mereka untuk memahami dan menghafalkannya.
4. Mengikuti setiap kejadian (yang karenanya ayat-ayat Al-Quran turun) dan melakukan
pentahapan dalam pentahapan syariat.
5. Membuktikan kepastian bahwa Al-Quran turun dari Allah yang Maha Bijaksana
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur berupa beberapa ayat dari sebuah
surah atau surat yang pendek secara lengkap. Dan penyampaian Al-Quran secara
keseluruhan memakan waktu kurang lebih 23 tahun yakni 13 tahun waktu nabi masih
tinggal di mekkah, 10 tahun waktu nabi sesudah dimadinah. Alquran mulai diturunkan
kepada nabi Muhammad pada malam Lailatul-Qadar tanggal 17 Ramadhan pada waktu
Nabi telah berusia 41 tahun bertepatan pada tanggal 6 agustus 610 Masehi. Wahyu yang
pertama-tama kali diterima Nabi ialah ayat 1 smpai dengan 5 surat Al-Alaq, pada waktu
Nabi sedang berada di gua Hira. Sedang, wahyu terakhir yang diterima Nabi adalah surat
Al-Maidah ayat 3 pada tanggal 9 Dzul hijjah tahun ke 10 Hijriah atau 7 Maret 632
Masehi. Antara wahyu pertama dan wahyu terakhir diterima Nabi berselang kurang lebih
23 tahun Al Quran ialah Kalam Allah S.W.T. yang merupakan mukjizat yang diturunkan
(diwahyukan) kepada Nabi Muhammad dan yang ditulis di mushaf dan diriwayatkan
dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah . Dari sejarah diturunkannya Al-
Quran, dapat diambil kesimpulan bahwa Al-Quran mempunyai tiga tujuan pokok: 1.
Petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang tersimpul dalam
keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan.
2. Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma - norma
keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara
individual atau kolektif. 3. Petunjuk mengenal syariat dan hukum dengan jalan
menerangkan dasardasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya
dengan Tuhan dan sesamanya.







B. SARAN

Kita sudah mengetahui, betapa banyak dan luar biasanya hikmah diturunkannya Al-
Quran secara berangsur-angsur. Maka tidak perlu diragukan lagi tentang kebijaksanaan
Allah. Dan alangkah baiknya jika kita juga menerapkan cara-cara tersebut dalam
pembelajaran. Karena dengan proses bertahap maka akan mempermudah kita dan juga
generasi muda lainnya.










DAFTAR PUSTAKA
Badawi, Achmad, S.Pd, SE, MM., & DR (Cand) Ahmad Amrullah, S.Pd, M.Pd. (2000).
Pangantar Studi Al-Quran dan Al-Hadits, Tangerang: UMT PRESS.
www.google.co.id
http://quran.com/

Anda mungkin juga menyukai