A. Pengertian Hadis
Hadis adalah pedoman hidup yang utama setelah Al-Quran. Atau
dengan kata lain hadist merupakan sumber ajaran Islam, di samping Al-
Quran. “Hadis” atau al-hadits menurut bahasa berarti al-jadid (sesuatu yang
baru). Kata hadis juga berarti al-khabar (berita), yaitu sesuatu yang
dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain.
وه ُك ْم َوأَيْ ِديَ ُك ْم إِىَل ۟ ِ ِ َّ ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذين ءامن ٓو ۟ا إِ َذا قُمتم إِىَل
َ ٱلص لَ ٰوة فَٱ ْغس لُو ا ُو ُج ْ ُْ َُ َ َ
ِ ٱلْمرافِ ِق وٱمسحو ۟ا بِرء
ۚ وس ُك ْم َوأ َْر ُجلَ ُك ْم إِىَل ٱلْ َك ْعَبنْي ِ ۚ َوإِن ُكنتُ ْم ُجنُبً ا فَٱطَّ َّه ُرو ۟اُ ُ ُ َ ْ َ ََ
ض ٰ ٓى أ َْو َعلَ ٰى َس َف ٍر أ َْو جَٓاءَ أَحَ ٌد ِّمن ُكم ِّم َن ٱلْغَٓائِ ِط أ َْو ٰلَ َم ْس تُ ُم َ َوإِن ُكنتُم َّم ْر
ۚ ُوه ُك ْم َوأَيْ ِدي ُكم ِّمْن ه ِ يدا طَيِّبا فَٱمسحو ۟ا بِوج
ُ ُ ُ َ ْ ً ً صع
ِ ٱلنِّسٓاء َفلَم جَتِ ُدو ۟ا مٓاء َفَتي َّممو ۟ا
َ ُ َ ً َ ْ َ َ
يد لِيُطَ ِّهَر ُك ْم َولِيُتِ َّم نِ ْع َمتَهُۥ َعلَْي ُك ْم
ُ َر ٍج َوٰلَ ِكن يُِر
َ َل َعلَْي ُكم ِّم ْن ح
ِ َّ ُ مَا ي ِر
َ يد ٱللهُ ليَ ْجع ُ
لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُك ُرو َن
قال رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم ال تقبل صال ة من احدث حىت يتوضاء
Istilah bayan at-taqrir atau at-ta’qid atau bayan al-isbat ini disebut pula
dengan bayan al-muwafiq li nash al-kitab al- Karim.
2. Bayan At-Taqyid
Bayan at-taqyid adalah penjelasan hadis dengan cara membatasi ayat-ayat
yang bersifat mutlak dengan sifat, keadaan, atau syarat tertentu.
Contoh hadis rosulullah yang mentaqyid ayat-ayat alquran yang bersifat
mutlaq, yaitu :
والسارق والسارقة فاقطعواايديهما جزاء مبا كسب نكاال من اهلل عزيز حكيم
3. Bayan At-Takhsis
Bayan at- takhsis adalah penjelasan Nabi SAW. dengan cara membatasi
atau menghususkan ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat umum (am).
Sehingga tidak berlaku pada bagian-bagian yang mendapat perkecualian.
Contoh hadis nabi yang berfungsi untuk mentakhsis keumuman ayat Al-
Quran sebagai berikut :
...... ُنثَينْي
َ ظ ٱأْل َّ ِوصي ُكم ٱللَّهُ ىِف ٓى أ َْوٰلَ ِد ُكم ل
ُّ لذ َك ِر ِمثْل َح ِ ي
ُ
ُ ُ
4. Bayan Tasyri’
Bayan at-tasyri’ adalah penjelasan hadis yang berupa penetapan suatu
hukum atau aturan syar’I yang didapati nashnya dalam Al-Qur’an.
Hadis yang berfungsi sebagai bayan al-tasyri’ini sangat banyak
jumlahnya. Di antaranya adalah hadis tentang zakat fitrah sebagai
berikut, sabda Nabi Muhammad SAW.
عن ابن عمر ان رسول اهلل صلىى اهلل عليه وسلم فرض زكاة الفطر من رمضان
على الن اس ص اعا من متر او ص اعا من ش عري على ك ل ح ر او عب د او ذك ر او
انثى من املسلمني
5. Bayan Tafsil
Bayan At -Tafsil berarti penjelasan dengan memrinci dengan kandungan
ayat-ayat yang mujmal, ayat yang masih bersifat global yang memerlukan
mubayyin (penjelasan).
Contoh nya adalah Q.S. Al Baqarah ayat 228
Dan kemudian untuk menjelaskan lafadz quru’ ini datanglah hadis nabi
yang berbunyi :
Talak budak dua kali dan iddahnya dua kali (H.R Ibnu Majah)
HASIL RESUME MAKALAH II STUDY HADIS
A. Pengertian Hadis
Hadist adalah pedoman hidup yang kedua setelah Al-Quran. Atau
dengan kata lain hadist merupakan sumber ajaran Islam, di samping Al-
Quran. “Hadis” atau al-hadits menurut bahasa berarti al-jadid (sesuatu yang
baru). Kata hadis juga berarti al-khabar (berita), yaitu sesuatu yang
dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Hadist
secara jumlah perawi terbagi menjadi 3 yaitu : Hadist Mutawatir, Hadist
Masyhur dan Hadist Ahad.
1. Hadis Mutawattir
Hadis mutawatir adalah hadis yang didasarkan pada panca indera
(dilihat atau didengar oleh yang menghabarkan) yang diriwayatkan oleh
sejumlah besar rowi, yang mustahil menurut adat (logika), mereka
berkumpul dan bersepakat berdusta.
c. Hadist Ahad
A. Pengertian Hadist Ahad
Secara sederhana, yang disebut hadis ahad adalah hadis yang
tidak mutawatir. Dalam beberapa literatur yang didapat pengertian
hadis ahad adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat
hadis mutawatir, atau yang jumlah periwayatnya terbatas dan tidak banyak
sebagaimana yang terjadi pada hadis mutawatir.
B. Syarat Hadist Ahad
1. Khabar yang diriwayatkan oleh satu orang, dua orang atau sedikit yang
tidak mencapai tingkatan mutawatir Dikategorikan sebagai haddist zhanny
as-tsubut
2. Memiliki sisi gelap yang kemungkinan ditolak, diabaikan bahkan tidak
diamalkan.
C. Pembagian Hadist Ahad
Hadis ahad dibagi menjadi tiga jenis yaitu, hadis masyhur, hadis aziz, dan
hadis gharib.
1. Hadis masyhur adalah hadis yang diriwayatkan lebih dari dua orang
tetapi belum mencapai derajat mutawatir.
2. Hadis aziz adalah hadis yang jumlah periwayatnya tidak kurang dari
dua orang dalam seluruh tingkatannya.
3. Hadis gharib adalah hadis yang periwayatnya diriwayatkan satu orang
saja dengan tanpa mempersoalkan dalam berbagai tingkatannya.
1. Hadis Maqbul
A. Pengertian Hadis Maqbul
Hadis Maqbul adalah hadis yang unggul dari suatu kebenaran yang
dikabarkan atau hadis yang mempunyai makna yang dibenarkan atau
diterima.
2. Hadis Mardud
A. Pengertian Hadis Mardud
Hadis Mardud adalah hadis yang tidak kuat atau hadis yang tidak
diterima atau ditolak kebenaran, pembawa beritanya. Ini terjadi karena
hilangnya satu atau lebih syarat-syarat diterimanya hadits sebagai hujjah.
Ada beberapa kecacatan pada perawi yang menjadikan hadis mardut,
diantaranya :
1. Berkaitan dengan keadilannya, yaitu :
a. Dusta
b. Tuduhan berdusta
c. Fasik
d. Bid’ah
e. Ketidakjelasan
2. Berkaitan dengan kedhabitanyya, Yaitu :
a. Kesalahan yang sangat buruk
b. Buruk hafalan
c. Kelalaian
d. Banyak prasangka
e. Menyelisihi para perawi yang siqah
B. Pembagian Hadis Mardud
1. Hadist mardud di tinjau dari gugurnya sanad:
Hadis Muallaq, yaitu hadis yang sanadnya hanya terkait dan
tersambung bagian atasnya saja, sementara bagian bawahnya
terputus.
Hadis Mu’dal yaitu hadis yang diputus sanadnya dua orang atau
lebih secara berurutan.
Hadis Munqathi’, yaitu hadis yang gugur seorang rawinya sebelum
sahabat di suatu tempat, atau gugur dua orang pada dua tempat.
Hadis Mursal, yaitu hadis yang gugur sanadnya setelah tabiin, baik
tabiin besar maupun tabiin kecil.
Hadis Mudallas, yaitu hadis yang diriwayatkan menurut cara yang
diperkirakan bahwa hadis itu tidak bernoda.
Artinya: Dari Abdullah bin Umar r.a, ia berkata: “Aku melihat Rasullullah
SAW, apabila beliau berdiri melaksanakan shalat, beliau mengangkat
kedua tangannya setentang kedua bahunya, dan hal tersebut dilakukan
beliau ketika bertakbir hendak ruku’, dan beliau juga melakukan hal itu
ketika bangkit dari ruku’, seraya membaca “sami’allahu liman hamidah”.
Beliau tidak melakukan hal itu (yaitu mengangkat kedua tangan) ketika
sujud. (H.R. Bukhari).
1
Ibnu Salah, Nuruddin A’tar, Ulumul hadits, (Madinah Al-Munawwarah: Al-Maktabah Al-Ilmiyah,
1386 H), hal.8.
Sahih. Contoh kitab Al-Jami’ al-Sahih li al-Bukhari, Sahih
Muslim, dan Sunan Abu Dawud.
b. I’tibar Syarh artinya mendapatkan informasi kualitas hadist
dari kitab-kitab syarah, yaitu kitab-kitab kutipan hadis, seperti
Buluq al-Maram, Nayl al-Anwar, Lu’lu’ wa al-Marjan, atau
Riyad al-Salihin.
c. I’tibar Fann artinya mendapatkan informasi kualitas hadist
dengan menelaah kitab-kitab fann tertentu, seperti fann tafsir,
fikih, tauhid, tasawuf, dan akhlak yang memuat dan
mengunakan hadits sebagai pembahasannya2.
2. Pengertian At-Tabi’
Secara etimologi Mutabi’ atau Tabi’ merupakan isim fa’il dati
taba’a (mengikuti), yang berarti wafaqa (menyertai). Secara
terminologi Mutabi’ adalah hadits yang para rawi didalamya mengikuti
riwayat para rawi hadits yang diriwayatkan secara sendiri, baik dalam
lafal beserta maknanya, atau hanya maknanya saja, dengan kesamaan
pada nama sahabat.
hadits At-Tabi’ adalah hadits yang matannya ada kesamaan secara lafal
atau makna dengan hadits lain (hadits ghorib) serta sanad sahabat dari kedua
hadits tersebut sama. Definisi-definisi tersebut merupakan pendapat mayoritas
ulama’ dan itu adalah definisi yang masyhur, akan tetapi ada istilah lain mengenai
definisi At-Tabi’ yaitu hadits yang rawinya telah mengikuti para rawi hadits yang
diriwayatkan secara sendiri pada lafalnya, baik terjadi kesamaan pada nama
sahabat atau tidak.
Sedangkan pengertian Mutaba’ah secara etimologi merupakan
mashdar dari kata taba’a (mengikuti), yang berarti wafaqa
( menyepakati ). Mutaba’ah berarti juga muwafaqah (kesepakatan).
Dan secara terminologi Mutaba’ah adalah seorang rawi yang
2
Ibn al-Salah, Ulum Hadits, (T.t: Maktabah al-Ilmiyah, 1972), hal-74-75.
mengikuti rawi yang lainnya dalam periwayatan hadits. Mutaba’ah
dibagi menjadi dua
a. Mutaba’ah sempurna (Tam), yaitu rawi tersebut telah
mengikuti rawi lainnya dari awal sanad hadits.
b. Mutaba’ah yang kurang sempurna (Qashirah), yaitu seorang
rawi mengikuti rawi lainnya pada pertengahan sanad hadits3.
3. Pengertian As-Syahid
As-Syahid atau Syahid secara etimologi merupakan isim fa’il dari
syahadah (kesaksian), dinamakan demikian sebab ia menjadi saksi
bahwa hadits yang diriwayatkan secara sendiri tersebut mempunyai
asal, serta menguatkannya, seperti seorang saksi yang menguatkan
perkataan pendakwa, serta mengangkatnya. Secara terminologi Syahid
adalah hadits yang para rawi di dalamnya mengikuti riwayat para rawi
hadits yang diriwayatkan secara sendiri, baik dalam lafal beserta
maknanya, atau hanya maknanya saja, dengan perbedaan pada nama
sahabatnya.
Definisi lain Syahid adalah jika mencapai perselisihan bagi para
perawi hadits yang menyendiri dengan makna, baik ada kesamaan
dengan sahabat atau berbeda. Jadi istilah Tabi’ bisa menjadi istilah
pada Syahid, begitu pula istilah syahid yang bisa menjadi istilah Tabi’.
Hadits Syahid di bagi menjadi dua:
1. Syahid bil Lafdhi, yaitu bila matan hadits yang diriwayatkan
oleh sahabat yang lain sesuai redaksi dan maknanya dengan
hadits yang dikuatkan.
2. Syahid bil Ma’na: yaitu bila hadits yang diriwayatkan oleh
sahabat lain itu hanya sesuai maknanya saja4.
⮚ I’tibar Bukan Bagian dari Tabi’ dan Syahid
I’tibar adalah sarana untuk mencapai keduanya, artinya I’tibar adalah
metode mencari dan menyelidiki adanya Tabi’ dan Syahid5.
3
Nurhah An-Nadzar, hal.38.
4
Ibid.
5
Nuzhah An-Nadzar, hal.38.
⮚ Contoh hadits Tabi’ atau Mutab’ah dan hadits Syahid
Contoh hadits Mutab’ah dan hadits Syahid Menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar
yang didalamnya mencakup di dalamnya mutaba’ah yang sempurna,
mutaba’ah yang kurang sempurna, dan As-Syahid.
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Asy-Syafi’I dalam kitab Al-
Umm, dari Malik dari Abdullah bin Dinar, dari Ibnu Umar bahwa
Rosulullah SAW, bersabda:
َال َّش ْه ُر تِ ْس ٌع َو ِع ْشرُوْ نَ فَاَل تَصُوْ ُموْ ا َحتَّى تَ َروْ ا ْال ِهاَل َل َواَل تُ ْف ِطرُوْ ا َحتَّى ت ََروْ هُ فَإ ِ ْن ُغ َّم َعلَ ْي ُك ْم فَا َ ْك ِملُوْ ا ْال ِع َّدة
ِ َوفِ ْي لَ ْف ِظ ْالبُ َخ، َ َوفِ ْي لَ ْف ِظ ُم ْسلِ ٍم فَا ْق ِدرُوْ ا لَهُ ثَاَل ثِ ْين،ثَاَل ثِ ْينَ يَوْ ًما
َاريْ فَا َ ْك ِملُوْ ا ِع َّدةَ َش ْعبَانَ ثَاَل ثِ ْين
‘’Satu bulan adalah dua puluh Sembilan hari, maka janganlah kalian
berpuasa hingga kalian melihat hilal, juga jangan pula kalian berbuka
hingga kalian melihatnya, jika hilal tersebut tertutup dari pandangan
kalian, maka sempurnakanlah hitungan (sya’ban) tiga puluh hari.”
Sebagian orang mengira, bahwa hadits ini dengan lafal yang seperti
ini diriwayatkan secara sendiri oleh Imam Asy-Syafi’i dari Imam Malik,
merekapun memasukkannya kedalam riwayat-riwayat ghorib milik Imam
Asy-Syafi’i, sebab murid-murid Imam Malik meriwayatkan hadits ini
darinya dengan sanad yang sama dengan lafal, “Jika hilal tersebut tertutup
dari pandangan kalian, maka perkirakanlah (hitunganmu).”
Akan tetapi, setelah ditelusuri jalur-jalur hadits tersebut, ditemukan
bahwa Imam Syafi’i memiliki Mutaba’ah yang sempurna, mutaba’ah yang
kurang sempurna dan As-Syahid.
a. Mutaba’ah yang sempurna : Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari
dari Abdullah bin Maslamah Al-Qa’nabi dari Malik dengan sand yang
sama, riwayat di dalamnya mengatakan, “Maka lengkapilah hitungan
(sya’ban) tiga puluh hari.”
b. Mutaba’ah yang kurang sempurna: Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu
Khuzaimah, dari jalur Ashim bin Muhammad, dari bapaknya
Muhammad bin Zaid, dari kakeknya Abdullah bin Umar dengan lafal,
“ Maka lengkapilah tiga puluh.”
c. As-Syahid: Hadits riwayat An-Nasa’i dari jalur Muhammad nin
Hunain, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Muhammad SAW bersabda, yang
didalamnya “ Jika hilal tersebut dari pandangan kalian, maka
lengkapilah hitungan (Sya’ban) tiga puluh hari6.”
4. Penerapan At-Tabi’ dan As-Syahid dalam Analisis Kualitas Hadits
Posisi Hadits Tabi’ dalam sebuah hadits yang sangat berpengaruh
pada kualitas hadits itu sendiri. Karena ketika ada sebuah hadits yang
dinilai dari segi sanad memiliki kekurangan, maka akan menyebabkan
hadits tersebut bisa mencapai derajat shahih dan hasan. Akan tetapi,
ketika ditemukan hadits yang sama dari jalur lain, maka posisi hadits
yang pertama bisa kuat dan bisa naik menjadi hadist sahih li ghoirih
(apabila yang pertama hadits tersebut merupakan hadits hasan li
dzatihi), karena adanya dukungan dari sanad lain. Dan kekurangan
pada salah satu perawi dapat dihilangkan dengan adanya bukti berupa
hadits yang sama dan diriwayatkan dengan jalur yang berbeda.
Contoh hdaits yang diriwayatkan oleh Imam Syafi’i diatas. Hadits
ini termasuk hadits Ghorib karena hanya diriwayatkan oleh Syafi’i dan
Malik. Akan tetapi ditemukan hadits lain yang sama yang diriwayatkan
oleh Abdullah bin Maslamah al-Qa’nabi dengan sanad yang sama.
Sehingga, jika hadits Imam Syafi’i tersebut hadits hasan, maka dapat
naik tingkatan menjadi hadits sahih li ghairihi. Dan jika hadits tersebut
dhaif , maka dapat naik tingkatan menjadi hadits hasan li ghairihi7.
Syahid artinya matan , maksudnya kalau terdapat satu matan hadits
yang hasan dikuatkan oleh matan lain yang hasan (yang disebut
syahid), maka masing-masing dari kedua hadits hasan tersebut bisa
menjadi hadits sahih li ghairihi. Jadi, keduanya saling menguatkan.
Begitu pula bila hadits hasan memiliki dua sanad atau lebih (yang
disebut mutabi’), maka kualitas hadits hasan tersebut naik menajdi
hadits sahih li ghairihi, Jadi kunci untuk menaikkan kualitas hadits
6
Nuzhah An-Nadzar, hal. 40.
7
Ibid.
dari hasan li dzatihi menjadi sahih li ghoirihi adalah dengna hadits
Syahid dan hadits Mutabi’. Syahid dan Mutabi’ ini kalau dalam al-
Nawawi atau jumhur adalah “ jalan yang banyak”8.
Peranan Syahid dalam analisis kuantitas sanad Syahid sangat
diperlukan dalam proses penelitian hadits untuk menguatkan posisi
suatu hadits untuk menguatkan posisi suatu hadits dalam segi
kuantitasnya. Sebuah hadits yang pada mulanya adalah hadits Ghorib
(hanya diriwayatkan oleh seorang rawi) dapat naik tingkatannya
menjadi hadits ‘aziz, hadits masyhur atau bahkan hadits hadits
mutawattir bila ada Syahid. Contohnya seperti hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Syafi’i diatas. Pada mulanya Imam Syafi’i
dianggap sendirian didalam meriwayatkan hadits tersebut. Oleh karena
itu, hadits tersebut dikatakan hadits ghorib. Akan tetapi, kemudian di
temukan hadits yang diriwayatkan oleh al-Nasa’i dari Muhammad Ibnu
Hunayin dari Ibnu Abbas, maka keghoriban hadits tersebut secara
otomatis menjadi hilang.
8
M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, ( Bandung: Bulan Bintang, 1991),
hal.214.
Jarh wa ta’dil
A,pengertian jarh wa ta’dil
Jarh secara bahasa berarti “luka, cela, atau cacat”. Sedangkan menurut istilah
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kecacatan para perawi, seperti pada
keadilan dan kedhabitan. para ahli hadits mendefinisikan Al Jarh dengan
“kecacatan pada perawi hadits disebabkan oleh sesuatu yang dapat merusak
kaadilan dan kedhobitan perawi”. Sedang At Ta’dil secara bahasa berarti
At Taswiyyah (menyamakan), menurut istilah berarti lawan dari Al Jarh yaitu
pembersihan atau pensucian perawi dan ketetapan bahwa ia adil atau dhabit.
Ulama lain mendefinisikan Al Jarh Wa At Ta’dil dalam satu definisi yaitu ilmu
yang membahas para perawi hadits dari segi yang dapat menunjukkan keadaan
mereka, baik yang dapat mencacatkan atau membersihkan mereka, dengan
ungkapan atau lafal tertentu.
B. Dalil Disyariatkannya Al Jarh Wa At Ta’dil
Dalil yang menjadi disyariatkannya Al Jarh Wa At Ta’dil adalah firman
Alloh yang terdapat dalam Surat Al Hujurat ayat 6 :
12
Sebelum dikhususkan untuk metode Al-Qiro’ah, lafadz tersebut termasuk shigat metode As-
Sama’.
a. Guruku memberikan informasi kepadaku seperti ini..
(أعلمني شيخي بكذا...)
7. Al-Wasiyah
a. Fulan berwasiat kepadaku seperti ini... ()أوصى إلي فالن كذا
b. Fulan memberitakan kepadaku dengan wasiat (metode wasiat dan as-
sama’)()حدثني فالن كذا
8. Al-Wijadah
Metode ini termasuk kategori munqati’ (terputus sanad), tetapi ada
unsur muttasilnya.
a. Aku dapatkan pada tulisan Fulan seperti ini... (وجدت بخط فالن كذا...)
b. Aku membaca pada tulisan Fulan seperti...(قرأت بخط فالن كذا...)
13
Muhammad Nasir & Hamam Faizin, Hadis-Ilmu Hadis, (Jakarta : Kementrian Agama Republik
Indonesia, 2014), Hal.153.
ungkapan yang tegas bertemu dengan gurunya dengan menggunakan
ungkapan bertemu (ittishal).
Contoh hadits mu’an’an :
س ْيباَنِ ِّي عَنْ َع ْب ِد هللا ْب ِن ْ سنُ بْنُ َع َرفَةَ َح ّدثَنا َ إ
ٍ َ س َم ِع ْي ُل بْنُ َعيّا
ّ ش عَنْ يَ ْح َي ْب ِن أبي َع ْم ٍرو ال َ َ َح َّدثَنا
َ الح
ال ّد ْيلَ ِم ِّي
Para ulama berbeda pendapat tentang pengamalan hadits. Diantara mereka
berpendapat bahwa hadits ini termasuk hadits munqati’ (terputus sanadnya)
atau mursal. Berarti dihukumi dha’if sampai ada penjelasan
kemuttashilannya.
Menurut mayoritas ulama menerima hadits ini dan dihukumi muttashil
dengan dua syarat.
1. Periwayat yang menggunakan ‘an tidak mudallis.14
2. Periwayat yang menggunakan ‘an bertemu atau mungkin bertemu dengan
orang yang menyampaikan hadits kepadanya.15
F. Hadits Muannan
Menurut bahasa, kata muannan mempunyai arti bahwasannya,
sesungguhnya. Menurut istilah, hadits muannan adalah hadits yang dikatakan
dalam sanadnya memberitakan kepada kami bahwasannya si Fulan
memberitakan kepadanya begini.
Contoh hadits muannan :
ب قال كذا َ س ِع ْي َد بنَ الُ َم
ِ ّ سي ٍ َ شها
َ ّب أن َ َحد
ِ ّث ماَلِ ٌك ع ِن ا ْب ِن
Terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang hukum hadits
muannan. Diantara mereka berpendapat bahwa hadits muannan termasuk
munqathi’ sehingga ada penjelasan bahwa ia mendengar berita tersebut dari
sanad lain. Atau penjelasan bahwa ia menyaksikan atau mendengarnya.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa hadits muannan dihukumi muttashil.
Tetapi harus memenuhi dua persyaratan yang sama seperti hadits mu’an’an.
Abu Al-Asybal menegaskan bahwa :
14
Seorang yang menyembunyikan cacat.
15
Dua syarat yang diajukan Al-Bukhori dan Al-Madani
1. Perowi hadits muannan yang tidak semasa dengan orang yang
menyampaikan, atau semasa tetapi tidak pernah bertemu, maka dihukumi
munqathi’ dan tidak dapat dijadikan hujjah.
2. Perowi hadits muannan yang semasa dengan orang yang menyampaikan
berita, tetapi tidak diketahui ia bertemu atau tidak. Atau diketahui tetapi ia
seorang mudallis, maka ditangguhkan (tawaqquf) hingga dapat diketahui
muttashilnya
TAKHRIJ AL- HADITS
17
M. Agus sholahuddin, Ulumul Hadis, (Bandung:Pustaka Setia, 2017), 204.
al-wafayat (tahun kelahiran dan kematian).dengan
langkah ini dapat diketahui bersambung atau tidak
sanadnya.
e. Meneliti Al-Jarh wa at-ta’dil untuk mengetahui
karakteristik rawi yang bersangkutan,baik dari segi
aspek moral maupun aspek intelektualnya (keadilan
dan ke-dhabit-an).
2. Penelitian matan
Sebagai langkah terakhir adalah penelitian terhadap
matan hadis, yaitu menganalisis matan untuk mengetahui
kemungkinan adanya syudzudz padanya. Langkah ini dapat
dikatakan sebagai langkah yang paling berat dalam
penelitian suatu hadis, baik teknik pelaksanaanya maupun
aspek tanggung jawabnya. Hal itu karena kebanyakan
pengamalan suatu hadis justru lebih bergantung pada hasil
analisis matannya daripada penelitian sanad.
Langkah ini memerlukan wawasan luas dan
mendalam. Untuk itu, seorang peneliti dituntut untuk
menguasai bahasa Arab dengan baik, menguasai kaidah-
kaidah yang bersangkutan dengan tema matan hadis,
memahami prinsip-prinsip ajaran islam, mengetahui
metode istinbath, dan sebagainya.
C. Kitab-kitab Yang Dapat Digunakan Untuk Menelusuri Hadits
Ada beberapa kitab yang diperlukan untuk melakukan kegiatan takhrij
hadist dari sisi jenisnya, kitab-kitab yang diperlukan adalah kitab kamus
hadist, kitab Athrof Al-Hadist, kitab-kitab hadist seperti kitab-kitab yang
tergabung dalam istilah Al-Kutub Al-Sittah, dan lain-lain. Selanjutnya jika
kegiatan takhrij itu sampai pada penelitian sanad hadist, maka kitab-kitab
tentang sejarah para perawi, seperti ilmu Ijal Al-Hadist, ilmu Tarikh Al-Rawi,
dan ilmu Al-Jarh Wa Ta’dil, sangat diperlukan. Adapun kitab-kitab tersebut
antara lain:18
1. Hidayatul Bari Ila Tartibi Ahaditsil Bukhori.
Penyusun kitab ini adalah Abdur Rahman Ambar Al-Misri At-Tahtawi.
Kitab ini disusun khusus untuk mencari hadist-hadist yang termuat dalam
Sahih Al-Bukhari. Lafal-lafal hadist disusun menurut aturan urutan hufuf
abjad Arab. Namun hadist-hadist yang dikemukakan secara berulang
dalam Sahih Bukhari tidak dimuat secara bermuat dalam kamus diatas.
Dengan demikian perbedaan lafal dalam matan hadist riwayat al-bukhari
tidak dapat diketahui lewat kamus tersebut.
2. Mu’jam al-Alfadzi wa la siyyama al-garibu minha atau fihris litartibi
ahadtsi sahihi muslim.
Kitab tersebut merupkan salah satu juz, yakni juz ke-V dari kitab Sahih
Muslim yang disunting oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi. Juz V ini
merupakan kamus terhadap juz ke-I – IV yang berisi:
a. Daftar urutan judul kitab serta nomor hadist dan juz yang
memuatnya.
b. Daftar nama para sahabat nabi yang meriwayatkan hadist yang
termuat dalam Sahih Muslim.
c. Daftar awal matan hadist dalam bentuk sabda yang tersusun
menurut abjad serta diterangkan nomor-nomor hadist yang
diriwayatkan oleh bukhori, bila kebetulan hadist tersebut juga
diriwayatkan oleh bukhori.
3. Miftahus Sahihain
Kitab ini disusun oleh Muhammad Syarif bin Mustafa Al-Tauqiah. Kitab
ini dapat digunakan untuk mecari hadist-hadist yang diriwayatkan oleh
muslim. Akan tetapi hadist-hadist yang dimuat dalam kitab ini hanyalah
hadist-hadsit yang berupa sabda (Qauliyah) saja. Hadist tersebut disusun
menurut abjad dari awal lafal hadist lafal matan hadist.
4. Al-Bughyatun Fi Tartibi ahadisi al-hilyah
18
Nawawi, Pengantar Studi Hadits, (Surabaya: Kopertais IV Press, 2017), 187.
Kitab ini disusun oleh Sayyid Abdul Aziz bin Al-Sayyid Muhammad bin
Sayyid Siddiq Al-Qammari. Kitab hadist tersebut memuat dan
menerangkan hadist-hadist yang tercantum dalam kitab yang disusun
Abu Nuaim Al-Asabuni (w. 430 H) yang berjudul: Hilyatul Auliyai Wa
Tabaqatul Asfiya’i.
5. Al-Jamius Sagir
Kitab ini disusun oleh imam Jalaludin Abdur Rahman As-Suyuti (w. 91
H). Kitab kamus hadist tersebut memuat hadist-hadist yang terhimpun
dala kitab himpunan kutipan hadist yang disusun oleh As-Suyuti juga,
yakni kitab Jam’ul Jawani.
Hadist yang dimuat dalam kitab jamius sagir disusun berdasarkan urutan
abjad dari awal lafal matan hadist. Sebagian dari hadist-hadist secara
lengkap dan ada pula yang ditulis sebagian-sebagian saja, namun telah
mengandung pengertian yang cukup.
6. Al-Mu’jam al-mufahras il alfazil hadist nabawi
Penyusun kitab ini adalah sebuah tim dari kalangan orientalis. Di antara
anggota tim yang paling aktif dalam kegiatan proses penyusun ialah Dr.
Arnold John Wensinck (w.j 939 m), seorang profesor bahasa-bahasa
Semit, termasuk bahasa Arab di Universitas Leiden, negeri Belanda.
7. Miftahu Kunuz al-Sunnah
Kitab ini disusun oleh Dr. Arnold John Wensinck (w.j 939 m), seorang
profesor bahasa-bahasa Semit, tarmasuk bahasa Arab di Universitas
Leiden, Belanda. Berbeda dengan Al-Mu’jam al-mufahras il alfazail
hadist nabawi kitab ini disusun berdasarkan tema. Jika pada kitab al-
Mu’jam, cara mencarinya berdasarkan lafadh-lafadh yang ada pada
hadits, maka kitab Miftahu Kunuz al-Sunnah ini, cara mencarinya
berdasar thema hadits. Jadi jika kita tidak hafal lafat hadits yang hendak
dicarinya, maka kita bisa mengingat apa tema hadits yang bersangkutan
kemudian mencari lewat kitab ini.19
19
Nawawi, Pengantar Studi, 186-180
D. Kegunaan Kitab al-Mujam al-Mufahras li al fadzil Hadits an-Nabawy
Kitab ini dimaksudkan untuk mencari hadis berdasarkan petunjuk
lafazh matan hadits. Berbagai lafazh yang disajikan tidak dibatasi hanya
lafazh-lafazh yang berada di tengah dan bagian-bagian lain dari matan hadis.
Dengan demikian, kitab Mu’jam mampu memberikan informasi kepada
pencari matan dan sanad hadis selama sebagian dari lafazh matan yang
dicarinya itu telah diketahuinya.20
Dengan adanya kitab al-Mu’jam al-Mufahras Lil al-Fadz al-Hadits
an-Nabawy ini, memberi kemudahan bagi para pengkaji hadits-hadits
tematik. Yang mana kita hanya perlu mengetahui salah satu kosa kata atau
kata kuncinya saja, jika kita mencari sebuah hadits sudah ditemukan dalam
kitab ini maka kita akan ketahui dalam kitab apa saja hadits tersebut
disebutkan.21
20
Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits (Bandung: CV Pustaka Setia, 2017), 196.
21
Sekilas Mengenai al-Mu’jam al-Mufahras Lil al-Fadz al-Hadits an-Nabawy Karya Arentjan
Wensinck, (Online), https://www.dakwatuna.com/2015/05/29/69381/sekilas-mengenai-al-mujam-
al-mufahras-lil-al-fadz-al-hadits-an-nabawi-karya-arentjan-wensinck-#axzz5YTY1rHvP, diakses
pada tanggal 6 November 2020.
al-Tis’ah adalah kitab yang memuat hadits-hadits yang popular
yang diriwayatkan oleh 9 (Sembilan) imam dalam kitab hadit yang
telah disusun oleh mereka masing-masing. Adapun Sembilan imam
yang dimaksud yaitu antara lain :
1. Imam Bukhori/Shohih Bukhori
2. Imam Muslim/Shohih Muslim
3. Sunan Abu Dawud
4. Sunan Tirmidzi
5. Sunan An-Nasa’i
6. Sunan Ibnu Majah
7. Musnad Ahmad
8. Muwatho Malik
9. Sunan Ad-Darimi
2. Nama-Nama Kitab dan Model Penyusunannya
1. Al-Jami’ Sahih Bukhari
2. Kitab tentang iman
3. Kitab tentang ilmu
4. Kitab tentang wudhu
5. Kitab tentang mandi besar
6. Kitab tentang tayammum
7. Kitab tentang shalat
8. Kitab tentang tabir pembatas orang yang melakukan shalat
9. Kitab tentang waktu shalat
10. Kitab tentang azan
Adapun sistematika penulisan kitab shahih Al-bukhari disusun
dengan membagi beberapa judul, jika dicermati secara mendalam,
setidaknya ada dua hal yang dapat diperoleh:
a. Judul kitab atau bab yang dikemukakan menunjukkan
kedalaman pemahaman imam bukhori terhadap kandungan
hadist yang disebutkan.
b. Judul kitab dan bab merupakan representasi dari sikap
imam bukhari terhadap masalah tertentu. Dengan lain kata,
judul tersebut merupakan hasil ijtihadnya tentang
kandungan hadist yang dikemukakan.22
2. Al-Jami’’ Sahih Muslim
1. Kitab tentang iman
2. Kitab tentang haid
3. Kitab tentang salat
4. Kitab tentang salat safar
5. Kitab tentang salat jum’at
6. Kitab tentang salat id
7. Kitab tentang salat istisqa’
8. Kitab tentang salat atas janazah
9. Kitab tentang puasa
10. Kitab tentang i’tikaf
Sistematika penulisan kitab Shahih Muslim diakui oleh banyak
ulama sebagai sistematika yang lebih baik. Pertama, ia menyebut
menempatkan hadis-hadis yang semakna beserta sanadnya dalam satu
kelompok tertentu. Kedua, ia menghimpun sanad yang muttafaqun alaihi
(disepakati oleh ulama) dan yang tidak dengan metode tahwil
(berpindahnya jalur rawi) dengan menggunakan lambang huruf ha( ) ح.
Ketiga, ia lebih banyak mengutip hadis-hadis riwayat bi al-lafzhi. Ini
merupakan satu kelebihan di banding hadis-hadis riwayat Imam al-
Bukhari. Keempat, ia sangat memperhatikan matan hadis. Jika ada dua
rawi yang menyampaikan hadis, maka ia menyebutkan lafaz dari perawi
tertentu. Atau juga bila ada ziyadah (tambahan lafaz), maka ia juga
menyebutkannya.23
22
Neko Nyaa, Kutub Al-Tis’ah DOXC, PDF, TXT atau baca online dari Scribd. Diunggah pada Dec
17, 2018.
23
Neko Nyaa, Kutub Al-Tis’ah. DOXC, PDF, TXT atau baca online dari Scribd. Diunggah pada Dec
17, 2018.
3. Sunan At-Tirmidzi
1. Kitab tentang bersisuci
2. Kitab tentang salat
3. Kitab tentang salat jum’at
4. Kitab tentang zakat
5. Kitab tentang puasa
6. Kitab tentang haji
7. Kitab tentang janazah
8. Kitab tentang nikah
9. Kitab tentang menyusui
10. Kitab tentang talaq dan sumpah
Sistematika penulisannya dipandang cukup baik. Pertama, ia
merangkum hadis-hadis menyangkut berbagai bidang keagamaan.
Kedua, Membuat judul bab dan meletakan satu, dua atau tiga hadis.
Ketiga, menunjukan adanya hadis yang diriwayatkan oleh sahabat
lain. Keempat, menunjukan kualitas hadis, dan terdakang menjelaskan
kualitas rawinya dengan istilah-istilah baru, seperti: shahih, hasan,
hasan shahih, shahih gharib, hasan ligharih dan hasan lidzatih.
Kelima, menerangkan makna hadis dan pendapat-pendapat hukum
ulama.24
4. Sunan Abi Daud
1. Kitab tentang bersisuci
2. Kitab tentang salat
3. Kitab tentang zakat
4. Kitab tentang harta temuan
5. Kitab tentang manasik
6. Kitab tentang nikah
7. Kitab tentang talaq
8. Kitab tentang puasa
24
Neko Nyaa, Kutub Al-Tis’ah DOXC, PDF, TXT atau baca online dari Scribd. Diunggah pada Dec
17, 2018.
9. Kitab tentang jihad
10. Kitab tentang sembelihan
Sistematika penulisan sunan abi daud: disusun berdasarkan bab,
Sistematika penulisan Kitab Sunan Abu Daud sangat baik. Pertama, ia
memberi komentar terhadap kualitas sebagian hadis. Kedua, sangat
memperhatikan matan hadis sehingga ia menyebutkan lafaz hadis ini
dari si fulan. Demikian pula bila ada tambahan ia pun menyebutkan
bahwa pada matan hadis ini ada ziyadah. Ketiga, ia juga menghimpun
beberapa jalur sanad yang lain bahkan terkadang sampai tiga jalur
sanad untuk satu hadis.
5. Sunan Ibnu Majah
1. Kitab tentang bersisuci dan sunah-sunahnya
2. Kitab tentang salat
3. Kitab tentang adzan dan sunahnya
4. Kitab tentang masjid dan jamaah
5. Kitab tentang menegakkan salat dan sunahnya
6. Kitab tentang janazah
7. Kitab tentang puasa
8. Kitab tentang zakat
9. Kitab tentang nikah
10. Kitab tentang talaq
6. Sunan An-Nasa’i
1. Kitab tentang bersisuci
2. Kitab tentang air
3. Kitab tentang kiblat
4. Kitab tentang haid dan istihadah
5. Kitab tentang mandi dan tayamum
6. Kitab tentang salat
7. Kitab tentang waktu salat
8. Kitab tentang adzan
9. Kitab tentang masjid
10. Kitab tentang kiblat
7. Sunan Ad-Darimi
1. Kitab tentang bersisuci
2. Kitab tentang salat
3. Kitab tentang zakat
4. Kitab tentang puasa
5. Kitab tentang manasik
6. Kitab tentang berqurban
7. Kitab tentang berburu
8. Kitab tentang makanan
9. Kitab tentang minuman
10. Kitab tentang mimpi
8. Al-Muwatta’ Imam Malik
1. Kitab tentang waktu salat
2. Kitab tentang bersisuci
3. Kitab tentang lupa
4. Kitab tentang salat jumat
5. Kitab tentang salat dalam bulan ramadhan
6. Kitab tentang salat malam
7. Kitab tentang salat jamaah
8. Kitab tentang qasar salat dalam perjalanan
9. Kitab tentang salat id
10. Kitab tentang salat khouf
Dari 5 kitab hadis (suna abu daud, sunan nasa’I, ad-darimi, ibnu
majah, muwatta’) diatas, sisematika penulisan hadisnya menggunakan
sistematika fiqh, karena penulisan kitab hadis tersebut terjadi pada pasca
imam mazhab al-arbaah.
B. Isi dan Sistematika Musnad Asy Syafi’i
Kitab Musnad adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan nama-
nama sahabat yang meriwayatkan hadis. Biasanya dimulai dengan nama
sahabat yang pertama kali masuk Islam atau disesuaikan dengan urutan
abjad. Namun demikian, definisi istilah tersebut tidak berlaku terhadap
karya imam Syafii ini. Karya tersebut lebih kepada corak kitab fiqh
sehingga penyusunannya berdasarkan bab-bab fiqh, tidak berdasarkan
abjad sahabat-sahabat Nabi.
Untuk memudahkan pemahaman tersebut, berikut ini daftar isi kitab
Musnad al-Syafi’i :
No Kitab/Bab No Kitab/Bab
1 ما خرج من كتاب الوضوء 36 العدد إال ما كان منه معادا
2 ستقبال القبلة في الصالة 37 القرعة والنفقة على األقارب
3 اإلمامة 38 الرضاع
4 إیجاب الجمعة 39 ذكر اهللا تعالى على غیر وضوء
والحیض
5 العیدین 40 قتال أهل البغي
6 الصوم والصالة والعیدین Qواالستسقاء 41 قتال المشركین
وغیرها
7 الزكاة من أوله إال ما كان معادا 42 األسارى والغلول وغیره
8 باحة الطالق 43 قسم الفيء
9 الصیام الكبیر 44 صفة نهى النبي صلى اهللا علیه و سلم
وكتاب المدبر
10 المناسك 45 التفلیس
11 البیوع 46 الدعوى والبینات 1
12 الرهن 47 صفة أمر النبي صلى اهللا علیه و سلم
والوالء الصغیر وخطأ الطبیب وغیره
13 الیمین مع الشاهد الواحد 48 المزارعة وكراء األرضي
14 اختالف الحدیث وترك المعاد منها 49 القطع في السرقة وأبواب كثیرة
15 الجزء الثاني من اختالف الحدیث من 50 البحیرة والسائبة
األصل العتیق
16 الطالق 51 الصید والذبائح
17 العتق 52 الدیات والقصاص
18 جراح العمد 53 جراح الخطأ
19 المكاتب 54 السبق والقسامة والرمي والكسوف
20 المكاتب 55 الكسوف
21 اختالف مالك والشافعي رضي اهللا 56 الكفارات والنذور واألیمان
عنهما
22 الرسالة إال ما كان معادا 57 السیر على سیر الواقدي
23 الصداق واإلیالء 58 السیر على سیر الواقدي
24 الصرف 59 الجنائز والحدود
25 الجنائز والحدود 60 الحج من األمال
26 الشغار 61 مختصر الحج الكبیر
27 الظهار واللعان 62 النكاح من اإلمالء
28 الخلع والنشوز 63 الوصایا الذي لم یسمع منه
29 إبطال االستحسان 64 أدب القاضي
30 أحكام القرآن 65 الطعام والشراب وعمارة األرضین مما
لم یسمع الربیع من الشافعي
31 األشربة وفضائل قریش وغیره 66 الوصایا الذي لم یسمع من الشافعي
رضي اهللا عنه
32 األشربة 67 اختالف علي وعبد اهللا مما لم یسمع
الربیع من الشافعي
33 عشرة النساء 68
34 التعریض بالخطبة 69
35 الطالق والرجعة 70
Sistematika penulisan diatas,25 jika dibandingkan dengan kitab
musnad lainnya berbeda sama sekali, dalam artian bahwa kitab-kitab
lainnya disusun berdasarkan abjad sahabat, terutama sahabat nabi yang
pertama kali masuk Islam.
25
Sistematika tersebut berbeda dengan hasil kajian yang dilakukan oleh Dzulmani dalam
karyanya. Dia mencantumkan bab atau kitab dalam Musnad al-Syafii hanya berjumlah 52 bab.
Selengkapnya lih. Dzulmani, Mengenal Kitab-Kitab…hlm. 155-157. Sedangkan penulis sendiri data
berdasarkan versi digital al-Maktabah al-Syamilah dan Versi cetak terbitan Kharamain.
Al-Mu' jam al-Saghir dan al-Mu’jam al-Ausat karya alTabarani
disusun berdasarkan urutan nama guru-gurunya, sedangkan al-Mu’jam al-
Kabir disusun berdasarkan urutan nama para sahabat menurut sistematika
huruf mu’jam.
Berikut ini contoh kitab al-Mu'jam al-Sagir Juz I : Bab al-Alif,
1. Rawi yang diawali dengan nama Ahmad, sebanyak l98
orang.
2. Rawi yang diawali dengan nama Ibrahim sebanyak 50
orang.
3. Rawi yang diawali dengan nama Isma’il sebanyak 12
orang.
4. Rawi yang diawali dengan nama Ishaq, sebanyak 16 orang.
5. Rawi yang diawali dengan nama Idris sebanyak 2 orang.
6. Rawi yang diawali dengan nama Ayub sebanyak 1 orang.
7. Rawi yang diawali dengan nama Usamah sebanyak 2
orang.
8. Rawi yang diawali dengan nama Anas sebanyak 1 orang.
9. Rawi yang diawali dengan nama Aban sebanyak 1 orang.
10. Rawi yang diawali dengan nama Aslam sebanyak 1 orang.
11. Rawi yang diawali dengan nama al-Ahwas sebanyak 1
orang.
12. Rawi yang diawali dengan nama al-Azhar sebanyak I
orang.
13. Rawi yang diawali dengan nama al-Aswad sebanyak 1
orang. dst
Meskipun kitab ini menggunakan sistematika berdasarkan
huruf hijaiyyah, namun hanya memperhatikan huruf pertama
saja, misalnya dari nama Isma'il kemudian Ishaq dan Idris.
Seharusnya jika disusun berdasarkan huruf hija'iyyah maka
urutannya adalah ldris, Ishaq baru Isma'il.
Di samping itu, salah satu karakteristik atau kelebihan dari
kitab al-Mu’jam al-Saghir adalah setiap sanad diberi komentar
tentang hubungan antara guru dengan muridnya atau antara rawi
yang satu dengan rawi berikutnya
D. Isi dan Sistematika Kitab Mustadrak Al Hakim
Kitab ini tersusun dalam 4 jilid besar yang bermuatan 8.690 hadis
dan mencakup 50 bahasan (kitab). Kitab karya al-Hakim ini termasuk
kategori kitab al-Jami', karena muatan hadisnya terdiri dari berbagai
dimensi, aqidah, shariah, akhlaq, tafsir dan sirah. Adapun rincian jumlah
hadis dikaitkan dengan temanya adalah: aqidah 251 hadis; ibadah 1277
hadis; hukum halal haram 2519 hadis; takwil mimpi 32 hadis; pengobatan
73 hadis; rasul-rasul 141 hadis; 1218 hadis tentang biografi sahabat; huru-
hara dan peperangan 347 hadis; kegoncangan hari kiamat 911 hadis;
peperangan Nabi dan al-fitan 733 hadis; tafsir 974 hadis dan fadail al-
Qur’an 70 hadis.
Adapun sistematika Kitabnya, mengikuti model yang dipakai oleh
al-Bukhari maupun Muslim, dengan membahas berbagai aspek materi dan
membaginya dalam kitab-kitab atau tema tertentu dan sub-subnya. Adapun
salah satu contoh rinciannya adalah sebagai berikut :
Jilid Pertama
No Judul Kitab Jumlah Hadits
1 Kitab imam 278
2 Kitab ilmu 155
3 Kitab taharah 228
4 Kitab salat 352
5 Kitab al-jum’ah 82
6 Kitab salat ‘idain 29
7 Kitab salat witir 34
8 Kitab salat tatawwu’ 51
9 Kitab al sahwi 13
10 Kitab salat istisqo’ 13
11 Kitab salat kusuf 17
12 Kitab khauf 9
13 Kitab al-janaiz 162
14 Kitab zakat 105
15 Kitab siyam 77
16 Kitab manasik 192
17 Kitab do’a takbir dan tahlil 219
18 Kitab fadail al-qur’an 110
E. Isi Global Kitab Ushul Al Ghabah Bi Ma’rifati Shobahah
Kitab “ushul al-Ghabah bi ma’rifati ash-shahabah” karya seorang
Mousul yakni Ibnu Atsir, yang lengkapnya dengan nama I’zuddin Abu
Hasan A’li bin Abi al-Karom Muhammad bin Muhammad bin Abdil
Karim Assyabani adalah pengarang sebuah kitab yang amat terkenal
dikalangan para ulama dan umat islam, pada khususnya yang mana kitab
ini termasuk kedalam tiga kitab termashur dari puluhan kitab yang
membahas, didalamnya tentang para rijalul hadis dari kalangan sahabat,
tabii’n dan ulama-ulama yang sampai pada masanya baik laki-laki maupun
perempuan. Berikut adalah rincian dari kitab ushul al-ghabah bi ma’rifati
shohabah :
Jilid pertama yang didalamnya memuat pembahasan tentang
muqodimah an-Nasir, serta sekilas tentang biografi singkat Ibnu Atsir dan
khosoisu kitab ushul al-ghabah fi ma’rifati as-shahabah.
Selanjutnya pada jilid pertama ini juga memuat didalamnya prakata
ataupun muqodimah yang disampaikan oleh seorang mualif/pengarang
Ibnu Atsir, serta pembahasan singkat, sebagai keta’ziman ataupun
penghormatan beliau kepada para ulama sebelumya yang telah mengarang
beberapa kitab tafsir ataupun hadis yang mana diataranya: Tafsir al-Qur’an
al-Majid karya Ibnu Ishaq, al-Wasit fi tafsiri aidon lilwahidi, shahih
bukhori, shahih Muslim, al-Muwato li Imam Malik, Musnad Ahmad bin
Hamba, Musnad Abi Daud, al-Jami’ al-Kabir karya at-Turmudzi, Sunan
an-Nasa-i, Maghazi Ibnu Ishaq, Musnad Mu’af bin i’mroni dan seterusnya.
B. Kitab al-sunnan
Kitab sunan adalah kitab yang menghimpun hadis-hadis hukum yang
marfu’ dan disusun berdasarkan bab-bab fikih pada umumnya. Yakni memuat bab
taharah (kesucian), shalat, zakat, puasa, dan haji. Bab mu’amalat mengandung jual
beli (buyu’), sewa menyewa (ijrah), gadai (rahn) dan lain-lain. Bab munakahat
dan faraid (pernikahan dan harta warisan), jinayat dan hudud (pidana dan
hukumnaya). Kitab jenis ini hanya memuat hadis-hadis tertentu bukan memuat
semua aspek ajaran islam. Kitab sunan yang mashur adalah Sunan Abi Dawud,
Sunan at Turmudzi, Sunan al-Nasa’I dan Snan Ibnu Majah 27
26
Al-Ghifri Musqit Jabar, Membahas Kitab Hadis, Kitab sahih al-Bukhari dan Sunan al-
Turmudzi, 1, (Agustus, 2017), 24
27
Zaknatiul, Tipologi Penyusunan Kitab Hadis.
C. Kitab al-Mustadrak
Al-Mustadrak merupakan kitab hadis yang memuat hadis-hadis yang
sesuai dengan syarat-syarat Mukhorij tertentu,tetapi Mukhorij tidak memuat isi
dari kitab Mustadrak di dalam kitabnya. seperti karya Imam Al-Hakim Al-
Naisaputri (w 405 H), beliau menulis kitab al-mustadtak ‘ala al-shahihain, di
mana hadis-hadis yang tidak tercantum di dalam kitab shahih al-
Bukhari dan shahih muslim dicantumkan dalam kitabnya. Namun beliau
mengikuti kriteria-kriteria periwayatan hadis yang ditentukan oleh Imam Bukhari
dan Imam Muslim
Al mustadrak berjasa paling tidak dalm tiga hal, yaitu:
1. Menampilkan ragam hadist yang secara sengaja maupun tidak diabaikan oleh
para penulis kitab sebelumnya.
2. Menunjukan transmisi hadist tertentu yang secara subjectif dinilai sahih oleh
penulis mustadrak.
3. Menampakan adanya penuturan yang berbeda terhadap matan hadist tertentu.
D. Kitab al-mutakhraj
Al-Mustakhraj merupakan kitab hadis yang memuat hadis-hadis yang
diambil dari kitab hadis lain,28 Manakala penyusunan kitab hadits berdasarkan
penulisan kembali hadits-hadits yang terdapat dalam kitab lain, dengan
menggunakan sanad sendiri yang bukan sanad tersebut, maka metode ini
disebut mustakhraj.
Sebagai contoh, kitab mustakhraj atas kitab shahih al-Bukhari, maka
penulisnya menyalin kembali Hadits-hadits yang terdapat dalam kitab shahih al-
Bukhari, kemudian mencantumkan sanad dari dia sendiri bukan sanad yang
terdapat dalam kitab shahih al-Bukhari.
Ada lebih dari sepuluh buah kitab mustakhraj.
1. Al-mustakhraj ‘ala al-sahihain:
28
Al-Ghifri Musqit Jabar, Membahas Kitab Hadis, Kitab sahih al-Bukhari dan Sunan al-
Turmudzi, 1, (Agustus, 2017), 26.
a. Karya Abu Nu’aim al-Ishbahani (w 430 H )
b. Karya ibnu al-Akhram (w 344 H)
c. Karya Abu Bakr al-barqani (w 425)
2. Al-mustakhraj ‘ala al-jami’ lal-Bukhari:
a. karya Al-Isma’ili (w 371 H)
b. karya Al-Gatrifi ( w 377 H )
c. karya Ibnu Abi Dzuhl (w 378 H )
3. Al- mustakhraj ‘ala al-shahih limuslim
a. Karya Abu ‘Awanah al-asfarayaini (w 310 H)
b. Karya al-Hayiri ( w 311 H )
c. Karya Abu Hamid al-Harawi ( w 425 H )
d. Al- mustakhraj ‘ala Sunan Abi Dawud, karya Qosim Ibn Asbag.29
E. Kitab al-masanid
Salah satu yang unik dalam penyusun hadits adalah di antara para ulama
hadits ada yang tidak menggunakan metode klasifikasi hadits, melainkan
berdasarkan nama para shahabat Nabi s.a.w yang meriwayatkan hadis itu. Metode
ini disebut musnad. Sehingga orang yang merujuk kepada kitab musnad dan ia
mau mencari hadits yang berkaitan dengan bab salat misalnya, ia tidak akan
mendapatkan hasil apa-apa. Sebab dalam kitab musnad tidak akan ditemukan bab
salat, bab zakat dan sebagainya, yang ada hanyalah bab tentang nama-nama
shahabat Nabi berikut hadits-hadits yang diriwayatkan mereka.
Jumlah kitab musnad ini banyak sekali, menurut suatu sumber lebih dari seratus
buah. Namun hanya beberapa kitab saja yang populer, misalnya:
1. Kitab al-musnad karya al-Humaidi (w 219 H),
2. Kitab al-musnad karya Abu Dawud al-Tayalisi (w 204 H),
3. Kitab al-musnad karya Imam Ahmad bin Hanbal (w 241 H ),
4. Kitab al-musnad karya Abu ya’la al-Maushili (w 307 H).30
29
Zakinatul Izzah, Tipologi Penyusunan Kitab Hadis, (Online),
(https://tipologipenyusunankitabhadis.com/kitabhadis.html diakses tanggal 1 Desember 2018)
30
Zaknatiul, Tipologi Penyusunan Kitab Hadis.
F. Kitab al-athraf
Al-Athraf adalah kumpulan hadits dari beberapa kitab induknya dengan
cara mencantumkan bagian atau potongan hadits yang diriwayatkan oleh setiap
sahabat. Penyusunan hanyalah menyebutkan beberapa kata atau pengertian yang
menurutnya dapat dipahami hadits yang dimaksud. Sedangkan sanad-sanadnya
terkadang ada yang menulisnya dengan lengkap dan ada yang menulisnya dengan
mencantumkan sebagiannya saja. Kitab athraf juga adalah kitab hadits yang hanya
menyebut sebagian dari matan-matan hadits tertentu kemudian menjelaskan
seluruh sanad dari matan itu, baik sanad yang berasal dari kitab hadits yang
dikutip matannya maupun dari kitab lainnya.
Model penulisan kitab hadits dalam bentuk Athraf yang paling popular
adalah:
1. Tuhfa al-Asyraf bi Ma’rifah Al-Athraf karya al-Hafidz al-Imam Abi al-Hajjaj
Yusuf bin Abdurrahman al-Muzi (W 742 H). dalam kitab ini menghimpun Athraf
dari Kutub al-Sittah dan mulhaqnya yaitu:
a. Muqaddimah Shahih Muslim
b. Al-Marasil Li Abi Dawud al-Sajistani
c. Al-‘Ilal al-Shaghir Li al-Turmudzi
d. Al-Syamail li al-Turmudzi
e. ‘Amal al-Yaum Wa al-lailah Li an-Nasai
2. Dzakhair al-Mawarits Fi al-Dilalah ‘Ala Mawadi’I al-Hadits karya Syaikh
Abdul al-‘Ani al-Nabilsy (W 114 H). dalam kitab ini menghimpun Athraf dari
Kutub al-Sittah dan al-Muwaththa (Malik).
Kegunaan kitab-kitab Athraf
a. Dapat menghimpun berbagai jalan hadist (sanad) dari kitab-kitab yang menjadi
literaturnya hingga dapat diketahui hukum setiap hadist. Penentuan hukum suatu
hadist biasanya bersifat nisbi artinya hanya berdasarkan apa yang di katakan
beberapa kitab-kitabnya.
b. Hadist-hadist yang dihimpunanya dapat di jajikan bahan studi komparatif sanad
antara yang satu dengan yang lain.
c. Sebagai tindak lanjut penyelamatan teks hadist, menelaah kembali teks-teks hadist
dalam kitab referensinya melalui kitab-kitab al-atharaf
d. Pengenalan terhadap para imam periwayat hadist dan tempat-tempat hadist dalam
kitab-kitab mereka.
Metode athraf ini sangat memudahkan mengetahui sanad-sanad hadits
karena terkmpul dalam satu tema dan juga memudahkan untuk mengetahui
mukharrij asal dan letak bab-bab pembahsannya.31
G. Kitab al-ma’ajim
Kitab hadits yang disusun berdasarkan nama-nama para Shahabat, guru-
guru hadits, negeri-negeri atau yang lainnya. Dan lazimnya nama-nama itu di
susun berdasarkan huruf mu’jam (abjad).
Kitab-kitab hadits yang menggunakan metode mu’jam ini banyak sekali.
Diantaranya yang popular adalah karya Imam al-Tabrani (w 360 H), beliau
menulis tiga buah kitab mu’jam, yaitu:
1. al-Mu’jam al-Kabir
2. al-Mu’jam al-Ausat
3. al-Mu’jam al-Shaghir.32
H. Kitab al-zawaid
Al-zawaid adalah Sebuah hadits terkadang ditulis oleh sejumlah penulis
hadits secara bersama-sama dalam kitab mereka. Ada pula hadits yang hanya
ditulis oleh seorang penulis hadits saja, atau penggabungan bebrapa kitab tertentu
seperti musnad dan mu’jam ke bebrapa buku induk hadist.. Maka hadits-hadits
jenis kedua ini menjadi lahan penelitian para pakar hadits yang datang kemudian.
31
Mohammad Dainuri, Metodologi Penulisan Kitab Hadis, (Online), (https://Penulisan-kitab-
Hadis-Dainuri.html di akses tanggal 1 Desember 2018)
32
Zakinatul Izzah, Tipologi Penyusunan Kitab Hadis, (Online),
(https://tipologipenyusunankitabhadis.com/kitabhadis.html diakses tanggal 1 Desember 2018)
Hadits-hadits ini kemudian dihimpunnya dalam suatu kitab tersendiri.
Metode penulisan ini disebut zawaid yang berarti tambahan-tambahan. tambahan
bagi sebagian karya-karya hadits yang ditemukan pada karya-karya lain.
Diantara karya-karya yang menggunakan model penulisan ini adalah
kitab misbah al-zujajah fi zawaid Ibn Majah karya al-Bushairi (w 840 H) yang
berisi hadis-hadis yang ditulis hanya oleh Imam Ibnu Majah dalam kitab sunan-
nya dan hal itu tidak terdapat dalam lima Kitab Hadis yang lain (al-Bukhari,
Muslim, al-Tirmidzi, Abu Daud, dan al-Nasai).33
33
Zaknatiul, Tipologi Penyusunan Kitab Hadis